NURUL ABROR

Rabu, 05 Desember 2018

Membuka Pintu Rizki dengan Istighfar

Membuka Pintu Rizki dengan Istighfar

Abdullah Zaen, Lc., MA. 

Segala puji bagi Allah, Shalawat dan salam semoga tercurah pada Rasulullah.

“AJIMAT ROJO BRONO: Suatu ritual khusus yang apabila Anda menjalankan dengan benar, insyaAllah dalam waktu 3 hari Anda akan segera mendapat rizqi, untuk menambah modal atau melunasi hutang tanpa tumbal. Mahar kesepakatan”.

“GOMBAL GENDERUWO: Usaha seret, atau sering tertipu, banyak saingan, untuk apa bingung. Dengan ajimat Gombal Gendruwo bisnis akan kembali lancar, disegani dan dapat menetralkan kekuatan jahat yang ingin merusak. Mahar kesepakatan”.

Demikian tawaran pelancar rizki dalam sebuah iklan yang dipasang salah satu ‘Gus’ yang memimpin sebuah “Padepokan Ilmu Hikmah dan Seni Pernafasan Tenaga Dalam” di kota Malang.[1]

“Sarana spiritual kerezekian yang ada di majelis kami biasa dinamakan Bukhur Qomar. Untuk mendapatkan dayanya: tanamlah Bukhur Qomar di tempat usaha, lalu baca Sholawat Nariyah 11 x bakda subuh, untuk lafal Kamilatan dibaca 41 x. InsyaAllah dalam waktu tidak lama anda akan berhasil”.

Demikan jawaban seorang ‘Gus’ pemimpin sebuah “Majlis Taklim wa Dzikr” di Semarang, tatkala ditanya dalam sebuah rubrik “Konsultasi Gaib” tentang piranti pembuka rizki.[2]

Dua contoh di atas merupakan segelintir dari puluhan bahkan mungkin ratusan tawaran pembuka pintu rizki yang ada di media massa. Belum jika kita mau mencermati tawaran-tawaran pelancar lainnya yang ada di media elektronik dan dunia maya.

Yang jadi pertanyaan:

Bisakah para pelaku penawaran di atas mendatangkan dalil dari al-Qur’an dan hadits -yang merupakan pedoman hidup umat Islam- sebagai landasan dari amaliah atau ajian yang mereka obral? Ataukah Islam tidak menyentuh permasalahan rizki serta melewatkan hal penting tersebut dari sorotannya?

Seorang muslim yang cerdas, tentunya akan memilah dan memilih apa yang ia baca, melihat dan mendengar, serta memfilter hal-hal yang tidak memiliki landasan syar’i dari yang mempunyainya. Dia sadar betul bahwa hidupnya di dunia hanyalah sekali, sehingga tidak akan sembarangan tatkala menempuh suatu langkah atau mengambil suatu keputusan. Apalagi jika hal itu berkaitan dengan nasibnya di akhirat kelak.

Dorongan mencari rizki kerap menyebabkan banyak orang terpental dari jalan yang lurus. Padahal Islam, sebagai agama sempurna yang mengatur seluruh dimensi kehidupan seorang hamba, telah memberikan solusi yang begitu jelas dalam usaha memperlancar rizki.

Di antara tuntunan yang ditawarkan untuk menggapai tujuan tersebut: memperbanyak istighfar. Dalil tuntunan tersebut firman Allah ta’ala,

“فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّاراً . يُرْسِلِ السَّمَاء عَلَيْكُم مِّدْرَاراً . وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَل لَّكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَل لَّكُمْ أَنْهَاراً”

Artinya: “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu” (QS. Nuh: 10-12)

Ayat di atas menjelaskan dengan gamblang bahwa di antara buah istighfar: turunnya hujan, lancarnya rizki, banyaknya keturunan, suburnya kebun serta mengalirnya sungai.

Karenanya, dikisahkan dalam Tafsir al-Qurthubi, bahwa suatu hari ada orang yang mengadu kepada al-Hasan al-Bashri tentang lamanya paceklik, maka beliaupun berkata, “Beristighfarlah kepada Allah”. Kemudian datang lagi orang yang mengadu tentang kemiskinan, beliaupun memberi solusi, “Beristighfarlah kepada Allah”. Terakhir ada yang meminta agar didoakan punya anak, al-Hasan menimpali, “Beristighfarlah kepada Allah”.

Ar-Rabi’ bin Shabih yang kebetulan hadir di situ bertanya, “Kenapa engkau menyuruh mereka semua untuk beristighfar?”.

Maka al-Hasan al-Bashri pun menjawab, “Aku tidak mengatakan hal itu dari diriku sendiri. Namun sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh: “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu”.

Adapun dalil dari Sunnah Rasul shallallahu’alaihiwasallam yang menunjukkan bahwa memperbanyak istighfar merupakan salah satu kunci rizki, suatu hadits yang berbunyi:

“مَنْ أَكْثَرَ مِنْ الِاسْتِغْفَارِ؛ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَمِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ”

“Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Allah memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”  (HR. Ahmad dari Ibnu Abbas dan sanadnya dinilai sahih oleh al-Hakim serta Ahmad Syakir).

Maka silahkan perbanyaklah istighfar, serta tunggulah buahnya… Jika buahnya belum terlihat juga, perbanyaklah terus istighfar dan jangan pernah berputus asa! Di dalam setiap kesempatan, kapan dan di manapun memungkinkan; di waktu-waktu kosong saat berada di kantor, ketika menunggu dagangan di toko, saat menunggu burung di sawah dan lain sebagainya..

Catatan penting:

1. Pilihlah redaksi istighfar yang ada tuntunannya dalam al-Qur’an ataupun hadits Nabi shallallahu’alaihiwasallam dan hindarilah redaksi-redaksi yang tidak ada tuntunannya. Di antara redaksi istighfar yang ada haditsnya:

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ

Astaghfirullâh. HR. Muslim. [3]

أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْه

Astaghfirullôhal ‘azhîm alladzî lâ ilâha illâ huwal hayyul qoyyûm wa atûbu ilaih.

HR. Tirmidzi dan dinilai sahih oleh al-Albani.[4]

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْت

“Allôhumma anta robbî lâ ilâha illa anta kholaqtanî wa anâ ‘abduka wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu. A’ûdzubika min syarri mâ shona’tu, abû’u laka bini’matika ‘alayya, wa abû’u bi dzanbî, faghfirlî fa innahu lâ yaghfirudz dzunûba illa anta”. HR. Bukhari.[5]

Redaksi terakhir ini kata Nabi shallallahu’alaihiwasallam merupakan sayyidul istighfar atau redaksi istighfar yang paling istimewa. Menurut beliau, fadhilahnya: barangsiapa mengucapkannya di siang hari dengan penuh keyakinan, lalu meninggal di sore harinya maka ia akan dimasukkan ke surga. Begitu pula jika diucapkan di malam hari dengan meyakini maknanya, lalu ia meninggal di pagi harinya maka ia akan dimasukkan ke surga.

2. Tidak ada hadits yang menentukan jumlah khusus tatkala mengucapkan istighfar, semisal sekian ratus, ribu atau puluh ribu. Yang ada: perbanyaklah istighfar di mana dan kapanpun kita berada, jika memungkinkan, tanpa dibatasi dengan jumlah sekian dan sekian, kecuali jika memang ada tuntunan jumlahnya dari sosok sang maksum shallallahu’alaihiwasallam.

3. Hendaklah tatkala beristighfar kita menghayati maknanya sambil berusaha memenuhi konsekwensinya berupa menghindarkan diri dari berbagai macam bentuk perbuatan maksiat. Hal itu pernah diisyaratkan oleh al-Hasan al-Bashri tatkala berkata, sebagaimana dinukil al-Qurthubi dalam Tafsirnya,

“استغفارنا يحتاج إلى استغفار”

“Istighfar kami membutuhkan untuk diistighfari kembali”.

Semoga Allah senantiasa melancarkan rizki kita dan menjadikannya berbarokah serta bermanfaat dunia akherat, amien.

Wallahu ta’ala a’lam. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.

@ Kedungwuluh Purbalingga, 5 Rabi’uts Tsani 1431 H / 21 Maret 2010 M

Catatan Kaki

[1] Lihat: Tabloid Posmo edisi 566, 24 Maret 2010 (hal. 04).

[2] Periksa: Ibid (hal. 14).

[3] Redaksi lengkap haditsnya:

عَنْ ثَوْبَانَ قَالَ: “كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا وَقَالَ اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ”. قَالَ الْوَلِيدُ فَقُلْتُ لِلْأَوْزَاعِيِّ كَيْفَ الْاسْتِغْفَارُ قَالَ تَقُولُ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ.

Tsauban bercerita, “Jika Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam selesai shalat beliau beristighfar tiga kali, lalu membaca “Allahumma antas salam wa minkas salam tabarokta ya dzal jalali wal ikrom”. Al-Walid (salah satu perawi hadits) bertanya kepada al-Auza’i, “Bagaimanakah (redaksi) istighfar beliau?”. “Astaghfirullah, astaghfirullah” jawab al-Auza’i.

