NURUL ABROR

Jumat, 30 April 2021

Domisili Putra putri KH Abdul Halim Comal

Kel. KH. Abdul Halim
1. *Hj Khoniah (alm) Tegal* anak pertama mbah KH Abd Halim 
2. Depan pasar comal purwosari rumah *om sofi (alm)+bulik maryam*
3. Jarak 200 meter dari pasar ke selatan rumah *Om khozin* (alm)+bulik bawon pas pertigaan hadap timur depan indomaret (om khozin yg meninggal kemarin) 
4. Belok kiri ketimur  300m sebelym stasiun comal rumah induk *mbah KH. Abdul Halim*  (rumah induk purwosari comal) sekarang milik keluarga *Bulik Maryam (alm)*
5. Lurus ketimur 600m setelah stasiun comal rumah *bulik tafrihah (alm)* purwosari
6. Jarak 100m ketimur  rumah *bulik mukminah (alm)* purwosari 
7 lurus ketimur jarak 100 m belok ke kiri dan keutara jarak 400m sudah *desa sikayu comal* rumah *om muslih (alm)* + bulik suparmi  (almh) (konfeksi dik h. Zaeni
8. Dari depan ★bulik mukminah★ keselatan nyebrang rel rumah *om anwari lurah+lik gayah+lik kun (alm)* orang tua dik nuridin dan dik asyikin
9. kebarat lurus deket jembatan comal rumah *om mansur (alm)
10. Balik lagi ketimur arah dekat pasar jarak 200m sdh rumah *om isa (alm)+lik yayu*
11. Agak jauh keselatan jarak sekitar 10km desa wigaran comal rumah bulik sofuroh  (Alm) ibunya wiryo handoyo (alm), sutirah 
12. Bandung *bulik hidun* (alm) Jl. Babakan sari no 169 Kiara condong Bandung 40283 1.yusuf hidayanto, 2 Lutfi 3 Arif, 4 Rini 5 Hani


Geh, 1 yanto, 2 Lutfi 3 Arif, 4 Rini 5 Hani
Buat pedoman grup wa keluarga forsika karanganyar
🙏🙏🙏

Sabtu, 24 April 2021

10 orang guru dari Imam Muslim paling banyak mendapatkan ilmu tentang hadits

Perjalanan Imam Muslim Dalam Belajar Hadits


Imam Muslim tumbuh sebagai remaja yang giat belajar agama. Bahkan saat usianya masih sangat muda beliau sudah menekuni ilmu hadits. Dalam kitab Siyar ‘Alamin Nubala (558/12), pakar hadits dan sejarah, Adz Dzahabi, menuturkan bahwa Imam Muslim mulai belajar hadits sejak tahun 218 H. Berarti usia beliau ketika itu adalah 12 tahun. Beliau melanglang buana ke beberapa Negara dalam rangka menuntut ilmu hadits dari mulai Irak, kemudian ke Hijaz, Syam, Mesir dan negara lainnya. Dalam Tahdzibut Tahdzib diceritakan bahwa Imam Muslim paling banyak mendapatkan ilmu tentang hadits dari 10 orang guru yaitu:


1. Abu Bakar bin Abi Syaibah, beliau belajar 1540 hadits.


2. Abu Khaitsamah Zuhair bin Harab, beliau belajar 1281 hadits.


3. Muhammad Ibnul Mutsanna yang dijuluki Az Zaman, beliau belajar 772 hadits.


4. Qutaibah bin Sa’id, beliau belajar 668 hadits.


5. Muhammad bin Abdillah bin Numair, beliau belajar 573 hadits.


6. Abu Kuraib Muhammad Ibnul ‘Ila, beliau belajar 556 hadits.


7. Muhammad bin Basyar Al Muqallab yang dijuluki Bundaar, beliau belajar 460 hadits.


8. Muhammad bin Raafi’ An Naisaburi, beliau belajar 362 hadits.


9. Muhammad bin Hatim Al Muqallab yang dijuluki As Samin, beliau belajar 300 hadits.


10. ‘Ali bin Hajar As Sa’di, beliau belajar 188 hadits.


Sembilan dari sepuluh nama guru Imam Muslim tersebut, juga merupakan guru Imam Al Bukhari dalam mengambil hadits, karena Muhammad bin Hatim tidak termasuk. Perlu diketahui, Imam Muslim pun sempat berguru ilmu hadits kepada Imam Al Bukhari. Ibnu Shalah dalam kitab Ulumul Hadits berkata: “Imam Muslim memang belajar pada Imam Bukhari dan banyak mendapatkan faedah ilmu darinya. Namun banyak guru dari Imam Muslim yang juga merupakan guru dari Imam Bukhari”. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari Imam Al Bukhari.




19 Guru Syekh Nawawi Al Bantani

Berikut adalah para ulama yang pernah ditimba ilmunya oleh Syekh Nawawi[5]:

1. Syekh Umar bin Arabi al-Bantani (Ayahnya)

2. K.H. Sahal al-Bantani

3. Syekh Baing Yusuf Purwakarta

4. Syekh Ahmad Khatib asy-Syambasi

5. Syekh Ahmad Zaini Dahlan

6. Syekh Abdul Ghani al-Bimawi

7. Syekh Yusuf Sumbulaweni

8. Syekh Abdul Hamid Daghestani

9. Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi

10. Syekh Ahmad Dimyati

11. Syekh Muhammad Khatib Duma al-Hambali

12. Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki

13. Syekh Junaid al-Batawi

14. Syekh Zainuddin Aceh

15. Syekh Syihabuddin

16. Syekh Yusuf bin Muhammad Arsyad al-Banjari

17. Syekh Abdush Shamad bin Abdurahman al-Falimbani

18. Syekh Mahmud Kinan al-Falimbani

19. Syekh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani

Dan lain sebagainya.


Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al-Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam 'Ulama Dua Kota Suci).

Biografi

Syekh Nawawi lahir dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten Serang, Banten (Sekarang di Kampung Pesisir, Desa Padaleman, Kecamatan Tanara, Serang) pada tahun 1230 Hijriyah atau 1815 Masehi, dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani. Dia adalah sulung dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah. Ia merupakan generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten Putra Sunan Gunung Jati, Cirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan Banten ini sampai kepada Nabi Muhammad ﷺ.

Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama lokal di Banten, Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga biasa.

Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Serang dan dikaruniai 3 orang anak: Nafisah, Maryam, Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului dia.[1]

Karya-Karyanya

Kepakaran Syekh Nawawi tidak diragukan lagi. Ulama asal Mesir, Syekh 'Umar 'Abdul Jabbar dalam kitabnya "al-Durus min Madhi al-Ta'lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis bahwa Syekh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih yang meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik.

Sebagian dari karya-karya Syekh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut: [9]

1. al-Tsamar al-Yani'ah syarah al-Riyadl al-Badi'ah

2. al-'Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubîn

3. Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh

4. Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf

5. al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb

6. Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn

7. Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah

8. Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd

9. Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄

10. Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân

11. al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd

12 Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah

13. Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah

14. Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm

15. Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts

16. Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji

17. Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî

18. Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm

19. Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd

20. Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry

21. Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb

22. Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq

23. Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ

24. al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah

25. ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain

26. Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits

27. Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd

28. al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah

29. Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah

30. Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman

31. al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah

32. al-Riyâdl al-Fauliyyah

33. Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm

34. Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd

35. al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny

36. Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm

37. al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah

38. Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.[15]

Karya tafsirnya, al-Munir, sangat monumental, bahkan ada yang mengatakan lebih baik dari Tafsir al-Jalalain, karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Imam Jalaluddin al-Mahalli yang sangat terkenal. Sementara Kasyifah al-Saja merupakan syarah atau komentar terhadap kitab fiqih Safinatun Najah, karya Syekh Salim bin Sumeir al-Hadhramy. Karya-karya dia di bidang Ilmu Akidah misalnya adalah Tijan ad-Darary, Nur al-Dhalam, Fath al-Majid. Sementara dalam bidang Ilmu Hadits misalnya Tanqih al-Qaul. Karya-karya dia di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam al-Munajah, Nihayah al-Zain, Kasyifah al-Saja, dan yang sangat terkenal di kalangan para santri pesantren di Jawa yaitu Syarah ’Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain. Adapun Qami'u al-Thugyan, Nashaih al-'Ibad dan Minhaj al-Raghibi merupakan karya tasawwuf.[16]

Imam Al-Bukhari Punya 1.080 Guru

Luar Biasa Imam Al-Bukhari Punya 1.080 Guru, Semuanya Ahli Hadis

Rusman H Siregar

Jum'at, 18 September 2020 - 05:15 WIB

inilah makam sang ulama ahli Hadis, Imam Al-Bukhari (Muhammad bin Ismail) di Desa Khartank yang berdekatan dengan Samarkand, sekarang lebih dikenal dengan Uzbekistan.

Dibalik kecerdasan Imam Al-Bukhari (194-256 Hijriah) ternyata ada sosok guru-guru yang hebat. Selain dikaruniai ingatan kuat dan didikan ibu yang penyayang, Imam Al-Bukhari memiliki banyak guru yang mendukungnya dalam mengumpulkan Hadis Nabi صلى الله عليه وسلم.

Ulama ahli hadis bernama Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Barduzbah Al-Ju’fi Al-Bukhari lahir di Kota Bukhara, Uzbekistan. Beliau hafal 100.000 hadis shahih sanad dan matannya. Selain itu hafal 200.000 hadits tidak shahih sanad dan matannya.

Siapa saja sosok guru Imam Al-Bukhari ? Ustaz Hanif Luthfi Lc MA (pengajar Rumah Fiqih Indonesia) mengulasnya dalam bukunya "Biografi Imam Bukhari". Disebutkan, Imam Al-Bukhari belajar dan mengambil hadits dari sejumlah ulama dari berbagai daerah. Guru beliau di Makkah adalah Abu al-Walid Ahmad bin Muhammad al-Azraqi; Abdullah bin Yazid al-Muqri; Ismail bin Salim al-Shaigh; dan Abu Bakar al-Humaidi Abdullah bin al-Zubair al-Qurasyi.

Di Madinah, beliau berguru pada Ibrahim bin alMundzir al-Hazami; Mutharrif bin Abdullah bin Hamzah; Abu Tsabit Muhammad bin Abdillah; Abdul Aziz bin Abdillah dan Yahya bin Qaz'ah. Di Baghdad, di antaranya berguru kepada Muhammad bin Isa al-Thiba'i; Muhammad bin Sabiq; Suraih dan Ahmad bin Hambal dan lain-lain.

(Baca Juga: Syekh Ali Jaber Isi Kajian di Malang, Aparat Siapkan Pengawalan Berlapis )
Muhammad bin Ismail ke Baghdad hampir 8 kali. Setiap itu pasti berguru kepada Ahmad bin Hanbal. Ahmad bin Hanbal lahir tahun 164 H, artinya selisih 30-an tahun dengan Imam Al-Bukhari. Dan masih banyak lagi guru-guru Imam Bukhari di berbagai kota, seperti Bashrah, Kufah, Mesir, Bukhara, dan kota-kota lainnya. Karena itu, Imam al-Hakim menyebutkan bahwa Imam Bukhari setiap kali singgah di sebuah kota menyempatkan belajar kepada guru-guru yang ada di kota tersebut. Dalam perjalanannya berbagai negeri, Imam Bukhari bertemu dengan guru-guru terkemuka yang dapat dipercaya. Beliau mengatakan: "Aku menulis hadis dari 1.080 guru, yang semuanya adalah ahli hadis dan berpendirian bahwa iman itu adalah ucapan dan perbuatan".

Di antara guru itu adalah Ali bin Madini; Ahmad bin Hambal; Yahya bin Ma’in; Muhammad bin Yusuf Al-Firyabi; Maki bin Ibrahim Al-Balkhi; Muhammad bin Yusuf Al-Baykandi dan Ibnu Rahawaih. Jumlah guru yang hadisnya diriwayatkan dalam kitab shahihnya sebanyak 289 guru.

Guru Imam Al-Bukhari Dikelompokkan Menjadi 5 Tingkatan
Menurut Al-Hafizh, guru-guru Al-Bukhari terklasifikasi menjadi 5 (tingkatan), yaitu:

1. Orang yang Menerima Hadis dari Tabi’in.
Mereka yang termasuk dalam kelas ini antara lain: Muhammad bin Abdillah Al-Ansyari yang memperoleh hadis dari Humaid; Makki bin Ibrahim dari Yazid bin Abi Ubaid; Abu Ashim An-Nabil dari Yazid bin Abi Ubaid; Ubaidilah bin Musa dari Ismail bin Abi Khalid; Abu Nua’im dari Al-A’masy; Khallad bin Yahya dari Isa bin Thuhman; dan Ayyasy dan Isham bin Khalid yang meriwayatkan hadist dari Huraiz bin Utsman. Secara singkat, guru-guru mereka adalah Tabi’in.

2. Orang Lain yang Semasa dengan Kelompok Pertama.
Orang yang semasa dengan kelompok pertama ini mereka tidak mendengar dari kelompok Tabi’in yang tsiqah. Orang yang termasuk dalam kelompok ini antara lain; Adam bin Abi Iyas, Abu Mashar Abdul A’la bin Mashar, Said bin Abi Maryam, Ayyub bin Sulaiman bin Bilal dan lain-lain.

3. Tingkatan Paling Tengah.
Tingkatan ketiga ini merupakan tingkatan paling tengah di antara sekian banyak guru-guru Al-Bukhari. Mereka yang termasuk ke dalam klasifikasi tingkatan ini tidak bertemu pada tabi-in. Oleh karena itu, mereka hanya mendapatkan hadits dari kelompok Tabi’at-Tabi’in. Mereka yang termasuk dalam kategori ini antara lain; Sulaiman bin Harb, Qutaidah bin Said, Nua’im bin Hammad, Ali bin Al-Madini, Yahya bin Ma’in, Ahmad bin Hambal, Ishaq bin Ruhawaih, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Utsman bin Abi Syaibah dan sejenisnya. Pada tingkatan ketiga ini, Imam Muslim juga meriwayatkan hadis dari mereka.

