Senin, 26 Februari 2018

Cara Menabung di Bank Konvensional Tanpa Riba

Di suatu waktu, A dan B sedang berbincang-bincang..

A: Mengapa kita tidak menabung di Bank Syariah saja?

B: Malas, soalnya mesin ATM bank Syariah masih sedikit jadi nggak praktis. Mending punya rekening di bank konvensional seperti BC* atau Mandir* yang mesin ATM dan EDC-nya ada di mana-mana sehingga bisa gampang transaksi...

A: Tapi kan menabung di bank konvensional (baca: riba) dosanya besar banget. Setau saya, dosa riba yang paling ringan itu sama seperti dosa berzina dengan ibu kandung sendiri. Naudzubillaah..

B: Mau bagaimana lagi, ini juga terpaksa.

A: Aku punya ide. Bagaimana kalau kita membuka rekening tabungan di bank syariah. Tapi kita tidak perlu menutup rekening kita yang sudah ada di bank konvensional sehingga kita akan punya dua rekening tabungan yakni rekening di bank syariah dan bank konvensional. Setelah kita punya rekening di bank syariah, kita transfer sebagian besar uang kita yang ada di bank konvensional ke bank syariah. Kita sisakan sedikit saja uang di bank konvensional supaya ketika kita butuh uang mendadak kita gampang menemukan mesin ATM. Contohnya, di rekening bank konvensional kita punya uang 20 juta. Lalu, kita transfer 18 juta dari rekening bank konvensional kita ke rekening bank syariah kita. Sehingga di rekening bank konvensional cuma tersisa 2 juta saja.

B: Terus, fungsi rekening bank syariah kita buat apa donk kalau transaksinya tetap pakai bank konvensional?

A: Rekening bank syariah kita fungsikan sebagai tabungan saja bukan sebagai alat transaksi. Kalo butuh uang mendadak dan kita lagi di jalan atau di luar rumah kita bisa pakai rekening bank konvensional untuk ambil uang karena mesin ATMnya gampang dicari sehingga kita tidak keluar biaya tarik tunai. Lagian saat hari-hari normal kita nggak butuh duit banyak-banyak kan.. 2 juta paling sudah cukup buat cadangan.

B: itu mah sama aja kita tetap berurusan dengan riba, tetap kena dosa lah..

A: iya memang benar, namun maksud saya, ini hanyalah salah satu usaha kita supaya kita mulai menjauhi riba, terutama bagi orang-orang yang tidak bisa berjauhan dengan mesin ATM dan EDC. Dengan begini, setidaknya kita sudah punya usaha untuk mengurangi transaksi riba dan mencegah berkembangnya bank konvensional. Kita akan punya hujjah/alasan/bukti yang kuat untuk bertanggung jawab di akhirat bahwa kita sudah membenci riba dan berusaha menghindarinya semaksimal mungkin. Kalau bisa sih ya kita tidak usah pakai rekening bank konvensional sama sekali.

B: Hmmm… benar juga sih pendapatmu. Tapi katanya bank syariah itu masih bercampur riba.. berarti kita tetap berdosa donk menyimpan uang di bank syariah..

A: Mungkin informasi bahwa bank syariah masih bercampur riba memang benar. Paling tidak dengan adanya bank syariah, berarti kita mulai berupaya menghindari riba. Saya yakin seiring dengan waktu bank syariah akan memperbaiki diri sehingga menjadi semakin murni syariah dan mesin ATM-nya bisa semakin tersebar dimana-mana.

B: Ada cara lain nggak selain menabung di bank syariah?

A: Apa ya, ada… Kita gunakan saja 18 juta tadi di atas untuk membeli logam mulia emas berbentuk koin atau batangan. Emasnya kita simpan di tempat yang aman. Kalau menabung emas ini lebih menguntungkan lagi karena emas tahan terhadap inflasi bahkan bisa digunakan untuk investasi jangka panjang. Jadi setiap gajian masuk, sebagian uang gajian langsung kita pakai untuk membeli emas. Dan sisanya kita simpan di rekening bank konvensional untuk keperluan sebulan ke depan.

B: Apa faedahnya kita menyisakan sedikit uang di bank konvensional?

A: Seperti yang saya bilang tadi, dengan begitu kita bisa berperan serta memperlambat berkembangnya bank konvensional. Dengan menyisakan uang yang sedikit, maka bank konvensional akan semakin kesulitan mendapatkan modal untuk kreditnya. Seperti yang kita tahu, uang tabungan kita di bank diputar lagi oleh bank untuk dipinjamkan/dikreditkan kepada peminjam uang. Peminjam uang harus mengembalikan lagi ke bank uang yang dipinjamnya tadi dengan disertai bunga.
Ini namanya riba. Kalau saja sebagian besar rakyat Indonesia menggunakan cara ini dan menyisakan sedikit saja uangnya di bank konvensional maka bank-bank konvensional akan kekurangan modal sehingga pertumbuhan bank konvensional bisa ditekan. Jadi sekarang kita gunakan saja cara ini dan kita beritahu ke teman-teman kalau ada cara bagus menghindari riba dan menekan pertumbuhan riba. Semua ini kita lakukan dengan niat tulus ikhlas mengharap ridho Allah ta’ala semata.

Tolong dishare artikel ini.

https://www.kompasiana.com/penyeru/cara-menabung-di-bank-konvensional-tanpa-riba_579b097393937389111b6d44

Sabtu, 24 Februari 2018

Orang-orang yang dilaknat di dalam Al-Qur’an dan hadis

Dilaknat artinya disingkirkan dan dijauhkan oleh Allah dari rahmat-Nya, dan dimurkai oleh-Nya.
Orang-Orang yang dilaknat dan dikutuk di dalam Al-Qur’an
1. Orang-orang kafir dan yang ingkar
“Mereka berkata: hati kami tertutup. Tetapi sebenarnya Allah telah melaknat mereka karena keingkaran mereka; maka sedikit sekali mereka yang beriman.” (Al-Baqarah: 88)

“Sesungguhnya Allah melaknat orang-orang yang kafir, dan menyiapkan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka).” (Al-Ahzab: 64).

2. Orang-orang yang menentang kebenaran

“Hai orang-orang yang telah diberi Al-kitab, berimanlah kamu pada apa yang telah Kami turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kamu sebelum Kami merubah wajahmu, lalu Kami laknat mereka sebagaimana Kami telah melaknat orang-orang (yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu, dan ketetapan Allah pasti berlaku.” (Al-Nisa’: 47)

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al-Kitab? Mereka mempercayai Jibt dan Thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekkah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah. Barangsiapa yang dilaknat oleh Allah, niscaya kamu kamu tidak akan mendapat penolong baginya.” (An-Nisa’: 51-52).

3. Para pemimpin dan pembesar yang menyesatkan

“Pada hari ketika wajah mereka dibolak-balikkan di dalam neraka, mereka berkata: sekiranya kami mentaati Allah dan Rasul-Nya. Dan mereka berkata: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan
kami dari jalan yang benar. Ya Tuhan kami, timpakan kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar.” (Al-Ahzab: 66-68)

4. Orang-orang yang memutuskan silaturrahim, dan orang-orang yang murtad

“Apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan memutuskan silaturrahim? Mereka itulah orang-orang yang dilaknat oleh Allah dan ditulikan telingan mereka serta dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (Muhammad: 22-23)

5. Orang-orang yang menentang undang-undang Ilahiyah dan menyimpan
kebenaran.

“Sesungguhnya orang-orang yang menyimpan apa yang Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami menerangkannyakepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh semua makhluk yang dapat melaknat. Kecuali mereka yangtelah bertaubat dan melakukan perbaikan dan menerangkan kebenaran,
mereka itu Akulah Yang Maha menerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Baqarah: 159-160)

6. Para pemimpin kekufuran dan pelaku kerusakan di muka bumi.

“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di muka bumi, orang-orang itulah yang mendapat laknat dan lagi mereka yang memperoleh kediaman yang buruk (Jahannam).” (Ar’d: 25).

7. Orang-orang munafik yang menyakiti Rasulullah saw

“Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allahakan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (Al-Ahzab: 57)

“Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari penyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu untuk memerangi mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu melainkan dalam waktu yang sebentar, dalam keadaan terlaknat. Dimana
saja mereka jumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-sehebatnya.” (Al-Ahzab: 60-61)

“Allah mengancam orang-orang munafik laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah melaknat mereka. Bagi mereka azab yang abadi.” (At-Taubah: 68).

8. Orang-orang yang zalim.
“Penghuni-penghuni surga berseru kepada penghuni-penghuni neraka: Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang dijanjikan kami oleh Tuhan kami. Maka apakah kamu telah mtelah memperoleh dengan yang sebenarnya apa yang dijanjikan kepadamu oleh Tuhanmu? Mereka penghuni neraka menjawab: Betul. Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: Laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim.” (Al-A’raf: 44)

“Mereka itu (orang-orang yang zalim) balasannya: Sesungghnya atas mereka laknat Allah ditimpakan, demikian juga laknat malaikat dan semua manusia.” (li-Imran: 87).

9. Orang-orang yang membunuh orang mukmin
“Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam, kekal di dalamnya, Allah murka dan melaknatnya, dan menyiapkan baginya azab yang besar.” (An-Nisa’: 93).

10. Iblis. (Al-Hijr/15: 35; Shaad: 78)
“Sesungguhnya atasmu (Iblis) laknat sampai hari kiamat.” (Al-Hijr/15: 35)

11. Orang-orang yang menuduh berzina terhadap perempuan yang baik-baik
dan suci.
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita baik-baik dan beriman (berbuat zina), mereka dilaknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka azab yang besar.” (An-Nur: 23)

12. Orang-orang yang menyalahi pemimpin yang saleh
“Mereka selalu diikuti laknat di dunia dan hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ‘Ad itu kafir kepada Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum ‘Ad yaitu kaum Hud.” (Hud: 60).

“Itu adalah sebagian dari berita-berita negeri (yang dibinasakan) yang Kami ceritakan kepadamu (Mhammad); di antara negeri-negeri itu ada yang masih kedapatan bekas-bekasnya dan ada pula yang telah musnah.” (Hud: 100).

Orang-orang yang dilaknat di dalam hadis Rasulullah saw

Rasulullah saw bersabda: “Ada lima orang yang dimohonkan laknat atas mereka dan semua nabi mengaminkannya: (1) Orang yang menambah kitab Allah dan meninggalkan sunnahku, (2) orang yang mendustakan takdir Allah, (3) orang yang mengatakan halal atas nama keluargaku apa yang diharamkan oleh Allah, (4) orang yang mementingkan dirinya dalam harta rampasan perang yang dihalalkan baginya, (5) orang yang mengajak berbuat baik sementara dirinya meninggalkannya atau melarang orang lain berbuat dosa sementara dirinya melakukannya.” (Al-Wasail11: 271).