[4] Redaksi lengkap haditsnya adalah:

“مَنْ قَالَ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الْعَظِيمَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ غُفِرَ لَهُ وَإِنْ كَانَ فَرَّ مِنْ الزَّحْفِ”

Barangsiapa mengucapkan “Astaghfirullahal azhim alladzi la ilaha illah huwal hayyul qoyyum wa atubu ilaih” niscaya akan diampuni walaupun lari dari medan perang”.

[5] Redaksi lengkap haditsnya sebagai berikut:

عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “سَيِّدُ الِاسْتِغْفَارِ: “اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ” إِذَا قَالَ حِينَ يُمْسِي فَمَاتَ دَخَلَ الْجَنَّةَ أَوْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ, وَإِذَا قَالَ حِينَ يُصْبِحُ فَمَاتَ مِنْ يَوْمِهِ مِثْلَهُ”.

Dari Syaddad bin Aus, bahwasanya Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Istighfar yang paling istimewa adalah: “Allôhumma anta robbî lâ ilâha illâ anta kholaqtanî wa anâ ‘abduka wa anâ ‘alâ ‘ahdika wa wa’dika mastatho’tu, abû’u laka bini’matika ‘alayya wa abû’u laka bidzanbî, faghfirlî fa innahu lâ yaghfirudz dzunûba illâ anta, a’ûdzubika min syarri mâ shona’tu” (Ya Allah, Engkaulah Rabbku itdak ada yang berhak disembang melainkan diriMu. Engkau telah menciptakanku. Aku adalah hamba-Mu dan aku akan setia di atas perjanjianku dengan-Mu semampuku. Aku mengakui nikmat-Mu untukku dan aku mengkaui dosaku. Maka ampunilah diriku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa melainkan diri-Mu. Aku memohon perlindungan dari-Mu dari keburukan perbuatanku). Andaikan seorang hamba mengucapkannya di sore hari kemudian ia mati maka akan masuk surga atau akan termasuk penghuni surga. Dan jika ia mengucapkannya di pagi hari lalu meninggal maka ia akan mendapatkan ganjaran serupa”.

Penulis: Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA
Artikel www.tunasilmu.com, dipublish ulang oleh www.muslim.or.id

 

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/7702-membuka-pintu-rizki-dengan-istighfar.html

Dekati Allah

Dekati Allah

KH Abdullah Gymnastiar

SAHABAT yang baik, dekatilah Allah SWT yang Maha Segalanya, karena bila kita dekat dengan Allah SWT, selalu menyadari bahwa Allah SWT sangat dekat dengan kita, maka yakinlah Allah pun akan benar-benar dekat dengan kita lebih daripada yang kita sangkakan.

Allah SWT berfirman, Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al Baqoroh [2] : 186)

Semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa yakin bahwa Alloh Maha Dekat, sehingga sikap kita selalu terjaga, jauh dari perbuatan maksiat dan dosa. Aamiin yaa Robbal aalamin. [*]

Ciri tidak Fokus kepada Allah

Ciri tidak Fokus kepada Allah

KH Abdullah Gymnastiar

SAHABAT, yang membuat kita sulit fokus kepada Allah Subhanahu Wa Taala adalah karena kita fokus cari kedudukan kepada selain Allah Subhanahu Wa Taala.

Semakin kita ingin diakui: kelebihan, jasa, kebaikan dan keterampilan kita. Semakin kita mengharapkan pengakuan orang, semakin tidak fokus kepada Allah Subhanahu Wa Taala.

Orang-orang yang senang dengan penilaian Allah Subhanahu Wa Taala, dia akan sangat sibuk untuk menata hatinya dan memperbaiki amalnya.

Mudah-mudahan kita termasuk kepada orang-orang yang ahli melakukan kebaikan yang ikhlas dan istiqomah yang hanya mengharapkan keridhoan Allah Subhanahu Wa Taala saja. [*]

27 November Hari Guru

Selasa, 27 November 2018 | 01:11 WIB

Hari Guru adalah Hari Raya Syukur

KH Abdullah Gymnastiar

HARI guru adalah hari rasa syukur. Syukur kepada guru adalah dengan mengamalkan kebenaran yang diajarkannya, manfaat yang diberikannya, dan syukur kepada guru adalah berkhidmat, memuliakan dan mendoakannya.

Sahabat yang baik, berbahagialah bagi yang mendapatkan guru yang yakin dan mengenal Alloh, yang telah menjadi jalan membuat kita semakin yakin, karena dengan keyakinanlah hidup akan bahagia mulia dan selamat dunia akhirat.

Berbahagialah yang mendapatkan guru yang telah mengenalkan Syariat islam kepada kita. Sehingga kita mendapatkan jalan ilmu yang penuh berkah.

Selamat hari guru, semoga setiap ilmu manfaat yang kita raih, mengalirkan pahala yang tiada terputus bagi guru guru kita. Kemuliaan tiada henti yang berbuah perjumpaan di surga kelak. Aamiin yaa Robbal aalamiin. [*]


© 2008 - 2018 inilahcom. All right reserved


Akhlak Kunci dari Kesuksesan



Selasa, 04 Desember 2018 | 01:11 WIB

Akhlak Kunci dari Kesuksesan

KH Abdullah Gymnastiar

SAHABAT yang baik, kunci sukses adalah akhlak, akhlak yang bagaimana? Yaitu akhlak yang sempurna, yang semua kebaikannya didasarkan oleh laa illaha illallah. Tiada Tuhan selain Allah.

Apa artinya karir tinggi, penghasilan yang besar, gelar yang banyak jika tidak punya akhlak yang mulia. Bukan sekadar tingginya jabatan, bukan sekadar besarnya pendapatan, bukan sekadar berderet-deretnya gelar, melainkan keberkahannya. Dan, akhlak mulia adalah jalan meraih keberkahan itu.

Oleh karena itu, marilah kita senantiasa memupuk keimanan di hati kita, senantiasa memeriksa ke dalam diri agar senantiasa lurus dan kokoh tauhiid kita, sehingga kita tergolong orang-orang yang berakhlak mulia dan mendapatkan limpahan berkah dari Allah Subhanahu wa Taala.

Aamiin yaa Robbalaalamiin. [*]

Pentingnya Menjaga Niat KH Abdullah Gymnastiar

Rabu, 05 Desember 2018 | 01:11 WIB

Pentingnya Menjaga Niat

KH Abdullah Gymnastiar

SAHABAT yang baik, niat itu ada di tiga tempat, di awal, di tengah dan di akhir. Niat adalah ruh dari sebuah amal. Jika niatnya salah, sehebat apapun amalnya pasti tidak akan diterima. Amal adalah satu satunya bekal pulang kita, jika kita meninggal dunia tidak ada yang akan dibawa selain amal.

Kita hidup di dunia ini hanya untuk beramal sholeh. Yang terpenting dari amal adalah diterima oleh Allah Subhanahu wa Taala. Intinya bukan pada amalnya tapi diterima atau tidaknya amal kita oleh Allah Subhanahu wa Taala.

Marilah kita terus-menerus melatih diri untuk terampil menjaga niat. Semoga Allah Subhanahu wa Taala menerima amal sholeh kita dan membimbing kita dengan hidayah-Nya sehingga kita termasuk orang-orang yang ikhlas. Aamiin yaa Robbalaalamiin. [*]

© 2008 - 2018 inilahcom. All right reserved

https://m.inilah.com/news/detail/2495580/pentingnya-menjaga-niat

Mata yang tak Menangis di Hari Kiamat



Jumat, 12 Oktober 2018 | 08:00 WIB

Mata yang tak Menangis di Hari Kiamat

SEMUA kaum Muslim berkeyakinan bahwa dunia dan kehidupan ini akan berakhir. Akan datang suatu saat ketika manusia berkumpul di pengadilan Allah Swt.

Al-Quran menceritakan berkali-kali tentang peristiwa Hari Kiamat ini seperti disebutkan dalam surah Al-Ghasyiyah ayat 1-16. Dalam surah itu digambarkan bahwa tidak semua wajah ketakutan.

Ada wajah-wajah yang pada hari itu cerah ceria. Mereka merasa bahagia dikarenakan perilakunya di dunia. Dia ditempatkan pada surga yang tinggi. Itulah kelompok orang yang di Hari Kiamat memperoleh kebahagiaan.

Tentang wajah-wajah yang tampak ceria dan gembira di Hari Kiamat, Rasulullah pernah bersabda, "Semua mata akan menangis pada hari kiamat kecuali tiga hal. Pertama, mata yang menangis karena takut kepada Allah Swt. Kedua, mata yang dipalingkan dari apa-apa yang diharamkan Allah. Ketiga, mata yang tidak tidur karena mempertahankan agama Allah."

Mari kita melihat diri kita, apakah mata kita termasuk mata yang menangis di Hari Kiamat?

Dahulu, dalam suatu riwayat, ada seorang yang kerjanya hanya mengejar-ngejar hawa nafsu, bergumul dan berkelana di teinpat-tempat maksiat, dan pulang larut malam. Dari tempat itu, dia pulang dalam keadaan sempoyongan.

Di tengah jalan, di sebuah rumah, lelaki itu mendengar sayup-sayup seseorang membaca Al-Quran. Ayat yang dibaca itu berbunyi: "Belum datangkah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka, lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang yang fasik (Qs 57: 16).

