Empat Tipologi Pekerja Amal Usaha Muhammadiyah
Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) adalah lembaga/instansi sebagai wujud dari upaya Muhammadiyah dalam mencapai maksud dan tujuannya. Sampai saat ini AUM sudah berkembang pesat dengan berbagai variasi amal usaha yaitu keagamaan, pendidikan, sosial, kesehatan dan ekonomi.
Di AUM biasanya ada 3 unsur penentu jalannya operasional yaitu Persyarikatan yang biasanya diwakili oleh majelis/lembaga terkait, pimpinan dan pekerja AUM. Di tingkat perguruan tinggi Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah biasanya diwakili oleh Badan Pelaksana Harian (BPH). Pimpinan AUM diangkat dan diberhentikan oleh majelis/lembaga terkait sesuai dengan tingkatannya
Dalam tulisan ini saya akan menyoal tentang pekerja AUM terutama dalam hubungannya dengan Persyarikatan. Saya mengidentifikasi ada 4 tipologi pekerja AUM saat dihubungkan dengan Persyarikatan selaku pemilik AUM. Empat tipologi ini saya sebut dengan 4A.
Tipe Pertama: Aktif
A yang pertama adalah pekerja AUM yang aktif di Persyarikatan, selain bekerja di AUM dia juga aktif menjadi pimpinan atau anggota pimpinan ataupun anggota biasa Persyarikatan di berbagai level kepemimpinan, majelis/lembaga dan organisasi otonom. Tipologi ini biasanya terdiri dari para kader ideologis dan non ideologis. Kader ideologis adalah mereka yang memang dari awal aktif di Muhammadiyah dari level bawah tingkat ortom. Sementara kader non ideologis adalah mereka yang aktif di Persyarikatan namun bukan hasil pengkaderan formal berjenjang dari bawah.
Mereka dapat dikatakan sebagai aktifis Persyarikatan yang menjalankan roda organisasi di berbagai level tingkatan. Jumlahnya bervariasi dalam suatu wilayah/daerah, ada yang sedikit ada juga yang banyak. Mereka tak kenal lelah menjalankan roda organisasi meski tanpa menerima imbalan berupa gaji.
Tipe Kedua: Adaptif
A yang kedua adalah pekerja AUM yang adaptif. Mereka adalah para pekerja AUM yang bukan pimpinan atau anggota pimpinan namun menyetujui prinsip dan dasar-dasar organisasi Muhammadiyah serta menerapkan dalam kehidupan sehari-hari baik saat bekerja di AUM maupun di lingkungan keluarga atau masyarakat.
Biasanya mereka adalah warga Muhammadiyah yang bisa beradaptasi dengan faham keagamaan Muhammadiyah, patuh dan loyal terhadap kebijakan-kebijakan Persyarikatan. Pekerja tipologi ini jumlahnya banyak di berbagai wilayah daerah atau level AUM. Merekalah yang menjadi pelaksana kebijakan Persyarikatan di level AUM. Keberadaannya sangat membantu pimpinan Persyarikatan dalam mensuskeskan program kerja.
Tipe Ketiga: Apatis
A yang ketiga adalah pekerja AUM yang apatis. Mereka adalah para pekerja AUM yang menjalankan tugas sekadar mendapatkan materi/pendapatan dan kurang bahkan tidak tertarik sama sekali untuk aktif di Persyarikatan namun tetap mendukung program-program Persyarikatan. Tipologi pekerja seperti ini juga lumayan banyak namun tidak membahayakan AUM maupun Persyarikatan. Asal kebutuhan mereka terpenuhi, sudah cukup.
Tipe Keempat: Antipati
Tipe terakhir adalah para pekerja AUM yang antipati terhadap faham dan segala kebijakan Persyarikatan. Tak jarang mereka adalah penganut faham/aliran yang tidak sejalan bahkan bertentangan dengan faham keagamaan Muhammadiyah. Mengapa mereka mau bekerja di AUM? Tidak lain minimal adalah motif ekonomi dan yang berbahaya adalah motif politik untuk menjadikan AUM memperoleh harkat, pangkat serta derajat namun digunakan untuk kepentingan sendiri.
Mereka sebenarnya mereka tidak suka dengan faham keagamaan Muhammadiyah, menumpang di AUM dan Persyarikatan hanya untuk kepentingannya sendiri. Dalam keseharian biasanya mereka justru menjadi problem maker di AUM dan Persyarikatan. Permasalahan yang ditimbulkan mulai dari level ringan seperti tidak mau mengikuti kegiatan-kegiatan Persyarikatan sampai sedang/ berat menentang kebijakan-kebijakan Persyarikatan.
Mengapa sampai ada tipologi keempat ini?
Hal tersebut terjadi karena Muhammadiyah adalah organisasi yang baik hati mau menampung para tenaga profesional dari berbagai macam latar belakang faham keagamaan. Maka tidak heran jika di AUM ada satu dua pekerjanya yang sebenarnya adalah aktifis faham/ aliran/ ormas yang tak sejalan dengan faham Muhammadiyah. Apakah Muhammadiyah kecolongan? Tidak, karena memang AUM dalam perekrutannya bersifat profesional terbuka tentu dengan tetap mengutamakan para kader dan warga Muhammadiyah sendiri.
Yang jadi masalah, mereka para pekerja AUM dari berbagai latar belakang faham keagamaan tersebut ada yang membawa-bawa faham yang dianutnya ke AUM dan tidak taat terhadap Persyarikatan. Ketidaktaatan itu dimulai dari hal-hal terkecil seperti corak berpakaian, penampilan sampai dalam aktifitas ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan yang ditetapkan Persyarikatan
Lebih parah lagi jika ada pekerja tipe antipati ini justru tidak tahu berterima kasih malah merongrong Persyarikatan dari dalam dan mengembangkan faham yang dianutnya di internal AUM serta menjelek-jelekkan Muhammadiyah diluar.
Untuk pekerja tipe ini, Penulis hanya ingin menyampaikan jika memang tidak suka terhadap Persyarikatan dengan segala macam atributnya lebih baik tinggalkan AUM dan silakan berkarya tempat lain yang sesuai dengan faham yang dianut. Jangan sampai menjadi benalu di AUM dan Persyarikatan karena hal tersebut akan menimbulkan fitnah serta hanya akan menumpuk dosa. Lebih baik mundur teratur atau jika tidak mau, dipaksa mundur secara tidak hormat.
Penulis Sapari, sumber kemuhammadiyahan.com