Wassalam
Syamsuri Rifai

Link khusus Blog dan Milis Amalan praktis, doa2 pilihan dan artikel2 Islami :
http://shalatdoa.blogspot.com
http://almushthafa.blogspot.com
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islami

Jumat, 23 Februari 2018

Sebab Alloh mendazab seseorang atau suatu kaum

Sebab Alloh mendazab atau mengampuni seseorang atau suatu kaum

اَلَمْ تَعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ لَهٗ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ ۗ  يُعَذِّبُ مَنْ يَّشَآءُ وَيَغْفِرُ لِمَنْ يَّشَآءُ   ۗ  وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
a lam ta'lam annalloha lahuu mulkus-samaawaati wal-ardh, yu'azzibu may yasyaaa`u wa yaghfiru limay yasyaaa`, wallohu 'alaa kulli syai`ing qodiir

"Tidakkah kamu tahu bahwa Allah memiliki seluruh kerajaan langit dan bumi, Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki dan mengampuni siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 40)

1. -Mereka berlomba lomba dlm kekufuran, senang dengar berita bohong, suka mengubah ayat ayat Alloh

يٰۤـاَيُّهَا الرَّسُوْلُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِى الْكُفْرِ مِنَ الَّذِيْنَ قَالُوْۤا اٰمَنَّا بِاَ فْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوْبُهُمْ  ۛ  وَمِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا  ۛ  سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ سَمّٰعُوْنَ لِقَوْمٍ اٰخَرِيْنَ ۙ  لَمْ يَأْتُوْكَ ۗ  يُحَرِّفُوْنَ الْـكَلِمَ مِنْۢ بَعْدِ مَوَاضِعِهٖ ۚ  يَقُوْلُوْنَ اِنْ اُوْتِيْتُمْ هٰذَا فَخُذُوْهُ وَاِنْ لَّمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوْا   ۗ  وَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ فِتْنَـتَهٗ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهٗ مِنَ اللّٰهِ شَيْـئًـا ۗ  اُولٰٓئِكَ الَّذِيْنَ لَمْ يُرِدِ اللّٰهُ اَنْ يُّطَهِّرَ قُلُوْبَهُمْ  ۗ  لَهُمْ فِيْ الدُّنْيَا خِزْيٌ  ۖ  وَّلَهُمْ فِيْ الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيْمٌ

"Wahai Rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. Yaitu orang-orang (munafik) yang mengatakan dengan mulut mereka, Kami telah beriman, padahal hati mereka belum beriman; dan juga orang-orang Yahudi yang sangat suka mendengar (berita-berita) bohong dan sangat suka mendengar (perkataan-perkataan) orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka mengubah kata-kata (Taurat) dari makna yang sebenarnya. Mereka mengatakan, Jika ini yang diberikan kepadamu (yang sudah diubah) terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah. Barang siapa dikehendaki Allah untuk dibiarkan sesat, sedikit pun engkau tidak akan mampu menolak sesuatu pun dari Allah (untuk menolongnya). Mereka itu adalah orang-orang yang sudah tidak dikehendaki Allah untuk menyucikan hati mereka. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat akan mendapat azab yang besar."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 41)

2. Senang mendengar berita bohong dan banyak makan makanan yg haram

سَمّٰعُوْنَ لِلْكَذِبِ اَ كّٰلُوْنَ لِلسُّحْتِ ۗ  فَاِنْ جَآءُوْكَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ اَوْ اَعْرِضْ عَنْهُمْ  ۚ  وَاِنْ تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَنْ يَّضُرُّوْكَ شَيْـئًـا   ۗ  وَاِنْ حَكَمْتَ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِالْقِسْطِ  ۗ  اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ
"Mereka sangat suka mendengar berita bohong, banyak memakan (makanan) yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (Muhammad untuk meminta putusan), maka berilah putusan di antara mereka atau berpalinglah dari mereka, dan jika engkau berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Tetapi jika engkau memutuskan (perkara mereka), maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 42)

3. Mengangkat hakim padahal bukan orang berima

وَكَيْفَ يُحَكِّمُوْنَكَ وَعِنْدَهُمُ التَّوْرٰٮةُ فِيْهَا حُكْمُ اللّٰهِ ثُمَّ يَتَوَلَّوْنَ مِنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ  ۗ  وَمَاۤ اُولٰٓئِكَ بِالْمُؤْمِنِيْنَ

"Dan bagaimana mereka akan mengangkatmu menjadi hakim mereka, padahal mereka mempunyai Taurat yang di dalamnya (ada) hukum Allah, nanti mereka berpaling (dari putusanmu) setelah itu? Sungguh, mereka bukan orang-orang yang beriman."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 43)

4. Para ulama dan pendeta-pendeta diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Tapi mereka takut kepada manusia,  dan  menjual ayat-ayat-Alloh dengan harga murah. Dan mereka sebenarnya orang-orang kafir."

اِنَّاۤ اَنْزَلْنَا التَّوْرٰٮةَ فِيْهَا هُدًى وَّنُوْرٌ   ۚ  يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّوْنَ الَّذِيْنَ اَسْلَمُوْا لِلَّذِيْنَ هَادُوْا وَ الرَّبَّانِيُّوْنَ وَالْاَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوْا مِنْ كِتٰبِ اللّٰهِ وَكَانُوْا عَلَيْهِ شُهَدَآءَ   ۚ  فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًا   ۗ  وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ
"Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat, di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya. Yang dengan Kitab itu para nabi yang berserah diri kepada Allah memberi putusan atas perkara orang Yahudi, demikian juga para ulama dan pendeta-pendeta mereka, sebab mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barang siapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 44)

5. Tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah

وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيْهَاۤ اَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ ۙ  وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالْاَنْفَ بِالْاَنْفِ وَالْاُذُنَ بِالْاُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ ۙ  وَالْجُرُوْحَ قِصَاصٌ ۗ  فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهٖ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَّهٗ   ۗ  وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَاۤ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰٓئِكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ

"Kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya (Taurat) bahwa nyawa (dibalas) dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qisasnya (balasan yang sama). Barang siapa melepaskan (hak qisas)nya, maka itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang zalim."
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 45)

* Via Al-Qur'an Indonesia http://quran-id.com

Simpul-Simpul’ ISLAM


Sungguh, simpul-simpul Islam akan terlepas satu demi satu. Setiap kali satu simpul terlepas, orang-orang bergantung pada simpul berikutnya. Yang pertama terlepas adalah al-hukm (pemerintahan/hukum) dan yang terakhir adalah shalat (HR Ahmad).

Imam Ahmad (164-241 H) menukil hadis di atas berturut-turut dari Walid bin Muslim, dari Abdul Aziz bin Ismail bin Ubaidillah, dari Sulaiman bin Habib, dari Abu Umamah al-Bahili, dari Rasulullah saw.

Hadis tersebut juga diriwayatkan oleh Ibn Hibban (w. 354) dalam Shahîh Ibn Hibbân, al-Hakim (321-405 H) dalam Al-Mustadrak, al-Baihaqi (384-458) dalam Su‘ab al-îmân, ath-Thabrani (260-360 H) dalam Musnad asy-Syamiyîn dan Mu’jam al-Kabîr, Muhammad bin Nushr bin al-Hajaj al-Muruzi (202-294 H) dalam Taqdîr Qadr ash-Shalâh, dan yang lainnya. Semuanya bersandar kepada sanad Ahmad di atas.

Para perawi riwayat tersebut adalah para perawi sahih. Memang, menurut sebagian ulama hadis seperti Abu Mushir Walid bin Muslim (w. 195 H) perawi hadis ini termasuk mudallis atau melakukan tadlîs, yaitu menyembunyikan kecacatan yang ada dalam sanad dan menampakkan kebaikan pada lahiriahnya. Namun di sisi lain, banyak juga pujian terhadapnya, di antaranya ia digelari dengan al-hâfizh, ‘âlim asy-syâm. Ia juga dikenal luas keilmuannya, tawaduk dan kuat hapalannya. Muhammad bin Saad Abu al-Hasan al-‘Ajali al-Kufi (182-261) dan yang lain menilainya tsiqah. Abu Hatim menilainya “shâlih al-hadîts”. Ibn Hajar dalam Muqadimah Fath al-Bârî menyatakan, “Walid bin Muslim ad-Dimasyqi dikenal luas dan disepakati ke-tsiqah-annya. Ulama hadis hanya mencelanya karena banyak melakukan tadlîs dan tasywiyah…”

Menurut Dr. Mahmud ath-Thahan dalam Taysîr Mushthalah al-Hadîts, sikap yang sahih atas riwayat seorang mudallis adalah: “Jika ia menyatakan secara jelas bahwa ia mendengar (hadis tersebut) maka riwayatnya diterima, yakni jika ia berkata, “Sami’tu (Aku telah mendengar),” atau yang semisalnya, maka hadisnya diterima.” Dalam riwayat di atas secara jelas Walid berkata, “Hadatsanâ (Telah menceritakan kepada kami). Dengan demikian, hadis di atas dapat diterima. Karena itu, kita mendapati Ibn Hibban, al-Hakim, al-Baihaqi, al-Haitsami dalam Majma‘ az-Zawâ’id, al-Minawi dalam Faydh al-Qadîr dan lainnya menilai hadis di atas sahih.

Makna Hadis

Dalam Lisân al-‘Arab, ‘urâ adalah jamak dari ‘urwah. Kata ‘urwah memiliki beberapa arti di antaranya: pegangan di sisi timba, cangkir atau teko; al-wutsqâ (perjanjian); akar tumbuhan yang tersisa di tanah dan tetap tumbuh; semak belukar; harta yang berharga; sesuatu yang dijadikan pegangan dan sebagainya.

Al-Minawi menyatakan, ‘urâ al-Islâm, ‘urâ jamak dari ‘urwah, asalnya adalah sesuatu yang menjadi pegangan di sisi timba, cangkir dan semisalnya. Lalu dipinjam (dengan gaya majaz isti‘ârah) dan digunakan untuk menyebut perkara agama berupa cabang-cabang Islam yang dijadikan pegangan dan tempat untuk bergantung.

Hadis ini menyatakan bahwa al-hukm (pemerintahan dan al-qadhâ’), sama seperti shalat, adalah bagian dari urâ al-Islam. Artinya, pemerintahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Islam seperti halnya shalat. Karena itu, hadis ini menggugurkan pendapat orang bahwa pemerintahan adalah urusan dunia dan bukan bagian dari Islam. Justru sebaliknya, hadis di atas menyatakan bahwa al-hukm (pemerintahan/al-qadhâ’) adalah salah satu simpul Islam. Karena itu pula, memisahkan pemerintahan dari Islam sama artinya dengan membuang salah satu simpul Islam.

Dalam hadis ini Rasul saw. mengabarkan bahwa ‘ura al-Islâm itu akan diurai satu-persatu. Ungkapan dalam bentuk pasif, yunqadhanna menunjukkan bahwa terurai atau rusaknya ‘ura al-Islâm itu tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi diurai/dirusak atau bahkan dihancurkan oleh musuh Islam atau oleh orang Islam sendiri yang terpedaya dan atau diperalat oleh mereka.

Menurut Abu al-Biqa’, ‘urwat[an] ‘urwat[an] dibaca nashab sebagai hal (keterangan) yang menunjukkan proses berurutan. Artinya, setelah ‘urwah pertama terurai diikuti yang kedua dan seterusnya hingga ‘urwah yang terakhir. Yang pertama terurai adalah al-hukm (pemerintahan dan al-qadhâ’) dan yang terakhir adalah shalat. Ini menunjukkan bahwa al-hukm menjadi fokus sasaran pertama. Jika al-hukm berhasil dirusak maka itu menjadi pembuka bagi rusaknya simpul Islam yang lain, sampai yang terakhir, yakni shalat. Al-Hukm itu menjadi penghalang rusaknya simpul Islam lainnya. Jika al-hukm tetap ada dan baik maka ‘urwah lainnya juga bisa akan tetap ada dan baik. Artinya, pemerintahan menjadi pelindung bagi simpul-simpul Islam. Di sinilah, Rasul saw. menggambarkan dalam hadis lain bahwa imam (penguasa/pemerintahan Islam) adalah junnah (perisai) yang melindungi Islam dan kaum Muslim.

Sebagian dari apa yang digambarkan Rasul saw. dalam hadis ini dapat kita lihat jelas saat ini. Ketika pemerintahan Islam terakhir, yakni Khilafah Turki Utsmani berhasil diruntuhkan oleh Barat melalui anteknya Musthafa Kamal la‘natullâh ‘alayh, Islam hilang dari ruang publik pengaturan masyarakat. Lalu hal itu segera diikuti dengan rusaknya simpul-simpul Islam yang lain. Hingga sekarang, Islam hanya tersisa pada sektor privat; hanya tersimpan di dada pribadi-pribadi Muslim serta tercermin pada ritual ibadah dan unsur akhlak semata seperti saat ini.