Sepulangnya dia di rumah, sebelum tidur, lelaki itu mengulangi lagi bacaan itu di dalam hatinya. Kemudian tanpa terasa air mata mengalir di pipinya. Si pemuda merasakan ketakutan yang luar biasa. Bergetar hatinya di hadapan Allah karena perbuatan maksiat yang pemah dia lakukan. Kemudian ia mengubah cara hidupnya. Ia mengisi hidupnya dengan mencari ilmu, beramal mulia dan beribadah kepada Allah Swt., sehingga di abad kesebelas Hijri dia menjadi seorang ulama besar, seorang bintang di dunia tasawuf.

Orang ini bernama Fudhail bin Iyadh. Dia kembali ke jalan yang benar kerena mengalirkan air mata penyesalan atas kesalahannya di masa lalu lantaran takut kepada Allah Swt. Berbahagialah orang-orang yang pernah bersalah dalam hidupnya kemudian menyesali kesalahannya dengan cara membasahi matanya dengan air mata penyesalan. Mata seperti itu insya Allah termasuk mata yang tidak menangis di Hari Kiamat.

Kedua, mata yang dipalingkan dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Seperti telah kita ketahui bahwa Rasulullah pernah bercerita tentang orang-orang yang akan dilindungi di Hari Kiamat ketika orang-orang lain tidak mendapatkan perlindungan. Dari ketujah orang itu salah satu di antaranya adalah seseorang yang diajak melakukan maksiat oleh perempuan, tetapi dia menolak ajakan itu dengan mengatakan, "Aku takut kepada Allah".

Nabi Yusuf as. mewakili kisah ini. Ketika dia menolak ajakan kemaksiatan majikannya. Mata beliau termasuk mata yang tidak akan menangis di Hari Kiamat, lantaran matanya dipalingkan dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah Swt.

Kemudian mata yang ketiga adalah mata yang tidak tidur karena membela agama Allah. Seperti mata pejuang Islam yang selalu mempertahahkan keutuhan agamanya, dan menegakkan tonggak Islam. Itulah tiga pasang mata yang tidak akan menangis di Hari Kiamat, yang dilukiskan oleh Al-Quran sebagai wajah-wajah yang berbahagia di Hari Kiamat nanti. []

Dari Renungan-Renungan Sufistik: Membuka Tirai Kegaiban, Bandung, Mizan, 1995, h. 165-167

© 2008 - 2018 inilahcom. All right reserved

Tanda Kiamat: Istri Bantu Suami Bekerja

Rabu, 05 Desember 2018 | 10:00 WIB

Tanda Kiamat: Istri Bantu Suami Bekerja

KITA tahu bahwa tugas seorang istri lebih banyak di rumah. Ia memiliki kewajiban mematuhi perintah suami dan memberikan layanan yang baik terhadap anggota keluarga. Termasuk dalam hal mendidik anak-anaknya agar menjadi anak-anak yang saleh.

Meski begitu, tak menutup kemungkinan bahwa seorang istri pun mampu untuk berkarya. Ia pun bisa mengekspresikan diri di luar rumah, dengan syarat memiliki izin dari suami. Selain itu, ia pun harus bisa menjaga diri dan kehormatannya. Tidak menimbulkan mudarat bagi orang yang melihatnya.

Tak semua perempuan menyadari akan syarat tersebut. Saking bebasnya perempuan keluar rumah, maka, banyak pula yang merasa bebas dalam hal apapun termasuk berpakaian. Selain itu, dalam hal perniagaan pun tak sedikit perempuan yang ikut andil di dalamnya. Tahukah Anda pertanda apa ini? Ya, inilah tanda-tanda akhir zaman.

Tanda mengenai maraknya perniagaan, keikutsertaan istri dalam berniaga dan monopoli pasar oleh segelintir orang sudah muncul dan menyebar. Karena semakin mudahnya melakukan bisnis dan perdagangan, sampai-sampai seorang istri pun ikut terlibat dalam pengelolaannya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

Sesungguhnya, menjelang kedatangan hari kiamat nanti, akan muncul tanda-tanda: pengucapan salam kepada orang tertentu, maraknya perniagaan, bahkan seorang istri sampai membantu suaminya dalam berniaga, terputusnya tali silaturahmi, kesaksian palsu merajalela, kesaksian yang benar disembunyikan dan menyebarnya buah pena (tulisan), (HR. Ahmad. Syaikh Syuaib al-Arnauth menilai hadis ini sebagai hadis hasan. Hadis ini diriwayatkan dari beberapa jalur periwayatan).

Amr ibn Taghlab RA menuturkan, bahwa Rasulullah bersabda:

Sesungguhya di antara tanda-tanda hari kiamat adalah kian melimpahnya harta, menjamurnya perniagaan, merebaknya kebodohan, orang yang melakukan jual-beli akan mengatakan, Aku tidak mau bertransaksi denganmu sampai aku bertanya terlebih dahulu kepada pedagang dari Bani Fulan, dan ketika mencari seorang juru tulis di sebuah daerah, ia tak dapat menemukannya, (HR. Nasai. Al-Albani dalam kitab ash-Shahihah mengkategorikan hadis ini ke dalam hadis shahih. Permulaan hadis ini tercantum dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim).

Sabda Nabi yang berbunyi:

Orang yang melakukan jual-beli akan mengatakan, Aku tidak mau bertransaksi denganmu sampai aku bertanya terlebih dahulu kepada pedagang dari Bani Fulan, dan ketika mencari seorang juru tulis di sebuah daerah, ia tak dapat menemukannya, menunjuk kepada para pedagang besar sebagai pemilik modal, atau agen-agen ekspor-impor satu perusahaan sebagai penguasa pasar.

Mereka monopoli pasar dan mengendalikan harga. Akibatnya, para pedagang kecil tidak dapat mengelola bisnis kecuali setelah mendapat izin dari mereka, atau diminta untuk bekerjasama dengan pedagang lain yang sudah ditentukan.

Kemudian, sabda beliau yang berbunyi,

Dan ketika ia mencari seorang juru tulis di sebuah daerah, ia tak dapat menemukannya, dikuatkan oleh beberapa riwayat lain yang menjelaskan tentang akan menyebarnya tulisan. Dari hadis ini dapat ditafsirkan pula bahwa menjelang hari kiamat, alat tulis canggih, seperti komputer, telepon genggam, alat pengubah suara menjadi tulisan dan lain sebagainya akan menyebar luas. Sehingga, dengan adanya semua itu akan muncul satu generasi yang tidak bisa menulis dengan tangan, atau tidak mahir dalam menulis.

Bisa juga dimaksud dengan kata juru tulis dalam hadis tersebut adalah juru tulis yang mencatat akad jual-beli, menguasai hukum-hukum dagang, yang bersedia secara sukarela mencatat semua akad perdagangan tanpa dibayar. [Kiamat Sudah Dekat?/Dr. Muhammad Al-Areifi]

© 2008 - 2018 inilahcom. All right reserved

Tanda Tanda Husnul Khotimah

Tanda-tanda Husnul Khotimah

I.    DEFINISI.

Husnul Khatimah : Menetapinya seorang hamba sebelum matinya karena menghindari kemarahan Allah Ta'ala. Taubat dari dosa dan maksiat, mengamalkan ketaatan dan perbuatan baik, kemudian setelah itu matinya dalam keadaan baik.[1]

Ia adalah akhir kehidupan yang baik, yaitu suatu akhir kehidupan yang selalu diharapkan manusia sebelum menghadap Allah SWT. Manusia yang meninggal dalam keadaan husnul khatimah menunjukkan sebagai cermin akan memperoleh kebahagiaan di alam akhirat.[2]

II.   MASYRU'IYAH.

Sesungguhnya Allah sudah mengingatkan seluruh kaum mukminin di dalam kitabNya akan pentingnya husnul khatimah (akhir yang baik).
Allah SWT berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْـتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim."
(QS. Ali 'Imran 3: Ayat 102)

وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتّٰى يَأْتِيَكَ الْيَـقِيْنُ

"Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu keyakinan (ajal)." (Al Hijr : 99)

Maka perintah untuk bertaqwa dan beribadah berlaku terus sampai mati agar meraih husnul khatimah. Rasulullah nmenerangkan bahwa ada sebagian manusia melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan dalam usianya yang panjang, namun sesaat sebelum kematiannya dia melakukan perbuatan-perbuatan dosa dan maksiat yang menyebabkan umurnya diakhiri dengan su'ul khatimah, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Dalam hadits lain Rasulullah n bersabda :

لا يموتن أحدكم إلا وهو يحسن الظن بالله عز وجل. رواه مسلم.

"Janganlah seseorang di antara kalian mati kecuali dalam keadaan berprasangka baik kepada Allah." HR. Muslim.[3]

III. PEDIHNYA MATI.

أخرج ابن ابي الدنيابسند رجاله ثقات عن الحسن أن رسول الله n ذكر ألم الموت وغصته فقال : هو قدر ثلاثمائة ضربة بالسيف.

Rasulullah n menyebutkan sakitnya mati dan pedihnya bersabda, "Rasanya sekitar tiga ratus sabetan pedang."

