NURUL ABROR

Sabtu, 24 April 2021

10 orang guru dari Imam Muslim paling banyak mendapatkan ilmu tentang hadits

Perjalanan Imam Muslim Dalam Belajar Hadits


Imam Muslim tumbuh sebagai remaja yang giat belajar agama. Bahkan saat usianya masih sangat muda beliau sudah menekuni ilmu hadits. Dalam kitab Siyar ‘Alamin Nubala (558/12), pakar hadits dan sejarah, Adz Dzahabi, menuturkan bahwa Imam Muslim mulai belajar hadits sejak tahun 218 H. Berarti usia beliau ketika itu adalah 12 tahun. Beliau melanglang buana ke beberapa Negara dalam rangka menuntut ilmu hadits dari mulai Irak, kemudian ke Hijaz, Syam, Mesir dan negara lainnya. Dalam Tahdzibut Tahdzib diceritakan bahwa Imam Muslim paling banyak mendapatkan ilmu tentang hadits dari 10 orang guru yaitu:


1. Abu Bakar bin Abi Syaibah, beliau belajar 1540 hadits.


2. Abu Khaitsamah Zuhair bin Harab, beliau belajar 1281 hadits.


3. Muhammad Ibnul Mutsanna yang dijuluki Az Zaman, beliau belajar 772 hadits.


4. Qutaibah bin Sa’id, beliau belajar 668 hadits.


5. Muhammad bin Abdillah bin Numair, beliau belajar 573 hadits.


6. Abu Kuraib Muhammad Ibnul ‘Ila, beliau belajar 556 hadits.


7. Muhammad bin Basyar Al Muqallab yang dijuluki Bundaar, beliau belajar 460 hadits.


8. Muhammad bin Raafi’ An Naisaburi, beliau belajar 362 hadits.


9. Muhammad bin Hatim Al Muqallab yang dijuluki As Samin, beliau belajar 300 hadits.


10. ‘Ali bin Hajar As Sa’di, beliau belajar 188 hadits.


Sembilan dari sepuluh nama guru Imam Muslim tersebut, juga merupakan guru Imam Al Bukhari dalam mengambil hadits, karena Muhammad bin Hatim tidak termasuk. Perlu diketahui, Imam Muslim pun sempat berguru ilmu hadits kepada Imam Al Bukhari. Ibnu Shalah dalam kitab Ulumul Hadits berkata: “Imam Muslim memang belajar pada Imam Bukhari dan banyak mendapatkan faedah ilmu darinya. Namun banyak guru dari Imam Muslim yang juga merupakan guru dari Imam Bukhari”. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari Imam Al Bukhari.




19 Guru Syekh Nawawi Al Bantani

Berikut adalah para ulama yang pernah ditimba ilmunya oleh Syekh Nawawi[5]:

1. Syekh Umar bin Arabi al-Bantani (Ayahnya)

2. K.H. Sahal al-Bantani

3. Syekh Baing Yusuf Purwakarta

4. Syekh Ahmad Khatib asy-Syambasi

5. Syekh Ahmad Zaini Dahlan

6. Syekh Abdul Ghani al-Bimawi

7. Syekh Yusuf Sumbulaweni

8. Syekh Abdul Hamid Daghestani

9. Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi

10. Syekh Ahmad Dimyati

11. Syekh Muhammad Khatib Duma al-Hambali

12. Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki

13. Syekh Junaid al-Batawi

14. Syekh Zainuddin Aceh

15. Syekh Syihabuddin

16. Syekh Yusuf bin Muhammad Arsyad al-Banjari

17. Syekh Abdush Shamad bin Abdurahman al-Falimbani

18. Syekh Mahmud Kinan al-Falimbani

19. Syekh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani

Dan lain sebagainya.


Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam 'Ulama Dua Kota Suci).

Biografi

Syekh Nawawi lahir dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten (Sekarang di Kampung Pesisir, Desa Padaleman, Kecamatan Tanara, Serang) pada tahun 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi, dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani. Dia adalah sulung dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah. Ia merupakan generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan Banten ini sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama lokal di Banten, Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga biasa.

Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Serang dan dikaruniai 3 orang anak: Nafisah, Maryam, Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului dia.[1]

Karya-Karyanya

Kepakaran Syekh Nawawi tidak diragukan lagi. Ulama asal Mesir, Syekh 'Umar 'Abdul Jabbar dalam kitabnya "al-Durus min Madhi al-Ta'lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis bahwa Syekh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih yang meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik.

Sebagian dari karya-karya Syekh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut: [9]

1. al-Tsamar al-Yani'ah syarah al-Riyadl al-Badi'ah

2. al-'Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubîn

3. Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh

4. Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf

5. al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb

6. Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn

7. Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah

8. Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd

9. Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄

10. Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân

11. al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd

12 Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah

13. Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah

14. Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm

15. Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts

16. Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji

17. Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî

18. Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm

19. Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd

20. Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry

21. Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb

22. Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq

23. Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ

24. al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah

25. ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain

26. Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits

27. Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd

28. al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah

29. Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah

30. Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman

31. al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah

32. al-Riyâdl al-Fauliyyah

33. Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm

34. Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd

35. al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny

36. Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm

37. al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah

38. Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.[15]

Karya tafsirnya, al-Munir, sangat monumental, bahkan ada yang mengatakan lebih baik dari Tafsir al-Jalalain, karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Imam Jalaluddin al-Mahalli yang sangat terkenal. Sementara Kasyifah al-Saja merupakan syarah atau komentar terhadap kitab fiqih Safinatun Najah, karya Syekh Salim bin Sumeir al-Hadhramy. Karya-karya dia di bidang Ilmu Akidah misalnya adalah Tijan ad-Darary, Nur al-Dhalam, Fath al-Majid. Sementara dalam bidang Ilmu Hadits misalnya Tanqih al-Qaul. Karya-karya dia di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam al-Munajah, Nihayah al-Zain, Kasyifah al-Saja, dan yang sangat terkenal di kalangan para santri pesantren di Jawa yaitu Syarah ’Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain. Adapun Qami'u al-Thugyan, Nashaih al-'Ibad dan Minhaj al-Raghibi merupakan karya tasawwuf.[16]

Imam Al-Bukhari Punya 1.080 Guru

Luar Biasa Imam Al-Bukhari Punya 1.080 Guru, Semuanya Ahli Hadis

Rusman H Siregar

Jum'at, 18 September 2020 - 05:15 WIB

inilah makam sang ulama ahli Hadis, Imam Al-Bukhari (Muhammad bin Ismail) di Desa Khartank yang berdekatan dengan Samarkand, sekarang lebih dikenal dengan Uzbekistan.

Dibalik kecerdasan Imam Al-Bukhari (194-256 Hijriah) ternyata ada sosok guru-guru yang hebat. Selain dikaruniai ingatan kuat dan didikan ibu yang penyayang, Imam Al-Bukhari memiliki banyak guru yang mendukungnya dalam mengumpulkan Hadis Nabi صلى الله عليه وسلم.

Ulama ahli hadis bernama Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Barduzbah Al-Ju’fi Al-Bukhari lahir di Kota Bukhara, Uzbekistan. Beliau hafal 100.000 hadis shahih sanad dan matannya. Selain itu hafal 200.000 hadits tidak shahih sanad dan matannya.

Siapa saja sosok guru Imam Al-Bukhari ? Ustaz Hanif Luthfi Lc MA (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) mengulasnya dalam bukunya "Biografi Imam Bukhari". Disebutkan, Imam Al-Bukhari belajar dan mengambil hadits dari sejumlah ulama dari berbagai daerah. Guru beliau di Makkah adalah Abu al-Walid Ahmad bin Muhammad al-Azraqi; Abdullah bin Yazid al-Muqri; Ismail bin Salim al-Shaigh; dan Abu Bakar al-Humaidi Abdullah bin al-Zubair al-Qurasyi.

Di Madinah, beliau berguru pada Ibrahim bin alMundzir al-Hazami; Mutharrif bin Abdullah bin Hamzah; Abu Tsabit Muhammad bin Abdillah; Abdul Aziz bin Abdillah dan Yahya bin Qaz'ah. Di Baghdad, di antaranya berguru kepada Muhammad bin Isa al-Thiba'i; Muhammad bin Sabiq; Suraih dan Ahmad bin Hambal dan lain-lain.