4. Hampir Sama dengan Tingkatan Ketiga.
Tingkatan keempat ini mereka termasuk dalam tingkat ini pada dasarnya sama dengan tingkat ketiga dalam mendapatkan hadis. Letak perbedaannya, kalau tingkat ketiga lebih dahulu mendengar dan mendapatkan hadits daripada tingkatan keempat ini. Orang yang termasuk dalam klasifikasi ini antara lain; Muhammad bin Yahya Adz-Dzuhuli, Abu Hatim Arrazi, Muhammad bin Abdirrahim Sha’iqah, Abd bin Humaid, Ahmad bin An-Nadhr dan ulama sekelasnya. Imam Al-Bukhari hanya meriwayatkan hadits dari kelompok tingkatan keempat ini apabila dia tidak mendapatkan hadis dari guru-gurunya yang berada di tingkat di atasnya, atau Imam Al-Bukhari tidak menjumpai hadist tersebut pada gurunya yang berada di level di atasnya.

5. Orang yang Hadisnya Dipakai untuk Pertimbangan dalam Menentukan Usia Perawi Hadis.
Tingkatan kelima ini, sekelompok orang yang hadisnya hanya dipakai pertimbangan dalam menentukan usia para perawi hadis maupun dalam jalur periwayatan hadis. Imam Al-Bukhari mengambil hadis dari kelompok ini karena adanya manfaat. Mereka yang termasuk dalam klasifikasi kelompok tingkat kelima ini antara lain; Abdullah bin Hammad Al-Amali, Abdullah bin Al-Ash Al-Khawarizmi, Husain bin Muhammad Al-Qabbani dan yang sejenisnya. Jumlah hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dari guru tingkatan kelima ini jumlahnya sangat sedikit.

Wallahu Ta'ala A'lam

Imam Syafi'i Nimba Ilmu dari 100-an Guru


Imam Syafi'i Nimba Ilmu dari Ratusan Guru, Ini yang Paling Berpengaruh


IMAM Syafi’i telah berguru kepada puluhan bahkan ratusan guru. Menghadiri dan mendaras pelajaran di banyak majlis ilmu dengan berbagai varian cabang ilmunya. Dari banyaknya para guru itu, ada beberapa nama guru yang paling berpengaruh dalam membentuk pondasi keilmuan yang kokoh serta akhlak mulia yang menghiasi diri Imam Syafi’i.

Menurut Wildan Jauhari, Lc dalam buku Biografi Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i, salah satu guru itu adalah Sufyan bin Uyainah bin Maimun Abu Muhammad al-Kufi al-Makki, Muslim bin Kholid az-Zanji, Imam Malik bin Anas,Muhammad bin al-Hasan Asy-Syaibani, Waki’ bin al-Jarrah bin Mulih bin Adiy al-Kufi dan lainnya.

Sufyan bin Uyainah lahir di Kufah tahun 107 H dan wafat di Makkah pada tahun 198 H. Seorang Tabiut Tabi’in yang menjadi guru besar di kota Makkah dalam bidang hadis dan ilmunya. Sekaligus seorang rawi terpercaya yang disepakati para ulama.

Dari beliaulah Imam Syafi’i mempelajari pondasi madrasah ahli hadis, mendaras hadis, ilmu dan tafsirnya yang kemudian nanti dilanjutkan ketika belajar Imam Malik.

Imam Syafi’i berkata mengenai gurunya ini, “Guru mulia Sufyan bin Uyainah memiliki seperangkat ilmu alat yang begitu mumpuni yang tak pernah kulihat ada pada selainnya. Dan tak ada yang lebih matang dalam berfatwa melebihi dirinya, sekaligus tak ada yang lebih bagus menjelaskan tentang tafsir hadis selain dirinya.”

Beliau menambahkan, “Kalau bukan karena Imam Malik dan Imam Sufyan bin Uyainah maka lenyaplah ilmu penduduk Hijaz.”

اَوَلَا يَرَوۡنَ اَنَّهُمۡ يُفۡتَـنُوۡنَ فِىۡ كُلِّ عَامٍ مَّرَّةً اَوۡ مَرَّتَيۡنِ ثُمَّ لَا يَتُوۡبُوۡنَ وَلَا هُمۡ يَذَّكَّرُوۡنَ

Dan tidakkah orang-orang munafik itu memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun, namun mereka tidak juga bertobat dan tidak pula mengambil pelajaran?

(QS. At-Taubah:126)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"Akan ada di akhir zaman para 'Dajjal Pendusta' (bukan Al-Masih Ad-Dajjal) membawa hadits-hadits kepada kalian yang mana kalian tidak pernah mendengarnya dariku dan bapak-bapak kalian pun juga belum pernah mendengarnya. Maka jauhilah mereka, agar mereka tidak bisa menyesatkan kalian dan tidak bisa memfitnah kalian."

(HR. Muslim No. 8)

Beliau menambahkan, “Kalau bukan karena Imam Malik dan Imam Sufyan bin Uyainah maka lenyaplah ilmu penduduk Hijaz.”

Guru Imam Syafi'i lainnya adalah Muslim bin Kholid az-Zanji atau dengan nama lengkap Muslim bin Kholid bin Muslim al-Qurasyi al-Makhzumi. Beliau berasal dari negeri Syam. Seorang syaikh dan mufti kota Makkah di zamannya.

Beliau lebih banyak mempelajari dan mengajarkan fikih daripada hadis. Muslim bin Kholid az-Zanji wafat pada tahun 179 H di Makkah.

Dari beliau, Imam Syafi’i belajar ilmu fikih yang karena kecerdasan yang ada pada diri Sang Imam, Syaikh Muslim bin Kholid memberinya kewenang untuk berfatwa, padahal usia Imam Syafi’i kala itu baru menginjak 15 tahun.

Guru berikutnya, Imam Malik bin Anas. Beliau memiliki kunyah atau panggilan Abu Abdillah. Imamnya kota Madinah, pendiri dan pencetus mazhab Maliki. Lahir pada tahun 93 H di Madinah dan wafat di tempat yang sama tahun 179 H.

Syaikh besar di Masjid Nabawi, begitu takzim dan hormat pada hadis-hadis Nabi Muhammad saw yang beliau ajarkan. Puncaknya ilmu penduduk Madinah kala itu, hingga dikatakan bahwa tak seorangpun pantas berfatwa sedangkan Imam Malik ada di Madinah.

Di Irak Imam Syafi’i berguru pada Muhammad bin al-Hasan Asy-Syaibani. Beliau lahir di kota Wasit tahun 132 H. Tumbuh dan berkembang di kota Kufah kemudian pindah ke Baghdad dan akhirnya wafat di kota Ray tahun 189 H.

Beliau menimba ilmu pertama kali kepada Imam Abu Hanifah kemudian bermulazamah kepada muridnya; Imam Abu Yusuf. Sempat juga menimba ilmu kepada Imam Malik bin Anas.

Sepeninggal Abu Yusuf, tidak ada yang lebih faqih di wilayah Irak melebihi Muhammad bin al-Hasan. Memiliki banyak karya tulis yang menjadi rujukan utama dalam kajian Mazhab Hanafi, di antaranya adalah kitab Zhohir ar-Riwayat.

Guru Imam Syafi'i berikutnya adalah Waki’ bin al-Jarrah bin Mulih bin Adiy al-Kufi. Biasa dipanggil Abu Sufyan. Beliau adalah seorang imam hadis di kalangan tabiut tabiin. Lahir di kota Kufah tahun 129 H. Memiliki beberapa karya dalam bidang tafsir, hadis, dan sejarah. Beliau wafat pada tahun 197 H.

Imam Syafi’i mengambil dan meriwayatkan hadis dari beliau. Dan sebuah syair yang masyhur mengenai gurunya yang mulia ini;

Aku mengeluh kepada Waki mengenai buruknya hafalanku
Ia menunjukiku agar meninggalkan perbuatan maksiat
Tersebab ilmu ialah cahaya
Dan cahaya Allah tak diberikan pada pelaku maksiat

Guru Imam Syafi’i lainnya adalah Abdul Wahab bin Abdul Majid ats-Tsaqofi. Beliau lahir pada tahun 110 H dan wafat tahun 194 H. Beliau adalah seorang ahli hadis terpercaya yang hadisnya diriwayatkan oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.

Selanjutnya juga Ismail bin Ibrahim Al-Bashri. Beliau seorang ulama hadis kenamaan yang berasal dari Kufah. Lahir pada tahun 110 H dan wafat tahun 193 H.

haddatsanii abdi

1. Menjalankan Syriat dengan mudah nyaman tidak terbebani . 
2. Perlunya khasanah immune yg mutawatir
3 Ilmu Syriat perlu dikawal tasawuf
4. Perlu Guru yg banyak ( imam syafii banyak) 
5. 

Kamis, 22 April 2021

KESALAHAN-KESALAHAN YANG DIMAAFKAN

Kesalahan-Kesalahan Yang Dimaafkan  


حفظه الله عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ  عَنْهُمَـا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللهَ  تَـجَاوَزَ لِـيْ عَنْ أُمَّتِيْ الْـخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ. حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَالْبَيْهَقِيُّ وَغَيْرُهُمَـا

Dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan.” 

TAKHRÎJ HADÎTS 

Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Mâjah (no. 2045), al-Baihaqi dalam as-Sunanul Kubra (VII/356-357), ad-Dâraquthni (III/403), al-Hâkim (II/198), Ibnu Hibbân (no. 7175 –at-Ta’lîqâtul Hisân), al-‘Uqaili dalam adh-Dhu’afâ (IV/1298) Hadits ini dihukumi hasan oleh Imam an-Nawawi rahimahullah dan ditetapkan oleh al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam at-Talkhîshul Habîr (I/509, no. 451), sementara Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albâni rahimahullah dalam Irwâ-ul Ghalîl (no. 82) menghukuminya sebagai hadits yang shahih. 

SYARAH HADITS 

Sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : 

إِنَّ اللهَ  تَـجَاوَزَ لِـيْ عَنْ أُمَّتِيْ الْـخَطَأَ وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكْرِهُوْا عَلَيْهِ

Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla memaafkan kesalahan (yang tanpa sengaja) dan (kesalahan karena) lupa dari umatku serta kesalahan yang terpaksa dilakukan. Yang dimaksud umatku dalam hadits diatas adalah umat ijâbah yaitu umat yang diberikan hidayah oleh Allâh Azza wa Jalla untuk memeluk Islam.[1] Tentang keliru dan lupa, al-Qur’ân menegaskan bahwa keduanya termaafkan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

 
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا

"…Ya Rabb kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan…” [al-Baqarah/2:286] Allâh Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

 
وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا  …

Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allâh Maha pengampun, Maha penyayang. [al-Ahzâb/33:5] Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :


إِذَا حَكَمَ الْـحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ

Jika seorang hakim hendak menghukumi, kemudian ia berijtihad lalu ijtihadnya benar, maka ia mendapat dua pahala. Dan jika ia hendak menghukumi, kemudian berijtihad lalu ijtihadnya salah (keliru) maka ia mendapat satu pahala.[2] al-Hasan rahimahullah berkata, ”Seandainya Allâh Azza wa Jalla tidak menyebutkan perihal kedua orang ini –yaitu Nabi Dâwud Alaihissalam dan Sulaiman Alaihissalam , niscaya engkau melihat para hakim itu telah binasa, karena Allâh Azza wa Jalla memuji kedua nabi tersebut lantaran ilmunya dan menyanjung nabi yang satunya lagi dengan sebab ijtihadnya. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

 
وَدَاوُودَ وَسُلَيْمَانَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ

Dan (ingatlah kisah) Dâwud Alaihissalam dan Sulaimân Alaihissalam ketika keduanya memberikan keputusan mengenai ladang, karena (ladang itu) dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu. [al-Anbiyâ’/21:78] Sedangkan tentang pemaksaan, maka al-Qur’ân menegaskan bahwa itu termaafkan. Allâh Azza wa Jalla berfirman :

 
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Barangsiapa kafir kepada Allâh setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allâh), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam keimanan (maka dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allâh menimpanya dan mereka akan mendapat adzab yang besar  [an-Nahl/16:106][3] Kita akan membicarakan hadits ini dalam dua pembahasan; Pertama, hukum lupa dan keliru, dan kedua, hukum paksaan. Pertama. Hukum Keliru dan Lupa Orang yang melakukan kesalahan karena keliru ataupun lupa, maka ia maafkan atau tidak berdosa. Namun tidak berdosa, bukan berarti tidak ada konsekuensi hukumnya. Misalnya, seseorang yang melakukan shalat namun ia lupa berwudhu’. Ia mengira dirinya sudah dalam keadaan bersuci. Orang ini tidak berdosa karena perbuatannya tersebut, namun jika terbukti ia shalat dalam keadaan berhadats atau tidak berwudhu’, maka ia wajib mengulangi shalatnya tersebut.. Jika seseorang lupa membaca BISMILLÂH ketika menyembelih hewan, maka padanya ada dua riwayat dari Imam Ahmad, namun sebagian besar Ulama ahli fiqh berpendapat bahwa hewan sembelihan tersebut boleh dimakan, tetapi wajib membaca BISMILLÂH ketika mengkonsumsinya. Jika seseorang meninggalkan shalat karena lupa kemudian ingat, maka ia wajib mengqadha’ shalatnya saat dia teringat. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 
إِذَا رَقَدَ أَحَدُكُمْ عَنِ الصَّلَاةِ أَوْ غَفَلَ عَنْهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا فَإِنَّ اللَّهَ يَقُولُ أَقِمْ الصَّلَاةَ لِذِكْرَى