Ali bin Abi Thalib berkata, "Demi Dzat yang jiwaku di TanganNya, sungguh sabetan seribu pedang adalah lebih ringan daripada seorang yang mati di atas tempat tidurnya." Dan masih banyak ungkapan yang semisal dengannya.

واخرج أحمد عن ابن عباس قال : آخر شدة يلقاها المؤمن الموت.

Diriwayatkan Oleh Imam Ahmad dari Ibnu Abbas berkata, "Sakit yang paling keras yang akan dirasakan oleh setiap mukmin adalah kematian." [4]

Berbeda dengan orang yang mati di medan perang. Kematian mereka hanya terasa seperti dicubit dan mereka tidak disiksa di dalam kubur mereka. Rasulullah nbersabda :

ما بجد الشهيد من مس القتل إلا كما يجد أحدكم من مس القرضة.

"orang yang mati syahid tiada merasakan sentuhan kematian melainkan hanya seperti salah seorang di antara kalian merasakan dicubit." HR. At Tirmidzi, An Nasa'I, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban.[5]

Ada riwayat dari Ziyad An Numairi berkata :

قرأت في بعض الكتب إن الموت أشد على ملك الموت منه على جميع الخلق.

"Aku membaca sebagian dari kitab bahwa kematian lebih keras atas seluruh makhluk."[6]

IV.   TANDA-TANDA HUSNUL KHATIMAH.

Pembuat syari'at yang Maha Bijaksana telah memberikan tanda-tanda yang jelas yang menunjukkan husnul khatimah (akhir yang baik) sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Allah Ta'ala dengan limpahan karunia dan anugerahNya. Siapa pun orang yang meninggal dunia dengan memperlihatkan salah satu dari tanda-tanda tersebut maka kabar gembira baginya.

Tanda—tanda orang yang mendapatkan kabar gembira itu (husnul khatimah) :

Pertama : Mengucapkan syahadat pada saat meninggal dunia.

Yang demikian di dasarkan pada beberapa hadits :

عن معاذ –رضي الله عنه- قال : قال رسول الله n: من كان آخر كلامه من الدنيا لاإله إلا الله دخل الجنة. رواه أبو داود والحاكم.

"Barangsiapa yang ucapan terakhirnya kalimat : Lailaaha illalllah maka dia masuk Surga." HR. Al Hakim dan perawi lainnya.

ما من نفس تموت وهي تشهد أن لا إله إلا الله وأني رسول الله يرجع ذلك إلي قلب موقن، إلا غفر الله لها.

'Tidaklah satu jiwa meninggal dunia sedang dia bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan aku sebagai Rasul Allah. Dalam keadaan yang demikian itu dia kembali kepada hatinya yang benar-benar yakin, melainkan Allah akan memberikan ampunan kepadanya." HR. Ibnu Majah, Ahmad dan lain-lainnya.

Kedua : Mengalirnya keringat di dahi.

Yang demikian didasarkan pada hadits Buraidah bin Al Hashib.

لحديث بريدة بن الخصيب رضي الله عنه : أبه كان خراسان، فعاد أخا له وهو مريض، فوجده بالموت، وإذا هو بعرق جبينه فقال : الله أكبر، سمعت رسول الله n يقول : موت المؤمن بعرق الجبين. أخرجه أحمد والنساءي وغيرهما.

"Bahwasanya dia pernah berada di Khurasan, lalu dia menjenguk salah seorang saudaranya yang tengah sakit dan dia mendapatkannya telah meninggal dunia. Ternyata dia mendapatkannya keluar keringat di dahinya. Maka dia berkata, "Allah Maha Besar, aku pernah mendengar Rasulullah bersabda, "Kematian orang Mukmin itu ditandai dengan keringat dahi." HR. Ahmad, An Nasa'i dan lainnya.

Ketiga : Meninggal dunia pada malam jum'at atau siang hari Jum'at.

Yang demikian didasarkan pada hadits :

لقوله n : ما من مسلم يموت يوم الجمعة، أو ليلة الجمعة، إلا وقاه الله فتنة القبر. أخرجه أحمد والترمذيز

"Tiadalah seorang Muslim meninggal pada hari Jum'at atau malam Jum'at melainkan Allah akan melindunginya dari fitnah kubur." HR. Ahmad, Al Fasawi dan At Tirmidzi.

Keempat : Mati syahid di medan perang.
Allah SWT berfirman:

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اَمْوَاتًا  ۗ  بَلْ اَحْيَآءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُوْنَ
فَرِحِيْنَ بِمَاۤ اٰتٰٮهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ  ۙ  وَيَسْتَبْشِرُوْنَ بِالَّذِيْنَ لَمْ يَلْحَقُوْا بِهِمْ مِّنْ خَلْفِهِمْ ۙ  اَ لَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
يَسْتَبْشِرُوْنَ بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ وَفَضْلٍ ۗ  وَاَنَّ اللّٰهَ لَا يُضِيْعُ اَجْرَ الْمُؤْمِنِيْنَ
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bergirang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman." (Ali Imran : 169-171)

Mengenai hal ini terdapat beberapa hadits di antaranya :

للشهيد هند الله ست خصال : يغفر له في أول دفعه من دمه، ويري مقعده من الجنة، ويجار كم عذاب القبر، ويأمن فزع الأكبر، ويحلي حلية الإيمان، ويزوج من الحور العين، ويشفع في سبعين إنسانا من أقاربه. أخرجه الترمذي وابن ماجه وأحمد وإسناده صحيح.

"Di sisi Allah orang yang mati syahid itu mempunyai enam kriteria : Diberikan ampunan di awal kucuran darahnya, dia mengetahui tempat tinggalnya di Surga, dilindungi dari adzab kubur, diberi rasa aman dari peristiwa besar, dihiasi dengan perhiasan iman dan dinikahkan dengan bidadari serta diberi kesempatan memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kerabatnya." HR. At Tirmidzi dan dia menilainya shahih. Ibnu Majah dan Ahmad.

عن رجل من أصحاب النبي : أن رجلا قال : يا رسول الله ما بال المؤمنون يفتنون في قبورهم إلا الشهيد؟ قال n : كفي ببارقة السيوف علي رأسه فتنة. رواه النساءي وسنده صحيج.

Dari seorang sahabat Nabi bahwasanya ada seseorang berkata, "Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin orang-orang Mukmin itu mendapatkan fitnah di dalam kubur mereka kecuali orang yang mati syahid?" Beliau bersabda, "Cukuplah kilatan pedang di atas kepalanya sebagai fitnah." HR. An Nasa'i dengan sanad shahih.

Kelima : Mati ketika dalam berperang di jalan Allah.

Dalam hal ini di dasari pada hadits :

قال رسول الله n : ما تعدون الشهيد قيكم؟ قالوا : يا رسول الله من قاتل في سبيل الله فهو شهيد. قال : إن شهيد في أمتي إذا لقليل، قالوا : فمن هم يا رسول الله؟ قال: من قتل في سبيل الله فهو شهيد، ومن مات في سبيل الله فهو شهيد، ومن مات في الطاعون فهو شهيد، ومن مات في البطن فهو شهيد، والغريق شهيد. أخرجه مسلم وأحمد عن أبي هريرة.

"Apa yang kalian kategorikan sebagai orang yang mati syahid di antara kalian?" mereka menjawab, "Wahai Rasulullah, barangsiapa terbunuh di jalan Allah maka dia mati syahid." Beliau bersabda, " Sesungguhnya jika demikian itu, maka hanya sedikit sekali para syuhada' di antara umatku." Mereka berkata, "Jika demikian lalu siapakah meraka itu, wahai Rasulullah ?" Beliau menjawab, "Barangsiapa terbunuh di jalan Allah, maka dia itu mati syahid. Barangsiapa meninggal dunia di jalan Allah maka dia adalah mati syahid. Dan barangsiapa meninggal dunia karena sakit tha'un (penyakit pes) maka dia itu mati syahid. Dan barangsiapa meninggal dunia karena sakit perut, maka dia itu mati syahid. Dan orang yang tenggelam pun juga mati syahid." HR. Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah.

Keenam : Mati karena terserang penyakit Tha'un.

Mengenai hal ini terdapat beberapa hadits :

عن حفصة بنت سرين : قال لي أنس بن مالك : بم مات يحيى بن أبي عمرة ؟ قلت : بالطاعون، فقال : قال رسول الله n : الطاعون شهادة لكل مسلم. أخرجه البخاري، والطيالسي وأحمد.

Dari Hafshah binti Sirin dia bercerita, "Anas bin Malik pernah berkata kepadaku, "Disebabkan oleh apa Yahya bin Abi Amrah meninggal dunia?" kukatakan : "Disebabkan oleh penyakit tha'un." Maka dia berkata, Rasulullah n bersabda, "Penyakit tha'un sebagai penyebab kematian syahid bagi setiap Muslim.