Dalam kondisi seperti ini, ‘urâ al-Islâm yang tersisa adalah ‘urwah shalat. Tentu ‘urwah shalat ini harus dijaga dan dipertahankan. Namun, upaya itu harus disertai dengan upaya untuk memperbaiki dan mewujudkan ‘urwah yang lainnya dan terutama ‘urwah al-hukm. Al-Hukm akan melindungi urwah-urwah Islam. Karena itu, upaya untuk mewujudkan kembali ‘urwah al-hukm, yakni pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum Allah, merupakan upaya strategis untuk memperbaiki dan mewujudkan kembali ‘urâ al-Islâm secara keseluruhan. Wallâh a‘lam bi ash-shawâb. [Yahya Abdurrahman].

Menerima hukum islam

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ  حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْۤ اَنْفُسِهِمْ  حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

"Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman sebelum mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan (sehingga) kemudian tidak ada rasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang engkau berikan dan mereka menerima dengan sepenuhnya."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 65)

Apakah hukum jahiliyah

اَفَحُكْمَ  الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ  وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ

"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50)

Kamis, 22 Februari 2018

16 Orang yang Terkena Laknat

16 Orang yang Terkena Laknat
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc February 19, 2016Akhlaq 2 Comments 26,611 Views

   

Mereka-mereka ini yang terkena laknat dan jauh dari rahmat Allah. Ada enam belas orang yang bisa disebutkan kali ini.

Laknat itu artinya jauh dari kebaikan. Ada juga yang menyatakan, laknat adalah jauh dari Allah.

Jika laknat itu dari manusia dan makhluk, yang dimaksud laknat adalah celaan dan do’a.

Setiap yang terkena laknat Allah, maka ia berarti jauh dari rahmat Allah dan berhak mendapatkan siksa, akhirnya binasa. Demikian disebutkan dalam Lisanul ‘Arab, 13: 387-388.

Yang dilaknat bisa jadi perbuatannya adalah kekafiran. Ini jelas jauh dari rahmat Allah dan berhak mendapatkan azab Allah.

Bisa pula yang dilaknat tetap muslim, namun ia melakukan perbuatan yang pantas dapat laknat seperti orang yang minum minuman keras, orang mencaci maki orang tuanya dan semacam itu. Perbuatan yang dilakukan tentu saja termasuk al-kabair  (dosa besar), namun tidak menyebabkan ia kekal di neraka.

Karena kaedah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang patut diingat,

مَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِ التَّوْحِيْدِ عَلَى التَّوْحِيْدِ وَالإِسْلَامِ وَإِنْ دَخَلَ النَّارَ بِذُنُوْبٍ فَعَلَهَا فَإِنَّهُ لاَ يَخْلُدُ فِيْهَا

“Siapa saja yang mati dari ahli tauhid dan ahli Islam dan ia masuk neraka karena suatu dosa, maka ia tidak kekal di dalamnya.” (Syaikh Shalih Al-Munajjid dalam Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 175522)

Dan sekali lagi, perbuatan yang dilaknat masuk dalam kategori dosa besar sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin,

كُلُّ ذَنْبٍ كَانَتْ عُقُوْبَتُهُ اللَّعْنَةَ فَهُوَ مِنْ كَبَائِرِ الذُّنُوْبِ

“Setiap dosa yang hukumannya adalah mendapatkan laknat, dosa tersebut tergolong dalam dosa besar.” (Durus wa Fatawa Al-Haram Al-Madani, hlm. 57)

Siapa Saja yang Terkena Laknat?

1- Orang yang menyembelih untuk selain Allah

2- Orang yang Melindungi pelaku maksiat dan pelaku bid’ah

3- Orang yang mencela kedua orang tuanya

4- Orang yang merubah batas tanah

‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu menyampaikan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,

لَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ آوَى مُحْدِثًا وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ غَيَّرَ الْمَنَارَ

“Allah melaknat siapa saja yang melakukan sembelihan (tumbal) pada selain Allah (menyebut nama selain Allah, pen.). Allah melaknat orang yang melindungi pelaku maksiat (dan bid’ah). Allah melaknat orang yang melaknat orang tuanya. Allah melaknat orang yang merubah batas tanah.” (HR. Muslim, no. 1978)

Apa yang dimaksud melaknat orang tua?

Bisa yang dimaksud adalah menjadi sebab orang tuanya tercela.

Dari Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, (beliau berkata bahwa) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

إِنَّ مِنْ أَكْبَرِ الْكَبَائِرِ أَنْ يَلْعَنَ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ

“Sesungguhnya di antara dosa besar adalah seseorang mencela kedua orang tuanya.” Lalu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَلْعَنُ الرَّجُلُ وَالِدَيْهِ

“Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang bisa mencela kedua orang tuanya.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَسُبُّ الرَّجُلُ أَبَا الرَّجُلِ ، فَيَسُبُّ أَبَاهُ ، وَيَسُبُّ أَمَّهُ

“Seseorang mencela ayah orang lain, lalu orang lain tersebut mencela ayahnya. Dan seseorang mencela ibu orang lain, lalu orang lain tersebut mencela ibunya.” (HR. Bukhari, no. 5973)

Berarti melaknat seperti di atas termasuk durhaka pada orang tua. Kenapa?

‘Uququl walidain atau durhaka pada orang tua adalah segala bentuk menyakiti orang tua.

Tidak termasuk durhaka jika kita mendahulukan kewajiban pada Allah. Juga tidak termasuk durhaka jika kita tidak taat dalam maksiat.

Taat pada orang tua itu wajib dalam segala hal selain pada perkara maksiat. Menyelisihi perintah keduanya termasuk durhaka. Lihat Syarh Shahih Muslim karya Imam Nawawi, 2: 77.

5- Orang yang mengonsumsi sesuatu yang memabukkan (khamar) dan menjadi pen
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى الْخَمْرِ عَشَرَةً عَاصِرَهَا وَمُعْتَصِرَهَا وَشَارِبَهَا وَحَامِلَهَا وَالْمَحْمُولَةَ إِلَيْهِ وَسَاقِيَهَا وَبَائِعَهَا وَآكِلَ ثَمَنِهَا وَالْمُشْتَرِىَ لَهَا وَالْمُشْتَرَاةَ لَهُ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat dalam khamar sepuluh hal: (1) yang memerasnya, (2) yang mengambil hasil perasannya, (3) yang meminumnya, (4) yang mendistribusikannya, (5) yang memesannya, (6) yang menuangkannya, (7) yang menjualnya, (8) yang memakan hasil penjualannya, (9) yang membeli secara langsung, dan (10) yang membelikan untuk yang lainnya.” (HR. Tirmidzi, no. 1295. Hadits ini dinilai hasan shahih menurut Syaikh Al-Albani)

6- Yang memakan riba dan menolong dalam terlaksananya transaksi riba

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, yang menyetorkan riba, pencatat transaksi riba dan dua orang saksi dalam transaksi riba.” Beliau mengatakan, “Mereka semua sama (dapat dosa, pen.).” (HR. Muslim, no. 1598)

Kaedah untuk memahami riba di antaranya,

كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا

“Setiap piutang yang mendatangkan kemanfaatan (keuntungan), maka itu adalah riba.” (Lihat Al Majmu’ Al-Fatawa, 29: 533)

7- Orang yang meratapi mayit

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- النَّائِحَةَ وَالْمُسْتَمِعَةَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang meratapi dan meminta untuk mendengar ratapan.” (HR. Abu Daud, no. 3128. Sanad hadits ini dha’if menurut Syaikh Al-Albani)

8- Orang yang memberi suap dan yang menerima suap

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الرَّاشِىَ وَالْمُرْتَشِىَ.

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat orang yang memberi suap dan yang menerima suap”. (HR. Abu Daud no. 3580, Tirmidzi no. 1337, Ibnu Majah no. 2313. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).

9- Pria yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai pria

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari, no. 5885)

Ibnu ‘Abbas juga berkata,

لَعَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ وَقَالَ « أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ » . قَالَ فَأَخْرَجَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – فُلاَنًا ، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا

“Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pria yang bergaya seperti wanita dan wanita yang bergaya seperti pria.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Keluarkanlah mereka dari rumah-rumah kalian.”

Ibnu ‘Abbas katakan, “Nabi pernah mengeluarkan orang yang seperti itu. Demikian halnya dengan ‘Umar.” (HR. Bukhari, no. 5886)

Begitu pula dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu  disebutkan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لَعَنَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لُبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لُبْسَةَ الرَّجُلِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian lelaki.” (HR. Ahmad, no. 8309, 14: 61. Sanad hadits ini shahih  sesuai syarat Muslim, perawinya tsiqah termasuk perawi Bukhari Muslim selain Suhail bin Abi Shaih yang termasuk perawi Muslim saja).

10- Orang yang menyambung rambut

11- Orang yang bertato

Dari Abu Hurairah dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma , ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

لَعَنَ اللَّهُ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ ، وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ

“Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut, perempuan yang meminta disambungkan rambutnya, begitu pula perempuan yang membuat tato dan yang meminta dibuatkan tato.” (HR. Bukhari no. 5933, 5937 dan Muslim no. 2124).

12- Orang yang memimpin kaumnya lantas kaumnya tidak suka padanya (dalam hal terkait agama, pen.)

13- Istri yang tidak taat pada suami

14- Tidak memenuhi panggilan azan untuk shalat berjama’ah

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثَلاَثَةً رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَرَجُلٌ سَمِعَ حَىَّ عَلَى الْفَلاَحِ ثُمَّ لَمْ يُجِبْ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat tiga orang: (1) orang yang memimpin kaumnya lantas mereka tidak suka (lantaran penyimpangan agama, bukan masalah dunia, pen.), (2) istri yang di malam hari membuat suaminya membencinya (karena tidak mau taat pada suami, pen.), (3) ada orang yang mendengar ‘hayya ‘alal falaah’ (marilah meraih kebahagiaan) lantas ia tidak memenuhi panggilan berjamaah tersebut.” (HR. Tirmidzi, no. 358. Hadits ini sanadnya benar-benar lemah menurut Syaikh Al-Albani)

15- Orang yang menyetubuhi di dubur (seks anal)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَلْعُونٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا

“Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya.” (HR. Ahmad, 2: 479. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan)

16- Orang yang gila dunia dan tidak mau mendalami agama, bahkan tidak menyukainya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلاَّ ذِكْرَ اللَّهِ وَمَا وَالاَهُ أَوْ عَالِمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا

“Dunia dan seluruh isinya dilaknati, kecuali dzikir mengingat Allah, segala yang dicintai-Nya, orang yang berilmu atau orang yang sedang belajar menuntut ilmu.” (HR Ibnu Majah, no. 4112; Tirmidzi, no. 2322. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Yang jelas janganlah jadi orang yang asal-asalan dalam beramal. Dari Al-Hasan Al-Bashri, dari Abu Ad-Darda’, ia berkata,

كُنْ عَالِمًا ، أَوْ مُتَعَلِّمًا ، أَوْ مُسْتَمِعًا ، أَوْ مُحِبًّا ، وَلاَ تَكُنْ الخَامِسَةَ فَتَهْلَكُ. قَالَ : فَقُلْتُ لِلْحَسَنِ : مَنِ الخَامِسَةُ ؟ قال : المبْتَدِعُ

“Jadilah seorang alim atau seorang yang mau belajar, atau seorang yang sekedar mau dengar, atau seorang yang sekedar suka, janganlah jadi yang kelima.” Humaid berkata pada Al-Hasan Al-Bashri, yang kelima itu apa. Jawab Hasan, “Janganlah jadi ahli bid’ah (yang beramal asal-asalan tanpa ilmu, pen.) (Al-Ibanah Al-Kubra karya Ibnu Batthah)

Hanya Allah yang memberi taufik untuk menjauhi setiap dosa yang dilaknat.

