NURUL ABROR

Jumat, 16 November 2018

Tazkiyatun Nufus Hanyalah dengan Tauhid dan amal Shalih


Tazkiyatun Nufus Hanyalah dengan Tauhid dan amal Shalih


(ditulis oleh: Al-Ustadz Abdurrahman Mubarak)

Tazkiyatun nafs adalah memperbaiki jiwa dan membersihkannya dengan ilmu yang bermanfaat dan amal saleh, serta melaksanakan perintah Allah l dan menjauhi larangan-Nya.
Rasulullah n pernah menjelaskan makna tazkiyatun nafs dan keutamaannya. Beliau n bersabda,
ثَلَاثٌ مَنْ فَعَلَهُنَّ فَقَدْ ذَاقَ طَعْمَ الْإِيْمَانِ: مَنْ عَبَدَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَحْدَهُ بِأَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ، أَعْطَى زَكَاةَ مَالِهِ طِيْبَةً بِهَا نَفْسُهُ فِي كُلِّ عَامٍ، وَلَمْ يُعْطِ الْهرمَةَ وَلاَ الدرنَةَ وَلاَ الْمَرِيضَةَ، وَلَكِنْ مِنْ أَوْسَطِ أَمْوَالِكُمْ، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمْ يَسْأَلْكُمْ خَيْرَهَا وَلَمْ يَأْمُرْكُمْ بِشَرِّهَا ،َوزَكَّى نَفْسَهُ. فَقَالَ رَجُلٌ: وَمَا تَزْكِيَةُ النَّفْسِ؟ فَقَالَ: أَنْ يَعْلَمَ أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ مَعَهُ حَيْثُ كَانَ
“Tiga perkara yang apabila seseorang melakukannya, dia akan merasakan manisnya iman: (1) Seseorang beribadah kepada Allah l saja, tidak ada sesembahan yang haq selain Dia, (2) Seseorang mengeluarkan zakat malnya setiap tahun, tidak mengeluarkan yang tua, yang jelek, atau yang sakit. Namun, dibayarkan dari harta kalian yang tidak terlalu mahal, karena Allah l tidak meminta yang terbaik kepada kalian, juga tidak memerintah yang terjelek. (3) Seseorang membersihkan jiwanya.” Ada yang bertanya, “Apakah yang dimaksud membersihkan jiwanya?” Rasululllah n menjawab, “Dia meyakini bahwa Allah l bersamanya (mengawasi dan mengetahui) di mana pun ia berada.” (HR. ath-Thabarani dan al-Baihaqi, dinyatakan sahih oleh al-Albani. Lihat penjelasannya dalam ash-Shahihah pada pembahasan hadits no. 1046)
Asy-Syaikh al-Albani t mengatakan bahwa asy-Syaikh Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli t menerangkan, “Makna ‘Dia meyakini bahwa Allah l bersamanya (mengawasi dan mengetahui) di mana pun ia berada,’ yakni ilmu Allah l meliputi segala sesuatu dan Allah l tetap berada di atas Arsy.”

Pentingnya Tazkiyatun Nufus
Di antara bukti yang menunjukkan pentingnya masalah ini, Allah l berulang kali bersumpah untuk menegaskan bahwa baiknya hamba tergantung pada pembersihan jiwanya. Allah l berfirman,
“Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (asy-Syams: 7—10)
Allah l berfirman,
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan jiwa (dengan beriman). Dan dia ingat nama Rabbnya, lalu dia melaksanakan shalat.” (al-A’la: 14—15)
Qatadah dan Ibnu Uyainah rahimahumallah berkata, “(Yakni) telah bahagia seseorang yang telah menyucikan jiwanya dengan ketaatan kepada Allah l dan amal-amal saleh.”
Tazkiyatun nufus adalah sebab seseorang mendapatkan derajat yang tinggi dan kenikmatan yang kekal. Allah l berfirman,
“Barang siapa datang kepada Rabbnya dalam keadaan beriman lagi sungguh-sungguh telah beramal saleh, mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya. Mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan).” (Thaha: 75—76)
Maksudnya, surga ‘Adn adalah balasan bagi orang yang membersihkan jiwanya dari kotoran dan kesyirikan, bagi yang beribadah kepada Allah l saja, tidak menyekutukan-Nya, kemudian yang melakukan kebaikan yang dibawa oleh para rasul.