Dari 'Aisyah bahwasanya dia pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai penyakit tha'un, maka Nabi nmemberitahukan, "Sesungguhnya ia merupakan adzab yang dikirimkan Allah kepada siapa yang dikehendakiNya, lalu Dia menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang Mukmin. Tidaklah seorang hamba terserang penakit tha'un, lalu dia tetap tinggal di negerinya dengan penuh kesabaran seraya mengetahui bahwa dia tidak akan terjangkit penyakit tha'un itu melainkan telah ditetapkan oleh Allah baginya, melainkan bagiya pahala seperti pahala orang yang mati syahid." HR. Bukhari dan Al Baihaqi dan Ahmad.

Ketujuh : Mati yang disebabkan oleh sakit perut.

Mengenai hal ini ada dua hadits :

...ومن مات في البطن فهو شهيد. رواه مسلم وغيره.

"… Dan barangsiapa meninggal dunia karena sakit perut, maka dia mati syahid." HR. Muslim dan lainnya.

Dan dari Abdullah bin Yasar dia berkata, "Aku pernah duduk-duduk bersama Sulaiman bin Shurad dan Khalid bin Urfuthah. Lalu mereka menceritakan bahwasanya ada seseorang yang meninggal dunia. Orang itu meninggal karena sakit perut. Ternyata keduanya pun ingin menyaksikan jenazahnya, maka salah satu dari keduanya berkata kepada yang lainnya, "Bukankah Rasulullah n telah bersabda.

من يقتل بطنه فلن يعذب في قبره.؟

"Barangsiapa meninggal dunia karena sakit perutnya, maka dia tidak akan diadzab di dalam kuburnya"? Yang lainnya menjawab, "Benar." Dan dalam sebuah riwayat disebutkan, "Engkau benar". HR. An Nasa'i, At Tirmidzi dan dia menilainya hasan.

Kedelapan dan kesembilan : Mati karena tenggelam dan tertimpa reruntuhan.

Dua point di atas didasarkan pada sabda Rasulullah n :

الشهداء خمسة : المطعون، والمبطون والغرق، وصاحب الهدم، والشهيد في سبيل الله.

"Para syuhada' itu lima kelompok : Orang yang terserang penyakit tha'un, orang yang sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang tertimpa reruntuhan danorang yang mati syahid di jalan Allah." HR. Al Bukhari, Muslim, At Tirmidzi dan Ahmad dari Abu Hurairah.

Kesepuluh : Seorang wanita yang meninggal dunia semasa menjalani masa nifasnya atau disebabkan oleh melahirkan.

Bahwa Rasulullah n pernah menjenguk Abdullah bin Rawahah. Dia bercerita, "Dia tidak lagi bisa beranjak dari tempata tidurnya, maka beliau bertanya, "Tahukah kalian siapakah para suhada' di kalangan umatku?" mereka menjawab, "Orang Muslim yang terbunuh sebagai syahid." Beliau bersabda, "Jika demikian, syuhada' umatku itu sangat sedikit sekali."

قتل المسلم شهادة، والطاعون شهادة، والمرأة يقتلها ولدها جمعاء شهادة، (يجرها ولدها بسرره إلي الجنة).

"Terbunuhnya seorang Muslim itu adalah syahid, orang yang terserang penyakit pun syahid dan wanita yang meninggal dunia karena anaknya dengan anaknya masih di dalam perutnya juga syahid (dimana anaknya itu menarik ibunya dengan plasentanya menuju ke Surga)." HR. Ahmad, Ad Darimi dan Ath Thayalisi dan sanadnya shahih.

Kesebelas dan keduabelas : Mati terbakar dan terkena penyakit tumor.

Mengenai hal ini terdapat hadits :

عن جابر بن عتيك مرفوعا : الشهداء سبعة سوي القتل في سبيل الله : المطعون شهيد، والغرق شهيد، وصاحب ذات الجنب شهيد، والمبطون شهيد، والحرق شهيد، والذي يموت تحت الهدم شهيد، والمرأة تموت بجمع شهيدة. أخرجه مالك وأبو داود والنساءي وابن ماجه وابن حبان والحاكم وأحمد.

"Para syuhada' itu ada tujuh kelompok selain yang terbunuh di jalan Allah, yaitu : orang yang mati terserang penyakit tha'un adalah syahid, orang yang mati tenggwlam juga syahid, orang yang terserang tumor juga syahid, orang yang sekit perut pun syahid, orang yang terbakar juga syahid dan orang yang meninggal dunia karena tertimpa reruntuhan pun syahid dan seorang wanita yang meninggal dunia yang sedang mengandung juga syahid." HR. Malik, Abu Dawud, An Nasa'I dan lainnya. Al Hakim berkata, "Bersanad shahih." Dan disepakati oleh Adz Dzahabi.

Ketigabelas : Mati karena terjangkit penyakit Tuberculosis (TBC).

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi n :

القتل في سبيل الله شهادة، والنفساء شهادة، والحرق شهادة، والغرق شهادة، والسل شهادة، والبطن شهادة.

"Terbunuh di jalan Allah adalah syahid, wanita yang mati semasa nifas juga syahid, orang yang mati terbakar pun syahid, orang yang mati tenggelam juga syahid, orang yang mati karena penyakit TBC juga syahid dan orang yang meninggal karena sakit perut juga syahid." HR. Ath Thabrani dalam Al Ausath dari Sulaiman yang di dalamnya terdapat Mandal bin Ali yang mengenai dirinya masih terdapat komentar cukup banyak dan dia juga tsiqah. Al Albani mengatakan, "Hadits ini diperkuat oleh hadits Rasyid bin Hubaisy.

Keempatbelas : Mati karena mempertahankan harta yang akan dirampas.

من قتل دون ماله (وفي رواية : من أريد ماله بغير حق فقاتل، فقتل) فهو شهيد. أخرجه البخاري ومسلم وغيرهما.

"Barangsiapa meninggal dunia karena mempertahankan hartanya (dalam sebuah riwayat : "Barang siapa yang hartanya diambil dengaj jalan tidak benar lalu dia menyerang dan kemudian terbunuh) maka dia syahid. HR. Bukhari, Muslim dan lainnya.

Dari Abu Hurairah dia bercerita, "Ada seseorang yang datang kepada Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika ada seseorang yang datang dan ingin mengambil hartaku?" Beliau n menjawab, "Jangan engkau memberinya." "Bagaimana menurutmu jika dia menyerangku?" tanyanya. Beliau menjawab, "Serang balik dia!" lebih lanjut dia bertanya, "Dan bagaimana menurutmu jika dia membunuhku?" Maka beliau menjawab, "Berarti kamu syahid." Dia bertanya lagi, "Bagaimana menurut pendapatmu jika aku membunuhnya?" Beliau menjawab, "Orang itu akan masuk Neraka." HR. Muslim, An Nasa'i dan Ahmad.

Kelimabelas dan keenambelas : Mati dalam mempertahankan agama dan jiwa raga.

Mengenai hal ini terdapat dua hadits :

من قتل دون ماله فهو شهيد، ومن قتل دون أهله فهو شهيد، ومن قتل دون دينه فهو شهيد، ومن قتل دون دمه فهو شهيد.

"Barangsiapa terbunuh karena mempertahankan hartanya maka dia syahid. Dan barangsiapa terbunuh karena mempertahankan keluarganya maka dia syahid. Dan barangsiapa terbunuh karena mempertahankan agamanya maka dia syahid. Dan barangsiapa terbunuh karena mempertahankan darahnya maka dia syahid." HR. Abu Dawud, An Nasa'I, dan At Tirmidzi dan dia menilai hadits ini shahih.

من قتل دون مظلمته فهو شهيد.

"Barangsiapa terbunuh karena menuntut atas kedzaliman yang dilakukan kepadanya maka dia mati syahid." HR. An Nasa'i dan Ahmad.

Ketujuhbelas : Mati karena berjaga di tapal batas (ribath) di jalan Allah.

Mengenai hal ini terdapat hadits :

رباط يوم وليلة خير من صيام شهر وقيامه، وإن مات جري عليه عمله الذي كان يعمله، وأجري عليه رزقه، وأمن الفتان.

"Berjaga di tapal batas satu hari satu malam lebih baik daripada puasa satu bulan dengan qiyamullailnya. Jika dia meninggal dunia, maka (pahala) amal yang pernah dikerjakannya itu akan terus mengalir kepadanya, rizkinya pun akan terus mengalir dan dia akan dilindungi dari fitnah." HR. Muslim, An Nasa'I, At Tirmidzi dan lainnya.

كل ميت يختم علي عمله إلا الذي مات مرابطا في سبيل الله، فإني ينمّي له عمله إلي يوم القيامة، ويأمن فتنة القبر.

"Setiap orang yang mati akan disudahi amalnya kecuali yang mati dalam keadaan berjaga di tapal batas di jalan Allah, dimana amalnya akan terus dikembangkan sampai hari Kiamat kelak dan dia akan dilindungi dari fitnah kubur." HR. Abu Dawud, At Tirmidzi dan dia menilai hadits ini shahih dan rawi lainnya.

Kedelapanbelas : Mati dalam keadaan berbuat amal shalih.

Yang demikian didasarkan pada hadits :

من قال لا إله إلا الله ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة، ومن صام يوما ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة، ومن تصدق بصدقة ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة.

