AQIQAH Menurut Empat Madzhab
Senin, 09 April 2012 | |||||||||||
Definisi (تعريف) Aqiqah
Aqiqah (Arab: ‘aqiqah [akar kata ‘aqqa = عق] =
membelah dan memotong). Menurut istilah syar’i (yang berdasarkan
syara') adalah binatang yang disembelih sebagai qurban atas anak yang
baru lahir.
Aqiqah dalam istilah agama adalah sembelihan untuk anak yang baru lahir sebagai bentuk rasa syukur kepada Allâh سبحانه و تعالى dengan niat dan syarat-syarat tertentu. Oleh sebagian ulama’ disebut dengan nasikah = نسك atau dzabîhah = ذبح (sembelihan).
Hukum Aqiqah menurut 4 Madzhab
Imam Al Laits mengatakan: Wajib
Dasar yang dipakai oleh kalangan Syâfi’îyyah dan Hanbali bahwa Aqiqah adalah sunnah muakkadah adalah hadits Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
حَدَّثَنَا
قَتَادَةُ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ
بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُمَاطُ عَنْهُ الْأَذَى
وَيُسَمَّى
Dari Qatadah, dari Hasan, dari Samurah berkata bahwa Rasulullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “Setiap
anak tergadai dengan aqiqahnya. (Binatang) itu disembelihkan untuknya
pada hari ketujuh, dan pada hari itu juga kotoran dibersihkan darinya” (HR. at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah, hasan shahih).
Adapun Dawud Adh Dhahiri dan mereka yang sependapat dengannya menyatakan bahwa aqiqah adalah wajib. (Al Muhalla: V/ 178). Dalil mereka adalah sabda Rasulullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ ، وَيُحْلَقُ ، وَيُسَمَّى
“Setiap anak itu digadaikan kepada aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, dicukur dan diberi nama.” (HR. Ahmad, V/807 no. 12,17,18, Ibnu Majah, no. 3165, At Tirmidzi IV/101, An Nasa’i, V/166, dan Abu Daud, III/106).
Hewan Aqiqah
Hewan yang disembelih untuk aqiqah, terdapat perbedaan pendapat diantara para fuqaha’ sebagai berikut :
وَالْعَقِيقَةُ
سُنَّةٌ مُسْتَحَبَّةٌ وَيُعَقُّ عَنْ الْمَوْلُودِ يَوْمَ سَابِعِهِ
بِشَاةٍ مِثْلَ مَا ذَكَرْنَاهُ مِنْ سَنِّ الْأُضْحِيَّةِ وَصِفَتِهَا
وَلَا يُحْسَبُ فِي السَّبْعَةِ الْأَيَّامِ الْيَوْمُ الَّذِي وُلِدَ
فِيهِ .
Jumhur fuqaha berpendapat bahwa hewan yang boleh dipakai untuk aqiqah adalah kambing (شاة) sebagaimana sifat hewan yang bisa disembelih untuk qurban.
*Imam Malik lebih suka memilih domba (da’n).
Jumlah hewan untuk Aqiqah
Yang lebih utama adalah menyembelih dua ekor kambing yang berdekatan umurnya bagi bayi laki-laki dan seekor kambing bagi bayi perempuan.
لِخَبَرِ
عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا : { أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَعُقَّ عَنْ الْغُلَامِ
بِشَاتَيْنِ وَعَنْ الْجَارِيَةِ بِشَاةٍ } .
Dari Aisyah رضي الله عنها, Kami diperintahkan oleh Rasulullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk meng-aqiqah-i anak laki-laki dua ekor kambing yang berdekatan umurnya dan untuk anak perempuan satu ekor kambing”
Perbedaan
pendapat tersebut disebabkan karena adanya pertentangan antara
hadits-hadits mengenai aqiqah dan kias sebagai berikut :
عن أنس بن مالك ، قال : « عق (1) ر رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ الْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ بِكَبْشٍ كَبْشٍ
__________
(1) العَقِيقة : الذبيحةُ التي تُذْبح عن الموْلود. وأصْل العَق : الشَّقُّ والقَطْع. وقيل للذبيحة عَقيقَة، لأنَّها يُشَق حَلْقُها.
