NURUL ABROR

Sabtu, 08 Desember 2018

Mahalnya Iman Tidak Bisa Ditebus dengan Emas Sepenuh Bumi

Mahalnya Iman Tidak Bisa Ditebus dengan Emas Sepenuh Bumi

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas berbagai nikmat yg telah Allah berikan, utamanya nikmat “ISLAM, IMAN dan SUNNAH” yang sangat mahal dan sangat berharga dan tidak ada bandingannya/tidak ternilai. Marilah kita renungkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala sbb :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا (١٣٦)

“Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur’an) yang diturunkan kepada RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.” (Q.S. An Nisa : 136)

Dan juga firman-Nya :

إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١١١)

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan jannah untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan al-Qur’an. (Q.S. At-Taubah: 111)

Demikianlah sebuah gambaran yg diberikan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dalam ayat-Nya Yang Mulia tentang “NILAI IMAN” yg berada pada diri seorang “MUKMIN”. Jiwa dan harta orang-orang yg beriman akan ditukar dengan jannah (surga) di akhirat kelak. Suatu tempat/Taman keindahan tanpa cela dengan kebahagiaan tanpa batas. Setiap jiwa orang yg memiliki iman yg masuk jannah akan mendapat Ridha Allah. Tiada lagi dosa dan kemurkaan terhadapnya.

Firman Allah Subhanahu wa ta’ala di bawah ini menggambarkan lebih jelas lagi mengenai sangat berharganya “IMAN” yang mungkin selama ini masih samar bagi kita semua.

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْ أَحَدِهِمْ مِلْءُ الأرْضِ ذَهَبًا وَلَوِ افْتَدَى بِهِ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ وَمَا لَهُمْ مِنْ نَاصِرِينَ (٩١)

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati sedang mereka tetap dalam kekafirannya, maka tidaklah akan diterima dari seseorang di antara mereka emas sepenuh bumi, walaupun dia menebus diri dengan emas (yang sebanyak itu). Bagi mereka itulah siksa yang pedih dan sekali-kali mereka tidak memperoleh penolong. (Q.S. Ali ‘Imran: 91)

Jelas sekali disebutkan dalam ayat tersebut bahwa Allah tidak akan menerima tebusan dari orang-orang yg tidak ber-IMAN agar mereka dibebaskan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Walaupun orang-orang kafir itu menebus dengan “Emas Sepenuh Bumi” sekalipun, sebenarnya ungkapan/perumpamaan2 tesrsebut sebagai hinaan/ejekan bagi orang2 Kafir, dikarenakan kekayaannya yg dimilikinya tidak sebutir pasirpun sebanding dengan”Emas Sepenuh Bumi”. Dan kekayaan yg mereka sangka miliknya yg di-usahakannya pada hakekatnya datangmya dari Allah Ta’ala, tetapi mereka ingkari hal tsb.

Karena yang dapat menebus hal itu hanyalah IMAN. Dan hanyalah orang-orang mukmin yg memiliki iman yg bisa dibebaskan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Nyatalah bahwa ternyata “iman tidak dapat dibeli walaupun dengan emas sepenuh bumi”. Jangankan dengan emas sepenuh bumi, tebusan manusia pun tidak dapat mengeluarkan seseorang yg tidak memiliki iman dari siksa neraka. Firman Allah;

يُبَصَّرُونَهُمْ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ (١١)
وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيهِ (١٢)
وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْوِيهِ (١٣)
وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ يُنْجِيهِ (١٤)
كَلا إِنَّهَا لَظَى (١٥)

Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan sauradaranya. Dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya, kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya. Sekali-kali tidak dapat. Sesungguhnya naar itu adalah api yang bergejolak. (Q.S. Al-Ma’arij: 11-15)

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,

لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ

Musnahnya dunia jauh lebih ringan bagi Allah daripada terbunuhnya jiwa seorang mukmin dengan cara yg tidak hak. (HR. Ibnu Majah dan al-Baihaqi dan dishahihkan oleh al-Albani).

