NURUL ABROR

Kamis, 03 Januari 2019

Negara Ini Kaget Punya Utang Menumpuk ke China

Negara Ini Kaget Punya Utang Menumpuk ke China

Oleh Tommy Kurnia pada 29 Nov 2018, 08:01 WIB

Liputan6.com, MalĂ© - Maladewa tampak baru sadar bahwa membangun infrastruktur dengan meminjam utang ke China ternyata tidak semudah itu. Negara kepulauan ini pun kaget karena besarnya utang yang didapat.

Rasa kaget itu diungkapkan oleh mantan presiden Mohamed Nasheed yang saat ini menjabat sebagai penasihat presiden yang baru. Salah satu pendiri Partai Demokrasi Maladewa itu kaget melihat besarnya serta rumitnya utang dari China selama 5 tahun terakhir. Belum lagi ada utang baru yang mencapai USD 3,2 miliar atau setara Rp 46,3 triliun (USD 1 = Rp 14.492).

"Itu (utangnya) berupa invoice. Angkanya USD 3.2 miliar. Itu membuat shock," ucap Nasheed seperti dikutip Reuters. Utang sebesar itu setara USD 8.000 (Rp 115 juta) untuk tiap warga Maladewa.

BACA JUGA

Tumbuh Melambat, BI Sebut Posisi Utang Indonesia Masih BaikCurhat Sri Mulyani soal Kritik UtangIndia dan China Saling Rebut Pengaruh di Maladewa, Ini Alasannya

Dijelaskan, utang itu diberikan Duta Besar Zhang Lizhong pada 6 Oktober lalu ketika partainya menang pemilu. Uang itu dipakai untuk berbagai macam pembangunan, dan sempat menjadi pro dan kontra karena kekhawatiran akan besarnya utang.

Pihak China sendiri membantah ada utang sebesar itu. Pernyataan sang penasihat presiden dibilang berlebihan oleh Dubes Zhang yang menjelaskan bahwa utang hanya USD 1,5 miliar (Rp 21,7 triliun). Uang dipakai untuk proyek jembatan laut sebesar USD 600 juta dan BUMN sebesar USD 900 juta. 

Nasheed pun sampai pangling dalam mengetahui seberapa besar sebetulnya utang Maladewa, BUMN negaranya pun juga terbelit utang. "Kami bingung dalam memahami seberapa besar sebenarnya utang kami ke China," ujarnya.

Seorang pejabat di tim transisi Presiden Maladewa Ibrahim Mohamed Sholih mengaku sedang ada upaya untuk meneliti tiap surat utang dari China, karena tampaknya jumlah begitu banyak.

"Kami berusaha meluruskan ini. Kelihatannya banyak surat utang dikeluarkan, berlembar-lembar kertas. Kami mencoba menemukan ada berapa banyak dan untuk siapa (utangnya)," jelas pejabat yang namanya enggan disebut karena isu ini terbilang sensitif.

Maladewa bukan satu-satunya negara yang terbuai "diplomasi utang" China. Pada September lalu, Presiden Xi Jinping menjanjikan pinjaman sebanyak USD 60 miliar (Rp 869 triliun) ke negara-negara Afrika demi membantu perkembangan benua tersebut.

 

2 of 2

Perjanjian Berat hingga Pulau Diambil Alih China

Berencana Mengunjungi Maladewa, Jangan Lewatkan untuk mengunjungi resort terbaru yang satu ini.

 Mantan presiden Maladewa, Mohamed Nasheed, mengatakan bahwa pemerintahan baru negara itu tengah mempertimbangkan untuk menarik diri dari perjanjian perdagangan bebas dengan China.

"Perjanjian perdagangan bebas sangat berat ... jumlahnya tidak cocok, tidak adil bagi kami," kata Nasheed.

Menurutnya, parlemen Maladewa tidak akan menyetujui undang-undang yang diperlukan agar kesepakatan perdagangan diberlakukan. Dikutip dari BBC, komentar itu muncul beberapa hari setelah sekutu Nasheed, Ibrahim Mohamed Solih menjadi presiden baru Maladewa.

Belum ada tanggapan langsung dari Beijing terhadap komentar tersebut, tetapi sepekan lalu, kedutaan China di Male --ibukota Maladewa-- menolak pernyataan Nasheed, di mana dia mengatakan negaranya berisiko jatuh ke dalam perangkap utang dengan Negeri Tirai Bambu.

Sementara itu, Nasheed juga mengatakan bahwa China telah mengambil alih sejumlah pulau di Maladewa untuk masa pengelolaan antara 50 hingga 100 tahun.