Dari Anas bin Malik رضي الله عنه:“Rasulullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyembelih (aqiqah) untuk Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, masing-masing satu kambing” (HR. Ibnu Abbas رضي الله عنهما).
Ini juga menurut Wahbah al Zuhaili dalam kitab al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu.
عَنْ
عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنِ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ عَقَّ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَيْنِ
وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةً
Dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata: “Rasulullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatakan bahwa aqiqah anak laki-laki adalah dua kambing dan anak perempuan adalah satu kambing.” (HR. Abu Dawud).
· Imam Malik, berpendapat cukup satu ekor kambing, baik untuk anak laki-laki maupun untuk anak perempuan.
· Imam Syâfi’î, Abu Saur Ibrahim bin Khalid Yamani al-Kalbi, Abu Dawud, dan Ahmad, berpendapat untuk anak perempuan adalah satu ekor kambing dan untuk anak laki-laki adalah dua ekor kambing.
Namun
demikian, kalau orang tua memiliki harta yang cukup lebih baik
menyembelihkan aqiqah untuk anak laki-laki dengan dua ekor kambing.
Sebagaimana hadits:
عَنْ
عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنِ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ عَقَّ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْغُلَامِ شَاتَيْنِ
وَعَنْ الْجَارِيَةِ شَاةً
Dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya berkata : “Rasulullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatakan bahwa aqiqah anak laki-laki adalah dua kambing dan anak perempuan adalah satu kambing.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi ). Hadits hasan shahih.
Jadi,
kalau tidak mampu tidak usah memaksakan diri dengan cara mencicil atau
berhutang. Tapi, cukuplah dengan satu ekor kambing. Bahkan, kalaupun
tidak bisa melakukan aqiqah juga tidak apa-apa; karena ia hukumnya
sunnah atau sunnah muakkad.
Aqiqah
anak kembar juga berlaku untuk masing-masing anak. Jika anak tersebut
laki-laki-laki maka, aqiqahnya untuk masing-masing dua ekor. Adapun jika
perempuan, maka untuk masing-masing satu ekor. Lalu, jika anak kembar
tadi terdiri dari laki-laki dan wanita berarti untuk anak laki-laki dua
ekor, sementara untuk anak perempuan satu ekor. Demikian pendapat jumhur
ulama.
Orang yang sudah baligh belum diaqiqahi oleh orang tuanya menurut sejumlah ulama tidak perlu melakukan aqiqah,
meskipun menurut kalangan Syâfi’î ia tetap bisa melakukan aqiqah dengan
biaya yang berasal dari dirinya sendiri. Karena itu, bagi yang sudah
baligh--apalagi muallaf--ibadah aqiqah bisa diganti dengan ibadah yang
lain, seperti berqurban, memperbanyak sedekah, dan terutama melakukan
sejumlah ajaran agama yang hukumnya wajib bagi seorang muslim. Allâh tidak membebani hamba di luar kemampuannya.
Hukum meng-aqiqah-i diri sendiri
Memang ada hadits yang menyatakan demikian :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَ الْبَعْثَةِ
“Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ meng-aqiqah-i dirinya sendiri setelah diutus”.
Tetapi Imam Baihaqi menyatakan bahwa hadits ini adalah munkar
(riwayat orang yang dla’if yang bertentangan dengan orang yang dla’if
pula). (Sunan Baihaqi : Ii/157, no. hadits : 19750). Bahkan Imam Nawawi
menyatakan bahwa hadits ini adalah bathil (Subulus Salam, VI : 329)
Maka hukumnya sebagai berikut:
Pertama : bahwa Rasulullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengaqiqahi dirinya ketika beliau di angkat menjadi Nabi dan Rasul.