Itulah nilai iman, mahal tidak terkira, bahkan melebihi emas sepenuh bumi, bahkan lenyapnya langit, bumi dan alam semesta jagad raya ini sekalipun. Iman yg dengannya seseorang bisa terbebas dari pedihnya siksa neraka dan yg dengan iman itu pulalah seseorang bisa menikmati kebahagiaan yg kekal nan abadi di dalam surga. Dan sesungguhnya kekayaan dan kebahagian yg HAKIKI, yaitu adalah bisa merasakan nikmatnya ISLAM IMAN dan SUNNAH, buah dari Ilmu Dien yg HAQ dan bermanfaat. Bahkan melebihi emas sepenuh bumi sekalipun, tidak pernah di-dalam AQ ada orang yg mempunyai emas sepenuh bumi. Bahkan Qorun yg hartanya tidak mungkin tertandingi sekalipun, padahal sebelumnya banyak yg kekayaannya melebihi dari Qorun. Perumpamaan2 tsb adalah penghinaan bagi mereka orang2 Kafir, bahwa kekayaan Allah tidak hanya sebatas emas sepenuh bumi, bahkan lebih drpd itu bahkan jika Allah menginginkan maka Alam Semesta Jagad Raya ini sangat mudah bagi Alah untuk dijadikan emas seluruhnya.

Mereka saking kuat ingin kembali ke-dunia buat/ingin menebus dosa2nya dg emas sepenuh bumi, padahal kekayaannya sewaktu di-dunia tidak ada sebutir pasirpun di-bandingkan dengan emas sepenuh bumi. Bahkan saking kuat tekadnya buat kembali ke-dunia dikarenakan melihat Dahsyatnya Adzab yg sangat pedih. Padahal mereka bermimpi bagaikan ”ONTA MELEWATI LUBANG JARUM”.QS.al.A’raf.40, it is impossible to go back into the world ”MUSTAHIL”

إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ (٤٠)

“ Sesungguhnya orang2 yg mendustakan ayat2 Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, tidak akan dibukakan baginya pintu langit dan tidak pula masuk surga “sampai Onta masuk lubang jarum”.QS.al.A’araf.40.

Bahkan saking hoplesnya terakhir permintaan mereka orang2 Kafir minta dikembalikan ke dunia sebagai binatang, apapun binatangnya sewaktu mereka menyaksikan seluruh binatang di-adili mana yg di-dzolimi dan mendzolimi di-antara mereka, lalu mereka dikembalikan ke-Tanah. Sedangkan yg namanya Manusia“HIDUP KEKAL ABADI”, tidak lagi mengenal yg namanya ”KEMATIAnN”, karena Kematian telah di-SEMBELIH, diserupakan domba putih, lalu disembelih dan di-saksikan di-antara penduduk Surga dan penduduk Neraka. Hadits shahih. Dan ada yg bertanya, koq bisa….Kalau sudah ada Nash2 yg Qoth’i/Dalil2 yg shahih kita tunduk “sami’na waatho’na”, dan juga ayat2 tsb adalah muhkam, bukan mutasyabih. Bukankah di-AQ Allah katakan, bahwa nanti kulit, tangan dan kaki kita akan berbicara dan menjadi saksi akan perbuatan kita sewaktu di-dunia. Lalu apakah kita akan tanyakan lagi, koq bisa tangan, kaki dan kulit berbicara, kan nggak ada mulutnya……, jawabannya karena Akal kita sempit/kecil. Tetapi kalau Akal2 orang yg ber-Iman InsyaAllah besar dan muat.