Apabila seseorang diantara kalian tertidur dari shalat atau lupa, hendaklah ia mengerjakannya saat dia teringat. Karena Allâh berfirman (yang artinya), “…Dan dirikanlanlah shalat untuk mengingat-Ku.” [Thâhâ/20:14][4] Jika seseorang shalat dengan membawa najis yang tidak bisa ditolelir dan ia mengetahui najis tersebut setelah shalatnya atau ketika sedang shalat kemudian ia menghilangkannya; apa ia harus mengulang shalatnya atau tidak ? Ada dua pendapat dalam masalah ini dan keduanya adalah riwayat dari Imam Ahmad rahimahullah. Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau melepas kedua sandalnya ketika shalat dan meneruskan shalatnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

 
إِنَّ جِبْريْلَ أَتَانِيْ فَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ فِيْهِمَا أَذَى

Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan menjelaskan bahwa di kedua sandal tersebut ada kotoran. [5] Dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengulangi shalatnya. Jika seseorang berbicara dalam shalatnya karena lupa bahwa dirinya sedang shalat, maka apakah shalatnya batal ? Tentang hal ini ada dua pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullah. Menurut madzhab Imam asy-Syafi’i, shalat orang tersebut tidak batal karena bicaranya. Jika seseorang makan ketika berpuasa karena lupa, maka puasanya tidak batal karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Baca Juga  Obat Penyakit Riya


مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَأَكَلَ أَوْ شَرِبَ ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ ، فَإِنَّمَـا أَطْعَمَهُ اللّٰـهُ وَسَقَاهُ

Barangsiapa yang lupa kemudian makan dan minum ketika sedang berpuasa, hendaklah ia meneruskan puasanya karena ia diberi makan dan minum oleh Allâh [6] Jika seseorang membunuh orang Mukmin karena keliru, ia wajib membayar kafarat dan diyat seperti yang ditegaskan dalam al-Qur’ân. Begitu juga jika ia merusak harta orang lain karena keliru sebab ia menduga karena harta tersebut miliknya. Hal yang sama dikatakan jumhur Ulama tentang orang ihram yang membunuh hewan buruan karena keliru atau lupa kalau dirinya dalam keadaan ihram, maka ia harus mengganti hewan buruan tersebut. Sebagian ulama berpendapat bahwa orang tersebut tidak harus mengganti hewan buruan kecuali jika ia sengaja membunuhnya. Mereka berpegang dengan firman Allâh Subhanahu wa Ta’ala :

 
وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ  

“…Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan hewan ternak yang sepadan dengan hewan buruan yang dibunuhnya…” [al-Mâidah/5:95] Ini adalah riwayat dari Ahmad. Sedangkan menurut jumhur Ulama (mayoritas para Ulama), ayat tersebut menegaskan bahwa hukuman bagi orang yang sedang ihram lalu membunuh hewan buruan dengan sengaja ialah mengganti hewan tersebut serta mendapat murka Allâh Azza wa Jalla . Kedua hukuman ini berlaku khusus bagi orang yang membunuhnya dengan sengaja. Jika unsur kesengajaan tidak ada, maka dia mendapat murka dari Allâh dan hanya tersisa kewajiban mengganti hewan buruan tersebut berdasarkan nash lain. Yang paling benar, wallâhu a’lam bahwa orang lupa dan keliru itu dimaafkan, maksudnya dosa mereka dihapus karena lupa dan keliru. Karena dosa itu ada sebagai akibat dari niat (buruk) dan unsur kesengajaan. Sedangkan orang yang keliru dan lupa, tidak ada unsur kesengajaan pada mereka, sehingga keduanya tidak berdosa. Adapun menghapuskan hukum atau sanksi dari orang yang keliru dan lupa, maka itu bukan maksud dari nash-nash tadi. Untuk menetapkan ada atau tidak adanya sanksi bagi orang melakukan kesalahan karena lupa dan keliru dibutuhkan dalil lain.[7] Wallahu a’lam. Kedua, Hukum Orang Yang Melakukan Sesuatu Karena Terpaksa Orang yang terpaksa itu ada dua jenis : Pertama, orang yang tidak memiliki pilihan sama sekali dan tidak memiliki kemampun sedikitpun untuk menolaknya. Misalnya orang yang dibawa secara paksa dan dimasukkan ke suatu tempat yang ia telah bersumpah untuk tidak memasuki tempat itu, atau ia dibawa paksa lalu dia dipukulkan ke orang lain hingga orang lain tersebut mati sedang ia tidak sanggup sama sekali untuk menolaknya, atau seorang wanita diperkosa secara paksa. Dalam berbagai contoh kasus di atas, pelaku tidak berdosa menurut jumhur (mayoritas) Ulama. Diriwayatkan dari al-Auzâ’i rahimahullah tentang seorang wanita yang bersumpah dengan sesuatu kemudian ia dipaksa suaminya untuk melanggar sumpahnya tersebut, maka menurut al-Auzâ’i rahimahullah kaffarat (sanksi) pelanggaran sumpah tersebut dibebankan sepenuhnya kepada suaminya. Riwayat dari Imam Ahmad rahimahullah juga seperti itu dalam masalah seorang suami yang menggauli istrinya yang sedang berpuasa dengan paksa atau ketika istrinya ihram, maka kaffarat harus dibayar suaminya. Masih menurut pendapat Imam Ahmad rahimahullah bahwa puasa dan haji wanita itu batal karena kejadian tersebut. Kedua, orang yang dipaksa dengan ancaman pukulan atau yang lainnya hingga akhirnya ia terpaksa melakukan sesuatu. Perbuatan yang dilakukan dibawah paksaan seperti ini masih terkena taklif (hukum syari’at). Karena sebenarnya ia masih bisa untuk tidak mengerjakan perbuatan yang dipaksakan kepadanya itu. Dengan demikian, berarti dia mukhtâr (tidak terpaksa) untuk melakukan pekerjaan yang dipaksakan itu, namun tujuannya berbeda dengan tujuan orang yang memaksa. Tujuannya hanya untuk menghindarkan dirinya dari bahaya yang diancamkan kepadanya. Berdasarkan cara pandang seperti ini, berarti si pelaku mukhtâr (tidak terpaksa) dari satu sisi dan terpaksa dari sisi yang lain. Oleh karena itu, para Ulama berbeda pendapat tentang orang seperti ini, apakah ia mukallaf (terkena hokum) atau tidak ? Para Ulama bersepakat bahwa jika seseorang dipaksa membunuh orang yang terpelihara darahnya, maka orang tersebut tidak boleh membunuhnya, karena pada hakikatnya ia membunuh orang tersebut atas kemauannya sendiri demi menyelamatkan diri bahaya yang diancamkan kepadanya. Ini adalah ijma’ para Ulama yang terkenal. Pada zaman Imam Ahmad ada ulama yang menentang ijma’ tersebut, namun ia tidak dianggap perkataannya. Jika orang yang dipaksa tersebut membunuh orang yang diisyarakan pemaksa, maka menurut jumhûr (mayoritas) Ulama, keduanya (orang yang dipaksa dan pemaksa), sama-sama terkena qishâsh (hukuman mati) karena keduanya terlibat dalam pembunuhan itu. Ini adalah pendapat Imam Mâlik rahimahullah, asy-Syâfi’i rahimahullah, dan pendapat terkenal dari Imam Ahmad rahimahullah. Ada yang mengatakan bahwa qishâsh (hukuman mati) wajib dijatuhkan kepada orang yang pemaksa karena orang yang dipaksa membunuh itu seperti alat saja. Ini pendapat Abu Hanîfah rahimahullah dan salah satu dari pendapat Imam asy-Syâfi’i rahimahullah. Jika ada seseorang dipaksa menenggak minuman keras atau melakukan perbuatan haram lainnya, tentang boleh atau tidaknya orang itu melakukan perbuatan yang dipaksakan ada dua pendapat : 1. Ia boleh meminumnya karena Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman : ََ


لَا تُكْرِهُوا فَتَيَاتِكُمْ عَلَى الْبِغَاءِ إِنْ أَرَدْنَ تَحَصُّنًا لِتَبْتَغُوا عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ وَمَنْ يُكْرِهْ فَإِنَّ اللَّهَ مِنْ بَعْدِ إِكْرَاهِهِنَّ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi. Barangsiapa memaksa mereka, maka sungguh, Allâh Maha Pengampun, Maha Penyayang (kepada mereka) setelah mereka dipaksa. [an-Nûr/24:33] Ayat ini turun tentang ‘Abdullah bin Ubay ibnu Salul yang mempunyai dua hamba sahaya wanita dan keduanya ia paksa untuk melacur, namun keduanya menolak.[8] Ini pendapat jumhûr (mayoritas) Ulama, seperti Imam asy-Syâfi’i rahimahullah, Abu Hanîfah rahimahullah, dan pendapat terkenal dari Imam Ahmad rahimahullah. Pendapat yang sama diriwayatkan dari al-Hasan, Mak-hûl, Masrûq dan ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu . Baca Juga  Kehormatan Darah dan Harta Seorang Muslim Para Ulama  yang berpendapat dengan pendapat ini berbeda pendapat tentang orang yang dipaksa berzina. Di antara mereka ada  yang berpendapat bahwa orang yang dipaksa berzina boleh berzina dan ia tidak berdosa karenanya. Ini pendapat Imam asy-Syâfi’i rahimahullah dan Ibnu ‘Aqîl rahimahullah. Di antara pra Ulama ini, ada yang berpendapat bahwa orang yang dipaksa berzina tidak boleh berzina. Jika ia melakukannya, berarti ia berdosa dan hukuman had dijatuhkan kepadanya. Ini pendapat Abu Hanîfah rahimahullah, diriwayatkan dari Ahmad dan al-Hasan rahimahullah 2. Taqiyah (sikap berpura-pura) itu hanya ada dalam perkataan, tidak dalam perbuatan dan pemaksaan untuk melakukan suatu perbuatan tidak dianggap. Ini diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhuma, Abul ‘Âliyah, Abu Sya’sya’, ar-Rabî’ bin Anas rahimahullah, adh-Dhahâk, riwayat dari Imam Ahmad, dan riwayat dari as-Suhnun. Menurut pendapat tersebut, jika seseorang minum minuman keras atau mencuri karena dipaksa, maka dia dikenakan hukum had. DIPAKSA UNTUK MENGUCAPKAN SESUATU Untuk pemaksaan dalam perkataan, para Ulama sepakat menyatakan bahwa orang yang dipaksa untuk mengucapkan sesuatu boleh mengucapkannya. Artinya, jika ada seseorang yang dipaksa untuk mengucapkan perkataan haram dengan ancaman bunuh, maka dia boleh mengucapkan perkataan itu demi menyelamatkan jiwanya dan dia tidak berdosa, sebagaimana yang firman Allâh Azza wa Jalla :

 
إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ

“…Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa)…” [an-Nahl/16:106] Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ammâr bin Yâsir Radhiyallahu anhu , “Jika mereka kembali melakukannya, ulangi lagi (apa yang telah engkau katakan)”[9] Orang-orang musyrikin menyiksa Ammâr bin Yâsir Radhiyallahu anhu agar ia mau mengatakan kekafiran yang mereka inginkan, akhirnya ia melakukannya. Sedangkan hadits yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepada sejumlah shahabatnya, “Jangan kalian menyekutukan Allâh kendati kalian dipotong-potong atau dibakar.” Syirik yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah syirik dengan hati, seperti difirmankan Allâh Azza wa Jalla :

 
وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau mentaati keduanya…” [Luqmân/31:15] Allâh Azza wa Jalla berfirman :

 
وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allâh menimpanya dan mereka akan mendapat adzab yang besar.” [an-Nahl/16:106] Seluruh perkataan bisa saja dipaksakan. Jika seseorang dipaksa mengatakan suatu perkataan tanpa alasan yang benar, maka hukum yang mestinya merupakan konsekuensi dari perkataan tersebut tidak berlaku. Dan perkataan tersebut tidak bermakna apa-apa karena perkataan yang keluar dari mulutnya itu tidak dilandasi keridhaan (kemauan). Jadi, ia dimaafkan dan ia tidak dikenakan hukuman di dunia dan di akhirat. Karena inilah, orang lupa berbeda dengan orang tidak tahu, baik dalam masalah-masalah akad seperti jual beli dan nikah, atau dalam masalah-masalah pembatalan seperti khulu’, perceraian, dan pemerdekaan budak. Begitu juga dalam masalah sumpah dan nadzar. Ini pendapat jumhur ulama yang juga pendapat Imam Malik, asy-Syafi’i, dan Ahmad.[10] 

FAWAÂ-ID 

Allâh Azza wa Jalla mengampuni dosa yang dilakukan tanpa sengaja, lupa atau terpaksa. Ini merupakan bukti betapa rahmat (kasih sayang) Allâh Azza wa Jalla buat parahamba-Nya begitu luas Keutamaan umat Islam. Apabila sesuatu yang haram dilakukan karena jahil (bodoh), lupa atau dipaksa, maka si pelaku tidak berdosa. Terangkatnya dosa bagi orang yang bersalah bukan berarti tidak ditegakkan hukum padanya. Orang yang dipaksa mengucapkan kalimat kufur dengan ancaman bunuh, maka ia boleh mengucapkannya dan dia tidak berdosa, dengan syarat hatinya tetap beriman. Allâh Maha Memaafkan atas segala kesalahan karena ketidaksengajaan, lupa, atau dipaksa. Di antara sifat Allâh adalah memaafkan hamba-hamba-Nya.