@ Gunawangsa, Surabaya, 11 Jumadal Ula 1437 H

Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal

Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam

Minggu, 18 Februari 2018

Akumulasi dana wakaf

Dana Wakif yg sudah masuk dalam ribuan

500  500 0812252-xxx9
550  50   Dwi Setiawan
600  50   Hernawati
650  50   Ganang Azhar G
700  50   Salsabiila Alya S
720  20   Bp Kusnanto 
740  20   Bu Supartin
760  20   Dwi Wulan A.
770  10   Muhamman Aditya A.
780  1O   Dinda Nur Fitria
790  10   Dian Amalia R (yatim)
800  10   Affifah (yatim)
835  35   Agus Rudi Priyatna
870  35   Sie Muningsih, SPd
900  30   Aqshal Farhansyah 
920  20   Lilik Purwantoro
940  20   Bu Nurhayti (istri)
960  20   Tegar surya Pratama
980  20   H.Sobari
1000  20   Hj Fiqriyah (alm)
1025  25.  Kel Bp Darto
1050  25.  Ibu Khabibah
1075  25. Ika Puspa Wulandari
1125  50.  Kel Hj. Tati Rochyati
1175  50.  H. Slamet, S.Pd. M.M
1225  50.  Dra. Hj. Asih Susita
1275  50.  Fazlur Rahman A.
1325  50.  Firdia Izzatul Ilmi
1375  50.  Bu Suyem (almh)
1425  50.  Bpk. Makmuri (alm)
1475  50.  Bpk. S. Oetoro (alm)
1525  50   Kel Hj. Sriyatun
1545  20   Hartono (kel)
1565  20   Bu Rr Sri sutjiati (kel)
1575  10   Bu Hetty indriyani
1675  100 Hj. Mafrikha (ibu )
1725  50.  H Mawardi (bapak)
1775  50   Ibu Yuyum (ibu)
1825  50   Bpk Widodo (bapak)
1875  50   Evan Himawan
1925  50   Dewi (istri)
1975  50   Farras (anak)
2025  50   Aydan (anak)
2075  50   Nadya (anak)
2115  40   Kel Bp Sudjahri
2155  40   Bu Daryunah (istri)
2175  20   Mella (anak)
2195  20   Bintang (anak)
2215  20   Moch Rafli Pratama
2235  20  Moch Ma'ruf Sawmel
2255  20. Moch Dimas Sawmel
2275  20   Tiara Nur Oktavia
2375  100 Bu sabillah bt sukim
2400  25. Bp Suryadi (alm)
2425  25. Bu Wasniyah bt Wasrap (almh)
2450  25.  Bp Sukim (alm)
2475  25.  Bu Kasmirah (almh)
2485  10   Kel. Bp Mardi (alm)
2495  10.  Bu Narti
2505  10.  Murniawati
2515  10.  Bp Eri Gunawan
2525  10.  Bu Suwarni
2535  10.  Amelia Sesari PP
2545  10   Alya Sesari PP
2555  10.  Astra Putra P
2565  10.  Bp Seffrudin
2575  10.  Bu Sutriasmi
2585  10   Leana Setrias F
2595  10   Levi Arganta
Cek update

2615  20   Kel bu Sarah M
2635  20.  Shanty D (anak)
2655  20.  Pramono Dwi
2675  20.  Pungky A (anak)
2695  20.  Difa AP (cucu)
Cek update

2705  10.  Kel Bu Ely Rochyati
2715  10.  Prima Trio Andhika
2725  10.  Catur Indra Gunawan
2745  20   Bu Dakhori
2755  10.  Bu Ngadiyo
2765  10.  Bu Estiatun
2775  10   Ninik
2785  10.  Umi Kasih
2795  10.  Titin
Cek update

2805  10.  Rusmono
2815  10.  Feby
2825  10.  Difa
2835  10.  Juli
2845  10.  Wawan
2855  10.  Angga
2865  10.  Eza
2875  10.  Astri
2885  10   Sisdarmanto
Cek update

2895  10Kel M. Arifin
2905  10.  Etty Djuwariyah
2915  10.  Tati Nurbaity
2925  10.   Andi Sofi Wibawa
2935  10.   Hanun
2945  10.   Alif
2955  10.   Dini Handayani
2965  10    Budianto
2975  10.   Alfat
2985  10.   Kusdi
2995  10.   Lastitik
Cek update

3005. 10.   Chaolifah
3015  10.   Ruhanah
3025  10.   Tasrip
3035  10.   Fatmawati
3045  10.   Dini
3055  10.   Fajar
3065  10.   Sugiman
3075  10.   Agus Setiono
3085  10.   Danurah
3095  10.   Okta
Cek update

3105  10.   Setianingsih
3115  10.   Aditya
3125  10.   Gani
3155   30   Bp sismiyadi
3185   30   istri
3215   30   anak 1
3245   30   anak 2 
3275   30   anak 3
Cek update

3285   10    Bp samuri
3295   10 .  Bu rusdi
3305   10    Bu chotimah k
3315   10.   kel mas sidiq
3325   10.   fatimah  (istri)
3335   10.   ilham (anak)
3345   10.   abizar (anak)
3355   10.   Bp kunawi (bpk)
3365   10.   Bu solechah (ibu)
3375   10.   Kel bp sakwat
3385   10.   intan
3395   10.   maryam
3405   10    santoso
3415   10. . widia
3425   10  riskon
3435   10  rifki
3445   10  adi
3455   10  aria
3465   10  sigit
3475   10  katrimaningsih
3485   10  bp suparno
3495   10  bu suparno
3505   10  ruly
Cek update

3515   10  sutirah
3525   10  leni
3535   10  hari iskandar
3545   10  arum
3555   10  aris
3565   10  safri
3575   10  alam
3585   10  chotimah
3595   10  maslahatun
3605   10  chafid  
Cek update

3625   20  bu wartono
3635   10  nur afiati
3645   10  siryo
3655   10  sartinah
3665   10  aenimaslihatun
3675   10  tarsinah bt kodir (almh)
3685   10  darta bin sayid (alm)
3695   10  muntasir bin kasban (alm)
3705   10  ratini binti muntasir (almh)
3715   10  tarsinah binti muntasir (almh)
Cek update

3740   25  hadi ismanto
3765   25  yani dwi saputri
3790  25  khafidzh tsabitul asmi
3815   25  rafasya shazfa almahyra
3825   10  darham
3835   10  sri jaetun
3845   10. silvia septiana dewi
3875   30  Bpk RUSDI. S.Pd.SD.
3895   20  LIES PERTIWI (istri)
3905  10  WISNU HANDOYO ARDI
3915   10  ASTRI FIANDANI
3925.  10  YUGO PURNOMOSIDI
3935   10  MONALISA
3945   10 ZIVANA AQILLA PURNOMO
3955   10  DIAN AYU HAPSARI
3965   10  INDRO WIDYO KUNCONO
3975   10  RAYYAN ARANSHA KUNCONO
3985   10  RAFARDHAN ATHALLA KUNCONO
3995   10  LARAS AJENG HUTAMI
Cek update

4005   10  Desi Wuryantari
4015   10. Ahmad syaeful Amri
4025   10. Fatkhanah
4035   10  Mujaroah
4045   10. Zaenal Arifin
4095   50  H.Agus Sofi
4145   50. Asri Latifa Sofi
4195   50  Agwi Nirmala
4445   250 iman syaefudin
4695   250 Sulistiyowati (istri)
4945   250 Syefi khairunnisa salsabila
5195  250 Khaisya nur febriyanti
Cek update

5495  300 +6285659xx9xx9
5505   10.  Pandu Willantoro
5515   10.  Tutut bintari
5525   10.  Bp R. Suhartono/bp
5535   10.  Bu Sri Sutyiati
5545   10.  Bu Siti Maryam
5555   10.  Bp Gunawan
5565   10.  Bp Abu Tohir
5575   10.  Bp Ahmad Farukhi
5585   10.  Bp Tobiin
5595   10.  Bp Tolha
Cek update

5745   150 Danar risepsono
5895   150 Umriaty
5915    20   Dwi adhi arianto
5935    20   Hany rosiana
5945    10.  Busron Athid Rochmanto (bgr)
5955   10   Ely
5965   10.  Hasna
5975   10.  Kel Taufiq Athid Roziqi (Smg)
5985   10   Nur Cahyani
5995   10.  Fahri
6005   10.  Haidar
6015   10.  Adzkiya Rikzatunisa
6025   10.  Kel Siddi Athid Rohandi (Bekasi)
6035   10.  Evi Sofianur
6045   10.  Muchtarin Nurhandi
6055   10.  Rofidin Nuhandi
6065   10   Hurida Nabilatussanda N
6075   10.  Kel Junaidi Athid Rosandi (Tgl)
6085    10   Tanti
6095   10.  Fadhil Atailah
6105   10.Nabila
Cek update

6115   10. Alm.Bpk M.Tauchid
6125   10. Imam Athid Rosyidi
6135   10. Chairi
6145   10  Roufi
6155   10. Almh Ibu Mas'ah
6165   10. Masnipah
6175   10. Sofiyah
6185   10. Alm Bpk Wartono
6195   10.  Nunung Setyowati
6205   10.  Sutaryo
6215   10.  Nunu Setyoningrum
6225   10.  Apriana Jasmine Aljani
6235   10.  Kiki Azkia Zinan
6245   10.  Rizky Amin Septiawan
6255   10.  Aprilina
6265   10.  Hilmi Septian Ibnizan
6275   10.  Aurelina Naomi Queendita
6285   10.  Jayudi
6295   10.  Nafi Ulina
6305   10.  Earlyta Arsyta Hamaira
6555   250 Bambang setyawan
6805   250 A. Marsiti
7055   250 Dimas Pramata Sukma
7305   250 Echa Rizqita Lentera Sukma
7355   50   Kustinah bt.H.saleh
Cek update
7365   10   Bp Sudiro ( Alm )
7375   10.  Ibu Sri Proninggal
7385   10 . Ibu Wiji Bayumurti
7395   10 . Nisa
7405   10 . Chairul
Cek update

7455   5O  Bu Hj.Sofiyah    
7505   50  Oka Ayu Sofiyanti 
7515   10  Kel ustadz Agus Hakam
7525  10  Bp. Wahidin
7535  10  Ibu Sito Masyitoh
7545  10  Bp Fatlullah
7555  10  Bp Abdul Jalil
7565  10  Ibu Miskiyah
7575  10  Nadia
7585  10  Kel Ust Imam Subehi
7595  10  Ratmi
7605  10  Pahing
7615  10  Bp. Kayad
Cek update

7625  10   Kel. Ustdh Ibu Mafrukha
7635  10   Lukman Zaeni
7645  10 . Nilna Aula Niswah
7655  10 . Khotimah
7665  10 . Kel. Ust Bp Mufaidzil Azis
7675  10   Sri Nurhandayani
7685  10   M. Sidqi Musyaffa
7695  10   M. Safieq
7705  10   Aya
7715  10   Bp. Wendy  Wirawan
7725  10   Ibu Uma Khaerunisa
7735  10 . Mochammad Dipo Albanik
7745  10 . Mochammad Nicko Alfariz
7755  10   Mochmmad Anggito Wicaksono.    
7805  50 Yuliar Puspa Mega
7855  50 Farah Puspa Marsyaly
          
update wakaf produktif
7880  25 Ustad Khamdan
7905. 25 Kasta Marini
7930  25 M Hasyim Syaibani
7955  25 M. Fahmi Amrullah. Masing-masing Rp 25.000,_

8005   50 H . Agus Sofie.
8055   50 Hj. Asti
Masing-masing Rp 50.000
:
8155 100. SUSANTO GUNAWAN
8255 100. LIAUW MAYLIE
8355 100. CELLINE DION
8455 100. QUEEN SEBA

8555 100  Kel bp chudori (4org)
8585  30 Kel Reko Agung (3org)

jumlah saldo terakhir 8.585.000
(delapan juta lima ratus delapan puluh lima ribu rupiah)

jazakumulloh khoiran jazza

Jumat, 16 Februari 2018

Kisah haji mabrur

Seorang ulama, Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al Marwazi, ulama terkenal di Makkah, menceritakan riwayat ini.