Presiden sebelumnya, Abdulla Yameen, lebih memilih hubungan dekat dengan China dan menandatangani perjanjian perdagangan bebas selama kunjungan ke Beijing Desember lalu.

Banyak perusahaan China telah menginvestasikan ratusan juta dolar dalam berbagai proyek infrastruktur di negara kepulauan atol di Samudera Hindia itu, yang dikenal sebagai lokasi berbagai resor mewah.

Tapi komentar Nasheed dilihat sebagai tanda terbaru dari serangan balik terhadap China di kepulauan di selatan India itu.

Maladewa salah adalah salah satu dari sejumlah negara kecil, di mana China telah menginvestasikan miliaran dolar untuk membangun jalan raya dan pelabuhan sebagai bagian dari inisiatif One Belt One Road, yang bertujuan mempromosikan perdagangan antara Asia dan berbagai belahan dunia.

Perjanjian Berat hingga Pulau Diambil Alih China

Copyright © 2019 liputan6.com
KLY KapanLagi Youniverse All Rights Reserved

Pengamat: Hati-Hati Jebakan Utang Cina Kepada Negara-Negara Miskin

Berita Dunia

Pengamat: Hati-Hati Jebakan Utang Cina Kepada Negara-Negara Miskin

Oleh Ameera Pada 17/11/2018 21:31

JAKARTA (Arrahmah.com) – Cina sedang berada dalam ambisi untuk memperoleh pengaruh ekonomi dan politik di seluruh dunia. Hal itu dilakukan dengan cara mengguyurkan miliaran dolar pinjaman lunak kepada negara-negara berkembang.

Uang ini digunakan untuk membangun proyek infrastruktur besar yang sangat dibutuhkan.

Tetapi apa yang terjadi ketika negara-negara miskin ini tidak dapat membayar utangnya kepada Cina?

Para ahli memperingatkan bahwa Cina menggunakan pinjaman sebagai bentuk jebakan, yang memungkinkan Cina untuk mendapatkan pengaruh dan kekuatan di seluruh dunia.

Polanya seperti digambarkan berikut ini.

Diplomasi Jebakan Utang

Negara-negara miskin dan berkembang terpikat oleh tawaran pinjaman murah dari Cina demi membangun proyek-proyek infrastruktur.

Kemudian, ketika negara bersangkutan tak mampu memenuhi jadwal pembayaran utangnya, Beijing akan menuntut konsesi atau ganti-rugi lainnya sebagai bentuk penghapusan utang. Proses ini dikenal sebagai diplomasi jebakan utang.


FOTO: Sri Lanka setuju untuk menyerahkan sebuah pelabuhan ke Cina untuk membayar hutang.

 

Proyek Pelabuhan Hambantota di Srilanka merupakan contoh nyata yang bisa menjadi peringatan bagi negara mana saja yang bermaksud menerima pinjaman tanpa syarat dari Cina.

Tahun lalu, Srilanka dilanda aksi protes ketika dipaksa menyerahkan pengelolaan pelabuhannya ke Cina – dalam bentuk sewa 99 tahun. Penyerahan itu terpaksa dilakukan demi menghapus utang Srilanka sekitar 1 miliar dolar AS ke Beijing.

Kini Cina mengendalikan pelabuhan utama, tepat di ambang pintu saingannya, India. Pelabuhan itu juga sangat strategis di jalur komersial dan militer.

Kasus Negara-negara Pasifik


FOTO: Cina telah menawarkan miliaran pinjaman ke Papua Nugini – meskipun sebagian besar belum terwujud.

 

Australia dinilai agak lamban menanggapi meluasnya pengaruh Cina di kawasan Pasifik.

Pinjaman dan bantuan Cina di sana telah meningkat menjadi 1,8 miliar dolar dalam waktu satu dekade. Sejumlah negara kini sudah sangat bergantung pada utang dari Beijing.

Cina malah menjanjikan untuk mengucurkan 5,8 miliar dolar AS di seluruh kawasan Pasifik.

Di Papua Nugini misalnya, Beijing menjanjikan kucuran pinjaman tanpa syarat sebesar 3,5 miliar dolar AS untuk pembangunan infrastruktur jalan dari Port Moresby ke kawasan pedalaman.

Fiji kini berutang setengah miliar dolar ke Cina. Sementara Tonga terjerat utang lebih dari 160 juta dolar, yaitu sepertiga dari PDB negara itu.

Cina telah memaksa Tonga untuk mengakui gagal membayar utangnya. Perdana Menteri Tonga yang sebelumnya menyerukan negara-negara Pasifik bersatu melawan Cina, akhirnya menarik pernyataannya tanpa alasan yang jelas.

Awal tahun ini, laporan bahwa Cina akan membangun pangkalan militer di Vanuatu memicu kepanikan di Australia.