MARAAJI 

Al-Qur-anul Karim dan terjemahnya. Shahîh al-Bukhâ Shahîh Muslim. Musnad Imam Ahmad. Sunan Abu Dâ Sunan Ibnu Mâ Shahiih Ibni Hibbân (at-Ta’lîqâtul Hisân). Hilyatul Auliyâ’. Thabaqât Ibni Sa’d. Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqiq: Syu’aib al-Arnauth dan Ibrahim Bâ Iiqâzhul Himam al-Muntaqa min Jâmi’il ‘Ulûm wal Hikam, karya Salim bin ‘Ied al-Hilali. Fat-hul Qawiyyil Matîn fii Syarhil Arba’iin, karya ‘Abdul Muhsin bin Hamad al-‘Abbad al-Badr.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun XIV/1431H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079] _______
Footnote
[1] Fathul Qawiyyil Matîn fî Syarhil Arba’în, hlm. 130. [2] Shahih: HR. al-Bukhâri (no. 7352), Muslim (no. 1716), Ahmad (IV/198), Abu Dâwud (no. 3574), Ibnu Mâjah (no. 2314), Ibnu Hibbân (no. 5039-at-Ta’lîqâtul Hisân), dan al-Baihaqi (X/118-119). [3] Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/366). [4] Shahih: HR. al-Bukhâri (no. 597) dan Muslim (no. 684). Ini lafazh Muslim. [5] HR. Abu Dâwud (no. 650). [6] Shahih: HR. al-Bukhâri (no. 1933), Muslim (no. 1155), Abu Dâwud (no. 2398), at-Tirmidzi (no. 721), dan Ibnu Mâjah (no. 1673), dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Ini lafazh Muslim. [7]  Diringkas dari Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/367-369). [8] HR. Muslim (no. 3029 (26, 27)). [9] Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam ath-Thabaqât (II/219-220), ath-Thabari dalam Jâmi’ul Bayân (VII/651, no. 21946), al-Hakim (II/357), dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (I/190, no. 454). Di dalam sanadnya ada pembicaraan. Lihat Iiqâzhul Himam, hlm. 540). [10]  Diringkas dari Jâmi’ul ‘Ulûm wal Hikam (II/370-374).

Referensi: https://almanhaj.or.id/12421-kesalahan-kesalahan-yang-dimaafkan.html

sujud padahal suami

Lama tidak pernah bertemu dalam suatu moment pembangunan masjid bertemu dengan seorang temen bernama sutrisno. Dalam ceritanya singkatnya  pa trisno punya kegiatan CV Kecil kecilan milik sendiri yg menagani renovasi rumah dan kadang membangun rumah milik perseorangan, kadang renovasi sebuah kantor, atau perusahaan. pa trisno memiliki 2 anak perempuan yg sudah mulai tumbuh dewasa, seorang anak nya bekerja di sebuah perusahaan asking di jakarta, dan seorang lagi putrinya bekerja di perusahaan daerah yg tinggal bersama ibunya sebagai seorang guru. 

Putrinya pertamanya sudah 5th bekerja di perusahaan asing dijakarta, tapi honor tiap bulannya 15jt selalu di transfer ke rekening ibunya, sampai bapaknya tanya " Terus  piye ndok nggo urip saben dinane nang jakarta ? ", " Kulo mpun angsal uang harian kalih perjalanan dinas lebih dari cukup pak" Jawab putrinya. 
Terus Saya tanya kenapa sampai sekarang kok belum nikah? Padahal umur Sudah cukup? Tanya saya
Jawab pa trisno, "niku lare kulo taksih dereng purun pak, taksih pengin nyenengake ibune. "
"Masya Allah" Jawabku

Jarang anak sekarang berpikir seperti itu
andaikan ada seorang mahluk disuruh sujud kepada sesama mahluk maka akan aku suruh seorang istri disuruh sujud kepada suaminya, kadang disalh artikan seorang suami, istri hanya patuh dan patuh, dan berakibat soeang istri tidak bisa berbuat apa apa ini akibat pemahaman keliru, termasuk istri yg ingin membantu nafkah orang tuanya untuk membahagiakan ibu/bapak nya, 

Secara aturan social anak perempuan sejak Lahir bayi menjadi balita, masa anak, tumbuh remaja, sampai dewasa masih dalam naungan orangtuanya. 
Namun setelah menikah dengan suaminya kemudian 100 derajat seorang anak perempuan dalam wewenang suaminya penuh ini bukan maksud ajaran nabi demikian, karena Ada ayat dan hadits yg menganjurkan untuk tetap berbuat baik kepada orang tuanya sampai kapanpun. 

Kalau Ada seorang suami yg melarang seorang istri ingin sekedar membahagiakan ibu bapaknya maka suaminya pasti ngaji nya tidak tuntas bahkan bisa juga suami yg khawarij bisa juga ngaji nya cuma memilih hadits yh menguntungkan dirinya, seperti hadits seorang istri yg harus selalu taat suami, hadits yg tdk keluar rumah saat suaminya pergi walaupun mendengar bapak atau ibunya meninggal. 

Senin, 19 April 2021

makna puasa

Puasa untuk KU kata Allah dalam hadits qudsi, kalau dalam salat Allah membagi dua separoh untuk KU dan sepatoh untuk hamba Nya
1. Puasa awam  
2. Puasa khusus
3. Puasa khusus dari yg khusus
Imam ghozali menjelaskan gol tsb:
1. Hanya menahan makan mnm dan kumpul suami istri
2. Menjaga yg mata, telinga, bicara, hatinya
3. Puasanya para ulama, aulia, dan para nabi

Minggu, 18 April 2021

makna ibadah secara luas

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

اِيَّا كَ نَعْبُدُ وَاِ يَّا كَ نَسْتَعِيْنُ 

iyyaaka na'budu wa iyyaaka nasta'iin

"Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan."
(QS. Al-Fatihah 1: Ayat 5)

Kalau ibadah hanya salat, dzikir, ngaji, kasihan yg tidak bisa tahajud seperti satpam yg harus jaga malam, kasihan pedagang yg harus pagi pagi keluar harus menjual sayur dan dagangannya, makna ibadah secara luas tidak terbatas yg wajib saja. Mengurus rumah tangga sesuai amanah suami ibadah, mencuci pakaian, menjemur pakaian, menyetrika baju, membersihkan gelas, pring, lantai rumah, semua bernilai ibadah. Seorang suami bekerja ke kantor, bekerja di perusahaan, berdagang, semua bernilai ibadah.

lewat di depan orang yang shalat

Berdasarkan hadits dari Abu Juhaim Al Anshari, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

لَوْ يَعْلَمُ الْمَارُّ بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي مَاذَا عَلَيْهِ مِنَ الإِْثْمِ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ

Andaikan seseorang yang lewat di depan orang yang shalat itu mengetahui dosanya perbuatan itu, niscaya diam berdiri selama 40 tahun itu lebih baik baginya dari pada lewat” (HR. Al Bukhari 510, Muslim 507)

Namun para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan lafadz بَيْنَ يَدَيِ الْمُصَلِّي (di depan orang yang shalat) yaitu berapa batasan jarak di depan orang shalat yang tidak dibolehkan lewat? Dalam hal ini banyak pendapat yang dinukil dari para ulama:

Tiga hasta dari kaki orang yang shalat

Sejauh lemparan batu, dengan lemparan yang biasa, tidak kencang ataupun lemah

Satu langkah dari tempat shalat

Kembali kepada ‘urf, yaitu tergantung pada anggapan orang-orang setempat. Jika sekian adalah jarak yang masih termasuk istilah ‘di hadapan orang shalat’, maka itulah jaraknya.

Antara kaki dan tempat sujud orang yang shalat

Yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin adalah antara kaki dan tempat sujud orang yang shalat. Karena orang yang shalat tidak membutuhkan lebih dari jarak tersebut, maka ia tidak berhak untuk menghalangi orang yang lewat di luar jarak tadi (Syarhul Mumthi’, 3/246).

Dengan demikian jika ingin lewat di depan orang yang shalat yang tidak menggunakan sutrah hendaknya lewat diluar jarak sujudnya, dan ini hukumnya boleh.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/18356-sutrah-shalat-4-hukum-lewat-di-depan-orang-yang-sedang-shalat.html


Melatih cara syukur

Alhamdulillah bagun pagi ditaqdir bisa sujud teng ngarsane Allah swt. 
Alhamdulillah bangun diparingi sehat. 
Alhamdulillah ditaqdir saged maos quran
Alhamdulillah saged bersihkan rumah
Alhamdulillah saged nyiapake sarapan
Alhamdulillah ditaqdir saged ngrumati anak dengan sabar
Alhamdulillah ditaqdir saged kerja
Alhamdulillah ditaqdir saged mbantu orang tua
Alhamdulillah ditaqdir saged sadaqoh
Alhamdulillah ditaqdir saged nolong orang
Alhamdulillah ditaqdir mboten nglampahi maksiat
Alhamdulillah ditaqdir saged salat duhur, asar, magrib, isa, subuh
Alhamdulillah ditaqdir saged nyapa orang
Alhamdulillah ditaqdir saged ngguyu
Alhamdulillah dari waktu ke waktu ditaqdir saged dalam nikmat iman dan islam. 
Alhamdulillah senantiasa ditaqdir dalam rahmat Allah yg maha luas

Sabtu, 17 April 2021

85 TINGKATAN WALI menurut KITAB SALAF

TINGKATAN WALI menurut KITAB SALAF

85 TINGKATAN WALI menurut KITAB SALAF

فَائِدَةٌ فِى تَعْرِيْفِ اْلقُطْبِ

أَخْبَرَ الشَّيْخُ الصَّالِحُ اْلوَرَعُ الزَّاهِدُ الْمُحَقِّقُ الْمُدَقِّقُ شَمْسُ الدِّيْنِ بْنُ كَتِيْلَةُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى وَنَفَعَ بِهِ آمِيْنَ قَالَ : كُنْتُ يَوْمًا جَالِسًا بَيْنَ يَدِي سَيِّدِي فَخَطَرَ بَبًّالِيْ أَنْ أَسْأَلَهُ عَنِ اْلقُطْبِ فَقُلْتُ لَهُ : يَاسَيِّدِي مَا مَعْنَى اْلقُطْبُ ؟

( Faedah ) mengenai definisi Wali Qutub
telah memberitahukan seorang guru yang sholih, wara` , Zuhud, seorang penyelidik, seorang yang teliti yakni Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala menceritakan: “ suatu hari Saya sedang duduk di hadapan guruku, lalu terlintas untuk menanyakan tentang Wali Quthub. “Apa makna Quthub itu wahai tuanku?”

فَقَالَ لِيْ : اْلأَقْطَابُ كَثِيْرَةٌ ، فَإِنَّ كُلَّ مُقَدَّمِ قَوْمٍ هُوَ قُطْبُهُمْ وَأَمَّا قُطْبُ اْلغَوْثِ اْلفَرْدِ الْجَامِعِ فَهُوَ وَاحِدٌ

Lalu beliau menjawab kepadaku, “Quthub itu banyak. Setiap muqaddam atau pemuka sufi bisa disebut sebagai Quthub-nya. Sedangkan al-Quthubul Ghauts al-Fard al-Jami’ itu hanya satu.

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

فالقطب عارف بهم جميعا ومشرف عليهم ولم يعرفه أحد ولايتشرف عليه وهو إمام الأولياء

Wali Quthub yang A`rif ( yang mengenal Allah Swt. ) berkumpul bersama mereka dan yang mengawasi mereka dan tidak mengetahuinya seorangpun juga , dan tidak mendapat kemuliaan atasnya, ia ( wali Quthub ) adalah imam para wali

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

وثمّة رجل واحد هو القطب والغوث الذى يُغيث كلّ العالم .

Dan ada 1 orang ia adalah Wali Quthub dan Wali Gauts yang menolong di seluruh dunia.

ومتى انتقل القطب إلى الآخرة حل مكانه آخر من المرتبة التى قبله بالتسلسل إلى أن يحل رجل من الصلحاء والأولياء محل أحد الأربعة .

Dan ketika Wali Quthub pindah ke akhirat keadaan tempatnya digantikan oleh peringkat lain yang sebelumnya dengan berurutan untuk menempati kedudukan orang dari para Sholaha dan Auliya yang bertempat di salah satu dari yang empat .

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

Para Quthub senantiasa bicara dengan Akal Akbar ( akal yang agung ), dengan Cahaya-cahaya Ruh (Ruhul Anwar), dengan Pena yang luhur (Al-Qalamul A’la), dengan Kesucian yang sangat indah (Al-Qudsul Al-Abha), dengan Asma yang Agung (Ismul A’dzam), dengan Kibritul Ahmar (ibarat Berlian Merah), dengan Yaqut yang mememancarkan cahaya ruhani, dengan Asma’-asma, huruf-huruf dan lingkaran-lingkaran Asma huruf. Dia ( Para Quthub )bicara dengan cahaya matahati di atas rahasia terdalam di lubuk rahasianya. Ia seorang yang alim dengan pengetahuan lahiriah dan batiniyah dengan kedalaman makna yang dahsyat, baik dalam tafsir, hadits, fiqih, ushul, bahasa, hikmah dan etika. Sebuah ilustrasi yang digambarkan pada Sulthanul Auliya Syeikhul Quthub Abul Hasan Asy-Syadzily – semoga Allah senantiasa meridhoi .

والغوث عبارة عن رجل عظيم وسيد كريم تحتاج إليه الناس عند الاضطرار فى تبيين ماخفى من العلوم المهمة والأسرار ، ويطلب منه الدعاء لأنه مستجاب الدعاء لو أقسم على الله لأبرقسمه مثل أويس القرنى فى زمن رسول الله صلعم ، ولايكون القطب قطبا حتى تجتمع فيه هذه الصفات التى اجتمعت فى هؤلاء الجماعة الذين تقدم ذكرهم انتهى من مناقب سيدي شمس الدين الحنفى

Wali Ghauts, yaitu seorang tokoh besar ( agung ) dan tuan mulia, di mana seluruh ummat manusia sangat membutuhkan pertolongannya, terutama untuk menjelaskan rahasia hakikat-hakikat Ilahiyah. Mereka juga memohon doa kepada al-Ghauts, sebab al-Ghauts sangat diijabahi doanya. Jika ia bersumpah langsung terjadi sumpahnya, seperti Uwais al-Qarni di zaman Rasul SAW. Dan seorang Qutub tidak bisa disebut Quthub manakala tidak memiliki sifat dan predikat integral dari para Wali.