Allah Ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ (٦۵)

Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan tangan-tangan mereka berkata kepada Kami dan kaki-kaki mereka memberi kesaksian terhadap apa yang telah mereka usahakan. QS Yasin :65

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini, “ Ini adalah kondisi orang-orang kafir/Musyrik dan orang-orang munafik pada hari kiamat ketika mereka mengingkari perilaku buruk yang mereka lakukan di dunia serta bersumpah dengan apa yang telah mereka lakukan.
Lalu Allah menutup lisan-lisan/Mulut2 mereka, sedangkan anggota tubuh mereka berbicara tentang apa yang sudah mereka perbuat.”

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, “Suatu kali kami berada di sisi Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam lalu tiba-tiba beliau tertawa, kemudian bersabda, “Tahukah kalian apa yang menyebabkan aku tertawa?” Kami menjawab, “ Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu beliau bersabda,

مِنْ مُخَاطَبَةِ الْعَبْدِ رَبَّهُ يَقُولُ يَا رَبِّ أَلَمْ تُجِرْنِي مِنْ الظُّلْمِ قَالَ يَقُولُ بَلَى قَالَ فَيَقُولُ فَإِنِّي لَا أُجِيزُ عَلَى نَفْسِي إِلَّا شَاهِدًا مِنِّي قَالَ فَيَقُولُ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ شَهِيدًا وَبِالْكِرَامِ الْكَاتِبِينَ شُهُودًا

“Aku tertawa karena ada percakapan hamba terhadap Rabbnya, hamba itu berkata, “Wahai Rabbku! Bukankah engkau akan menjatuhkan hukuman kepadaku lantaran kedzaliman? Allah menjawab, “Ya tentu.” Rasul melanjutkan sabdanya, lalu hamba itu berkata, “Kalau begitu aku tidak mau diberi sangsi kecuali ada saksi dari diriku sendiri, lalu Allah berfirman, “Cukuplah dirimu pada hari ini menjadi saksi atas dirimu sendiri, dan para Malaikat pencatat juga menjadi saksi.”

Lalu dikuncilah mulutnya kemudian dikatakan kepada anggota-anggota badannya, bicaralah kamu! Lalu anggota-anggota badan itu menceritakan tentang amal perbuatannya. Kemudian ketika dia dibebaskan dan bisa bicara lagi, ia berkata, “Celakalah kalian, padahal untuk kalianlah aku membela dan membantah.” (HR Muslim)

Diantara para saksi yang dihadirkan pada hari Kiamat, bisa jadi kesaksian yang diberikan anggota tubuh sendirilah yang paling dramatis sekaligus menyakitkan. Semasa di dunia, anggota tubuh sepenuhnya taat pada majikannya. Ia dikendalikan sepenuhnya, untuk memegang, berjalan dan beraktivitas. Pada Hari itu, di luar kesadarannya masing-masing memberi kesaksian. Anggota tubuh justru malah membeberkan aib-aib dan kesalahan sendiri secara detil dan terang-terangan .
Mata akan bersaksi atas apa yang dilihatnya, telinga bersaksi atas apa yang telah didengarnya, tangan berkisah tentang apa saja yang telah digenggam dan disentuhnya, kakipun menuturkan kembali riwayat seluruh perjalanannya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَيَوْمَ يُحْشَرُ أَعْدَاءُ اللَّهِ إِلَى النَّارِ فَهُمْ يُوزَعُونَ (١٩)
حَتَّى إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (٢٠)
وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (٢١)
وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلا أَبْصَارُكُمْ وَلا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ (٢٢)
وَذَلِكُمْ ظَنُّكُمُ الَّذِي ظَنَنْتُمْ بِرَبِّكُمْ أَرْدَاكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ مِنَ الْخَاسِرِينَ (٢٣)

“Dan (ingatlah) hari (ketika) para musuh Allah digiring ke dalam neraka lalu mereka dikumpulkan (semuanya). Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab, “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali yang pertama dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. Kamu senantiasa menyembunyikan dosa-dosamu bukan sekali-kali lantaran kamu takut terhadap persaksian pendengaran, penglihatan, dan kulitmu terhadapmu, tetapi karena kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan. Dan ini adalah prasangka jelek yang kamu miliki sangka terhadap Tuhan-mu, prasangka itu telah membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Qs. Fushilat: 19-23).