"Barangsiapa mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dalam rangka mencari keridhaan Allah maka hidupnya diakhiri dengan kalimat itu dan dia akan masuk Surga. Dan barangsiapa berpuasa satu hari karena mencari keridhaan Allah, maka ia dijadikan sebagai penutupnya bagi hidupnya, dia akan masuk Surga. Dan barangsiapa menyedekahkan suatu sedekahan karena mencari keridhaan Allah, maka sedekah itu dijadikan sebagai penutup hidupnya, dia akan masuk Surga." HR. Ahmad dari Hudzaifah.[7]

Meninggal dalam ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Seperti meniggal dalam keadaan shalat, puasa, haji, berjihad atau berdakwah kepada Allah.

عن أنس أن النبي قال : إذا أراد الله بعبد خيرا استعمله؟ قيل كيف يستعمله؟ قال : يوفقه بعمل صالح قبل الموت. أخرجه الترمذي والحاكم.

"Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, Dia akan mengendalikannya." Dikatakan, "Bagaimana mengendalikannya?" Beliau bersabda, "Dia akan selalu beramal shalih sebelum matinya." HR. At Tirmidzi dan Al Hakim.

Kesembilanbelas : Seluruh kaum Muslimin memujinya dengan kebaikan.

Hadits dari Anas berkata, "Ketika lewat jenazah di depan orang-orang dan mereka memujinya dengan kebaikannya maka Rasulullah n bersabda, "Pasti." Kemudian lewat jenazah lainnya dan mereka membicarakan keburukannya maka Rasulullahn bersabda, "Pasti." Maka Umar bin Khaththab bertanya, "Apa yang dimaksud dengan pasti?" Beliau n bersabda, "Barangsiapa yang engkau berikan pujian kebaikan maka wajib baginya Surga. Dan barangsiapa yang engkau sebut keburukannya maka wajib baginya Neraka. Sedang kalian sebagai saksi Allah di muka bumi, Sedang kalian sebagai saksi Allah di muka bumi, Sedang kalian sebagai saksi Allah di muka bumi. Muttafaq 'alaihi.

Keduapuluh : Sebagian tanda-tanda yang dilihat sewaktu meninggalnya.

a.  Tersenyum di wajahnya.

b.  Mengangkat jari telunjuk.

c.  Bau harum, bersinar pada wajahnya dan bahagia dengan kabar baik yang disampaikan oleh Malaikat yang terpancar di wajahnya.[8]

V.    SEKILAS TENTANG SYAHID.

Para Fuqaha membagi syahid menjadi tiga macam, secara terperinci dalam madzhab-madzhab, namun secara umum adalah sebagai berikut :

a.  Syahid dunia dan akhirat : yakni orang yang terbunuh dengan sebab memerangi orang-orang kafir, meninggikan kalimat Allah tanpa disertai kenifakan, riya' ataupun ghulul dari harta ghanimah. Inilah dia syahid yang sempurna dan merupakan bentuk syahadah yang paling utama dan orangnya mendapatkan pahala yang paling besar.

b.  Syahid dunia saja : Yakni orang yang berperang dan terbunuh karena mencari ghanimah, karena riya' atau karena kenifakan. Seperti ini tidak mendapatkan pahala, namun tetap diperlakukan atasnya hukum-hukum yang lahir. Kedua golongan syuhada' ini diberlakukan atas mereka hukum-hukum orang syahid :

Menurut madzhab Hanafi : Tidak dimandikan, tidak dikafani dan dishalatkan jenazahnya.

Menurut madzhab Hanbali : Tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak dishalatkan jenazahnya.

Menurut madzhab Maliki : Tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak dishalatkan jenazahnya.

Menurut madzhab Syafi'I : Tidak dimandikan, tidak dikafani dan tidak dishalatkan jenazahnya.

c.  Syahid akhirat saja : Yakni orang yang mati karena keruntuhan sesuatu, tenggelam atau karena hal yang semisalnya sebagaimana telah dinyatakan dalam hadits-hadits nabi. Syahid yang seperti ini dimandikan, dikafani dan dishalati jenazahnya.[9]

Syaikh Al Albani berkata, "Tidak disyari'atkan untuk memandikan orang yang mati syahid, korban perang, sekalipun ada kesepakatan yang menyebutkan bahwa orang tersebut dalam keadaan junub." Mengenai hal tersebut terdapat beberapa hadits, di antaranya :

"Kuburkanlah mereka itu dalam keadaan (berlumuran) darah mereka –yakni, pada perang Uhud-." Dan beliau pun tidak memandikan mereka." HR. Bukhari. (Dan dalam sebuah riwayat disebutkan), lalu beliau bersabda, "Aku yang menjadi saksi atas orang-orang itu, kafanilah mereka dalam keadaan (berlumuran) darah. Sebab, sesungguhnya tidak ada seorang yang terluka (karena Allah) melainkan akan datang pada hari kiamat sedang lukanya mengeluarkan darah, warnanya warna darah dan baunya bau minyak kesturi." HR. Abu Dawud, An Nasa'I dan At Tirmidzi.

Terdapat riwayat lain di dalam kitab Al Musnad (III/296) dari riwayat Ibnu Jabir dengan status marfu' dengan lafadz :

لا تغسلوهم، فإن كل جريح يفوح مسكا يوم القيامة، ولم يصل عليهم.

"Janganlah kalian memandikan mereka, karena setiap luka akan mengeluarkan bau minyak kesturi pada hari Kiamat kelak. Dan hendaklah tidak menshalatkan mereka."[10]

Peringatan : Al Bukhari membuat bab tersendiri di dalam kitab Shahihnya (IV/89) bab : "Laa Yaquulu Fulan Syahid" (Bab : Tidak boleh mengatakan si fulan syahid). Dan hal tersebut termasuk yang diremehkan oleh banyak orang, dimana mereka seringkali mengatakan, "Asy Syahiid fulan… asy syahid fulan.."

Mati syahid ini dapat diharapkan bagi orang yang memintanya dengan hati yang tulus sekalipun tidak mudah baginya untuk mendapatkan kesempatan mati syahid di medan perang. Yang demikian ini didasarkan pada sabda Rasulullah :

من سأل الله الشهادة بصدق، بلغه الله منازل اللشهداء وإن مات علي فراشه.

"Barangsiapa meminta mati syahid dengan kejujuran, niscaya Allah akan mengantarnya sampai pada kedudukan para syuhada', sekalipun dia mati di atas tempat tidurnya." HR. Muslim dan Al Baihaqi dari Abu Hurairah.[11]

Tanggapan dari ustadz PKS : Al-Bukhari telah membuat satu bab khusus di dalam kitab shahihnya tentang tidak boleh mengatakan si fulan syahid kecuali ada wahyu. Demikian zhahir haditsnya, namun membaca sebuah hadits begitu saja tanpa membaca syarahnya seakan kita menafsirkan dengan wahyu.

Kitab yang secara syah dijadikan penjelas dari shahih Bukhari diantaranya adalah Fathul Bari. Tentang hadits yang ada di dalam bab ini, pensyarah Fathul Bari menyebutkan bahwa kita memang tidak mengatakan bahwa setiap orang yang mati di jalan Allah SWT sebagai syahid. Sebab masih mungkin terjadi hal yang hakikatnya berbeda.

Namun demikian, kita boleh menetapkan hukum orang itu sebagai syahid secara zhahirnya. Landasannya adalah apa yang dilakukan oleh para salaf kita terdahulu. Mereka tetap menyebut orang-orang yang wafat di Badar, Uhud dan peperangan lainnya sebagai syahid. Sebab semua ini terkait dengan hukum zhahir yang bisa kita lakukan yang ditegakkan di atas zhan yang ghalib.

Maka orang yang secara zhahir wafat di jalan Allah SWT, kita perlakukan sebagaimana zahirnya. Sebab kalau tidak, maka semua orang yang mati syahid di dunia ini harus dimandikan dan dikafani. Sebab belum tentu dia mati syahid dan mungkin saja mati bunuh diri seperti kisah yang dijelaskan di dalam hadits bab ini.

Tetapi buat kita, yang Allah SWT perintahkan adalah memberi hukum sesuai dengan zhahirnya. Dan menyebut seseorang sebagai syahid lebih sederhana dari pada tidak memandikan dan tidak mengkafani. Padahal syariat telah menentukan bahwa orang yang mati syahid tidak perlu dimandikan dan dikafani.

Bahwa Bukhari membuat judul demikian, jelas ini adalah masalah khilaf. Sebab kita tahu persis bagaimana ulama salah ketika menyebutkan tarjamah para shahabat terutama yang wafat di peperangan, tetap disebut dengan istilah Mata Syahidan yang maknanya adalah beliau mati syahid. Sebutan seperti ini tidak datang dari zaman khalaf, tetapi dari para salaf. Tentu ini adalah hukum zhahir sebagaimana kaidah Nahkumu bizhzhawahir wallahu watallas-sarair[12]

Syaikh Utsaimin berkata, "Jawaban atas hal itu adalah bahwa seseorang dikatakan syahid itu dengan dua sisi yaitu:

Pertama : Hendaknya terikat dengan suatu sifat, seperti: Dikatakan bahwa setiap orang yang dibunuh fisabillah adalah syahid, orang yang dibunuh karena membela hartanya adalah syahid, orang yang mati karena penyakit thaun adalah syahid dan yang semacamnya. Ini adalah boleh sebagai mana yang terdapat dalam nash, dan karena kamu menyaksikan dengan apa yang dikhabarkan oleh Rasulullah n. Yang kami maksud boleh adalah tidak dilarang. Jika menyaksikan hal itu, maka wajiblah membenarkan khabar Rasulullah n.