Para Nabi Menyeru Umatnya untuk Membersihkan Jiwa Mereka
Allah l memerintahkan Nabi Musa q untuk berkata kepada Fir’aun,
Katakanlah (kepada Fir’aun), “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan). Dan engkau akan kupimpin ke jalan Rabbmu agar engkau takut kepada-Nya?” (an-Nazi’at: 18—19)
Allah l berfirman tentang Nabi-Nya Muhammad n,
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, serta mengajari mereka al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (al-Jumu’ah: 2)
Di antara doa Rasulullah n,
اللَّهُمَّ آتِ نَفْسِي تَقْوَاهَا، وَزَكِّهَا، أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا، أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
“Ya Allah, berikanlah kepada jiwaku ketakwaannya, sucikanlah jiwaku, karena Engkau adalah sebaik-baik Dzat yang membersihkannya. Engkau adalah wali dan maulanya.” (HR. Muslim)
Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim t berkata, “Di antara kaidah umum yang disepakati dalam kitab para nabi adalah masalah tazkiyatun nufus dan penjelasan bahwa kebahagiaan yang hakiki tidak akan terwujud selain dengan menyucikan jiwa melalui ketaatan kepada Allah l, beribadah hanya kepada-Nya, dan mengutamakan akhirat daripada dunia. Allah l berfirman,
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama Rabbnya, lalu dia melaksanakan shalat. Tetapi, kalian (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, padahal kehidupan akhirat lebih baik dan lebih kekal. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu,
(yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa.” (al-A’la: 14—19)
(Diringkas dari Rasail asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim, saat menjelaskan beberapa sisi persamaan kitab yang dibawa oleh para rasul, di antaranya adalah masalah kaidah umum seperti tazkiyatun nufus)

