NURUL ABROR

Rabu, 05 Desember 2018

Aqidah dan Tauhid adalah Benteng Menghadang Komunisme dan Atheis

Aqidah dan Tauhid adalah Benteng Menghadang Komunisme dan Atheis

#Indonesia Bertauhid

Solusi utama Islam menghadapi dan membentengi umat dari komunisme dan atheis adalah mengajarkan kepada umat aqidah yang benar dan tauhid yang kokoh. Banyak juga solusi lainnya -alhamdulillah- , akan tetapi solusi utama yang perlu kita tekankan dan giatkan bersama adalah menanamkan aqidah yang benar dan kuat kepada umat.
Aqidah yang benar dan tauhid yang kokoh akan membuat seorang muslim tidak akan goyah imannya walaupun diterpa oleh berbagai syubhat pemikiran karena kagum atau terpengaruh dengan pemikiran serta “keberhasilan dunia” mereka. Tidak goyah juga imannya hanya karena urusan harta, jabatan dan kepentingan politik dan ekonomi. Karena muslim yang beraqidah dan bertauhid yakin dan kuat dalam hatinya, konsep Islam yang paling benar dan sesuai dengan kehidupan manusia. 
Perlu diketahui  bahwa ajaran komunis/atheis lebih parah dari keyakinan orang kafir jahiliyah.

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah menjelaskan,
وقد اعترف كفار الجاهلية بوجود الرب، بخلاف الشيوعيين ، وقد انكروا وجود الرب، فكانوا اشد كفرا من كفار الجاهلية
“Orang-orang kafir jahiliyyah masih mengakui keberadaan Rabb/Tuhan. Berbeda dengan orang-orang komunis/atheis, mereka mengingkari keberadaan Rabb/Tuhan. Mereka lebih kufur  daripada orang-orang kafir jahiliyyah.”[1]

Solusinya sebenarnya cukup “mudah” bagi mereka yang paham agama dan masih mempunyai fitrah asal serta akal sehat. Semua manusia fitrah asalnya mengakui Islam dan Rabb yang Maha Esa. Ini adalah pelajaran aqidah yang sangat dasar sekali yaitu rukun Iman, beriman kepada Allah.
Fitrah manusia membenarkan adanya Rabb dan manusia adalah hamba. Nabi shallallahu ‘laihi wa sallam bersabda,
ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﻣَﻮْﻟُﻮﺩٍ ﺇِﻻَّ ﻭَﻳُﻮﻟَﺪُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮَﺓِ ﻓَﺄَﺑَﻮَﺍﻩُ ﻳُﻬَﻮِّﺩَﺍﻧِﻪِ ﺃَﻭْ ﻳُﻨَﺼِّﺮَﺍﻧِﻪِ ﺃَﻭْ ﻳُﻤَﺠِّﺴَﺎﻧِﻪِ
“Tiada anak yang lahir melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (penyembah api).”[2]
Dalam ayat Al-Quran sangat banyak Allah berfirman, bahwa Allah menciptakan alam semesta dan menciptakan manusia. Tidak ada yang kebetulan ataupun jadi dengan sendirinya.
Allah berfirman,
ﺃَﻡۡ ﺧُﻠِﻘُﻮﺍْ ﻣِﻦۡ ﻏَﻴۡﺮِ ﺷَﻲۡﺀٍ ﺃَﻡۡ ﻫُﻢُ ﭐﻟۡﺨَٰﻠِﻘُﻮﻥَ .ﺃَﻡۡ ﺧَﻠَﻘُﻮﺍْ ﭐﻟﺴَّﻤَٰﻮَٰﺕِ ﻭَﭐﻟۡﺄَﺭۡﺽَۚ ﺑَﻞ ﻟَّﺎ ﻳُﻮﻗِﻨُﻮﻥَ 
“Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (Ath-Thur: 35—36)
Solusi dari munculkan keraguan (syubhat) akan tidak adanya pencipta dan akhirnya benar-benar tidak mengakui adanya pencipta, solusi ini sudah diajarkan oleh Islam, yaitu dengam segera membuang jauh bisikan setan semisal bisikan

“Siapa yang menciptakan Tuhan”. 
Tetap yakin dan kokoh dan memohon perlindungan kepada Allah, karena pertanyaan tersebut “pertanyaannya salah” bagaimana bisa dijawab? Sebagaimana pertanyaan salah lainnya semisal:
“Kapan seorang ayah akan melahirkan?”
Secara logika, yang namanya Rabb/Tuhan itu menciptakan, bukan diciptakan
Perhatikan hadits berikut, dari Abu Hurairah,
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﻳَﺄْﺗِﻲ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﺃَﺣَﺪَﻛُﻢْ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﻣَﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﻛَﺬَﺍ؟ ﻣَﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﻛَﺬَﺍ؟ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘُﻮﻝَ : ﻣَﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﺭَﺑَّﻚَ؟ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺑَﻠَﻐَﻪُ ﻓَﻠْﻴَﺴْﺘَﻌِﺬْ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﻟْﻴَﻨْﺘَﻪِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setan akan mendatangi salah seorang di antara kalian dan berkata, ‘Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu?’ Hingga ia bertanya, ‘Siapa yang menciptakan Rabbmu?’

Apabila setan telah sampai pada pertanyaan ini, mohonlah perlindungan kepada Allah, dan berhentilah.”[3]
Masih banyak solusi lainnya dalam Islam, oleh karena itu mari kita bentengan umat dengan aqidah yang kuat dnn tauhid yang kokoh. Semoga kaum muslimin khususnya negara Indonesia dijaga dan dibentengi dari virus pemahaman komunis.

@Bandara Halim PerdanaKusuma, Jakarta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com

Catatan kaki:
[1] Minhaj al-Firqah an-Najiyah wa at-Thaifah al-Mansurah, hal. 18
[2] HR. Bukhari
[3] HR. Bukhari