Demikian pendapat dari kitab manaqib Sayyidi Syamsuddin Al-Hanafi…

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

والواحد هو الغوث واسمه عبدالله وإذ مات الغوث حلّ محله أحد العمدة الأربعة ثمّ يحل محل العمدة واحد من الأخيار ، وهكذا يحل واحد من النجباء محل واحد من الأخيار ويحل محل أحد النقباء الذى يحل محله واحد من الناس

Dan berjumlah 1 orang yaitu Wali Gauts, namanya adalah Abdullah, dan jika Wali Gauts wafat maka kedudukannya digantikan oleh 1 orang dari Wali U`mdah yang berjumlah 4 orang kemudian kedudukan Wali U`mdah digantikan oleh 1 orang dari Wali Akhyar demikian pula kedudukan 1 orang dari Wali Nujaba menggantikan 1 orang dari Wali Akhyar dan kedudukan Wali Nuqoba digantikan oleh 1 orang dari manusia.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

قُطْبُ اْلغَوْثِ اْلفَرْدِ الْجَامِعِ

1. Qutubul Ghautsil Fardil Jaami`i ( 1 abad 1 Orang )

Wali yang paripurna. Bertugas memimpin para wali diseluruh alam. Jumlahnya tiap masa hanya 1 orang, bila ia wafat, ia akan digantikan oleh wali Imaamaan / Aimmah.

ويقول فى مرآة الأسرار : إنّ طبقات الصّوفيّة سبعة الطالبون والمريدون والسالكون والسّائرون والطائرون والواصلون وسابعهم القطب الذى قلبه على قلب سيّدنا محمّد صلعم وهو وارث العلم اللّدني من النبي صلعم بين الناس وهو صاحب لطيفة الحقّ الصحيحة ما عداالنبى الأمّى

Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) mengatakan dalam kitab Miratil Asror : Sesungguhnya tingkatan-tingkatan kewalian itu ada 7 tingkat diantaranya :

Thoolibun

Muriidun

Saalikun

Saairun

Thooirun

Waashilun

Dan ke 7 dari mereka yaitu Wali Qutub yang hatinya menempati Hati Nabi Muhammad saw. Dan ia ( wali Quthub ) merupakan pewaris ilmu laduni dari Nabi Saw. diantara manusia, dan ia ( wali Quthub ) yang memiliki lathifah ilahiyyah yang benar yang telah berlari kepada Hati Nabi yang Ummi Saw.

والطالب هو صاحب قوىّ مزكيّة للطيفته الخفية الجسميّة

والمريد هو صاحب قوىّ للطيفته النفسيّة

والسالك هو من يكون صاحب قوىّ مزكيّة للطيفة القلبيّة

والسائر هو الذى يكون صاحب قوىّ مزكيّة للطيفة السّرّيّة

والطائر هو الذى وصل إلى للطيفة الروحيّة

والواصل هو الشحص الذى اصبحت قواه اللطيفة مزكّاّة على لطيفة الحقّ

Thoolib adalah yang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Jasad yang tersembunyi
muriid adalah yang memiliki kekuasaan lathifah Nafsu
Saalik adalah orang yang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Hati
Saair adalah orang memiliki kekuasaan menyucikan bagi lathifah Rasa
Thooir adalah orang yang sampai kepada lathifah Ruh
Wasil adalah orang yang menjadi kan kekuatan lathifahnya menyucikan terhadap lathifah ilahiyyah.

ويقولون : إنّ رجال الله هم الأقطاب والغوث والإمامان اللذان هما وزيرا القطب والأوتاد والأبدل والأخيار والأبرر والنقباء والنجباء والعمدة والمكتومون والأفراد أي المحبوبون

Mereka ( Para Hukama ) mengatakan: Sesungguhnya Para Wali Allah yaitu Wali Qutub, Wali Gauts, Wali Dua Imam, yang keduanya Wali Imamaim merupakan pelayan Wali Qutub, Wali Autad, Wali Abdal, Wali Akhyar, Wali Abrar, Wali Nuqoba, Wali Nujaba, Wali U`mdah, Wali Maktumun, dan Wali Afrad ia disebut pula Wali Mahbubun.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

الإِمَامَانِ

2. Imaamani / Imaamain / Aimmah ( 1 Abad 2 orang )

Wali yang menjadi dua imam

وأما الإمامان فهما شخصان أحدهما عن يمين القطب والآخر عن شماله فالذي عن يمينه ينظر فى الملكوت وهو أعلى من صاحبه ، والذى عن شماله ينظر فى الملك ، وصاحب اليمين هو الذي يخلف القطب ، ولهما أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة :

Adapun Wali Dua Imam (Imamani), yaitu dua pribadi ( 2 orang ) , salah satu ada di sisi kanan Quthub dan sisi lain ada di sisi kirinya. Yang ada di sisi kanan senantiasa memandang alam Malakut (alam batin) — dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kiri –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak). Sosok di kanan Quthub adalah Badal dari Quthub. Namun masing-masing memiliki empat amaliyah Batin, dan empat amaliyah Lahir.

فأما الظاهرة ، فالزهد والورع والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر

Yang bersifat Lahiriyah adalah: Zuhud, Wara’, Amar Ma’ruf dan Nahi Munkar.

وأما الباطنة فالصدق والإخلاص والحياء والمراقبة

Sedangkan yang bersifat Batiniyah: Sidiq ( Kejujuran hati) , Ikhlas, Mememlihara Malu dan Muraqabah.

وقال القاشاني فى اصطلاحات الصوفية :

Syaikh Al-Qosyani dalam istilah kitab kewaliannya Berkata :

الإمامان هما الشخصان اللذان أحدهما عن يمين القطب ونظره فى الملكوت

Wali Imam adalah dua orang, satu di sebelah kanan Qutub dan dan senantiasa memandang alam malakut ( alam malaikat )

والآخر عن يساره ونظره فى الملك،

, dan yang lainnya ( satu lagi ) di sisi kiri ( wali Qutub ) –, sedangkan yang di sisi kiri senantiasa memandang ke alam jagad semesta (malak).

وهو أعلى من صاحبه وهو الذى يخلف القطب ،

dan derajatnya lebih luhur ketimbang kawannya yang di sisi kanan, Sosok di kiri Quthub adalah Badal dari Quthub

قلت وبينه وبين ما قبله مغايرة فليتأمل

Syaikh Al-Qosyani berkata, diantara dirinya ( yang sebelah kiri ) dan antara sesuatu yang sebelumnya ( sebelah kanan ) memiliki perbedaan dalam perenungan

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

Al Imamani bentuk isim tasniyyah ( bentuk ganda ) berasal dari kata tunggal Al- imam yang mempunyai arti pemimpin begitu juga Al Aimmah berasal dari kata tunggal imam yang mempunyai arti pemimpin.

Wali Imaaman merupakan Pembantu Wali Qutubul Ghautsil Fardil Jaami`i. Jumlahnya ada 2 orang. Bila Wali Qutubul Ghautsil Fardil Jaami`i wafat, maka salah 1 seorang wali Aimmah akan menggantikan posisinya.
Gelar Wali Aimmah :
1) Abdul Rabbi عَبْدُ الرَّبِّ

bertugas menyaksikan alam ghaib
2) Abdul Malik عَبْدُ الْمَالِكِ

bertugas menyaksikan alam malaikat

الأَوْتَادُ

3. Autad ( 1 Abad 4 Orang di 4 penjuru Mata Angin )

Wali paku jagat

ثمّ الأوتاد وهم عبارة عن أربعة رجال منازلهم منازل الأربعة أركان من العالم شرقا وغربا وجنوبا وشمالا ومقام كل واحد منهم تلك ولهم ثمانية أعمال أربعة ظاهرة وأربعة باطنة ،

Kemudian Wali Autad mereka berjumlah 4 orang tempat mereka mempunyai 4 penjuru tiang -tiang, mulai dari penjuru alam timur, barat, selatan dan utara dan maqom setiap satu dari mereka itu, Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 lagi bersifat lahiriyah, dan 4 bersifat batiniyah

فالظاهرة :كثرة الصيام ، وقيال الليل والناس نيام ، وكثرة الإيثار ، والإستغفار بالأسحار

Maka yang bersifat lahiriyah: 1) Banyak Puasa, 2) Banyak Shalat Malam, 3) Banyak Pengutamaan ( lebih mengutamakan yang wajib kemudian yang sunnah ) dan 4) memohon ampun sebelum fajar.

وأما الباطنة : فالتوكل والتفويض والثقة والتسليم ولهم واحد منهم هو قطبهم

Adapun yang bersifat Bathiniyah : 1) Tawakkal, 2) Tafwidh , 3) Dapat dipercaya ( amanah) dan 4) taslim.dan kepercayaan, pengiriman, dan dari mereka ada salah satu imam ( pemukanya), dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

وثمّة أربعون آخرون هم الأوتاد الذين مدار استحكام العالم بهم . كما الطناب بالوتد . وثلاثة آخرون يقال لهم النقباء أي نقباء هذه الأمّة.

Dan ada 40 orang lainnya mereka adalah Wali Autad yang gigih mereka diatas dunia. Sebagai tali pasak. Dan tiga orang lainnya disebut bagi mereka adalah Wali Nuqoba artinya panglima umat ini

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

Al Autad berasal dari kata tunggal Al Watad yang mempunyai arti pasak/ tiang. Yang memperoleh pangkat Al Autad hanya ada empat orang saja setiap masanya. Mereka tinggal di utara, di timur, di barat dan di selatan bumi, mereka bagaikan penjaga di setiap pelusuk bumi.

Jumlahnya selalu 4 ( empat ) setiap masa. Masing – masing menguasai 4 mata angin yg berpusat di Ka’bah Mekkah.
dalam maqam Autad kadang terdapat wali wanita.
gelar autad :
1. Abdul Hayyi عَبْدُ الْحَيِّ

2. Abdul Alim عَبْدُ الْعَالِيْمِ

3.Abdul Qadir عَبْدُ الْقَادِرِ

4. Abdul Murid عَبْدُ الْمُرِيْدِ

الأَبْدَالُ

4. Abdal ( 1 Abad 7 Orang tidak akan bertambah & berkurang Apabila ada wali Abdal yg Wafat Alloh menggantikannya dengan mengangkat Wali abdal Yg Lain ( Abdal=Pengganti ) Wali Abdal juga ada yang Waliyahnya ( Wanita ).

وأما الأبدال فهم سبعة رجال ، أهل كمال واستقامة واعتدال ، قد تخلصوا من الوهم والخيال ولهم أربعة أعمال باطنة وأربعة ظاهرة ،

Adapun Wali Abdal berjumlah 7 orang. Mereka disebut sebagai kalangan paripurna, istiqamah dan memelihara keseimbangan kehambaan. Mereka telah lepas dari imajinasi dan khayalan, dan Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah

فأما الظاهرة فالصمت والسهر والجوع والعزلة

Adapun yang bersifat lahiriyah: 1) Diam, 2) Terjaga dari tidur, 3) Lapar dan 4) ‘Uzlah.

ولكل من هذه الأربعة ظاهر وباطن

Dari masing-masing empat amaliyah lahiriyah ini juga terbagi menjadi empat pula:

Lahiriyah dan sekaligus Batiniyah:

أما الصمت فظاهره ترك الكلام بغير ذكر الله تعالى

Pertama, diam, secara lahiriyah diam dari bicara, kecuali hanya berdzikir kepada Allah Ta’ala.

وأما باطنه فصمت الضمير عن جميع التفاصيل والأخبار

Sedangkan Batinnya, adalah diam batinnya dari seluruh rincian keragaman dan berita-berita batin.

وأما السهر فظاهره عدم النوم وباطنه عدم الغفلة

Kedua, terjaga dari tidur secara lahiriyah, batinnya terjaga dari kealpaan dari dzikrullah.

وأما الجوع فعلى قسمين : جوع الأبرار لكمال السلوك وجوع المقربين لموائد الأنس

Ketiga, lapar, terbagi dua. Laparnya kalangan Abrar, karena kesempurnaan penempuhan menuju Allah, dan laparnya kalangan Muqarrabun karena penuh dengan hidangan anugerah sukacita Ilahiyah (uns).

وأما العزلة فظارها ترك المخالطة بالناس وباطنها ترك الأنس بهم :

Keempat, ‘uzlah, secara lahiriyah tidak berada di tengah keramaian, secara batiniyah meninggalkan rasa suka cita bersama banyak orang, karena suka cita hanya bersama Allah.

وللأبدال أربعة أعمال باطنة وهي التجريد والتفريد والجمع والتوحيد

Amaliyah Batiniyah kalangan Abdal, juga ada empat prinsipal: 1) Tajrid (hanya semata bersama Allah), 2) Tafrid (yang ada hanya Allah), 3) Al-Jam’u (berada dalam Kesatuan Allah, 3) Tauhid.

ومن خواص الأبدال من سافر من القوم من موضعه وترك جسدا على صورته فذاك هو البدل لاغير، والبدل على قلب إبراهيم عليه السلام ،

Salah satu keistimewaan-keistimewaan wali abdal dalam perjalanan qoum dari tempatnya dan meninggalkan jasad dalam bentuk-Nya maka dari itu ia sebagai abdal tanpa kecuali

وهؤلاء الأبدال لهم إمام مقدم عليهم يأخذون عنه ويقتدون به ، وهو قطبهم لأنه مقدمهم ،

Wali abdal ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

karena sesungguhnya ia sebagai muqoddam abdal-Nya.