Maka yang tersisa hanyalah sebuah protes yang tak berarti, “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kita sendiri?” Dan Allah Ta’ala menjawab,

“ …agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah.” (Qs. An-Nisa: 165).

Wallahu’alam.RRZ rachmat ramdan

(nahimunkar.com)

(Dibaca 6.284 kali, 17 untuk hari ini)

 https://www.nahimunkar.org/mahalnya-iman-tidak-bisa-ditebus-dengan-emas-sepenuh-bumi/

PERINTAH MENYEMPURNAKAN SHAF

PERINTAH MENYEMPURNAKAN SHAF

Oleh

Ustadz Abu Isma’il Muslim Al-Atsari

Shalat merupakan amal shalih terbesar di dalam Islam setelah syahadatain. Shalat juga merupakan pembeda antara orang beriman dengan orang kafir. Oleh karena itu shalat memiliki kedudukan yang sangat agung di dalam agama Islam.  Demikian juga shalat jama’ah di masjid sangat ditekankan untuk dilakukan, bahkan mayoritas Ulama berpendapat bahwa laki-laki dewasa yang tidak ada halangan wajib shalat berjama’ah di masjid.

Tentang keutamaan yang sangat besar bagi yang menjalankan shalat fardhu (wajib) secara berjama’ah di masjid, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ ضَامِنٌ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ رَجُلٌ خَرَجَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللَّهِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُ فَيُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ أَوْ يَرُدَّهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ وَغَنِيمَةٍ وَرَجُلٌ رَاحَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللَّهِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُ فَيُدْخِلَهُ الْجَنَّةَ أَوْ يَرُدَّهُ بِمَا نَالَ مِنْ أَجْرٍ وَغَنِيمَةٍ وَرَجُلٌ دَخَلَ بَيْتَهُ بِسَلَامٍ فَهُوَ ضَامِنٌ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

Tiga orang dijamin oleh Allâh Azza wa Jalla:

(1)Seseorang yang keluar berperang fii sabilillah. Dia dijamin oleh Allâh sampai Allâh wafatkan dia, lalu Allâh Azza wa Jalla memasukkannya ke surga, atau Allâh akan memulangkannya dengan meraih pahala dan ghanimah.(2) Seseorang yang berangkat ke masjid, maka dia dijamin oleh Allâh sampai Allâh mewafatkannya, lalu memasukkan ke dalam surga, atau Allâh akan memulangkannya dengan meraih pahala dan ghanimah.(3) Seseorang yang masuk rumahnya dengan mengucapkan salam, maka dia dijamin oleh Allâh. [HR. Abu Dawud, no. 2496; dari Abu Umamah, dishohihkan syaikh Al-Albani]

Dalam menjalanan shalat jama’ah sangat dibutuhkan ilmu untuk mengatur jalannya shalat sehingga menjadi sempurna. Di antara yang penting dalam shalat berjama’ah adalah pengaturan shaf (barisan). Maka, pada edisi ini, kami akan menyampaikan beberapa hal yang berkaitan dengan mengatur shaf di dalam shalat jama’ah, semoga bermanfaat bagi kita semua.

PERINTAH MELURUSKAN SHAF

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ

Dari Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau  bersabda, “Luruskan shaf-shaf  kamu, sesungguhnya meluruskan shaf itu termasuk tegaknya  shalat”. [HR. Al-Bukhâri, no. 723]

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ تَمَامِ الصَّلَاةِ

Dari Anas bin Malik, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Luruskan shaf-shaf  kamu, sesungguhnya kelurusan shaf itu termasuk kesempurnaan shalat’” [HR. Muslim, no. 433; Ibnu Mâjah, no. 993 Dishahihkan oleh al-Albâni]

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ اسْتَوُوا اسْتَوُوا اسْتَوُوا فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَاكُمْ مِنْ خَلْفِي كَمَا أَرَاكُمْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ

Dari Anas bin Malik, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskan, luruskan, luruskan! Demi (Allâh) Yang jiwaku berada di tanganNya,  sesungguhnya aku melihat kamu dari belakangku sebagamana aku melihatmu dari depanku”.  [HR. An-Nasai, no. 813]

CARA MELURUSKAN SHAF

Menyempurnakan Shaf Pertama, Lalu Belakangnya Dan Seterusnya.

