DIKLAT METODE YANBU’A BERSAMA KH. M. ULIL ALBAB ARWANI
DIKLAT METODE YANBU’A BERSAMA KH. M. ULIL ALBAB ARWANI
REMBANG– Untuk menyeragamkan dan memotivasi para guru Alqur’an, Maarif Sub Alqur’an mengadakan pendidikan dan pelatihan metode Yanbu’a (4/10). Narasumber yang mengisi yakni Pengasuh Pondok Tahfidz Yanbu’ Al-Quran Kudus KH. M. Ulil Albab Arwani. Bertempat di Auditorium, dihadiri Pengasuh Al-Anwar III KH. Abdul Ghofur, Penasehat Pondok Ustad Syamsuddin, Penasehat Kemaarifan Ustad Muh. Nur As’ad, Ketua Pondok Ustad Hasyim Asy’ari, dan 50 guru Al-Qur’an.
Sebenarnya dalam rangka penyeragaman metode ini, puteri diikutsertakan. Namun dirasa motivasi dalam menghafal Al-Qur’an lebih tinggi dari putera dan lebih tertata, maka tidak diikutsetakan dalam Diklat. “Dulu saya pernah nyantri di kudus. Mau mendaftar ke Yanbu’ tapi kuota sudah penuh. Akhirnya ke selatan sedikit dan nyantri di Jalan Kiai Telingsing.” Papar Babah dalam sambutannya.
Mbah Bab –Sapaan KH.M.Ulil Albab- berangkat dari Kudus tepat setelah subuh. Sampai di Sarang pukul tujuh kurang, langsung sowan ke Ndalem. Mengenakan baju putih dan kopyah putih, Mbah Bab menuju tempat lokasi. Acara dimulai tepat pukul delapan.
Dalam belajar, guru harus tepat waktu. Durasi mengajar satu jam. Meskipun telat 10 menit, jika dikalikan dalam seminggu bisa jadi 60 menit. Artinya imbas dari telat tersebut yakni seperti tidak masuk satu pertemuan. Selain itu, kala ditanya tentang dari hati ke hati bagaimana hubungan guru dan murid agar klik. “Oh ya, tadi belum dijelaskan. Ada poin ikhlas yang harus dimiliki dan dilakukan.” Papar Mbah Bab.
Dalam metode Yanbu’a memiliki beberapa keunggulan di antaranya Rasm atau penulisan menggunakan Rasm Utsmani, mengikuti Imam Hafs dari jalan Torib Syatibi, terdapat waqaf Idtiroty (waqaf Ibtidak) atau waqaf yang terpaksa. “Ini meng-copy dari Arab. Karena yang di Indonesia beberapa sudah dikorupsi.” Lanjutnya. Selain itu dijelaskan pula bacaan-bacaan garib.
Selanjutnya, Mbah Bab menjelaskan kiat-kiat dalam mengajar. Jika pemula diisi 10 murid. Dilanjutkan kelas 1&2 diisi 15 murid, dan Kelas Juz 3 diisi 20. Adapun waktu yang efektif yakni 1-1,5 jam. Sebagai perinciannya dibagi 3 bagian; 10-15 menit sebagai do’a dan peraga. Sesi ini guru mencontohkan dan murid menirukan. Sesi selanjutnya 30-45 menit mushafahah atau penambahan materi. Jika murid belum bisa, maka tidak dinaikkan. Mbah Bab mencontohkan jika murid mengulang bacaan sampai lima kali. Kalau murid salah, tidak langsung diberi tahu salahnya melainkan didehem agar murid berfikir mana kesalahannya. “Targetnya tidak waktu. Tetapi bisa tidaknya murid. Namun di era milenial, jika ada orang tua yang protes mengapa anaknya tidak dinaikkan dan tidak mau mengaji, maka mau tidak mau harus dinaikkan. Tetapi guru harus mengulang bagian mana yang belum dikuasai murid.” Jelasnya.