وقيل الأبدال أربعون وسبعة هم الأخيار وكل منهم لهم إمام منهم هو قطبهم ،

Dikatakan bahwa wali abdal itu jumlahnya 47 orang mereka disebut juga wali akhyar dan setiap dari mereka ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

وأورد فى مجمع السلوك : أنّ الأولياء أربعون رجلا هم الأبدال وأربعون هم النقباء وأربعون هم النجباء وأربعون هم الأوتاد وسبعة هم الأمناء وثلاثة هم الخلفاء

Dikutip di dalam kitab Majmu`us Suluk : bahwa para wali berjumlah 40 orang mereka disebut Wali Abdaal , dan 40 orang disebut wali Nuqoba, 40 orang disebut wali Nujaba, 40 orang disebut wali Autad, 7 orang disebut wali Umana dan 3 orang disebut wali Khulafa.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

Al Abdal berasal dari kata Badal yang mempunyai arti menggantikan. Yang memperoleh pangkat Al Abdal itu hanya ada tujuh orang dalam setiap masanya. Setiap wali Abdal ditugaskan oleh Allah swt untuk menjaga suatu wilayah di bumi ini. Dikatakan di bumi ini mempunyai tujuh daerah. Setiap daerah dijaga oleh seorang wali Abdal. Jika wali Abdal itu meninggalkan tempatnya, maka ia akan digantikan oleh yang lain.

Ada seorang yang bernama Abdul Majid Bin Salamah pernah bertanya pada seorang wali Abdal yang bernama Muaz Bin Asyrash, amalan apa yang dikerjakannya sampai ia menjadi wali Abdal? Jawab Muaz Bin Asyrash: “Para wali Abdal mendapatkan derajat tersebut dengan empat kebiasaan, yaitu sering lapar, gemar beribadah di malam hari, suka diam dan mengasingkan diri”.

Wali Abdal ( Pengganti) ini apabila salah satu anggotanya ada yang wafat, maka para wali / al Ghauts akan menunjuk penggantinya.
Jumlahnya selalu 7 orang setiap masa dan mereka menguasai 7 iklim.

النُّجَبَاءُ

5. Nujaba’ ( 1 Abad 8 Orang )

Wali yang dermawan

ثُمَّ النُّجَبَاءُ أَرْبَعُوْنَ وَقِيْلَ سَبْعُوْنَ وَهُمْ مَشْغُوْلُوْنَ بِحَمْلِ أَثْقَلِ الْخَلْقِ فَلَا يَنْظُرُوْنَ إِلَّا فِى حَقِّ اْلغَيْرِ ، وَلَهُمْ ثَمَانِيَةُ أَعْمَالٍ. أَرْبَعَةٌ بَاطِنَةٌ ،وَ أَرْبَعَةٌ ظَاهِرَةٌ ،

Sedangkan Wali Nujaba’ jumlahnya 40 Wali. Ada yang mengatakan 70 Wali. Tugas mereka adalah memikul beban-beban kesulitan manusia. Karena itu yang diperjuangkan adalah hak orang lain (bukan dirinya sendiri). Mereka memiliki 8 amaliyah: 4 bersifat batiniyah, dan 4 lagi bersifat lahiriyah:

فالظاهرة : الفتوة والتواضع والأدب وكثرة العبادة ،

Yang bersifat lahiriyah adalah 1) Futuwwah (peduli sepenuhnya pada hak orang lain), 2) Tawadlu’, 3) Menjaga Adab (dengan Allah dan sesama) dan 4) Ibadah secara maksimal.

وأما الباطنة فالصبر والرضا والشكر والحياء وهم أهل مكارم الأخلاق

Sedangkan secara Batiniyah, 1) Sabar, 2) Ridla, 3) Syukur), 4) Malu. Dan meraka di sebut juga wali yang mulia akhlaqnya.

والنجباء : هم المشغولون بحبل أثقال الخلق وهم أربعون اهـ

Dan Nujaba mereka disibukan dengan tali beban-beban makhluk jumlah Wali Nujaba 40 orang

( dituqil dari mafahirul a`liyyah )

ويقول أيضا فى كشف اللغات : النجباء أربعون رجلا من رجال الغيب القائمون بإصلاح أعمال الناس . ويتحملون مشاكل الناس ويتصرفون فى أعمالهم ويقول فى شرح الفصوص : النجباء سبعة رجال يقال لهم رجال الغيب والنقباء ثلاثمائة ويقال لهم الأبرار وأقل مراتب الأولياء هي مرتبة النقباء

Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) juga mengatakan dalam Kitab kasyful Lughoh : bahwa Wali Nujaba berjumlah 40 orang dari golongan Wali Rijalil Ghoib yang menyelenggarakan dengan amal-amal manusia dan menanggung masalah manusia serta mereka bertindak dalam amal-amal mereka , dan ia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) mengatakan di dalam kitab syarohul Fushush : bahwa Wali Nujaba berjumlah 7 orang dan disebut juga mereka Wali Rijalul Ghoib , Wali Nuqoba berjumlah 300 orang disebut juga mereka Wali Abrar dan peringkat yang lebih rendah dari para wali adalah pangkat wali Nuqoba.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

وثمّة سبعون آخرون يقال لهم النجباء ، وهؤلاء فى المغرب وأربعون آخرون هم الأبدال ومقرّهم فى الشام ،

Dan ada 70 orang yang lain disebut bagi mereka Wali Nujaba, dan orang-orang ini tinggal di Maroko dan 40 orang lainnya adalah Wali Abdal yang berpusat di Suriah,

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

Wali ini hanya bisa dikenali oleh wali yg tingkatannya lebih tinggi.

jumlahnya selalu 8 orang dan du`a mereka sangat mustajab An Nujaba’ berasal dari kata tunggal Najib yang mempunyai arti bangsa yang mulia. Wali Nujaba’ pada umumnya selalu disukai orang. Dimana saja mereka mendapatkan sambutan orang ramai. Kebanyakan para wali tingkatan ini tidak merasakan diri mereka adalah para wali Allah. Yang dapat mengetahui bahwa mereka adalah wali Allah hanyalah seorang wali yang lebih tinggi derajatnya. Setiap zaman jumlah mereka hanya tidak lebih dari 8 orang.


النُّقَبَاءُ


6. Nuqoba’ ( Naqib ) ( 1 Abad 12 orang Di Wakilkan Alloh Masing2 pada tiap-tiap Bulan).


Wali yang mengetahui batinnya manusia


وَتَفْسِيْرُ ذَلِكَ أَنَّ النُّقَبَاءَ هُمُ ثَلَثُمِائَةٌ وَهُمُ الَّذِيْنَ اِسْتَخْرَجُوْا خَبَايًّا النُّفُوْس وَلَهُمُ عَشْرَةُ أَعْمَالٍ : أَرْبَعَةٌ ظَاهِرَةٌ وَسِتَّةٌ بَاطِنَةٌ


Dan penjelasan tersebut : sesungguhnya bahwa Wali Nuqaba’ itu jumlahnya 300. Mereka itu yang menggali rahasia jiwa dalam arti mereka itu telah lepas dari reka daya nafsu, dan mereka memiliki 10 amaliyah: 4 amaliyah bersifat lahiriyah, dan 6 amaliyah bersifat bathiniyah.


فَاْلأَرْبَعَةُ الظَّاهِرَةُ : كَثْرَةُ اْلعِبَادَةِ وَالتَّحْقِقُ بِالزُّهَّادَةَ وَالتَّجْرِدُ عَنِ اْلإِرَادَةَ وَقُوَّةُ الْمُجَاهَدَةَ


Maka 4 `amaliyah lahiriyah itu antara lain: 1) Ibadah yang banyak, 2) Melakukan zuhud hakiki, 3) Menekan hasrat diri, 4) Mujahadah dengan maksimal.


وَأَمَّا ْالبَاطِنَةُ فَهِيَ التَّوْبَةُ وَاْلإِنَابَةُ وَالْمُحَاسَبَةُ وَالتَّفَكُّرُ وَاْلإِعْتِصَامُ وَالرِّيَاضَةُ فَهَذِهِ الثَّلَثُمِائَةٌ لَهُمْ إِمَامٌ مِنْهُمْ يَأْخُذُوْنَ عَنْهُ وَيَقْتَدُوْنَ بِهِ فَهُوَ قُبْطُهُمْ


Sedangkan `amaliyah batinnya: 1) Taubat, 2) Inabah, 3) Muhasabah, 4) Tafakkur, 5) Merakit dalam Allah, 6) Riyadlah. Di antara 300 Wali ini ada imam dan pemukanya, dan ia disebut sebagai Quthub-nya.


وفى اصطلاحات شيخ الإسلام زكريا الأنصاري : النقباء هم الذين استخرجوا خبايا النفوس وهم ثلثمائة


Dalam istilah Syaikh al-Islam Zakaria Al-Anshar ra.: Wali Nuqoba adalah orang-orang yang telah menemukan rahasia jiwa, dan mereka ( wali Nuqoba ) berjumlah 300 orang


( dituqil dari mafahirul a`liyyah )


والنقباء ثلاثمائة شخص واسم كلّ منهم على


والنجباء سبعون واسم كلّ واحد منهم حسن


والأخيار سبعة واسم كل منهم حسين


والعمدة أربعة واسم كلّ منهم محمّد


Dan Wali Nuqoba berjumlah 300 orang dan nama masing-masing dari mereka yaitu A`li

Dan Wali Nujaba berjumlah 70 orang dan nama salah satu dari mereka yaitu Hasan

Dan Wali Akhyar berjumlah 7 orang dan nama masing-masing dari mereka yaitu Husain

Dan Wali U`mdah berjumlah 4 orang dan nama masing-masing dari mereka yaitu Muhammad


( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )


وأما مكان إقامة النقباء فى أرض المغرب أي السويداء واليوم هناك من الصبح إلى الضحى وبقية اليوم ليل أما صلاتهم فحين يصل الوقت فإنهم يرون الشمس بعد طيّ الأرض لهم فيؤدّون الصلاة لوقتها


Adapun tempat kediaman Wali Nuqoba di tanah Magrib yakni Khurasan , pada hari ini dari mulai Shubuh sampai Dhuha dan pada sisa malam hari itu mereka shalat ketika waktu tiba, mereka melihat matahari sesudah bumi melipat , mereka melakukan Shalat pada waktunya.


( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )


Jumlahnya selalu 12. mereka sangat menguasai hukum syariat.

Jika wali Nuqaba’ melihat jejak kaki seseorang, maka ia akan dapat mengetahui apakah jejeak tsb milik orang baik, jahat, pandai atau bodoh.

An Nuqaba’ berasal dari kata tunggal Naqib yang mempunyai arti ketua suatu kaum. Jumlah wali Nuqaba’ dalam setiap masanya hanya ada dua belas orang. Wali Nuqaba’ itu diberi karamah mengerti sedalam-dalamnya tentang hukum-hukum syariat. Dan mereka juga diberi pengetahuan tentang rahasia yang tersembunyi di hati seseorang. Selanjutnya mereka pun mampu untuk meramal tentang watak dan nasib seorang melalui bekas jejak kaki seseorang yang ada di tanah. Sebenarnya hal ini tidaklah aneh. Kalau ahli jejak dari Mesir mampu mengungkap rahasia seorang setelah melihat bekas jejaknya. Apakah Allah tidak mampu membuka rahsia seseorang kepada seorang waliNya?


الرُّقَبَاءُ


7. Ruqooba ( 1 Abad 4 Orang)


Wali yang waspada akan firman-firman Allah


الْخَتْمُ الزَّمَانِ


8. Khotmz Zamaan ( penutup Wali Akhir zaman )( 1 Alam dunia hanya 1 orang ) Yaitu Nabi Isa A S ketika diturunkan kembali ke dunia, Alloh Angkat menjadi Wali Khotmz Zamaan.


Al Khatamiyun berasal dari kata Khatam yang mempunyai arti penutup atau penghabisan. Maksudnya pangkat AlKhatamiyun adalah sebagai penutup para wali. Jumlah mereka hanya seorang. Tidak ada pangkat kewalian umat Muhammad yang lebih tinggi dari tingkatan ini. Jenis wali ini hanya akan ada di akhir masa,yaitu ketika Nabi Isa as.datang kembali.


الرِّجَالُ الْمَاءِ


9. Rizalul Ma’ ( 1 Abad 124 Orang )


Wali yang beribadah didalam air dan berjalan di atas air


Wali dengan Pangkat Ini beribadahnya di dalam Air di riwayatkan oleh Syeikh Abi Su’ud Ibni Syabil ” Pada suatu ketika aku berada di pinggir sungai tikrit di Bagdad dan aku termenung dan terbersit dalam hatiku “Apakah ada hamba2 Alloh yang beribadah di sungai2 atau di Lautan” Belum sampai perkataan hatiku tiba2 dari dalam sungai muncullah seseorang yang berkata “akulah salah satu hamba Alloh yang di tugaskan untuk beribadah di dalam Air”, Maka akupun mengucapkan salam padanya lalu Dia pun membalas salam aku tiba2 orang tersebut hilang dari pandanganku.


الرِّجَالُ الْغَيْبِ


10. Rizalul Ghoib ( 1 Abad 10 orang tidak bertambah dan berkurang )


Wali yang dapat melihat rahasia alam ghaib dengan mata hatinya


tiap2 Wali Rizalul Ghoib ada yg Wafat seketika juga Alloh mengangkat Wali Rizalul Ghoib Yg lain, Wali Rizalul Ghoib merupakan Wali yang di sembunyikan oleh Alloh dari penglihatannya Makhluq2 Bumi dan Langit tiap2 wali Rizalul Ghoib tidak dapat mengetahui Wali Rizalul Ghoib yang lainnya, Dan ada juga Wali dengan pangkat Rijalul Ghoib dari golongan Jin Mu’min, Semua Wali Rizalul Ghoib tidak mengambil sesuatupun dari Rizqi Alam nyata ini tetapi mereka mengambil atau menggunakan Rizqi dari Alam Ghaib.