Suatu ketika, setelah selesai menjalani salah satu ritual haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Ia mendengar percakapan mereka,
Berapa banyak yang datang tahun ini? tanya malaikat kepada malaikat lainnya.

Tujuh ratus ribu, jawab malaikat lainnya.
Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?
Tidak satupun

Percakapan ini membuat Abdullah gemetar.
Apa? ia menangis dalam mimpinya.Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?

Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar cerita kedua malaikat itu.
Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni. Berkat dia seluruh haji mereka diterima oleh Allah.

Kok bisa
Itu Kehendak Allah
Siapa orang tersebut?
Said bin Muhafah, tukang sol sepatu di kota Damsyiq (damaskus sekarang)

Mendengar ucapan itu, ulama itu langsung terbangun. Sepulang haji, ia tidak langsung pulang kerumah, tapi langsung menuju kota Damaskus, Siria.

Sampai disana ia langsung mencari tukang sol sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya.Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Said bin Muhafah.

Ada, ditepi kota Jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya. Sesampai disana ulama itu menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh.

Benarkah Anda bernama Said bin Muhafah?tanya Ulama itu.
Betul, siapa tuan?
Aku Abdullah bin Mubarak
Said pun terharu, "Bapak adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya?

Sejenak Ulama itu kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaanya, akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya.

Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah Anda perbuat, sehingga Anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur?
Wah, saya sendiri tidak tahu!
Coba ceritakan bagaimana kehidupan Anda selama ini.

Maka Said bin Muhafah bercerita.Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar :

Labbaika Allahumma labbaika.
Labbaika la syarika laka labbaika.
Innal hamda wannimata laka wal mulka.
laa syarika laka.
Ya Allah, aku datang karena panggilanMu.
Tiada sekutu bagiMu.
Segala nimat dan puji adalah kepunyanMu dan kekuasaanMu.
Tiada sekutu bagiMu.

Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis Ya allah aku rindu Mekah, Ya Allah aku rindu melihat kabah
Izinkan aku datang..
izinkan aku datang ya Allah..

Karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji.

Saya sudah siap berhaji
Tapi anda batal berangkat haji
Benar
Apa yang terjadi?
Istri saya hamil, dan sering ngidam. Waktu saya hendak berangkat saat itu dia ngidam berat
Suami ku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini?
Ya sayang
Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku

Sayapun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh.Disitu ada seorang janda dan enam anaknya.
Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit.

Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya.
Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan Tidak boleh tuan.
Dijual berapapun akan saya beli
Makanan itu tidak dijual, tuan katanya sambil
berlinang air mata.

Akhirnya saya tanya kenapa? Sambil menangis, janda itu berkata Daging ini halal untuk kami, namun haram untuk tuan katanya.Dalam hati sayaberkata, bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim?

Karena itu saya mendesaknya lagi Kenapa?
Sudah beberapa hari ini kami tidak makan.
Di rumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak.
Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram".

Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang.
Saya ceritakan kejadian itu pada istriku, diapun menangis, kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu.

Ini masakan untukmu
Uang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka.
Pakailah uang ini untuk mu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi

Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak bisa menahan air mata.
Kalau begitu Engkau memang patut mendapatkannya."[ ]

Sumber : Isnet

Fadilatudz Dzikri

*Bab Fadilatudz dzikri*
( irsyadul ibad )

Majlis Dzikir Nurul Abror
Resume pengajian malam jumat

Pembimbing: *Ust Ahmad Mukhlisin Al-hafidz*
Tempat : Masjid Nurul Abror
Hari tgl. : Malam Jumat
Tanggal : 1 Jumadits-tsani 1439H

1. Afdlolul kalam al quran
2. Lafadz *Dzikir* terdiri dari huruf *dzal-kaf-ra* = dzal dgn harokat kasroh, kaf dengan harokat sukun, ra dengan harokat domahtein = dibaca *dzikrun* artinya dzikir
Kalau salah harokat, dza dgn fathah, kaf dgn fathah, ra dgn domahtein berbunyi = *Dzakarun* = orang laku laki
Dzikir berasal dari kalimat ذكر، يذكر، ذكرا yang artinya mengingat sesuatu atau menyebut setelah lupa atau berdoa kepada Allah. Dzikir juga bermakna mengingat sesuatu atau menghafalkan sesuatu. Juga dapat dimaksudkan dengan sesuatu yang disebut dengan lidah atau suatu yang baik.

3 Dziki lisan– Dzikir dengan lisan

“Pertama: Menyebut nama-nama dan sifat-sifat Allah dan menggunakkannya untuk memuji dan menyanjungNya.

Seperti dengan ucapan “Subhanallah”, “Alhamdulilaah”, “Laa ilaaha illalllah” atau dzikir-dzikir yang semisal.

Dzkir jahar kelbihannya
a. Kompak,
b. bisa melatih jamaah yg belum bisa
c. malaikat keliling ke majlis dzikir setiap hari, minta apa?
d. malaikat menaungi dengan membukakan sayapnya  sampai ke langit dunia ke jamaah ahli dzikir

4. Dzikir qolbi
– Dzikir dengan hati

Seperti engkau mengingat-ngingat nikmatNya, memikirkan penciptaanNya yang sempurna, menyadari akan kehadiranNya yang menyaksikan segala perbuatan kita, menyadari akan ilmuNya Yang Maha Mengetahui apa isi hati kita, menyadari akan PenglihatanNya yang Maha Melihat apa yang kita perbuat, menyadari akan PendengaranNya yang Maha Mendengar ucapan lisan kita, bertawakkal kepadaNya, dst. ini semua dzikir hati.

5. – Dzikir dengan penggabungan hati dan lisan

yaitu penggabungan keduanya, disaat kita berdzikir dengan lisan, diwaktu itu pula engkau menghadirkan hati. dan inilah sebaik-baiknya dzikir.
Yg bagus dzikir lisan dgn dzikir qolbi nyambung

Misal baca tahlil, sunanya huruf *la* nya dibaca panjang biar eling hatine nyambung karo gusti Alloh.

Ala bidzikrillah tatma'iunnul qulub

6. fazkuruuniii azkurkum

فَاذْكُرُوْنِيْۤ  اَذْكُرْكُمْ وَاشْکُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ
fazkuruuniii azkurkum wasykuruu lii wa laa takfuruun

"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 152)

7. Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “....
....................Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (HR. Bukhari no. 6970 dan Muslim no. 2675).

8. Kisah abu umamah

Abu Said Al Khudri mengisahkan: “Suatu hari Rasulullah SAW masuk masjid, disana beliau menemukan ada seorang sahabat bernama Abu Umamah yang sedang duduk. Beliau bertanya: “Wahai Abu Umamah, kenapa aku melihat engkau sedang duduk di luar waktu salat?” Ia menjawab: “Aku bingung memikirkan hutangku, wahai Rasulullah.” Beliau berkata: “Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah do’a yang apabila engkau membacanya, maka Allah ta’ala akan menghilangkan kebingunganmu dan melunasi hutangmu?” ‘Tentu wahai Rasulullah’ Beliau bersabda: “jika kau berada di waktu pagi maupun sore bacalah do’a ini:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ

“Allohumma inni a’udzubika minal hammi wal hazani, wa a’udzubika minal ‘ajzi wal kasali, wa a’udzubika minal jubni wal bukhli, wa a’udzubika min ghalabatiddaini wa qahrirrijali”

(Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari bingung dan sedih. Aku berlindung kepada Engkau dari lemah dan malas, Aku berlindung kepada Engkau dari pengecut dan kikir. Dan aku berlindung kepada Engkau dari tekanan hutang dan kesewenang-wenangan manusia)

Abu umamah berkata: “Setelah membaca do’a tersebut, Allah ta’ala berkenan menghilangkan kebingunganku dan membayarkan lunas hutangku.” (HR Abu Dawud).

Kamis, 15 Februari 2018

SURAT KEPUTUSAN KETUA UMUM

SURAT KEPUTUSAN KETUA UMUM

SURAT KEPUTUSAN KETUA UMUM YAYASAN MASJID NURUL ABROR MEJASEM BARAT TEGAL NOMOR : 801/001/2018

Menimbang : Setelah diadakan Rapat lengkap Gabungan Pembina, Pengurus, dan Pengawas Yayasan Masjid Nurul Abror, pada hari-tanggal  Jumat 9 Jumadil Awal 1439 H (26 Januari 2018 M), peserta rapat 2/3 hadir, bertempat di Masjid Nurul Abror Mejasem Barat RW 05 Kramat TEGAL , telah memenuhi syarat untuk menetapkan keputusan.
Mengingat :  1. Anggaran Dasar Pasal 4,   2. Anggaran Dasar Pasal 9,  3 Anggaran Dasar Pasal 10,      4 Anggaran Dasar Pasal 16,   5. Anggaran Dasar Pasal 33.
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
KESATU    :  SUSUNAN PENGURUS YAYASAN MASJID NURUL ABROR MEJASEM BARAT RW 05 KRAMAT TEGAL
a. PEMBINA (Penasehat) :
1. Ust. Wartono, S.Pd.I
2. Ust. Ahmad Muhlisin, Alhafidz
b. PENGURUS
Ketua Umum                                     : H.Amir Effendi, S.Ag.
Ketua I Bidang Dakwah                    : Rusdi, S.Pd.SD.
Anggota                                              : 1. Ahmad Karmen , 2. Ali Mahali                                                                                                                                          
Ketua II Bidang Pendidikan              : Dwi Setiawan, S.Pd. M.M
Ketua III Bidang Sosial-Humas         : Drs. Bambang Sekti Prayitno, M.M
Sekretaris Umum                              : Drs. Bambang Setyawan, M.M
Sekretaris 1                                         : H. Slamet, S.Pd. M.M
Sekretaris 2                                         : Ust Tohirun
Bendahara umum                             : H. Sulistiono, S.Pd.
Bendahara 1                                       : Sujahri
Bendahara 2                                       : Slamet Riyadi
Ketua IV Bidang Wakaf-Ekonomi   :  Sismiyadi, S.Pd.
Anggota                                               : 1. Iman syaefudin 2. H. Agus sofi  3. Kusnanto
c. PENGAWAS :
1. H. Willy Haryomo, A.Pi. S.E. M.Si.
2. H. Suryono
KEDUA        : Pemegang  Jabatan Pengurus Yayasan dimaksud KESATU wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar Yayasan Masjid Nurul Abror Mejasem Barat Tegal
KETIGA       :  Jabatan Pengurus bisa diganti berdasarkan rapat Pembina, rapat pengurus, rapat gabungan
KEEMPAT   : Masa Jabatan Pengurus Yayasan adalah 5 tahun dan bisa ditetapkan kembali.
                     Ditetapkan di TEGAL, Pada Tanggal 29 JUMADIL AWAL 1439H (14 Februari 2018M)

KETUA UMUM PENGURUS YAYASAN MASJID NURUL ABROR MEJASEM BARAT RW05 TEGAL

Ttd +stempel yayasan

H.Amir  Effendi, S.Ag.