Perdana Menteri Scott Morrison telah mengumumkan pembentukan bank infrastruktur untuk proyek-proyek di kawasan Pasifik.

Presiden Xi Jinping yang kini berkunjung ke Port Moresby untuk menghadiri KTT APEC, dijadwalkan mengadakan pertemuan khusus dengan pemimpin negara Pasifik.

Presiden Xi diperkirakan akan menawarkan lebih banyak pinjaman lunak kepada mereka.

Proyek One Belt One Road (OBOR) Cina

Proyek One Belt One Road (OBOR) Cina.

 

Isu utama masalah investasi Cina adalah kebijakan ekonomi utama Xi, yaitu proyek One Belt One Road.

Ini adalah proyek triliun dolar yang bertujuan menghubungkan negara-negara di seluruh benua untuk perdagangan, dengan China sebagai pusatnya.

Beijing menyebut proyek ini sebagai sama-sama menguntungkan bagi ambisi perdagangan global dan negara-negara berkembang yang kekurangan infrastruktur.

Namun kenyataannya, banyak negara-negara miskin yang rentan terlilit hutang Cina.

Pada tahun 2011, Tajikistan dilaporkan menyerahkan tanah di perbatasannya yang disengketakan dengan Cina untuk membayar sebagian dari hutangnya.

Cina meminjamkan Montenegro lebih dari satu miliar dolar untuk membangun jalan raya utama yang menghubungkan Port of Bar-nya dengan Serbia yang terkurung daratan, dengan konstruksi yang dipimpin oleh sebuah perusahaan Cina.

Namun, karena masalah mata uang dan masalah dengan cetak biru, biaya akan membengkak dan proyek tersebut hanya selesai sebagian.

Sekarang tingkat utang di negara Eropa yang sedang tumbuh mencapai 80 persen dari PDB, dan Montenegro menghadapi kemungkina apakah akan meninggalkan proyek tersebut atau bernegosiasi untuk mendapatkan lebih banyak uang dari Cina yang menyebabkan negara itu lebih jauh masuk ke dalam pengaruh Cina

Di Afrika, Cina membiayai proyek-proyek besar di seluruh benua, dan tingkat investasi Cina semakin cepat.

Pada bulan September, Presiden Xi menjanjikan pinjaman 82 miliar dolar kepada negara-negara Afrika selama tiga tahun. Jumlah yang sama telah dikucurkan pada tahun 2015 lalu.

Investasi Cina di Zambia misalnya sangat menonjol. Pembangunan sekolah, rumah sakit dan konstruksi memiliki simbol-simbol Cina, termasuk jaringan jalan raya baru.

Namun utang dari Cina di Zambia kini mencapai sepertiga dari total utang negara yang berjumlah 13 miliar dolar.

Kesepakatan Utang Membuat Negara-negara Ketakutan

PHOTO: Para ahli mengatakan, Cina berinvestasi dalam infrastruktur transportasi utama, juga berisiko mengalami kesulitan utang.

 

Saat ini banyak negara menikmati jaringan jalan raya dan bandara baru. Namun mungkin itu hanya masalah waktu sampai mereka akhirnya terjebak utang.

Meningkatnya ketergantungan pada investasi Cina di seluruh dunia meningkatkan kekhawatiran tentang dinamika geopolitik di abad ke-21.

Sejumlah negara, dipicu oleh kasus Srilanka tahun lalu, mulai melepaskan diri dari ketergantungan mereka pada pinjaman Cina.

Nepal dan Pakistan misalnya telah membatalkan proyek-proyek infrastruktur pada tahun 2017.

Tapi bukan hanya negara berkembang yang berhutang kepada Cina. Beijing kini tercatat sebagai pemberi utang terbesar ke AS, yaitu sebesar 1,1 triliun dolar AS dalam bentuk obligasi pemerintah.

Namun patut dicatat, di tengah kekhawatiran meningkatnya pengaruh Cina, hanya ada satu pangkalan militer mereka di luar negeri. Yaitu, di sebuah negara kecil bernama Djibouti di Afrika Timur.

Bandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 800 pangkalan militer di 70 negara. Artinya, Cina bukanlah satu-satunya negara di dunia yang memproyeksikan kekuatannya ke negara lain.

Seberapa besar ambisi Presiden Xi dalam hal itu masih belum jelas. Namun tak diragukan lagi dia jelas menghendaki Cina memimpin apa yang dijuluki sebagai Abad Asia.

Sumber: abc.net.au

(ameera/arrahmah.com)

Ar Rahmah Media Network © 2005 - 2019 - All Rights Reserved.

Ar Rahmah Media Network