الرِّجَالُ الشَّهَادَةِ


11. Rizalul Syahaadah /Adz-Dzohirun ( 1 Abad 18 orang )


Wali yang ahli dalam ibadah zhohir


الرِّجَالُ اْلإِمْدَادِ


12. Rizalul Imdad ( 1 Abad 3 Orang )


Wali penolong


Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Rijalul Imdadil Ilahi Wal Kauni, yaitu mereka yang selalu mendapat kurniaan Ilahi. Jumlah mereka tidak lebih dari tiga orang di setiap abad. Mereka selalu mendapat pertolongan Allah untuk menolong manusia sesamanya. Sikap mereka dikenal lemah lembut dan berhati penyayang. Mereka senantiasa menyalurkan anugerah-anugerah Allah kepada manusia. Adanya mereka menunjukkan berpanjangannya kasih sayang Allah kepada makhlukNya.


الرِّجَالُ الْهَيْبَةِ وَالْجَلَالِ


13. Rizalul Haybati Wal Jalal ( 1 Abad 4 Orang )


Wali yang berwibawa dan memiliki keagungan


الرِّجَالُ الْفَتْحِ


14. Rizalul Fath ( 1 Abad 24 Orang )


Wali yang terbuka mata hatinya


Alloh mewakilkannya di tiap Sa’ah ( Jam ) Wali Rizalul Fath tersebar di seluruh Dunia 2 Orang di Yaman, 6 orang di Negara Barat, 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua Jihat ( Arah Mata Angin )


ويقول فى توضيح المذاهب :


Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) berkata dalam kitab Taudhil Madzahib:


اْلمَكْتُوْمُوْنَ


15. Wali Maktum ( para wali yang tersembunyi )


berjumlah 4.000 orang


ويقول فى توضيح المذاهب :


Dia ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) berkata dalam kitab Taudhil Madzahib:


المكتومون أربعة آلاف رجل ويبقون مستورين وليسوا من أهل التصرف.


Wali Maktum berjumlah 4.000 orang dan tetap Masturin ( yakni tetap menjadi para wali yang tidak dikenal oleh orang-orang ) dan mereka bukan dari Ahlut Tashrif.


أما الذين هم من أهل الحل والعقد والتصرّف وتصدر عنهم الأمور وهم كقرّبون من الله فهم ثلاثمائة .


Adapun Ahlu Tashrif mereka itu dari Ahlul Hal yakni orang yang berpengaruh dan bertindak dengan mereka yakni Wali Kaqorrobun dari Allah Swt dan mereka berjumlah 300 orang.


( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )


قُطْبُ الْخَتْمِ الْمَكْتُوْمِ


16. Quthbul khotmil maktum( 1 Abad 1 Orang )


Wali paripurna yang disembunyikan


كَقَرَّبُوْنَ


17. Wali Kaqorrobun


berjumlah 300 orang.


الْخُلَفَاءُ


18. Wali Khulafa ( wali para pengganti )


berjumlah 3 orang


والثلاثة الذين هم الخلفاء من الأئمة يعرفون السبعة ويعرفون الأربعين وهم البدلاء والأربعون يعرفون سائر الأولياء من الأئمة ولا يعرفهم من الأولياء أحد فإذا نقص واحد من الأربعين أبدل مكانه من الأولياء وكذا فى السبع والثلاث والواحد إلا أن يأتي بقيام الساعة انتهى


Dan berjumlah 3 orang yang merupakan Wali Khulafa dari 7 Wali Aimah yang A`rif, dan 40 yang A`rif mereka adalah Wali Budalaa dan 40 golongan para wali yang A`rif dari Wali Aimah dan tidak ada yang mengetahui mereka dari para wali seorang pun Jika salah satu dari 40 kurang maka ia menggantikan tempatnya dari para wali demikian juga yang berjumlah tujuh dan tiga dan satu orang kecuali jika datang kiamat. ( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )


البُدَلَاءُ


19. Budala’ ( 1 Abad 12 orang )


Wali yang menjadi penggantinya ulama


Budala’ Jama’ nya ( Jama’ Sigoh Muntahal Jumu’) dari Abdal tapi bukan Pangkat Wali Abdal


وقال أبو عثمان المغربي : البدلاء أربعون والأمناء سبعة والخلفاء من الأئمة ثلاثة والواحد هو القطب :


Said Abu U`tsman Al Maghriby berkata : bahwa Wali Budala`a berjumlah 40 orang, Wali Umana berjumlah 7 orang, Wali Khulafa dari Wali Aimah berjumlah 7 orang dan 1 orang adalah Wali Qutub .


( dituqil dari safinatul Qodiriyyah) 

20. Wali Akhyar ( para wali pilihan )
اْلأَخْيَارُ

20. Wali Akhyar ( para wali pilihan )

berjumlah 7 orang

وفى كشف اللغات يقول : الأولياء عدة أقسام : ثلاثمائة منهم يقال لهم أخيار وأبرار وأربعون يقال لهم الأبدل وأربعة يسمّون بالأوتاد وثلاثة يسمّون النقباء وواحد هو المسمّى بالقطب انتهى

dalam Kitab kasyful Lughoh ( Syaikh Abdul Qodir Jailani ra. ) mengatakan: bahwa para wali ada beberapa tingkatan : 300 orang dari mereka disebut Wali Akhyar dan Wali Abrar dan 40 orang disebut dengan Wali Abdal dan 4 orang disebut dengan Wali Autad dan 3 orang disebut dengan Wali Nuqoba dan 1 orang disebut dengan Wali Quthub……….. berakhir

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

وفى رواية خلاصة المناقب سبعة . ويقال لهم أيضا أخيار وسيّاح ومقامهم فى مصر.

Di dalam kitab Riwayat ringkasan Manaqib yang ke-7 . Dikatakan bahwa Wali Akhyar juga melakukan perjalanan di muka bumi, dan tetap tinggal di Mesir.

وقد أمرهم الحقّ سبحانه بالسياحة لإرشاد الطالبين والعابدين .

Sungguh telah memerintahkan mereka kepada Allah yang Maha Haq lagi yang maha suci dengan perjalanan petunjuk untuk memandu pemohon ( Tholibun ) dan A`bidun.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

اْلعُمْدَةُ

21. Wali Umdah ( para wali pembaiat )

berjumlah 4 orang

وثمّة خمسة رجال يقال لهم العمدة لأنهم كالأعمدة للبناء والعالم يقوم عليهم كما يقوم المنزل على الأعمدة . وهؤلاء فى أطراف العالم .

Dan ada 5 orang disebut bagi mereka Wali U`mdah, karena sesungguhnya mereka seperti tiang bagi gedung dan dunia yang berdiri bagi mereka, sebagai mana berdirinya rumah diatas tiang. Dan orang-orang ini tinggal di belahan dunia.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

وأما العمدة الأربعة ففى زوايا الأرض وأمّاالغوث فمسكنه مكّة وأمّا الأخيار فهم سيّاحون دائما وأمّا النجباء فمسكنه مصر ولايقرّون فى مكان وهذا غير صحيح

ذلك لأنّ حضرة السيد عبد القادر الجلاني رحمه الله وكان غوثا إنّما أقام فى بغداد .

Adapun ( tempat kediaman ) wali U`mdah di empat penjuru bumi, dan Wali Gauts tempat kediamannya di Makkah, Wali Akhyar melakukan perjalan (sayyâhûn) di muka bumi) selamanya, Wali Nujaba di Mesir dan mereka tidak menetap di satu tempat maka hal ini tidak benar, karena sesungguhnya Hadroh Sayyid Abdul Qodir Jailani menjadi Wali Gauts dan pastinya tempat kediaman Wali Gauts di Baghdad.

هذا وتفصيل أحوال الباقى فسيأتي فى مواضعه

Ini perincian kondisi sisanya yang akan datang pada tempatnya

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

اْلأَبْرَارُ

22. Wali Abrar ( para wali yang berbakti )

berjumlah 7 orang

وثمّة سبعة هم الأبراروهم فى الحجاز .

Dan Ada 7 orang mereka adalah Wali Abrar dan mereka tinggal di Hijaz.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

اْلمَحْبُوْبُوْنَ

23. Wali Mahbubun ( para wali yang saling mencintai )

berjumlah 7 orang

الرِّجَالُ الْمَعَارِجِ اْلعُلَى

24. Rizalul Ma’arijil ‘Ula ( 1 Abad 7 Orang )

Wali yang terus naik derajat luhurnya

الرِّجَالُ الْعَيْنِ التَّحْكِيْمِ وَالزَّوَائِدِ

25. Rizalun Ainit Tahkimi waz Zawaid ( 1 Abad 10 Orang )

Wali yang kuat keyakinannya dengan ilmu hikmah ( ilmu para hukama/para wali ) dan ma`rifatnya

الرِّجَالُ الْغِنَى بِاللهِ

26. Rizalul Ghina ( 1 Abad 2 Orang )

Wali yang merasa cukup
sesuai Nama Maqomnya ( Pangkatnya ) Rizalul Ghina ” Wali ini Sangat kaya baik kaya Ilmu Agama, Kaya Ma’rifatnya kepada Alloh maupun Kaya Harta yg di jalankan di jalan Alloh, Pangkat Wali ini juga ada Waliahnya ( Wanita ).

الرِّجَالُ اْلإِسْتِيَاقِ

27. Rizalul Istiyaq ( 1 Abad 5 Orang )

الرِّجَالُ الْجَنَانِ وَالْعَطْفِ

28. Rizalul Janaani wal A`thfi ( 1 Abad 15 Orang )

Wali yang ahli menjaga jiwanya dan pengasih

Ada jenis wali yang dikenal dengan nama Rijalul Hanani Wal Athfil Illahi artinya mereka yang diberi rasa kasih sayang Allah. Jumlah mereka hanya ada lima belas orang di setiap zamannya. Mereka selalu bersikap kasih sayang terhadap manusia baik terhadap yang kafir maupun yang mukmin. Mereka melihat manusia dengan pandangan kasih sayang, kerana hati mereka dipenuhi rasa insaniyah yang penuh rahmat.

الرِّجَالُ تَحْتِ اْلأَسْفَلِ

29. Rizalut Tahtil Asfal ( 1 Abad 21 orang )

الرِّجَالُ اْلقُوَّاةِ اْلإِلَهِيَّةِ

30. Rizalul Quwwatul Ilahiyyah (1 Abad 8 Orang )

Di antaranya pula ada wali yang dikenal dengan nama Rijalul Quwwatul Ilahiyah artinya orang-orang yang diberi kekuatan oleh Tuhan. Jumlah mereka hanya delapan orang saja di setiap zaman. Wali jenis ini mempunyai keistimewaan, yaitu sangat tegas terhadap orang-orang kafir dan terhadap orang-orang yang suka mengecilkan agama. Sedikit pun mereka tidak takut oleh kritikan orang. Di kota Fez ada seorang yang bernama Abu Abdullah Ad Daqqaq. Beliau dikenal sebagai seorang wali dari jenis Rijalul Quwwatul Ilahiyah. Di antaranya pula ada jenis wali yang sifatnya keras dan tegas. Jumlah mereka hanya ada 5 orang disetiap zaman. Meskipun watak mereka tegas, tetapi sikap mereka lemah lembut terhadap orang-orang yang suka berbuat kebajikan.

خَمْسَةُ الرِّجَالِ

31. Khomsatur Rizal ( 1 Abad 5 orang )

رَجُلٌ وَاحِدٌ

32. Rozulun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )

رَجُلٌ وَاحِدٌ مَرْكَبٌ مُمْتَزٌّ

33. Rozulun Wahidun Markabun Mumtaz ( 1 Abad 1 Orang )

Wali dengan Maqom Rozulun Wahidun Markab ini di lahirkan antara Manusia dan Golongan Ruhanny( Bukan Murni Manusia ), Beliau tidak mengetahui Siapa Ayahnya dari golongan Manusia , Wali dengan Pangkat ini Tubuhnya terdiri dari 2 jenis yg berbeda, Pangkat Wali ini ada juga yang menyebut ” Rozulun Barzakh ” Ibunya Dari Wali Pangkat ini dari Golongan Ruhanny Air INNALLOHA ‘ALA KULLI SAY IN QODIRUN ” Sesungguhnya Alloh S.W.T atas segala sesuatu Kuasa.

الشَّمْسُ الشُّمُوْسِ

34. Syamsis Syumus ( 1 abad 1 orang )

Wali yang bercahaya bagaikan matahari

القُطْبَانِيَّةُ الْعُظْمَى / قُطْبُ اْلأَعْظَمُ

35. Quthbaniyatul Uzhma ( 1 abad 1 orang )

Penghulu wali yang agung

الشَّخْصُ الْغَرِيْبِ

36. Syakhshul Ghorib ( di dunia hanya ada 1 orang )

الشَّخْصُ الْوَاحِدِ

37. Syakhshul Wahid ( 1 Abad 1 Orang )

قُطْبُ السَّقِيْطِ الرَّفْرَفِ ابْنِ سَاقِطِ الْعَرْشِ

38. Saqit Arofrof Ibni Saqitil ‘Arsy ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang menerima firman dari rof-rof putra wali yang menerima firman dari arasy

قُطْبُ السَّاقِطِ الْعَرْشِ

39. Saqitil ‘Arsy ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang menerima firman dari arasy

الْأَنْفَاسِ

40. Sittata Anfas ( 1 Abad 6 Orang )

Wali yang ahli menjaga nafasnya dengan dzikir
salah satu wali dari pangkat ini adalah Putranya Raja Harun Ar-Royid yaitu Syeikh Al-’Alim Al-’Allamah Ahmad As-Sibty

الرِّجَالُ الْعَالَمِ الْأَنْفَاسِ

41. Rizalul ‘Alamul Anfas ( 1 Abad 313 Orang )

حَوَارِىٌّ

42. Hawariyyun ( 1 Abad 1 Orang )
Wali Pembela. Jumlahnya 1 orang.
Tugasnya membela agama Allah baik dengan argumen maupun dengan senjata. Wali Hawariyyun di beri kelebihan Oleh Alloh dalam hal keberanian, Pedang ( Zihad) di dalam menegakkan Agama Islam Di muka bumi. Al Hawariyun berasal dari kata tunggal Hawariy yang mempunyai arti penolong. Jumlah wali Hawariy ini hanya ada satu orang sahaja di setiap zamannya. Jika seorang wali Hawariy meninggal, maka kedudukannya akan diganti orang lain. Di zaman Nabi hanya sahabat Zubair Bin Awwam saja yang mendapatkan darjat wali Hawariy seperti yang dikatakan oleh Rasululloh: “Setiap Nabi mempunyai Hawariy. Hawariyku adalah Zubair ibnul Awwam”. Walaupun pada waktu itu Nabi mempunyai cukup banyak sahabat yang setia dan selalu berjuang di sisi beliau. Karena beliau tahu hanya Zubair saja yang meraih pangkat wali Hawariy. Kelebihan seorang wali Hawariy biasanya seorang yang berani dan pandai berhujjah.