Kedua : Menentukan syahid bagi seseorang, seperti kamu mengatakan kepada seseorang, dengan menta'yin bahwa dia syahid. Ini tidak boleh kecuali yang disaksikan oleh Nabi n atau umat sepakat atas kesyahidannya. Al-Bukhari dalam menerangkan hal ini ia berkata: Bab. Tidak Boleh Mengatakan Si Fulan Syahid. Ia berkata dalam Al-Fath Juz 6 halaman. 90, yaitu tidak memvonis syahid kecuali ada wahyu. Seakan dia mengisyaratkan hadits Umar, bahwa beliau berkhutbah. "Dalam peperangan, kalian mengatakan bahwa si fulan syahid, dan si fulan telah mati syahid. Mudah-mudahan perjalanannya tenang. Ketahuilah, janganlah kalian berkata demikian, akan tetapi katakanlah sebagaimana sabda Rasulullah n: Barangsiapa mati di jalan Allah atau terbunuh maka ia syahid". Ini adalah hadits hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Sa'id bin Manshur dan lainnya dari jalur Muhammad bin Sirrin dan Abi Al-A'jafa' dari Umar.

Karena persaksian terhadap suatu hal yang tidak bisa kecuali dengan ilmu, sedang syarat orang menjadi mati syahid adalah karena ia berperang untuk meninggikan kalimat Allah yang tinggi. Ini adalah niat batin yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya. Oleh karena itu Nabin bersabda sebagai isyarat akan hal itu.

"Artinya: Perumpamaan seorang mujahid di jalan Allah, dan Allah lebih tahu siapa yang berjihad di jalan-Nya...." [Bukhari: 2787]

Dan sabda beliau. "Artinya: Demi Dzat diriku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang terluka di jalan Allah kecuali datang dihari kiamat sedang lukanya mengalir darah, warnanya warna darah dan baunya bau Misk" [Hadits Riwayat Bukhari: 2803]

Akan tetapi orang yang secara dhahirnya baik, maka kami berharap dia syahid. Kami tidak bersaksi atas syahidnya dia dan juga tidak berburuk sangka kepadanya. Raja' (berharap) itu satu posisi di antara dua posisi (bersaksi dan buruk sangka), akan tetapi kita memperlakukannya di dunia dengan hukum-hukum syahid, jika ia terbunuh dalam jihad fi sabilillah. Ia dikubur dengan darah di bajunya tanpa menshalatinya. Dan untuk syuhada' yang lain, dimandikan, dikafani dan dishalati.

Karena, kalau kita bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid konsekwensinya adalah kita bersaksi bahwa ia masuk surga. Mereka tidak bersaksi atas seseorang dengan surga kecuali dengan sifat atau seseorang yang disaksikan oleh Rasul n. Dan sebagian yang lain berpendapat bahwa boleh kita bersaksi atas syahidnya seseorang yang umat sepakat memujinya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ttermasuk yang berpendapat seperti ini.

Dengan ini, maka menjadi jelas bahwa kita tidak boleh bersaksi atas orang tertentu bahwa ia mati syahid kecuali dengan nash atau kesepakatan. Akan tetapi bila dhahirnya baik maka kita berharap demikian sebagaimana keterangan diatas, dan cukuplah nasihat tentang ini, sedangkan ilmunya ada di sisi Sang Pencipta.[13]

VI.   SEBAB MENDAPATKAN HUSNUL KHATIMAH.

Yang paling penting adalah seorang selalu menetapkan dirinya pada ketaatan kepada Allah dan bertaqwa kepadaNya. Asas dari itu semua adalah merealisasikan Tauhid, menghindari perbuatan-perbuatan yang diharamkan, bersegera bertaubat dari perbuatan dosa yang mengotorinya, dan yang lebih besar adalah syirik baik besar maupun kecil. Firman Allah :

¨bÎ) ©!$# Ÿw ã�Ïÿøótƒ br& x8uŽô³ç„ ¾ÏmÎ/ã�Ïÿøótƒur $tB tbrߊ y7Ï9ºsŒ `yJÏ9 âä!$t±o„ 4 `tBurõ8ÎŽô³ç„ «!$$Î/ Ï‰s)sù #“uŽtIøù$# $¸JøOÎ) $¸JŠÏàtãÇÍÑÈ  

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah berbuat dosa yang besar."(AnNisaa' : 48)

Sebab lain adalah hendaknya seorang manusia berdo'a kepada Allah agar dimatikan dalam keadaan iman dan taqwa.

Sebab lain adalah hendaknya seorang muslin beramal dengan sungguh-sungguh dan kesungguhannya dalam memperbaiki yang nampak dan tersembunyi.[14]

Sepatutnya bagi seorang muslim untuk senantiasa mempersiapkan untuk menghadapi kematian yang datang dengan tiba-tiba, malam atau siang hari dan dalam keadaan tidur maupun terjaga. Oleh karena itu seorang muslim harus mempersiapkan bekal untuk menghadapi kematian dengan perkara-perkara sebagai berikut :

Pertama : Senantiasa beriman dengan kalimat Tauhid dan mengamalkan tuntutannya.

Kedua : Senantiasa menjaga shalat lima waktu secara berjamaah, diiringi dengan sunah rawatib, nawafil, qiyamullail, menjaga witir dan menjaga sunah-sunah yang lain.

Ketiga : Senantiasa membaca Kitabullah, mentadaburi dan mengamalkan isinya. Menjaga dalam membacanya pada malam dan siang hari serta mengkhatamkan sekali atau dua kali dalam sebulan.

Keempat : Membaca perjalanan Rasulullah dan mengikuti apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarangnya.

Kelima : Senantiasa bermajelis bersama orang-orang shalih dan mengambil manfaat darinya untuk memperbaiki agama dan dunianya sesuai yang telah disebutkan dalam Al Kitab dan As Sunnah.

Keenam : Bersemangat mendatangi majelis-majelis dzikir dan senantiasa mencarinya.

Ketujuh : Selalu menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar.

Kedelapan : Berinfaq di jalan Allah pada semua jalan kebaikan bagi siapa yang diberikan harta oleh Allah. Jika tidak memiliki harta, maka baginya sedekah dengan anggota badannya, karena setiap kalimat thayibah sedekah, senyum pada saudaranya adalah sedekah dan lainnya.[15]

Perlu di ketahui bahwa sesuatu yang nampak dari tanda-tanda ini atau yang terjadi pada mayit, tidak bisa dipastikan bahwa pelakunya adalah penghuni Surga, akan tetapi ia mendapatkan kabar gembira dengan itu. Sebagaimana jika tidak terjadi sesuatu pada si mayit, tidak menjadi hukum baginya karena ia bukan termasuk orang shalih atau yang semisalnya, semua itu adalah masalah ghaib, tetapi diharapkan bagi orang yang baik dan ditakutkan dari orang berdosa.[16]

VII. Meninggal dunia pada saat Gerhana.

Jika kematian seseorang bertepatan dengan gerhana matahari atau bulan, maka hal ini tidak menunjukkan sesuatu apapun. Sedangkan keyakinan yang menyebutkan bahwa hal tersebut menunjukkan keagungan orang yang meninggal, itu hanya salah satu bentuk khurafat Jahiliyah yang secara tegas disalahkan oleh Rasulullah. Pada hari wafat puteranya, Ibrahim, yang pada saat terjadi gerhana, maka beliau memberikan ceramah kepada orang-orang seraya menyampaikan pujian dan sanjungan kepada Allah, lalu bersabda, "Amma ba'du. Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kaum Jahiliyah dulu biasa mengatakan, "Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana kecuali karena kematian seorang yang agung". Dan sesungguhnya keduanya merupakan salah satu dari tanda-tanda kekuasaan Allah yang mengalami gerhana bukan karena kematian atau kehidupan seseorang. Tetapi dengannya Allah menakuti hamba-hambaNya. Oleh karena itu jika kalian melihat sesuatu darinya, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo'a dan memohon ampunan kepadaNya serta segera mengeluarkan sedekah, memerdekakan budak dan shalat di masjid-masjid sehingga gerhana berakhir."[17]

VIII.  BEBERAPA IBRAH.

Diriwayatkan dari Hasan berkata, "Dahulu di kota Mesir ini ada seorang pemuda ahli ibadah, ia keluar dari masjid, ketika ia meletakkan kakinya di atas sandalnya datanglah Malaikat Maut berkata kepadanya :

مرحبا لقد كنت إليك بالأشواق

"Marhaban sungguh aku datang kepadamu dengan perasaan senang" maka dicabutlah ruhnya."

Abu Nu'aim berkata :

والله لو كان الموت في مكان موضوعا لكنت أول من يسبق إليه.

"Demi Allah, seandainya kematian ditempat yang ditentukan (diketahui) pastilah aku orang yang pertama mendahuluinya."