Tazkiyatun Nufus Hanya dengan Jalan Rasulullah n
Sesungguhnya, tazkiyatun nufus diserahkan kepada para rasul karena Allah l mengutus mereka hanyalah untuk ini. Allah l menugaskan mereka untuk melakukan tazkiyatun nufus dan menyerahkan tugas ini kepada mereka, dalam hal mengajarkan, menjelaskan, dan memberikan bimbingan kepadanya, bukan dalam hal mencipta dan memberi ilham. Para rasul diutus untuk mengobati jiwa umat.
Allah l berfirman,
“Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, serta mengajari mereka al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” (al-Jumu’ah: 2)
Allah l berfirman,
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepada kalian), Kami telah mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian dan menyucikan kalian serta mengajarkan kepada kalian al-Kitab dan al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui.” (al-Baqarah: 151)
Menyucikan jiwa lebih sulit daripada mengobati jasmani. Barang siapa membersihkan jiwanya dengan riyadhah, mujahadah, dan menyepi, yang tidak pernah dilakukan dan diajarkan oleh para rasul, dia seperti orang sakit yang mengobati dirinya dengan pendapat sendiri, padahal dia tidak mengetahui ilmu kedokteran.
Para rasul adalah dokter hati. Tidak ada jalan untuk menyucikan dan memperbaiki hati selain dengan jalan mereka dan melalui bimbingan mereka, diiringi dengan ketundukan yang murni dan berserah diri kepada Allah l. (Diringkas dari Madarijus Salikin)
Syariat Islam Datang untuk Tazkiyatun Nufus
Syariat semuanya adalah tazkiyah (pembersih) jiwa hamba-hamba Allah l, hingga mereka pantas masuk ke surga-Nya.
Tauhid adalah tazkiyah, menyucikan jiwa hamba Allah l. Allah l berfirman,
Katakanlah, “Aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabb kalian adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya, (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat.” (Fushshilat: 6—7)
Ibnu Katsir t berkata, “Ali bin Abi Thalhah t menukil dari Ibnu Abbas c bahwa beliau berkata, ‘Maksudnya, mereka tidak mengucapkan La ilaha illallah’.”
Demikian juga pendapat Ikrimah t.
Ibadah shalat adalah tazkiyah pula. Shalat adalah penyuci jiwa. Allah l berfirman,
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.” (al-Ankabut: 45)
Nabi n bersabda,
مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ كَمَثَلِ نَهَرٍ جَارٍ غَمْرٍ عَلَى بَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ
“Permisalan shalat lima waktu adalah seperti sungai yang banyak airnya di pintu rumah salah seorang kalian. Dia mandi di sungai tersebut lima kali setiap harinya.” (HR. al-Bukhari no. 1555)
Sedekah juga menjadi penyuci jiwa. Allah l berfirman,
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka….” (at-Taubah: 103)
Haji adalah penyuci jiwa. Allah l berfirman,
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji….” (al-Baqarah: 197)
Allah l menetapkan syariat kepada kita agar jiwa kita suci, demi kebaikan agama dan dunia kita. Allah l tidak mengambil manfaat sedikit pun dari ketaatan hamba dan tidak termudarati sedikit pun oleh kemaksiatan hamba. Justru amal saleh itu bermanfaat bagi hamba sendiri, sebagaimana firman Allah l,
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (an-Nahl: 97)
Kebahagiaan hakiki adalah kebahagiaan hati, dan hati seseorang tidak akan merasa bahagia selain dengan karunia Allah l. Hati tidak akan tenteram selain dengan berzikir kepada Allah l. Allah l berfirman,
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram.” (ar-Ra’d: 18)
Jadi, semakin hamba membersihkan dirinya dengan tauhid dan amal saleh, niscaya ia akan merasa semakin bahagia. Sebaliknya, seseorang yang mengotori jiwanya dengan kemaksiatan, akan merasakan akibat jelek perbuatannya. Allah l berfirman,
“Turunlah kalian berdua dari surga bersama-sama, sebagian kalian menjadi musuh bagi sebagian yang lain. Jika datang kepada kalian petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (Thaha: 123—124)

Kesimpulan
1. Tazkiyatun nufus adalah amalan yang dianjurkan dalam Islam.
2. Hal utama yang harus dibersihkan dari jiwa adalah kesyirikan.
Ibnu Taimiyah t berkata, “Syirik adalah hal terbesar yang mengotori (menajisi) jiwa. Tazkiyatun nufus dan pembersihan jiwa yang paling agung adalah menyucikan dan membersihkannya dari syirik.” (Majmu Fatawa, juz 16)
3. Tazkiyatun nufus yang dimaksud adalah melaksanakan ibadah hanya kepada Allah l.
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan berkata, “Tazkiyatun nufus yang pelakunya dipuji oleh Allah l dalam firman-Nya,
‘Telah beruntung orang yang membersihkan jiwanya.’ (asy-Syams: 9)
adalah menyucikan jiwa dan membersihkannya dengan amal saleh dan meninggalkan amalan-amalan jelek. Inilah tazkiyatun nufus yang sesungguhnya, yakni menyibukkan jiwa dengan amalan-amalan saleh dan menjauhkannya dari amalan-amalan jelek.” (I’anatul Mustafid)
Beliau juga mengatakan, “Jalan untuk tazkiyatun nufus adalah memaksa jiwa untuk taat kepada Allah l, mencegahnya dari maksiat dan syahwat-syahwat yang haram.” (Muntaqa Fatawa no. 253)


© 1439 Majalah Asy Syariah 
Web Desain oleh DakwahStudio.