Sabtu, 10 Februari 2018

SETIAP KEBAIKAN ADALAH SEDEKAH


SETIAP KEBAIKAN ADALAH SEDEKAH
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
عَنْ أَبِـيْ ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوْا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِاْلأُجُوْرِ ؛ يُصَلُّوْنَ كَمَـا نُصَلِّـيْ ، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَـا نَصُوْمُ ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِـهِمْ. قَالَ : «أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللّٰـهُ لَكُمْ مَا تَصَدَّقُوْنَ ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَـحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً ، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً ، وَأَمْرٌ بِالْـمَعْرُوْفِ صَدَقَةٌ ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ ، وَفِـيْ بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ». قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! أَيَأْتِـيْ أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ ؟ قَالَ : «أَرَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِـي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ ؟ فَكَذٰلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِـي الْـحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرًا»
Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu bahwa beberapa orang dari Sahabat berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah! Orang-orang kaya telah pergi dengan membawa banyak pahala. Mereka shalat seperti kami shalat, mereka puasa seperti kami puasa, dan mereka dapat bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian sesuatu yang dapat kalian sedekahkan? Sesungguhnya pada setiap tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada yang ma’ruf adalah sedekah, mencegah dari yang mungkar adalah sedekah, dan salah seorang dari kalian bercampur (berjima’) dengan istrinya adalah sedekah.” Mereka bertanya : “Wahai Rasulullah! Apakah jika salah seorang dari kami mendatangi syahwatnya (bersetubuh dengan istrinya) maka ia mendapat pahala di dalamnya?” Beliau menjawab : “Apa pendapat kalian seandainya ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang halal, maka ia memperoleh pahala.” [HR. Muslim]
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh, diriwayatkan oleh:
1. Muslim (no. 720, 1006).
2. Al-Bukhâri dalam Al-Adâbul Mufrad (no. 227)
3. Ahmad (V/167, 168).
4. Abu Dâwud (no. 5243, 5244).
5. Al-Bazzâr dalam Musnad-nya (no. 3917, 3918)
6. Ibnu Hibbân (no. 4155 At-Ta’lîqâtul Hisân).
7. Al-Baihaqi (IV/188).
8. Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 1644).
SYARAH HADITS
Hadits yang mulia ini mencakup perkara-perkara penting, di antaranya:
1. Diperbolehkannya qiyâs.
2. Amal-amal yang mubâh bisa menjadi amal taqarrub dengan niat yang benar.
3. Medan-medan perlombaan dalam kebaikan.
4. Banyaknya jalan-jalan kebaikan di mana jika seorang hamba tidak mampu melakukan satu kebaikan maka ia mampu melakukan kebaikan yang lainnya dan selain dari itu.[1]
1. BERLOMBA-LOMBA DALAM KEBAIKAN
Di dalam hadits ini terdapat dalil bahwa para Sahabat Radhiyallahu anhum berlomba-lomba dalam kebaikan karena kuatnya semangat mereka dalam melakukan amal-amal shalih dan kebaikan; mereka sedih jika tidak dapat mengerjakan kebaikan yang dikerjakan oleh orang lain. Orang-orang miskin dari mereka sedih, sebab tidak dapat bersedekah dengan harta seperti yang dilakukan orang-orang kaya. Mereka sedih tidak bisa berangkat ke medan jihad karena tidak mempunyai bekal. Keadaan mereka ini dijelaskan oleh Allah Azza wa Jalla dalam al-Qur`ân.[2]
Allah Azza wa Jalla berfirman : Dan tidak ada (pula dosa) atas orang-orang yang datang kepadamu (Muhammad), agar engkau memberi kendaraan kepada mereka, lalu engkau berkata : ‘Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu,’ lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena sedih, disebabkan mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan (untuk ikut berperang). [at-Taubah/9:92]
Salafush Shâlih adalah orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebaikan karena mengharapkan surga, dan kita diperintahkan mengikuti jejak mereka yaitu berlomba-lomba dalam kebaikan.
Allah Azza wa Jalla berfirman: “…Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” [al-Muthaffifîn/83:26]
Mereka mendapatkan pujian dari Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya sebab keberuntungan mereka dan kemuliaan mereka di dunia dan akhirat. Ada di antara mereka yang memiliki udzur dari mengerjakan suatu amalan dan diberikan keringanan kepadanya, lalu ia mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menangis karena ia tidak mampu melakukan amalan tersebut. Sebagaimana hal itu dikabarkan oleh Allah Azza wa Jalla , ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk berjihad.
Allah Azza wa Jalla berfirman: “…Lalu mereka kembali sedang mata mereka bercucuran air mata karena sedih, disebabkan mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan (untuk ikut berperang).” [at-Taubah/9:92]
Di dalam hadits ini juga terdapat dalil bahwa orang-orang miskin ingin seperti orang-orang kaya dalam mendapatkan pahala sedekah dengan harta. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjukkan kepada orang-orang miskin tentang sedekah-sedekah yang mampu mereka kerjakan.[3]
Dalam hadits lain dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa orang-orang fakir kaum Muhajirin mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata: “Orang-orang yang kaya telah pergi dengan membawa derajat yang tinggi dan nikmat yang kekal.” Beliau bertanya: “Apa itu?” Mereka menjawab: “Mereka shalat seperti kami shalat, mereka berpuasa seperti kami berpuasa, mereka bisa bersedekah sedang kami tidak bisa, dan mereka memerdekakan hamba sahaya sedang kami tidak bisa.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«أَفَلاَ أُعَلِّمُكُمْ شَيْئًا تُدْرِكُوْنَ بِهِ مَنْ سَبَقَكُمْ ، وَتَسْبِقُوْنَ بِهِ مَنْ بَعْدَكُمْ ، وَلاَ يَكُوْنَ أَحَدٌ أَفْضَلَ مِنْكُمْ إِلاَّ مَنْ صَنَعَ مِثْلَ مَا صَنَعْتُمْ ؟» قَالُوْا : بَلَى يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ. قَالَ : «تُسَبِّحُوْنَ ، وَتُكَبِّرُوْنَ ، وَتَـحْمَدُوْنَ دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ ثَلاَثًا وَثَلاَثِيْنَ مَرَّةً». قَالَ أَبُوْ صَالِحٍ : فَرَجَعَ فُقَرَاءُ الْـمُهَاجِرِيْنَ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالُوْا : سَمِعَ إِخْوَانُنَا أَهْلُ اْلأَمْوَالِ بِمَـا فَعَلْنَا ؛ فَفَعَلُوْا مِثْلَهُ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ
Maukah kalian kuajari sesuatu yang dapat menyusul orang yang telah mendahului kalian itu, kalian juga bisa mendahului orang-orang setelah kalian, dan tidak ada seorang pun yang lebih baik daripada kalian kecuali orang yang melakukan seperti yang kalian lakukan?” Mereka menjawab, “Mau, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda : “Hendaklah kalian mengucapkan tasbîh (subhânallâh), takbîr (Allâhu akbar), dan tahmîd (alhamdulillâh) di akhir setiap shalat (fardhu) sebanyak 33 kali.”Abu Shâlih (perawi hadits ini) berkata : “Maka orang-orang fakir kaum Muhijirin itu pun kembali menemui Rasulullah lalu berkata : “Saudara kami yang kaya telah mendengar apa yang kami kerjakan, lalu mereka pun mengerjakan hal yang sama.” Maka Rasulullah bersabda : “Itulah karunia Allah yang diberikan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.” [al-Mâidah/5:54] [4]
Hadits semakna juga diriwayatkan dari sejumlah Sahabat di antaranya ‘Ali, Abu Dzar, Abu Darda’, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbâs, dan selain mereka.
Ini artinya bahwa orang-orang fakir kaum Muhajirin mengira bahwa tidak ada sedekah kecuali dengan harta dan mereka tidak mampu melakukan hal itu, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar kepada mereka bahwa semua amal kebajikan dan berbuat baik dengan segala jenisnya adalah sedekah.[5]
Adapun berlomba-lomba dalam meraih kenikmatan duniawi maka ini sangat tercela. Jika seorang hamba melampaui batas, maka itu adalah sebab kebinasaan dan kelemahannya.[6] Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
…فَوَاللّٰـهِ ، مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ. وَلَكِنِّي أَخْشَىٰ عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَـا بُسِطَتْ عَلَىٰ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ. فَتَنَافَسُوهَا كَمَـا تَنَافَسُوهَا. وَتُـهْلِكَكُمْ كَمَـا أَهْلَكَتْهُمْ
“…Demi Allah! Bukan kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Akan tetapi, aku khawatir jika dunia di bentangkan (diluaskan) atas kalian seperti telah diluaskan atas orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mendapatkannya, sebagaimana mereka berlomba-lomba mendapatkannya. Kemudian dunia itu membinasakan kalian sebagaimana ia membinasakan mereka.”[7]
2. DZIKIR KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA ADALAH SEBAIK-BAIK SEDEKAH UNTUK DIRI SENDIRI
Sedekah selain dari harta yang manfaatnya hanya dirasakan pelakunya sendiri, misalnya :
Takbîr yaitu ucapan: Allâhu akbar (اَللهُ أَكْبَرُ),
Tasbîh yaitu ucapan: Subhânallâh ( سُبْحَانَ اللهِ),
Tahmîd yaitu ucapan: Alhamdulillâh (اَلْـحَمْدُ لِلّٰـهِ),
Tahlîl yaitu ucapan: lâ ilâha illallâh (لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللّٰـهُ),
Hauqalah yaitu ucapan: lâ haula walâ quwwata illâ billâh (لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللٰـهِ)
Istighfâr yaitu ucapan: astaghfirullâh (أَسْتَغْفِرُ اللّٰـهَ).
Begitu juga dzikir sesudah shalat wajib yang lima waktu, yaitu membaca istighfâr 3 kali: أَسْتَغْفِرُ اللّٰـهَ ، أَسْتَغْفِرُ اللّٰـهَ ، أَسْتَغْفِرُ اللّٰـهَ
lalu membaca: اَللّٰـهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَـلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
Membaca: subhânallâh 33 kali, alhamdulillâh 33 kali, Allâhu akbar 33 kali, dan ditutup dengan membaca:
لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللّٰـهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْـمُلْكُ وَلَهُ الْـحَمْدُ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
Demikian pula dzikir pagi dan petang. Dzikir ini di samping bernilai sedekah, juga menghapuskan dosa-dosa dan sebagai penjagaan diri dari setan.[8]
Begitu juga berjalan ke masjid untuk ibadah adalah sedekah. Dan tidak disebutkan dalam satu hadits pun tentang shalat, puasa, haji, dan jihad sebagai sedekah. Kebanyakan perbuatan-perbuatan tersebut lebih baik daripada sedekah-sedekah dengan harta, sebab hadits-hadits di atas disebutkan sebagai jawaban pertanyaan orang-orang miskin yang bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang sesuatu yang bisa mereka pakai untuk mengalahkan ibadah-ibadah sunnah orang-orang kaya dengan harta. Sedang dalam ibadah-ibadah wajib, orang-orang miskin kaum Muhajirin sama dengan orang-orang kaya di antara mereka.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«أَلاَ أَنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَـالِكُمْ ، وَأَزْكَاهَا عِنْدَ مَلِيْكِكُمْ ، وَأَرْفَعِهَا فِـيْ دَرَجَاتِكُمْ ، وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ إِنْفَاقِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ ، وَخَيْرٌ لَكُمْ مِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوْا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوْا أَعْنَاقَكُمْ». قَالُوْا : بَلَـى يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ : «ذِكْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ»