Referensi :

1.    Kamus istilah agama Islam, N.A Baiquni dkk

2.    Husnul khatimah wasailuha wa alamatuha (terjemah), Dr. Abdullah Muhammad Al Mutlaq

3.    Syarhussudur, Imam As Suyuthi,

4.    Al Jihad Sabiluna, Abdul Baqi Ramdhun (terjemah)

5.    Ahkamul Janaaiz wa bid'uha, Syaikh Nashiruddin Al Albani

6.    Al Wijazah fi Tajhizil Janazah, Abdurrahman bin Abdullah Al Ghaits

7.    Al Jihad Sabiluna, Abdul Baqi Ramdhun (terjemah)

8.    Syariahonline.com.

9.    Majmu' Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab Aqidah, Pustaka Arafah]

10.   http://almanhaj.or.id

[1] Husnul Khatimah wa su'uha, Khalid bin Abdurrahman Asy Syayi', hlm. 5.

[2] Kamus istilah agama Islam, N.A Baiquni dkk, hlm. 166.

[3] Husnul khatimah wasailuha wa alamatuha (terjemah), Dr. Abdullah Muhammad Al Mutlaq, hlm. 8.

[4] Syarhussudur, Imam As Suyuthi, hlm. 34.

[5] Al Jihad Sabiluna, Abdul Baqi Ramdhun (terjemah), hlm. 255.

[6] Syarhussudur, Imam As Suyuthi, hlm. 35.

[7] Ahkamul Janaaiz wa bid'uha, Syaikh Nashiruddin Al Albani, hlm. 35-43.

[8] Al Wijazah fi Tajhizil Janazah, Abdurrahman bin Abdullah Al Ghaits, hlm. 48.

[9] Al Jihad Sabiluna, Abdul Baqi Ramdhun (terjemah), hlm.235.

[10] Selengkapnya di Ahkamul Janaaiz wa bid'uha, Syaikh Nashiruddin Al Albani, hlm. 54-56.

[11] Ahkamul Janaaiz wa bid'uha, Syaikh Nashiruddin Al Albani, hlm. 35-43.

[12] Syariahonline.com.

[13] [Disalin dari buku Majmu' Arkanil Islam, edisi Indonesia Majmu Fatawa Solusi Problematika Umat Islam Seputar Akidah dan Ibadah, Bab Aqidah, hal. 208-210 Pustaka Arafah] Sumber: http://almanhaj.or.id

[14] Husnul Khatimah wa su'uha, Khalid bin Abdurrahman Asy Syayi', hlm.10. Juga disebutkan di Husnul khatimah wasailuha wa alamatuha (terjemah), Dr. Abdullah Muhammad Al Mutlaq, hlm. 34.

[15] Al Wijazah fi Tajhizil Janazah, Abdurrahman bin Abdullah Al Ghaits, hlm. 40.

[16] Husnul Khatimah wa su'uha, Khalid bin Abdurrahman Asy Syayi', hlm.10.

[17] Ahkamul Janaaiz wa bid'uha, Syaikh Nashiruddin Al Albani, hlm. 46.

wallahu a'alam

Oleh : ena kusumawati mardia ningsih

(Mahasantri Ma'had Al-'Aly Lilbanat Hidayaturrahman, Pilang, Masaran, Sragen).

Aqidah dan Tauhid adalah Benteng Menghadang Komunisme dan Atheis

Aqidah dan Tauhid adalah Benteng Menghadang Komunisme dan Atheis

#Indonesia Bertauhid

Solusi utama Islam menghadapi dan membentengi umat dari komunisme dan atheis adalah mengajarkan kepada umat aqidah yang benar dan tauhid yang kokoh. Banyak juga solusi lainnya -alhamdulillah- , akan tetapi solusi utama yang perlu kita tekankan dan giatkan bersama adalah menanamkan aqidah yang benar dan kuat kepada umat.
Aqidah yang benar dan tauhid yang kokoh akan membuat seorang muslim tidak akan goyah imannya walaupun diterpa oleh berbagai syubhat pemikiran karena kagum atau terpengaruh dengan pemikiran serta “keberhasilan dunia” mereka. Tidak goyah juga imannya hanya karena urusan harta, jabatan dan kepentingan politik dan ekonomi. Karena muslim yang beraqidah dan bertauhid yakin dan kuat dalam hatinya, konsep Islam yang paling benar dan sesuai dengan kehidupan manusia. 
Perlu diketahui  bahwa ajaran komunis/atheis lebih parah dari keyakinan orang kafir jahiliyah.

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah menjelaskan,
وقد اعترف كفار الجاهلية بوجود الرب، بخلاف الشيوعيين ، وقد انكروا وجود الرب، فكانوا اشد كفرا من كفار الجاهلية
“Orang-orang kafir jahiliyyah masih mengakui keberadaan Rabb/Tuhan. Berbeda dengan orang-orang komunis/atheis, mereka mengingkari keberadaan Rabb/Tuhan. Mereka lebih kufur  daripada orang-orang kafir jahiliyyah.”[1]

Solusinya sebenarnya cukup “mudah” bagi mereka yang paham agama dan masih mempunyai fitrah asal serta akal sehat. Semua manusia fitrah asalnya mengakui Islam dan Rabb yang Maha Esa. Ini adalah pelajaran aqidah yang sangat dasar sekali yaitu rukun Iman, beriman kepada Allah.
Fitrah manusia membenarkan adanya Rabb dan manusia adalah hamba. Nabi shallallahu ‘laihi wa sallam bersabda,
ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﻣَﻮْﻟُﻮﺩٍ ﺇِﻻَّ ﻭَﻳُﻮﻟَﺪُ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮَﺓِ ﻓَﺄَﺑَﻮَﺍﻩُ ﻳُﻬَﻮِّﺩَﺍﻧِﻪِ ﺃَﻭْ ﻳُﻨَﺼِّﺮَﺍﻧِﻪِ ﺃَﻭْ ﻳُﻤَﺠِّﺴَﺎﻧِﻪِ
“Tiada anak yang lahir melainkan dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (penyembah api).”[2]
Dalam ayat Al-Quran sangat banyak Allah berfirman, bahwa Allah menciptakan alam semesta dan menciptakan manusia. Tidak ada yang kebetulan ataupun jadi dengan sendirinya.
Allah berfirman,
ﺃَﻡۡ ﺧُﻠِﻘُﻮﺍْ ﻣِﻦۡ ﻏَﻴۡﺮِ ﺷَﻲۡﺀٍ ﺃَﻡۡ ﻫُﻢُ ﭐﻟۡﺨَٰﻠِﻘُﻮﻥَ .ﺃَﻡۡ ﺧَﻠَﻘُﻮﺍْ ﭐﻟﺴَّﻤَٰﻮَٰﺕِ ﻭَﭐﻟۡﺄَﺭۡﺽَۚ ﺑَﻞ ﻟَّﺎ ﻳُﻮﻗِﻨُﻮﻥَ 
“Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).” (Ath-Thur: 35—36)
Solusi dari munculkan keraguan (syubhat) akan tidak adanya pencipta dan akhirnya benar-benar tidak mengakui adanya pencipta, solusi ini sudah diajarkan oleh Islam, yaitu dengam segera membuang jauh bisikan setan semisal bisikan

“Siapa yang menciptakan Tuhan”. 
Tetap yakin dan kokoh dan memohon perlindungan kepada Allah, karena pertanyaan tersebut “pertanyaannya salah” bagaimana bisa dijawab? Sebagaimana pertanyaan salah lainnya semisal:
“Kapan seorang ayah akan melahirkan?”
Secara logika, yang namanya Rabb/Tuhan itu menciptakan, bukan diciptakan
Perhatikan hadits berikut, dari Abu Hurairah,
ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻨْﻪُ : ﻗَﺎﻝَ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﻳَﺄْﺗِﻲ ﺍﻟﺸَّﻴْﻄَﺎﻥُ ﺃَﺣَﺪَﻛُﻢْ ﻓَﻴَﻘُﻮﻝُ : ﻣَﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﻛَﺬَﺍ؟ ﻣَﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﻛَﺬَﺍ؟ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﻘُﻮﻝَ : ﻣَﻦْ ﺧَﻠَﻖَ ﺭَﺑَّﻚَ؟ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﺑَﻠَﻐَﻪُ ﻓَﻠْﻴَﺴْﺘَﻌِﺬْ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﻟْﻴَﻨْﺘَﻪِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setan akan mendatangi salah seorang di antara kalian dan berkata, ‘Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu?’ Hingga ia bertanya, ‘Siapa yang menciptakan Rabbmu?’

Apabila setan telah sampai pada pertanyaan ini, mohonlah perlindungan kepada Allah, dan berhentilah.”[3]
Masih banyak solusi lainnya dalam Islam, oleh karena itu mari kita bentengan umat dengan aqidah yang kuat dnn tauhid yang kokoh. Semoga kaum muslimin khususnya negara Indonesia dijaga dan dibentengi dari virus pemahaman komunis.

@Bandara Halim PerdanaKusuma, Jakarta
Penyusun: Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com

Catatan kaki:
[1] Minhaj al-Firqah an-Najiyah wa at-Thaifah al-Mansurah, hal. 18
[2] HR. Bukhari
[3] HR. Bukhari