رَجَبِىٌّ

43. . Rojabiyyun ( 1 Abad 40 Orang Yg tidak akan bertambah & Berkurang Apabila ada salah satu Wali Rojabiyyun yg meninggal Alloh kembali mengangkat Wali rojabiyyun yg lainnya, Dan Alloh mengangkatnya menjadi wali Khusus di bulan Rajab dari Awal bulan sampai Akhir Bulan oleh karena itu Namanya Rojabiyyun.

Jumlahnya selalu 40 orang. tersebar diberbagai negara dan mereka saling mengenal satu sama lain.
Karamah mereka muncul setiap bulan RAJAB.
Konon tiap memasuki bulan rajab, badan kaum Rajabiyyun terasa berat bagai terhimpit langit.
mereka hanya berbaring diranjang tak bergerak & kedua mata mereka tak berkedip hingga sore hari.
Keesokan harinya hal tsb mulai berkurang. Pada hari ketiga, mereka masih berbaring tapi sudah bisa berbicara & menyaksikan tersingkapnya rahasia Illahi. Ar Rajbiyun berasal dari kata tunggal Rajab. Wali Rajbiyun itu adanya hanya pada bulan Rajab saja. Mulai awal Rajab hingga akhir bulan mereka itu ada. Selanjutnya keadaan mereka kembali biasa seperti semula. Setiap masa, jumlah mereka hanya ada empat puluh orang sahaja. Para wali Rajbiyun ini terbagi di berbagai wilayah. Di antara mereka ada yang saling mengenal dan ada yang tidak saling mengenal.
Pada umumnya, di bulan Rajab, sejak awal harinya, para wali Rajbiyun menderita sakit, sehingga mereka tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Selama bulan Rajab, mereka senantiasa mendapat berbagai pengetahuan secara kasyaf, kemudian mereka memberitahukannya kepada orang lain. Anehnya penderitaan mereka hanya berlangsung di bulan Rajab. Setelah bulan Rajab berakhir, maka kesehatan mereka kembali seperti semula.

قَلْبُ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامِ

44. Qolbu Adam A.S ( 1 Abad 300 orang )

قَلْبُ نُوْحٍ عَلَيْهِ السَّلَامِ

45. Qolbu Nuh A.S ( 1 Abad 40 Orang )

قَلْبُ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلَامِ

46. Qolbu Ibrohim A.S ( 1 Abad 40 Orang )

قَلْبُ مُوْسَى عَلَيْهِ السَّلَامِ

47. Qolbu Musa A.S ( 1 Abad 7 Orang )

قَلْبُ عِيْسَى عَلَيْهِ السَّلَامِ

48. Qolbu Isa A.S ( 1 Abad 3 Orang )

قَلْبُ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

49. Qolbu Muhammad Saw. ( 1 Abad 1 Orang )

وعن النبي صلعم أنّه قال : فى هذه الأمّة أربعون على خلق إبرهيم وسبعة على خلق موسى وثلاثة على خلق عيسى وواحد على خلق محمّد عليهم السلام والصلاة فهم على مراتبهم سادات الخلق

Sebagaimana Nabi Saw. Bersabda : ” Pada Ummat ini ada 40 orang pada hati Nabi Ibrahim as, 7 orang pada hati Nabi Musa as, 3 orang pada hati Nabi Isa as , dan 1 orang pada hati Nabi Muhammad Saw. atas mereka tingkatan-tingkatan hati yang mulia.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

قَلْبُ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامِ

50. Qolbu Jibril A.S ( 1 Abad 5 Orang )

قَلْبُ مِيْكَائِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامِ

51. Qolbu Mikail A.S ( 1 Abad 3 Orang tidak kurang dan tidak lebih )

Alloh selau mengangkat wali lainnya Apabila ada salah satu Dari Wali qolbu Mikail Yg Wafat )

قَلْبُ إِسْرَافِيْلَ عَلَيْهِ السَّلَامِ

52. Qolbu Isrofil A.S ( 1 Abad 1 Orang )

إِِلَهِىٌ رُحَمَانِيٌّ

53. Ilahiyyun Ruhamaniyyun ( 1 Abad 3 Orang )

Pangkat ini menyerupai Pangkatnya Wali Abdal
Di antaranya pula ada yang termasuk dalam golongan Ilahiyun Rahmaniyyun, yaitu manusia-manusia yang diberi rasa kasih sayang yang luar biasa. Jumlah mereka ini hanya tiga orang di setiap masa. Sifat mereka seperti wali-wali Abdal, meskipun mereka tidak termasuk didalamnya. Kegemaran mereka suka mengkaji firman-firman Allah.

الرِّجَالُ اْلغَيْرَةِ

54. Rizalul Ghoiroh ( 1 Abad 5 Orang )

Wali pembela agama Allah

الرِّجَالُ الْأَخْلَاقِ

55. Rizalul Akhlaq( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang mempunyai budi pekerti yang luhur

الرِّجَالُ السَّلَامَةِ

56. Rizalul Salamah( 1 Abad 7 Orang )

Wali penyelamat

الرِّجَالُ الْعِلْمِ

57. Rizalul Ilmi ( 1 Abad 11 Orang )

Wali yang berilmu

الرِّجَالُ الْبَسْطِ

58. Rizalul basthi ( 1 Abad 9 Orang )

Wali yang lapang dada

الرِّجَالُ الْضِّيْفَانِ

59. Rizalul dhiifaan( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang ahli menghormati tamu

الشَّخْصُ الْجَامِعِ

60. Syakhshul Jaami`i ( 1 Abad 5 Orang )

Wali yang ahli mengumpulkan ilmu syari`ah, thoriqoh, haqoiqoh dan ma`rifat

قُطْبُ الْعِرْفَانِ

61. Quthbul Irfan( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang tinggi ma`rifatnya

الرِّجَالُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ

62. Rijalul Ghoibi wasy syahadah ( 1 Abad 28 Orang )

Wali yang tidak kelihatan dan kelihatan

الرِّجَالُ الْقُوَّةِ وَالْعَزْمِ

63. Rijalul Quwwati wal `Azmi ( 1 Abad 17 Orang )

Wali yang ahli meningkatkan ketaatannya kepada Allah

الرِّجَالُ النَّفْسِ

64. Rijalun Nafsi ( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang ahli memerangi nafsunya

الصَّلْصَلَةِ الْجَرَسِ

65. Sholsholatil Jaros ( 1 Abad 17 Orang )

Wali yang ahli menerima ilham yang suaranya bagaikan bel

قُطْبُ الْقَاهِرِ

66. Quthbul Qoohir ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang menjadi paku jagat yang mengalahkan

قُطْبُ الرَّقَائِقِ

67. Quthbur Roqooiq ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang hatinya lunak

قُطْبُ الْخَشْيَةِ

68. Quthbul Khosyyah ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang penakut kepada Allah

قُطْبُ الْجِهَاتِ السِّتِّ

69. Quthbul Jihatis sitti ( 1 Abad 1 Orang )

Wali yang menetap pada enam arah

الْمُلَامَتِيَّةُ

70. Mulamatiyyah ( 1 Abad 300 Orang )

Wali yang tidak menampakkan kebaikannya dan tidak memendam kejahatannya

الرِّجَالُ الْفُقَرَاءِ

71. Rizalul Fuqoro ( 1 Abad 4 Orang )

Wali yang mengharafkan rahmat Allah

الرِّجَالُ الصُّوْفِيَّةِ

72. Rizalush Shufiyah( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang bersih jiwanya

الرِّجَالُ الْعُبَّادِ

73. Rizalul ibbad( 1 Abad 7 Orang )

Wali yang ahli ibadah

الرِّجَالُ الزُّهَادِ

74. Rizaluz Zuhad( 1 Abad 17 Orang )

Wali yang menjauhi dunia

الْأَفْرَادِ

75. Afrod( 1 Abad 7 Orang )

Wali yang menyendiri

قال : الأفراد هم الرجال الخارجون عن نظر القطب

Berkata Syekh Syamsuddin bin Katilah Rahimahullaahu Ta’ala : Wali Afrod adalah Orang-orang yang keluar dari penglihatan wali qutub artinya Wali yang sangat spesial, di luar pandangan dunia Quthub.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

الْأُمَنَاءِ

76. Umana( 1 Abad 13 Orang )

Wali kepercayaan Allah

الأمناء : وهم الملامتية ، وهم الذين لم يظهر مما فى بواطنهم أثر علي ظواهرهم وتلامذتهم فى مقامات أهل الفتوة

Wali Umana Mereka adalah kalangan Malamatiyah, yaitu orang-orang yang tidak menunjukkan dunia batinnya ( mereka yang menyembunyikan dunia batinnya ) dan tidak tampak sama sekali di dunia lahiriyahnya. Biasanya kaum Umana’ memiliki pengikut Ahlul Futuwwah, yaitu mereka yang sangat peduli pada kemanusiaan.

( dituqil dari safinatul Qodiriyyah )

الرِّجَالُ اْلقُرَّاءِ

77. Rizalul Qurro ( 1 Abad 7 Orang )

Wali yang selalu membaca Al-Qur`an

الرِّجَالُ الْأَحْبَابِ

78. Rizalul Ahbab ( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang menjadi kekasih Allah

الرِّجَالُ اْلأَجِلَّاءِ

79. Rizalul Ajilla( 1 Abad 3 Orang )

Wali yang tinggi pangkatnya

الرِّجَالُ الْمُحَدِثِيْنَ

80. Rizalul Muhaditsin( 1 Abad 5 Orang )

Wali yang ahli hadits

السُّمَرَاءِ

81. Sumaro( 1 Abad 17 Orang )

Wali yang ahli bangun malam bermunajat kepada Allah

الرِّجَالُ اْلوَرَثَةَ الظَّالِمِ لِنَفْسِهِ مِنْكُمْ وَالْمَقْتَصِدِ وَالسَّابِقِ بِالْخَيْرَاتِ

82. Rizalul warotsatazh Zholimi Linnafsih( 1 Abad 4 Orang )

Wali yang mewarisi para wali yang selalu zholim kepada dirinya serta menuju dan berlomba kepada kebaikan

اْلأَبْطَالُ

83. Abthol( 1 Abad 27 Orang )

Wali pahlawan

الْأَطْفَالُ

84. Athfal( 1 Abad 4 Orang )

Wali yang bertingkah seperti anak kecil

الدَّاخِلُ الْحِجَابِ

85. Dakhilul Hizab ( 1 Abad 4 Orang )

Wali yang berada dalam hijab Allah
Wali dengan Pangkat Dakhilul Hizab sesuai nama Pangkatnya , Wali ini tidak dapat di ketahui Kewaliannya oleh para wali yg lain sekalipun sekelas Qutbil Aqtob Seperti Syeikh Abdul Qodir Jailani, Karena Wali ini ada di dalam Hizab nya Alloh, Namanya tidak tertera di Lauhil Mahfudz sebagai barisan para Aulia, Namun Nur Ilahiyyahnya dapat terlihat oleh para Aulia Seperti di riwayatkan dalam kitab Nitajul Arwah bahwa suatu ketika Syeikh Abdul Qodir Jailani Melaksanakan Towaf di Baitulloh Mekkah Mukarromah tiba2 Syeikh melihat seorang wanita dengan Nur Ilahiyyahnya yang begitu terang benderang sehingga Syeikh Abdul qodir Al-Jailani Mukasyafah ke Lauhil Mahfudz dilihat di lauhil mahfudz nama Wanita ini tidak ada di barisan para Wali2 Alloh, Lalu Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani bermunajat kepada Alloh untuk mengetahui siapa Wanita ini dan apa yang menjadi Amalnya sehingga Nur Ilahiyyahnya terpancar begitu dahsyat , Kemudian Alloh memerintahkan Malaikat Jibril A.S untuk memberitahukan kepada Syeikh bahwa wanita tersebut adalah seorang Waliyyah dengan Maqom/ Pangkat Dakhilul Hizab ” Berada di Dalam Hizabnya Alloh “, Kisah ini mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa Ber Husnudzon ( Berbaik Sangka ) kepada semua Makhluq nya Alloh, Sebetulnya Masih ada lagi Maqom2 Para Aulia yang tidak diketahui oleh kita, Karena Alloh S.W.T menurunkan para Aulia di bumi ini dalam 1 Abad 124000 Orang, yang mempunyai tugasnya Masing2 sesuai Pangkatnya atau Maqomnya.

Wallohu A`lam




https://ashid92.wordpress.com/85-tingkatan-wali-menurut-kitab-salaf/