Sesi selanjutnya yakni sesi tambahan yang berdurasi 10-15 menit. Sesi ini dapat dijadikan sebagai evaluasi dan menjelaskan bagian yang perlu dibenahi. Beg
itu detailnya, maka dihimbau guru tidak telat dalam mengajar agar pembelajaran tidak kacau.
Dalam metode menghafal, harus banyak mengulang dan diulang. Artinya dalam menambah hafalan harus mengulang bacaan. Setelah itu diulang atau murajaah. Biasanya waktu yang tepat untuk menambah adalah pasca jamaah Subuh, satu atau dua jam. “Atau lebih efektif, hari penambahan dan pengurangan dibagi. Misalkan senin sampai rabu waktu menambah, selebihnya murajaah.”
Dijelaskan juga materi yang ada di dalam Yanbu’a juz 1-5. Mulai cara baca huruf mandiri hingga disambung, tak ketinggalan cara membaca beberapa harakat. Seperti dalam penyebutan alif panjang, bukan alif bengkok karena memang cara membacanya harus panjang. Ini ditemukan dalam lafal Huda, Sholat. Kemudian lafal Qalu yang diikuti alif. Disana alif tidak dibaca karena ada tanda bulat kecil di atasnya. Kemudian ada dhomah panjang yang digambarkan seperti angka enam.
Di juz 3, terdapat fathatain yang bertemu alif. Maka tidak dibaca panjang meskipun dia alif. Ada juga variasi dhommatain yang ditulis secara bersusun. Kemudian kaidah alif yang diikuti sukun, maka dianggap tidak ada. Seperti dalam lafal Wattaba’a, Waddzakara. Sama sejenis, ada juga kaidah bahwa lam yang tidak berharakat, maka dianggap tidak ada seperti contoh Arrahman, Ad-Dunya. Lam diberi tanda mirip mim kecil. (lihat halaman 185). “Yang biasanya disebut Alqamariyah atau Al-Syamsiyah, itu kurang tepat.”
Dalam juz 5, dijelaskan bagaimana menjaga waqaf setiap ayat. Jika sebelum huruf akhir dibaca panjang maka dibaca panjang. Jika pendek dibaca pendek. Contoh Rohiim dan rohim. “Ada 7 macam tanda waqaf yang mudah dihafalkan, yaitu mim, qof, jim, sod, qaf, titik tiga, titik tiga.” Terangnya.
Tidak ketinggalan, Mbah Bab menjelaskan letak makhraj setiap huruf. Beliau membawa alat peraga berbentuk rongga mulut dan menujuk letaknya. “Jika ingin mengetahui letak makhraj, maka harus disukun.”
Setelah purna dari juz 5, murid dianggap sudah cukup dalam kemampuan membaca Al-Qur’an. Maka setelah itu tidak langsung masuk juz 6, mereka harus masuk ke dalam Kelas Al-Qur’an. Mereka akan membaca juz 1-10, kemudian dilanjutkan 10-20. Jadi ketika masuk juz 6, mereka sudah mengetahui bacaan yang Al-Qur’an secara langsung.
Juz 6 dan 7 berisi tentang garib yang ada di Al-Qur’an. Seperti lafal La Ta’manna, Aha’jami, dan kaidah Saktah, Imalah, serta kawan-kawannya. “Saya juga mau menambahkan tentang cara membaca takbir. Ada tiga cara; Allahu akbar, La Ilaha illa Allahu Allahu Akbar, atau, La Ilaha illa Allahu Allahu Akbar(u) wa lillahil hamd. Lafal terakhir tidak boleh diwasal. Itu bacaannya. Berbeda dengan ketika tahlilan.” Paparnya.
Di akhir pertemuan, Mbah Bab memberi ijazah kepada para guru, dan dijawab secara serentak, “Qobiltu Ijazatan.” (*)
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar Sarang