(Baca Juga: Syekh Ali Jaber Isi Kajian di Malang, Aparat Siapkan Pengawalan Berlapis )
Muhammad bin Ismail ke Baghdad hampir 8 kali. Setiap itu pasti berguru kepada Ahmad bin Hanbal. Ahmad bin Hanbal lahir tahun 164 H, artinya selisih 30-an tahun dengan Imam Al-Bukhari. Dan masih banyak lagi guru-guru Imam Bukhari di berbagai kota, seperti Bashrah, Kufah, Mesir, Bukhara, dan kota-kota lainnya. Karena itu, Imam al-Hakim menyebutkan bahwa Imam Bukhari setiap kali singgah di sebuah kota menyempatkan belajar kepada guru-guru yang ada di kota tersebut. Dalam perjalanannya berbagai negeri, Imam Bukhari bertemu dengan guru-guru terkemuka yang dapat dipercaya. Beliau mengatakan: "Aku menulis hadis dari 1.080 guru, yang semuanya adalah ahli hadis dan berpendirian bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan".

Di antara guru itu adalah Ali bin Madini; Ahmad bin Hambal; Yahya bin Ma’in; Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi; Maki bin Ibrahim Al-Balkhi; Muhammad bin Yusuf Al-Baykandi dan Ibnu Rahawaih. Jumlah guru yang hadisnya diriwayatkan dalam kitab shahihnya sebanyak 289 guru.

Guru Imam Al-Bukhari Dikelompokkan Menjadi 5 Tingkatan
Menurut Al-Hafizh, guru-guru Al-Bukhari terklasifikasi menjadi 5 (tingkatan), yaitu:

1. Orang yang Menerima Hadis dari Tabi’in.
Mereka yang termasuk dalam kelas ini antara lain: Muhammad bin Abdillah Al-Ansyari yang memperoleh hadis dari Humaid; Makki bin Ibrahim dari Yazid bin Abi Ubaid; Abu Ashim An-Nabil dari Yazid bin Abi Ubaid; Ubaidilah bin Musa dari Ismail bin Abi Khalid; Abu Nua’im dari Al-A’masy; Khallad bin Yahya dari Isa bin Thuhman; dan Ayyasy dan Isham bin Khalid yang meriwayatkan hadist dari Huraiz bin Utsman. Secara singkat, guru-guru mereka adalah Tabi’in.

2. Orang Lain yang Semasa dengan Kelompok Pertama.
Orang yang semasa dengan kelompok pertama ini mereka tidak mendengar dari kelompok Tabi’in yang tsiqah. Orang yang termasuk dalam kelompok ini antara lain; Adam bin Abi Iyas, Abu Mashar Abdul A’la bin Mashar, Said bin Abi Maryam, Ayyub bin Sulaiman bin Bilal dan lain-lain.

3. Tingkatan Paling Tengah.
Tingkatan ketiga ini merupakan tingkatan paling tengah di antara sekian banyak guru-guru Al-Bukhari. Mereka yang termasuk ke dalam klasifikasi tingkatan ini tidak bertemu pada tabi-in. Oleh karena itu, mereka hanya mendapatkan hadits dari kelompok Tabi’at-Tabi’in. Mereka yang termasuk dalam kategori ini antara lain; Sulaiman bin Harb, Qutaidah bin Said, Nua’im bin Hammad, Ali bin Al-Madini, Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Ruhawaih, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Utsman bin Abi Syaibah dan sejenisnya. Pada tingkatan ketiga ini, Imam Muslim juga meriwayatkan hadis dari mereka.

4. Hampir Sama dengan Tingkatan Ketiga.
Tingkatan keempat ini mereka termasuk dalam tingkat ini pada dasarnya sama dengan tingkat ketiga dalam mendapatkan hadis. Letak perbedaannya, kalau tingkat ketiga lebih dahulu mendengar dan mendapatkan hadits daripada tingkatan keempat ini. Orang yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain; Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhuli, Abu Hatim Arrazi, Muhammad bin Abdirrahim Sha’iqah, Abd bin Humaid, Ahmad bin An-Nadhr dan ulama sekelasnya. Imam Al-Bukhari hanya meriwayatkan hadits dari kelompok tingkatan keempat ini apabila dia tidak mendapatkan hadis dari guru-gurunya yang berada di tingkat di atasnya, atau Imam Al-Bukhari tidak menjumpai hadist tersebut pada gurunya yang berada di level di atasnya.