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ السُّوَائِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا تَصُفُّونَ كَمَا تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا قَالَ قُلْنَا وَكَيْفَ تَصُفُّ الْمَلَائِكَةُ عِنْدَ رَبِّهَا قَالَ ((يُتِمُّونَ الصُّفُوفَ الْأُوَلَ وَيَتَرَاصُّونَ فِي الصَّفِّ))

Dari Jabir bin Samuroh as-Suwaai, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidakkah kamu berbaris sebagaimana para Malaikat berbaris di hadapan Rabbnya?’  Para Sahabat bertanya, “Bagaimana para Malaikat berbaris di hadapan Rabbnya?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka menyempurnakan shaf-shaf yang pertama dan merapatkan shaf”. [HR. Ibnu Mâjah, no. 992; An-Nasai, no. 816. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani rahimahullah]

Meluruskan Shaf

عَنْ النُّعْمَانِ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُسَوِّي الصَّفَّ حَتَّى يَجْعَلَهُ مِثْلَ الرُّمْحِ أَوْ الْقِدْحِ قَالَ فَرَأَى صَدْرَ رَجُلٍ نَاتِئًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ وُجُوهِكُمْ

Dari An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa meluruskan shaf sehingga Beliau menjadikannya seperti tombak atau anak panah (karena sangat lurusnya-pen). Kemudian Beliau melihat dada seorang laki-laki menonjol, maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Luruskanlah shaf-shaf kamu atau Allâh benar-benar akan menjadikan hati kamu berselisih”. [HR. Ibnu Mâjah, no. 994; An-Nasai, no. 810. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani rahimahullah]

Merapatkan Shaf Dan Menutup Celah-Celah

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَأَقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ فَقَالَ ((أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي))

Dari Anas bin Malik, dia berkata, “Iqamat telah dikumandangkan, lalu Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapkan wajahnya kepada kami, kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kamu, dan hendaklah kalian saling merapat, sesungguhnya aku melihat kamu dari balik punggungku”. [HR. Al-Bukhâri, no. 719]

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ((رَاصُّوا صُفُوفَكُمْ وَقَارِبُوا بَيْنَهَا وَحَاذُوا بِالْأَعْنَاقِ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ إِنِّي لَأَرَى الشَّيَاطِينَ تَدْخُلُ مِنْ خَلَلِ الصَّفِّ كَأَنَّهَا الْحَذَفُ

Dari Anas bahwa Nabi shalAllâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Rapatkanlah shaf-shaf kamu, dekatkanlah antara shaf-shaf, sejajarkanlah leher-leher. Demi (Allâh) Yang jiwa Muhammad di tanganNya, sesungguhnya aku melihat setan-setan masuk dari sela-sela shaf seolah-olah seekor anak kambing”. [HR. An-Nasâi, no. 815; Abu Dawud, no. 667. Hadits ini dinilai shahih oleh Al-Albani rahimahullah]

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا بِأَيْدِى إِخْوَانِكُمْ ». لَمْ يَقُلْ عِيسَى « بِأَيْدِى إِخْوَانِكُمْ ». « وَلاَ تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ ».. قَالَ أَبُو دَاوُدَ وَمَعْنَى « وَلِينُوا بِأَيْدِى إِخْوَانِكُمْ ». إِذَا جَاءَ رَجُلٌ إِلَى الصَّفِّ فَذَهَبَ يَدْخُلُ فِيهِ فَيَنْبَغِى أَنْ يُلَيِّنَ لَهُ كُلُّ رَجُلٍ مَنْكِبَيْهِ حَتَّى يَدْخُلَ فِى الصَّفِّ.