Maukah kalian aku jelaskan perbuatan-perbuatan kalian yang paling baik, paling bersih di sisi raja kalian, paling meninggikan derajat-derajat kalian, lebih baik bagi kalian daripada infak emas dan perak, dan lebih baik bagi kalian daripada kalian berjumpa dengan musuh kalian kemudian kalian memenggal leher mereka dan mereka memenggal leher kalian?” Para Sahabat berkata : “Mau, wahai Rasulullah!” Beliau bersabda : “Yaitu dzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla.”[9]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa mengucapkan,
لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْـمُلْكُ ، وَلَهُ الْـحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَـىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
‘Tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan dan milik-Nya segala pujian, dan Dia Maha kuasa atas segala sesuatu.’
Dalam sehari sebanyak seratus kali maka itu sama dengan memerdekakan sepuluh budak, seratus kebaikan ditulis baginya, seratus kesalahan dihapus darinya, kalimat itu adalah benteng baginya dari setan sejak siangnya hingga sore hari, dan tidak ada seorang pun yang datang dengan sesuatu yang lebih baik daripada apa yang ia bawa kecuali orang yang mengerjakan yang lebih banyak darinya.”[10]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
«مَنْ قَالَ: لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الْـمُلْكُ ، وَلَهُ الْـحَمْدُ ، وَهُوَ عَلَـىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ ، عَشْرَ مِرَارٍ كَانَ كَمَـنْ أَعْتَقَ أَرْبَعَةَ أَنْفُسٍ مِنْ وَلَدِ إِسْمَـاعِيْلَ».
Barangsiapa mengucapkan kalimat Lâ ilâha illallâh wahdahu lâ syarîkalah lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘alâ kulli syai-in qadîr sebanyak sepuluh kali, ia seperti orang yang memerdekakan empat jiwa dari anak keturunan Isma’il.”[11]
Hal yang sama juga dikatakan oleh Salmân al-Fârisi, para Sahabat yang lain dan Tabi’in bahwa dzikir lebih baik daripada bersedekah dengan sejumlah uang.[12]
3. SEDEKAH DIMUTLAKKAN UNTUK SETIAP KEBAIKAN
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ = setiap kebaikan adalah sedekah.[13]
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata : “Maksudnya, setiap kebaikan itu memiliki hukum yang sama dengan sedekah dalam hal pahala.”[14], [15]
.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang mengqashar (meringkas) shalat ketika safar,
«صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللهُ بِـهَا عَلَيْكُمْ ؛ فَاقْبَلُوْا صَدَقَتَهُ»
Ia adalah sedekah yang diberikan Allah kepada kalian, maka terimalah sedekah-Nya.[16]
Sedekah dengan selain harta yang kebaikannya dirasakan manusia merupakan sedekah kepada mereka. Bisa jadi, sedekah selain harta ini lebih baik daripada sedekah dengan harta. Sedekah seperti ini, misalnya amar ma’rûf dan nahi munkar; kedua perbuatan itu adalah ajakan taat kepada Allah Azza wa Jalla dan melarang bermaksiat kepada-Nya. Hal ini jelas lebih baik daripada sedekah dengan harta. Termasuk di antaranya mengajarkan ilmu yang bermanfaat, membacakan al-Qur`ân (meruqyah), menghilangkan gangguan dari jalan, berusaha memberikan manfaat kepada orang lain, menolak bahaya dari mereka, mendoakan kaum Muslimin, dan memintakan ampunan untuk mereka.[17]
Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu , ia bertanya : “Wahai Rasulullah! Amalan apakah yang paling utama?” Beliau menjawab: “‘Iman dan jihad di jalan Allah.” Aku bertanya : “Memerdekakan budak apakah yang paling baik?” Beliau menjawab : “Memerdekakan budak yang paling bernilai menurut pemiliknya dan paling mahal harganya.” Aku bertanya : “Jika aku tidak dapat melakukannya?” Beliau menjawab : “Engkau membantu orang yang terampil dan berbuat untuk orang yang tidak terampil.” Aku bertanya : “Wahai Rasulullah! Bagaimana pendapatmu jika aku tidak dapat mengerjakan sebagian pekerjaan?” Beliau menjawab : “Engkau menahan keburukanmu dari manusia, karena itu adalah sedekah.””[18]
Diriwayatkan juga penambahan-penambahan yang lain dalam hadits Abu Dzar Radhiyallahu anhu ini, di antaranya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«تَبَسُّمُكَ فِـيْ وَجْهِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ ، وَأَمْرُكَ بِالْـمَعْرُوْفِ وَنَهْيُكَ عَنِ الْـمُنْكَرِ صَدَقَةٌ ، وَإِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِـيْ أَرْضِ الضَّلاَلِ لَكَ صَدَقَةٌ ، وَبَصَرُكَ لِلرَّجُلِ الرَّدِيْءِ الْبَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ ، وَإ ِمَاطَتُكَ الْـحَجَرَ وَالشَّوْكَةَ وَالْعَظْمَ عَنِ الطَّرِيْقِ لَكَ صَدَقَةٌ ، وَإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فِـيْ دَلْوِ أَخِيْكَ لَكَ صَدَقَةٌ»
Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah, engkau menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran adalah sedekah, engkau memberi petunjuk kepada orang di tempat ia tersesat adalah sedekah, engkau menuntun /menunjuki orang yang lemah penglihatannya adalah sedekah, engkau menyingkirkan batu, duri, dan tulang dari jalan adalah sedekah, dan engkau menuangkan air dari embermu ke ember saudaramu adalah sedekah.”[19]
Dari Abu Dzar Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«لَيْسَ مِنْ نَفْسِ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ فِـيْ كُلِّ يَوْمٍ طَلَعَتْ فِيْهِ الشَّمْسُ» . قِيْلَ : يَا رَسُوْلَ اللّٰـهِ ! وَمِنْ أَيْنَ لَنَا صَدَقَةٌ نَتَصَدَّقُ بِهَا ؟ فَقَالَ : «إِنَّ أَبْوَابَ الْـخَيْرِ لَكَثِيْرَةٌ ، التَّسْبِيْحُ ، وَالتَّحْمِيْدُ ، وَالتَّكْبِيْرُ ، وَاْلأَمْرُ بَالْـمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيُ عَنِ الْـمُنْكَرِ ، وَتُـمِيْطُ اْلأَذَىٰ عَنِ الطَّرِيْقِ ، وَتُسْمِعُ اْلأَصَمَّ ، وَتَهْدِي اْلأَعْمَـى ، وَتَدُلُّ الْـمُسْتَدِلَّ عَلَـىٰ حَاجَتِهِ ، وَتَسْعَىٰ بِشِدَّةِ سَاقَيْكَ مَعَ اللَّهَفَانِ الْـمُسْتَغِيْثِ ، وَتَـحْمِلُ بِشِدَّةِ ذِرَاعَيْكَ مَعَ الضَّعِيْفِ ، فَهٰذَا كُلُّهُ صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَىٰ نَفْسِكَ»
Tidak ada satu pun jiwa anak keturunan Adam melainkan ia wajib bersedekah setiap hari dari mulai matahari terbit sampai terbit kembali.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah! Dari mana kami mempunyai harta untuk kami sedekahkan?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya pintu-pintu kebaikan sangat banyak. Tasbîh, tahmîd, takbîr, amar ma’rûf nahi munkar, engkau menyingkirkan gangguan dari jalan, engkau memperdengarkan kepada orang yang tuli, engkau memberi petunjuk kepada orang yang buta, memberi petunjuk jalan kepada orang yang meminta petunjuk untuk memenuhi kebutuhannya, berjalan dengan kekuatan kedua betismu untuk orang kelaparan dan minta bantuan, dan memikul dengan kekuatan kedua lenganmu untuk orang lemah. Semua itu adalah sedekah darimu untuk dirimu.”[20]
4. AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR ADALAH SEDEKAH
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “menyuruh kepada yang ma’rûf adalah sedekah, mencegah dari yang mungkar adalah sedekah.”
Amar ma’rûf nahi munkar adalah salah satu jenis sedekah yang dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang miskin kaum Muhajirin. Amar ma’rûf nahi munkar merupakan pemberikan kebaikan kepada orang lain sebagai sedekah kepada mereka yang bisa jadi lebih baik daripada sedekah harta. Bagaimana amar ma’rûf tidak bisa dikatakan lebih baik daripada sedekah harta, sedangkan Allah Azza wa Jalla telah berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
Kamu (ummat Islam) adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan kamu beriman kepada Allah…” [Ali ‘Imrân/3:110]
Amar ma’rûf nahi munkar memiliki kaidah-kaidah dan batasan-batasan yang telah ditetapkan syariat.[21]
5. SEORANG BERJIMA’ (BERSETUBUH) DENGAN ISTRINYA ADALAH SEDEKAH
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«…وَلَكَ فِـيْ جِمَاعِكَ زَوْجَتَكَ أَجْرٌ». قَالَ أَبُوْ ذَرٍّ : كَيْفَ يَكُوْنُ لِـيْ أَجْرٌ فِـيْ شَهْوَتِـيْ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللّٰـهِ صَلَّى اللّٰـهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : «أَرَيْتَ لَوْ كَانَ لَكَ وَلَدٌ ، فَأَدْرَكَ ، وَرَجَوْتَ خَيْرَهُ فَمَـاتَ ، أَكُنْتَ تَـحْتَسِبُ بِهِ ؟» قُلْتُ : نَعَمْ. قَالَ : «فَأَنْتَ خَلَقْتَهُ ؟». قَالَ : بَلِ اللّٰـهُ خَلَقَهُ. قَالَ : «فَأَنْتَ هَدَيْتَهُ ؟». قَالَ : بَلِ اللّٰـهُ هَدَاهُ. قَالَ : «فَأَنْتَ تَرْزُقُهُ ؟». قَالَ : بَلِ اللهُ كَانَ يَرْزُقُهُ. قَالَ : «كَذٰلِكَ فَضَعْهُ فِـيْ حَلاَلِهِ ، وَجَنِّبْهُ حَرَامَهُ ، فَإِنْ شَاءَ اللّٰـهُ أَحْيَاهُ ، وَإِنْ شَاءَ أَمَاتَهُ ، وَلَكَ أَجْرٌ»
“…Engkau berjimâ’ (bersetubuh) dengan istrimu mendapatkan pahala.” Aku bertanya : “Bagaimana bisa aku mendapatkan pahala dengan melampiaskan syahwatku?” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Bagaimana pendapatmu, jika engkau memiliki seorang anak kemudian ia mencapai usia baligh dan engkau mengharapkan kebaikannya, tetapi ia meninggal dunia, apakah engkau mengharapkan pahala karenanya?” Aku menjawab: “Ya.” Beliau bersabda : “Apakah engkau yang menciptakannya?” Abu Dzar menjawab : “Bahkan Allah-lah yang menciptakannya.” Beliau bertanya : “Apakah engkau yang memberikannya petunjuk?” Abu Dzar menjawab: “Bahkan Allah-lah yang memberinya petunjuk.” Beliau bertanya : “Apakah engkau yang memberikan rezeki kepadanya?” Abu Dzar menjawab, “Bahkan Allah-lah yang memberinya rezeki.” Beliau bersabda : “Begitulah, karena itu, letakkanlah spermamu di tempat yang halal dan jauhkan dari tempat haram. Jika Allah menghendaki, Dia menghidupkannya dan jika Allah menghendaki, Dia mematikannya, sedang engkau mendapat pahala.”[22]
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Di dalam hadits ini ada dalil bahwasanya perkara yang mubâh dapat menjadi ketaatan dengan niat yang benar. Jimâ’ (bersetubuh) bisa menjadi ibadah apabila ia niatkan untuk memenuhi hak istrinya, bergaul dengan cara yang baik yang diperintahkan Allah Azza wa Jalla atau untuk menjaga dirinya dan istrinya agar tidak terjatuh kepada perbuatan yang haram, atau memikirkan (mengkhayal) hal yang haram, atau berkeinginan untuk itu, atau yang lainnya.”[23]
6. NAFKAH SEORANG SUAMI KEPADA ISTRINYA ADALAH SEDEKAH
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«نَفَقَةُ الرَّجُلِ عَلَـىٰ أَهْلِهِ صَدَقَةٌ»
Nafkah seorang suami kepada keluarganya (istrinya) adalah sedekah.
Dalam riwayat Muslim disebutkan,
«وَهُوَ يَـحْتَسِبُهَا»
Dan ia mengharapkan pahalanya dari Allah.
Sedang dalam salah satu riwayat al-Bukhâri disebutkan,
«إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَىٰ أَهْلِهِ يَـحْتَسِبُهَـا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ»
Jika seorang suami memberi nafkah kepada keluarganya dalam keadaan mengharapkan pahala dari Allah, maka itu sedekah baginya.”[24]
Hadits tersebut menunjukkan bahwa seorang suami diberi pahala atas nafkahnya kepada istrinya jika ia mengharapkan pahalanya dari Allah Azza wa Jalla , sebagaimana terdapat dalam hadits Sa’d bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
«… وَلَسْتَ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِيْ بِـهَا وَجْهَ اللّٰـهِ ، إِلاَّ أُجِرْتَ بِـهَا ، حَتَّى اللُّقْمَةَ تَـجْعَلُهَا فِـيْ فِـي امْرَأ َتِكَ»