5. Orang yang Hadisnya Dipakai untuk Pertimbangan dalam Menentukan Usia Perawi Hadis.
Tingkatan kelima ini, sekelompok orang yang hadisnya hanya dipakai pertimbangan dalam menentukan usia para perawi hadis maupun dalam jalur periwayatan hadis. Imam Al-Bukhari mengambil hadis dari kelompok ini karena adanya manfaat. Mereka yang termasuk dalam klasifikasi kelompok tingkat kelima ini antara lain; Abdullah bin Hammad Al-Amali, Abdullah bin Al-Ash Al-Khawarizmi, Husain bin Muhammad Al-Qabbani dan yang sejenisnya. Jumlah hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dari guru tingkatan kelima ini jumlahnya sangat sedikit.

Wallahu Ta'ala A'lam

Imam Syafi'i Nimba Ilmu dari 100-an Guru


Imam Syafi'i Nimba Ilmu dari Ratusan Guru, Ini yang Paling Berpengaruh


IMAM Syafi’i telah berguru kepada puluhan bahkan ratusan guru. Menghadiri dan mendaras pelajaran di banyak majlis ilmu dengan berbagai varian cabang ilmunya. Dari banyaknya para guru itu, ada beberapa nama guru yang paling berpengaruh dalam membentuk pondasi keilmuan yang kokoh serta akhlak mulia yang menghiasi diri Imam Syafi’i.

Menurut Wildan Jauhari, Lc dalam buku Biografi Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, salah satu guru itu adalah Sufyan bin Uyainah bin Maimun Abu Muhammad al-Kufi al-Makki, Muslim bin Kholid az-Zanji, Imam Malik bin Anas,Muhammad bin al-Hasan Asy-Syaibani, Waki’ bin al-Jarrah bin Mulih bin Adiy al-Kufi dan lainnya.

Sufyan bin Uyainah lahir di Kufah tahun 107 H dan wafat di Makkah pada tahun 198 H. Seorang Tabiut Tabi’in yang menjadi guru besar di kota Makkah dalam bidang hadis dan ilmunya. Sekaligus seorang rawi terpercaya yang disepakati para ulama.

Dari beliaulah Imam Syafi’i mempelajari pondasi madrasah ahli hadis, mendaras hadis, ilmu dan tafsirnya yang kemudian nanti dilanjutkan ketika belajar Imam Malik.

Imam Syafi’i berkata mengenai gurunya ini, “Guru mulia Sufyan bin Uyainah memiliki seperangkat ilmu alat yang begitu mumpuni yang tak pernah kulihat ada pada selainnya. Dan tak ada yang lebih matang dalam berfatwa melebihi dirinya, sekaligus tak ada yang lebih bagus menjelaskan tentang tafsir hadis selain dirinya.”

Beliau menambahkan, “Kalau bukan karena Imam Malik dan Imam Sufyan bin Uyainah maka lenyaplah ilmu penduduk Hijaz.”

اَوَلَا يَرَوۡنَ اَنَّهُمۡ يُفۡتَـنُوۡنَ فِىۡ كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً اَوۡ مَرَّتَيۡنِ ثُمَّ لَا يَتُوۡبُوۡنَ وَلَا هُمۡ يَذَّكَّرُوۡنَ

Dan tidakkah orang-orang munafik itu memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, namun mereka tidak juga bertobat dan tidak pula mengambil pelajaran?

(QS. At-Taubah:126)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Akan ada di akhir zaman para 'Dajjal Pendusta' (bukan Al-Masih Ad-Dajjal) membawa hadits-hadits kepada kalian yang mana kalian tidak pernah mendengarnya dariku dan bapak-bapak kalian pun juga belum pernah mendengarnya. Maka jauhilah mereka, agar mereka tidak bisa menyesatkan kalian dan tidak bisa memfitnah kalian."