Dari Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sempurnakan shaf-shaf, sejajarkan bahu-bahu, tutupi celah-celah, dan berlaku lembutlah dengan tangan-tangan saudara-saudara kamu.” Imam Abu Dawud berkata, “‘Isa (nama seorang perawi) tidak mengatakan ‘dengan tangan-tangan saudara-saudara kamu’. “Kamu jangan meninggalkan celah-celah untuk syaitan. Barangsiapa menyambung shaf, Allâh akan menyambungnya. Dan barangsiapa memutus shaf, Allâh akan memutusnya”.

Abu Dawud berkata, “Lembutlah dengan tangan-tangan saudara-saudara kamu, maksudnya  jika seseorang datang menuju shaf, lalu berusaha memasukinya, maka sepantasnya setiap orang melembutkan kedua bahunya sehingga orang itu bisa masuk ke dalam shaf. [HR. Ahmad, no. 5714; Abu Dawud, no. 666; Al-Baihaqi di dalam Sunan Kubra, no. 5391; Ath-Thabrani dalam Musnad asy-Syâmiyyin. Ini adalah lafazh Abu Dawud. Hadits ini dinilai shahih oleh syaikh Al-Albani dan Syu’aib al-Arnauth]

Cara Merapatkan Dan Meluruskan Shaf

Ada beberapa hadits yang menjelasakan praktek Sahabat terhadap perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyempurnakan shaf, sehingga hal ini termasuk sunnah taqrîriyah. Yaitu perkataan atau perbuatan para Sahabat yang tidak ditegur oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga hal itu merupakan kebenaran. Di antara hadits tentang cara meluruskan shaf:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ((أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي)) وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ

Dari Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau bersabda, “Luruskan shaf-shaf kamu,  sesungguhnya aku melihat kamu dari belakang punggungku!”. Anas bekata, “Setiap orang dari kami biasa menempelkan pundaknya dengan pundak saudaranya, dan menempelkan telapak kakinya dengan telapak kaki saudaranya”. [HR. Al-Bukhâri, no. 725]

Imam al-Bukhâri rahimahullah memasukkan hadits ini ke dalam bab:

بَاب إِلْزَاقِ الْمَنْكِبِ بِالْمَنْكِبِ وَالْقَدَمِ بِالْقَدَمِ فِي الصَّفِّ

‘Menempelkan pundak dengan pundak, dan (menempelkan) telapak kaki dengan telapak kaki di dalam shaf’.

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengomentari bab ini dengan menyatakan.

الْمُرَاد بِذَلِكَ الْمُبَالَغَةُ فِي تَعْدِيلِ الصَّفّ وَسَدِّ خَلَلِهِ ، وَقَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِسَدِّ خَلَل اَلصَّفّ وَالتَّرْغِيب فِيهِ فِي أَحَادِيثَ كَثِيرَةٍ

Yang dimaksudkan dengan hal itu adalah bersungguh-sungguh dalam melurukan shaf dan menutupi celah-celah. Perintah dan anjuran untuk menutupi celah shaf  itu ada dalam banyak hadits”. [Fathul Bâri, 3/77]

Di dalam hadits dijelaskan:

عَنْ أَبِى الْقَاسِمِ الْجَدَلِىِّ قَالَ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ أَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ فَقَالَ « أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ ». ثَلاَثًا « وَاللَّهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ». قَالَ فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ.