“…Dan tidaklah engkau berinfak dengan satu infak karena mengharapkan wajah Allah dengannya, melainkan engkau diberi pahala dengannya hingga sesuap makanan yang engkau angkat ke mulut istrimu.”[25]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ : دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَىٰ عِيَالِهِ ، وَ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَىٰ دَابَّتِهِ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ ، وَ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَىٰ أَصْحَابِهِ فِـيْ سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.
Sebaik-baik dinar yang diinfakkan seseorang adalah dinar yang dinafkahkan seseorang kepada keluarganya. Dinar yang dinafkahkan seseorang untuk kendaraannya fî sabîlillâh. Dan dinar yang dinafkahkannya seseorang untuk sahabat-sahabatnya fî sabîlillâh ’Azza wa Jalla.[26]
Abu Qilâbah rahimahullah berkata ketika meriwayatkan hadits tersebut, “Mulailah dengan orang-orang yang berada dalam tanggunganmu. Adakah orang yang lebih besar pahalanya daripada orang yang berinfak kepada orang-orang yang ditanggungnya yang masih kecil dimana Allah Azza wa Jalla menjaga kehormatan mereka (dari mengemis) dengannya dan mengayakan mereka dengannya?”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
«…وَإِنَّ نَفَقَتَكَ عَلَـىٰ عِيَالِكَ صَدَقَةٌ ، وَإِنَّ مَا تَأْكُلُ امْرَأَتُكَ مِنْ مَالِكَ صَدَقَةٌ»
“…Dan sesungguhnya nafkahmu kepada orang-orang yang berada dalam tanggunganmu adalah sedekah dan apa yang dimakan istrimu dari hartamu adalah sedekah.”[27]
Dalam riwayat lain, nafkah tersebut disyaratkan dengan maksud mencari wajah Allah Azza wa Jalla .
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
«دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِـيْ سَبِيْلِ اللّٰـهِ ، وَ دِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِـيْ رَقَبَةٍ ، وَدِيْنَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَـىٰ مِسْكِيْنٍ ، وَدِيْنَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَـىٰ أَهْلِكَ ؛ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِيْ أَنْفَقْتَهُ عَلَـىٰ أَهْلِكَ»
Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau infakkan untuk memerdekakan budak, dinar yang engkau sedekahkan untuk orang miskin, dan dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, yang paling besar ganjarannya adalah dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu.”[28]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
« مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا ، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا ، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ ، أَوْ إِنْسَانٌ ، أَوْ بَهِيْمَةٌ ؛ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ»
Tidaklah seorang Muslim menanam tanaman dan menabur benih kemudian dimakan burung, atau manusia, atau hewan, melainkan dengan itu menjadi sedekah baginya.”[29]
Semua hadits di atas menunjukkan bahwa semua itu sedekah dimana penanam dan penabur benih diberi pahala kendati tanpa niat sekalipun. Demikian pula sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Bagaimana pendapatmu, jika ia meletakkannya di tempat haram, apakah ia berdosa? Begitu juga, jika ia meletakkannya di tempat halal, maka ia mendapat pahala,” juga menunjukkan bahwa suami diberi pahala atas hubungan seksualnya dengan istrinya kendati tanpa niat, karena orang yang menggauli istrinya adalah seperti penanam benih di tanah dan mengelolanya. Pendapat ini dipegang sejumlah Ulama. Sebagian Ulama berpendapat dikaitkan dengan niat yang ikhlas, karena setiap amal akan diberikan ganjaran dengan niat ikhlas. Wallâhu a’lam.
Penyertaan niat ini juga diperkuat oleh firman Allah Azza wa Jalla:
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Tidak ada kebaikan dari banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali pembicaraan rahasia dari orang yang menyuruh (orang) bersedekah, atau berbuat kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami akan memberinya pahala yang besar.” [an-Nisâ’/4:114]
Semua perbuatan dalam ayat di atas disebut sebagai kebaikan dan tidak mendapatkan pahala kecuali dengan niat yang ikhlas.
7. BOLEHNYA MENGGUNAKAN QIYAS (ANALOGI)
Sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Apa pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, bukankah ia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang halal, itu menjadi pahala baginya.”
Imam Nawawi rahimahullah berkata : “Di dalam hadits ini terdapat dalil tentang bolehnya menggunakan qiyâs, dan itu merupakan pendapat seluruh Ulama dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali penganut paham zhahiriyah.”[30]
Menurut Ulama ushûl, qiyâs ialah menyamakan hukum suatu kejadian yang tidak ada nash (dalil)dengan hukum kejadian lain yang ada nashnya karena ada kesamaan illat (sebab) hukum dalam dua kejadian itu.
Qiyâs menempati kedudukan keempat dalam hujjah-hujjah syari’at setelah al-Qur`ân, Sunnah, dan ijmâ’. Qiyâs yang terdapat dalam nash hadits yang sedang kita bahas ini menurut Ulama ushûl fiqih ini dinamakan qiyâs berlawanan. Maksudnya, menetapkan lawan hukum dari sesuatu karena illat-nya saling berlawanan.[31]
Telah shahîh dalam Shahîh Muslim,[32] dari Waqi’, ia berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. Dan Ibnu Numair berkata : ‘Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللّٰـهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
Siapa yang meninggal dunia dalam keadaan mempersekutukan Allah maka ia masuk neraka.
Dan aku berkata : “Siapa yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah Azza wa Jalla maka ia masuk surga.”
FAWAID HADITS
1. Para Sahabat senantiasa bersegera dan berlomba-lomba dalam mengerjakan amal shalih.
2. Para Sahabat menggunakan harta mereka pada setiap perkara yang di dalamnya terdapat kebaikan di dunia dan akhirat, yaitu mereka bersedekah dengannya.
3. Amal-amal shalih yang dilakukan dengan tubuh seperti shalat, puasa, dapat dikerjakan oleh orang-orang fakir dan orang-orang kaya.
4. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka pintu-pintu kebaikan bagi orang-orang miskin.
5. Amal shalih dalam hadits ini adalah sedekah, akan tetapi sedekah ini ada yang wajib dan ada yang sunnah, ada yang bermanfaat untuk orang lain dan ada yang bermanfaatnya hanya untuk diri sendiri.
6. Sebaik-sebaik sedekah yang dikerjakan seseorang untuk dirinya sendiri adalah berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla .
7. Bahwa para Sahabat apabila mendapati suatu perkara yang musykil, maka mereka langsung bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam .
8. Menyertakan pendapat dengan dalil ketika menyebarkan ilmu, karena hal ini dapat membantu diterimanya kebenaran dan lebih dapat mengakar dalam hati orang yang telah terkena kewajiban. Oleh karena itu, para Ulama tidak boleh merasa sempit hati ketika mereka ditanya tentang dalil.
9. Luasnya rahmat Allah Azza wa Jalla dan banyaknya pintu-pintu kebaikan.
10. Islam adalah agama yang mudah.
11. Keutamaan orang kaya yang bersyukur dan bersedekah dan keutamaan orang miskin yang sabar dan mengharapkan pahala.
12. Orang kaya dan orang miskin sama-sama diperintahkan untuk mengerjakan kewajiban dan meninggalkan hal-hal yang dilarang syari’at.
13. Keutamaan masyarakat para Sahabat yang sangat bersemangat untuk melakukan apa saja yang dapat mendekatkan diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
14. Wajibnya amar ma’rûf nahi munkar. Hukumnya fardhu kifâyah.
15. Perkara adat dan hal-hal yang mubâh bisa menjadi ketaatan dan ibadah apabila disertai niat yang benar.
16. Bergaul dan berbuat baik kepada istri termasuk amal-amal yang dapat mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla .
17. Seorang jimâ’ (bersetubuh) dengan istrinya termasuk sedekah dan mendapat ganjaran.
18. Seorang suami menafkahi istri, anak, dan orang yang di bawah tanggungannya mendapatkan ganjaran yang besar.
19. Hadits ini menetapkan bolehnya qiyâs.
20. Baiknya cara pengajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Lihat Qawâ’id wa Fawâid (hlm. 222).
[2]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/56-57).
[3]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/57).
[4]. Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 843, 6329) dan Muslim (no. 595).
[5]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/58).
[6]. Lihat Qawâ’id wa Fawâid (hlm. 223-224).
[7]. Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 4015, 6425) dan Muslim (no. 2961) dari ‘Urwah bin az-Zubair Radhiyallahu anhu. Lafazh ini milik Muslim.
[8]. Lihat buku penulis “Do’a & Wirid” dan “Dzikir Pagi Petang”, penerbit Pustaka Imam asy-Syâfi’i-Jakarta.
[9]. Shahîh: HR. Ahmad (V/195 ; VI/447), at-Tirmidzi (no. 3377), Ibnu Majah (no. 3790), dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 1244) dari Abu Darda’Radhiyallahu anhu
[10]. Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 3293, 6403), Muslim (no. 2691), Ahmad (II/302, 375), Mâlik dalam al-Muwaththa’ (I/184), at-Tirmidzi (no. 3468), Ibnu Mâjah (no. 3798), dan Ibnu Hibbân (no. 846-at-Ta’lîqâtul hisân) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[11]. Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 6404) dan Muslim (no. 2693) dari Abu Ayyub Radhiyallahu anhu.
[12]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/69).
[13]. Shahîh: HR. Muslim (no. 1005) dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu
[14]. Syarah Shahîh Muslim (VII/91).
[15]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/58).
[16]. Shahîh: HR. Muslim (no. 686), Ahmad (I/25), Abu Dâwud (no. 1199), an-Nasâi (III/116-117), Ibnu Mâjah (no. 1065), dan Ibnu Hibbân (no. 2728, 2730-at-Ta’lîqâtul Hisân) dari ‘Umar Radhiyallahu anhu
[17]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/59).
[18]. Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 2518), Muslim (no. 84), Ahmad (V/150), Ibnu Hibbân (no. 4577-at-Ta’lîqâtul Hisân)
[19]. Shahîh: HR. At-Tirmidzi (no. 1956), al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 891), dan Ibnu Hibbân (no. 530-at-Ta’lîqâtul Hisân).
[20]. Shahîh: HR. Ibnu Hibbân (no. 3368-at-Ta’lîqâtul Hisân).
[21]. Lihat buku penulis “Amar Ma’rûf Nahi Munkar Menurut Ahlus Sunnah wal Jamâ’ah” cet. II Pustaka at-Taqwa-Bogor.
[22]. Shahîh: HR. Ahmad (V/168-169) dari Sahabat Abu Dzar Radhiyallahu anhu
[23]. Syarah Shahîh Muslim (VII/92).
[24]. Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 55, 4006, 5351) dan dalam al-Adâbul Mufrad (no. 749), Muslim (no. 1002), at-Tirmidzi (no. 1965), Ibnu Hibbân (no. 4224, 4225-at-Ta’lîqâtul hisân) dari Abu Mas’ûd al-Anshâri Radhiyallahu anhu.
[25]. Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 1295, 5354) dan Muslim (no. 1628) lafazh ini milik Muslim.
[26]. Shahîh: HR. Muslim (no. 994), al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 748), Ahmad (V/279), Ibnu Mâjah (no. 2760), Ibnu Hibbân (no. 4228-at-Ta‘lîqâtul Hisân) dari Tsaubân Radhiyallahu anhu. Lafazh ini milik Muslim.
[27]. Shahîh: HR. Muslim (no. 1628 (8)) dari Sa’d bin Abi Waqqâsh Radhiyallahu anhu.
[28]. Shahîh: HR. Muslim (no. 995) dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu.
[29]. Shahîh: HR. al-Bukhâri (no. 2320, 6012), Muslim (no. 1553), dan at-Tirmidzi (no. 1382) dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu.
[30]. Syarah Shahîh Muslim (VII/92).
[31]. Lihat Qawâ’id wa Fawâid (hlm. 227-228).
[32]. Shahîh Muslim (no. 92).