(HR. Muslim No. 8)

Beliau menambahkan, “Kalau bukan karena Imam Malik dan Imam Sufyan bin Uyainah maka lenyaplah ilmu penduduk Hijaz.”

Guru Imam Syafi'i lainnya adalah Muslim bin Kholid az-Zanji atau dengan nama lengkap Muslim bin Kholid bin Muslim al-Qurasyi al-Makhzumi. Beliau berasal dari negeri Syam. Seorang syaikh dan mufti kota Makkah di zamannya.

Beliau lebih banyak mempelajari dan mengajarkan fikih daripada hadis. Muslim bin Kholid az-Zanji wafat pada tahun 179 H di Makkah.

Dari beliau, Imam Syafi’i belajar ilmu fikih yang karena kecerdasan yang ada pada diri Sang Imam, Syaikh Muslim bin Kholid memberinya kewenang untuk berfatwa, padahal usia Imam Syafi’i kala itu baru menginjak 15 tahun.

Guru berikutnya, Imam Malik bin Anas. Beliau memiliki kunyah atau panggilan Abu Abdillah. Imamnya kota Madinah, pendiri dan pencetus mazhab Maliki. Lahir pada tahun 93 H di Madinah dan wafat di tempat yang sama tahun 179 H.

Syaikh besar di Masjid Nabawi, begitu takzim dan hormat pada hadis-hadis Nabi Muhammad saw yang beliau ajarkan. Puncaknya ilmu penduduk Madinah kala itu, hingga dikatakan bahwa tak seorangpun pantas berfatwa sedangkan Imam Malik ada di Madinah.

Di Irak Imam Syafi’i berguru pada Muhammad bin al-Hasan Asy-Syaibani. Beliau lahir di kota Wasit tahun 132 H. Tumbuh dan berkembang di kota Kufah kemudian pindah ke Baghdad dan akhirnya wafat di kota Ray tahun 189 H.

Beliau menimba ilmu pertama kali kepada Imam Abu Hanifah kemudian bermulazamah kepada muridnya; Imam Abu Yusuf. Sempat juga menimba ilmu kepada Imam Malik bin Anas.

Sepeninggal Abu Yusuf, tidak ada yang lebih faqih di wilayah Irak melebihi Muhammad bin al-Hasan. Memiliki banyak karya tulis yang menjadi rujukan utama dalam kajian Mazhab Hanafi, di antaranya adalah kitab Zhohir ar-Riwayat.

Guru Imam Syafi'i berikutnya adalah Waki’ bin al-Jarrah bin Mulih bin Adiy al-Kufi. Biasa dipanggil Abu Sufyan. Beliau adalah seorang imam hadis di kalangan tabiut tabiin. Lahir di kota Kufah tahun 129 H. Memiliki beberapa karya dalam bidang tafsir, hadis, dan sejarah. Beliau wafat pada tahun 197 H.

Imam Syafi’i mengambil dan meriwayatkan hadis dari beliau. Dan sebuah syair yang masyhur mengenai gurunya yang mulia ini;

Aku mengeluh kepada Waki mengenai buruknya hafalanku
Ia menunjukiku agar meninggalkan perbuatan maksiat
Tersebab ilmu ialah cahaya
Dan cahaya Allah tak diberikan pada pelaku maksiat

Guru Imam Syafi’i lainnya adalah Abdul Wahab bin Abdul Majid ats-Tsaqofi. Beliau lahir pada tahun 110 H dan wafat tahun 194 H. Beliau adalah seorang ahli hadis terpercaya yang hadisnya diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Selanjutnya juga Ismail bin Ibrahim Al-Bashri. Beliau seorang ulama hadis kenamaan yang berasal dari Kufah. Lahir pada tahun 110 H dan wafat tahun 193 H.

haddatsanii abdi

1. Menjalankan Syriat dengan mudah nyaman tidak terbebani . 
2. Perlunya khasanah immune yg mutawatir
3 Ilmu Syriat perlu dikawal tasawuf
4. Perlu Guru yg banyak ( imam syafii banyak) 
5.