Dari Abul Qâshim al-Jadali, dia berkata, “Aku mendengar an-Nu’man bin Basyir berkata, “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapkan wajahnya kepada jama’ah lalu bersabda, “Luruskan shaf-shaf kamu” tiga kali, “Demi Allâh, kamu benar-benar harus meluruskan shaf kamu atau Allâh akan menjadikan hati kamu berselisih”.Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu berkata, “Aku lihat laki-laki menempelkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, mata kakinya dengan mata kaki kawannya”. [HR. Abu Dawud, no. 662;  Al-Bazzar, no. 3285. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani]

PERHATIAN SAHABAT DALAM MELURUSKAN SHAF

Para Sahabat Nabi Radhiyallahu anhum merupakan generasi terbaik umat ini. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mereka berusaha mengamalkan tuntunan Nabi ini dengan sebaik-baiknya. Selain riwayat-riwayat di atas yang menunjukkan kesungguhan para Sahabat sebagai makmûm dalam mempraktekkan perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , juga ada riwayat-riwayat lain yang menunjukkan hal ini. Berikut ini di antaranya:

عَنْ مَالِكِ بْنِ أَبِيْ عَامِرٍ قَالَ : سَمِعْتُ عُثْمَانَ وَهُوَ يَقُوْلُ اِسْتَوُوْا وَحَاذُوْا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ فَإِنَّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ إِقَامَةَ الصَّفِ قَالَ : وَكَانَ لَا يُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيْهِ رِجَالٌ قَدْ وَكَّلَهُمْ بِإِقَامَةِ الصفوف.

Dari Malik bin Abi ‘Aamir, dia berkata, “Aku mendengar ‘Utsman mengatakan, “Luruslah! Sejajarkan bahu-bahu, sesungguhnya meluruskan shaf termasuk kesempurnaan shalat”. Malik bin Abi ‘Aamir berkata, “‘Dahulu, Utsman Radhiyallahu anhu tidak (mulai) bertakbir sampai datang orang-orang yang dia tugaskan untuk meluruskan shaf”.[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, 1/387]

Demikian juga sebagian Sahabat mengingkari keadaan jama’ah yang tidak bagus dalam masalah shaf.

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَقِيلَ لَهُ مَا أَنْكَرْتَ مِنَّا مُنْذُ يَوْمِ عَهِدْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا أَنْكَرْتُ شَيْئًا إِلَّا أَنَّكُمْ لَا تُقِيمُونَ الصُّفُوفَ

Dari Anas bin Malik, bahwa dia datang ke kota Madinah, lalu dia ditanya, “Apakah yang anda ingkari dari (perbuatan) kami semenjak hari anda mengenal Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?”. Dia menjawab, “Aku tidak mengingkari sesuatu, kecuali keadaan kamu yang tidak menegakkan shaf”. [HR. Al-Bukhâri, no. 724]

Inilah beberapa keterangan sekitar mengatur shaf di dalam shalat jama’ah, semoga yang singkat ini bisa menggugah hati kita untuk berusaha melaksanakan sunnah yang sudah banyak ditinggalkan ini.

Al-Hamdulillahi Rabbil ‘alaamiin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XIX/1437H/2015M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

Read more https://almanhaj.or.id/6507-perintah-menyempurnakan-shaf.html

Meluruskan dan Merapatkan Shaf

Meluruskan dan Merapatkan Shaf

Hukum meluruskan dan merapatkan shaf dibahas dalam dua hadits berikut ini, ada bahasannya dalam kitab Riyadhus Sholihin karya Imam Nawawi.

 

Hadits #1087

وَعَنْ أَنَسٍ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – : (( سَوُّوا صُفُوفَكُمْ ؛ فَإنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ )) مُتَّفَقٌ عَلَيهِ .

وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِي : (( فَإنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إقَامَةِ الصَّلاَةِ )) .

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf termasuk kesempurnaan shalat.” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 723 dan Muslim, no. 433]

Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, “Karena lurusnya shaf termasuk mendirikan shalat.”

 

Hadits #1088

وَعَنْهُ ، قَالَ : أُقِيمَتِ الصَّلاَةُ فَأقْبَلَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِوَجْهِهِ ، فَقَالَ : (( أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ وَتَرَاصُّوا ؛ فَإنِّي أرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي )) رَوَاهُ البُخَارِيُّ بِلَفْظِهِ ، وَمُسْلِمٌ بِمَعْنَاهُ .

وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِي: وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ.

Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Iqamah shalat telah dikumandangkan, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadap kami kemudian berkata, ‘Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena aku dapat melihat kalian dari belakang punggungku.’” (HR. Bukhari dengan lafazhnya, sedangkan diriwayatkan oleh Imam Muslim secara makna) [HR. Bukhari, no. 719 dan Muslim, no. 434]

Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, “Dan keadaan salah seorang, dari kami menempelkan bahunya dengan bahu rekannya dan kakinya dengan kaki rekannya.”

 

Faedah Hadits

Disarankan bagi imam untuk memerintah jamaah meluruskan shaf sebelum dimulai shalat.Perintah meluruskan dan membentuk shaf nantinya setelah iqamah untuk shalat dikumandangkan.Meluruskan shaf merupakan bagian dari shalat berjamaah.Termasuk mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau dapat memerhatikan sahabatnya yang berada di balik punggungnya.Meluruskan shaf dengan cara menempelkan bahu dengan bahu dan kaki dengan kaki.

 

Hukum Meluruskan Shaf

Jumhur ulama (mayoritas) berpandangan bahwa hukum meluruskan shaf adalah sunnah. Sedangkan Ibnu Hazm, Imam Bukhari, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy-Syaukani menganggap meluruskan shaf itu wajib. Dalil kalangan yang mewajibkan adalah berdasarkan riwayat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau tidak Allah akan membuat wajah kalian berselisih.” (HR. Bukhari, no. 717 dan Muslim, no. 436). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidak lurusnya shaf akan menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.” (Syarh Shahih Muslim, 4:157)

 

Hukum Membuat Garis Shaf

Komisi Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (Al-Lajnah Ad-Daimah) ditanya, “Apa hukum menaruh garis di atas alas atau sajadah di masjid. Dikarenakan kiblat sedikit melenceng dengan maksud untuk mengatur shaf?”

Jawaban para ulama Lajnah, “Hal itu tidaklah masalah. Kalau mereka shalat tanpa garis juga tidak mengapa. Karena sedikit miring tidaklah masalah.” [Yang menandatangani fatwa: Syaikh ‘Abdul Aziz bin Baz, Syaikh ‘Abdurrazzaq ‘Afifi. Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 6:315]

 

Bahasan lengkapnya:

 

Merapatkan Shaf Haruskah Sempit-Sempitan?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Menempelkan mata kaki satu dan lainnya tak ragu lagi ada dalilnya dari para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Karena dahulu mereka meluruskan shaf dengan merapatkan mata kaki mereka dengan lainnya. Jadi lurusnya shaf didapati dengan menempelkan mata kaki satu dan lainnya. Ini dilakukan ketika membuat shaf dan orang-orang telah berdiri. Jadi menempelkan tadi dengan maksud untuk membuat shaf lurus saja. Bukanlah maknanya harus menempelkan dengan rapat yang terus dituntut dilakukan sepanjang shalat. Termasuk bentuk berlebihan yang dilakukan oleh sebagian orang adalah menempelkan mata kaki dengan mata kaki saja yang dicari sedangkan untuk pundak terdapat celah. Seperti ini malah menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang dimaksud merapatkan di sini adalah antara pundak dan mata kaki itu sama.”

 

Referensi Utama:

Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 2:258-259.http://www.ahlalhdeeth.com/vb/showthread.php?t=9912 , diakses 14 Februari 2018

 

Disusun di Perpus Rumaysho, 28 Jumadal Ula 1439 H (14 Februari 2018), Rabu sore

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Baca Selengkapnya : https://rumaysho.com/17191-meluruskan-dan-merapatkan-shaf.html