حدثنا عبد الله بن المثنى بن أنس ، عن ثمامة بن أنس ، عن أنس : « أن النبي صلى الله عليه وسلم عَقَّ عَنْ نَفْسِهِ بَعْدَمَا جَاءَتْهُ النُّبُوَّةَ »
وما حدثنا الحسين بن نصر ، قال : حدثنا الهيثم بن جميل ، قال : حدثنا عبد
الله بن المثنى بن أنس بن مالك ، قال : حدثني رجل ، من آل أنس بن مالك عن
أنس بن مالك ، ثم ذكر مثله . قال أبو جعفر فكان فيما روينا من هذا توكيد
وجوبها ، ثم نظرنا هل روي عن رسول الله صلى الله عليه وسلم ما يخالف ذلك أم
لا ؟ : مشكل الآثار للطحاوي
Dari Anas bahwa Rasulullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ men-aqiqah-i dirinya pada saat diangkat
sebagai Nabi. Namun riwayat hadits tersebut sangat lemah, imam Nawawi
mengomentari riwayat hadits itu sebagai hadits yang mardud/tertolak,
artinya tidak bisa dijadikan sandaran atau sumber hukum. Sebagaimana
dalam Kitab Musykil Al atsar –imam Thahawi
Dengan
demikian, jika seseorang belum di aqiqahi sampai ia dewasa, maka tidak
perlu untuk mengaqiqahinya, karena memang dalam dhahir lafadz hadits di
atas, adalah setiap anak berstatus tergadaikan sampai ia disembelihkan
kambing pada hari ke tujuh.
Kedua : mengaqiqahi diri sendiri setelah seseorang dewasa tidak ada anjurannya, sedangkan qurban, merupakan sunnah yang ditekankan.
Dalam madzhab Hanbali dan Mâliki yang menjelaskan bahwa aqiqah itu tidak dibatasi dengan waktu. Tetapi mereka menjelaskan bahwa perintah aqiqah itu ditujukan kepada bapak, bukan kepada anak. Jadi anak tidak boleh melakukan aqiqah untuk dirinya sendiri. (Al Fiqhul Islami wa adillatuhu, karya Syeikh Wahbah Az Zuhaili IV/286)
Kualitas Hewan untuk Aqiqah
Hewan untuk Aqiqah di-qiyas-kan dengan penyembelihan hewan al-hadyu (qurban).
Tentang
umur dan sifat hewan aqiqah, para fuqaha sepakat, sama dengan umur dan
kondisi hewan qurban, yakni harus bersih dari cacat:
· Tidak boleh hewan yang matanya buta atau cacat
· Tidak boleh hewan yang sakit
· Tidak boleh hewan yang lidahnya terpotong seluruhnya
· Tidak boleh hewan yang hidungnya terpotong
· Tidak boleh hewan yang salah satu telinganya terpotong
· Tidak boleh hewan yang pincang
· Tidak boleh hewan yang terpotong puting susunya atau sudah kering
· Tidak boleh hewan yang terpotong ekornya
· Tidak boleh hewan yang memakan kotoran (al Jallalâh)
Menurut Jumhur (mayoritas) Ulama’, bahwa hewan
yang memenuhi syarat untuk disembelih untuk qurban adalah hewan yang
sudah mengalami copot salah satu giginya (tsaniyyah). Yang dimaksud
dengan gigi adalah salah satu gigi dari keempat gigi depannya, yaitu dua
di bawah dan dua di atas. Boleh jantan atau betina meski diutamakan yang jantan karena bisa menjaga populasi.
Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaannya dilakukan pada hari ke tujuh (ini yang lebih utama menurut para ulama’), keempat belas, dua puluh satu atau pada hari-hari yang lainnya yang memungkinkan.
- Waktu yang paling utama: hari ketujuh kelahiran anak. Hal ini berdasarkan hadits Nabi صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,
حَدَّثَنَا
سَعِيدُ بن أَبِي عَرُوبَةَ، عَنْ قَتَادَةَ، عَنِ الْحَسَنِ، عَنْ
سَمُرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ:"كُلُّ غُلامٍ رَهْنٌ بِعَقِيقَتِهِ، يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ
سَابِعِهِ، ويُلَطَّخُ رَأْسُهُ , وَيُسَمَّى". المعجم الكبير- الطبراني
Dari Said bin Abi Arubah, dari Qatadah, dari Hasan, dari Samurah berkata bahwa Rasulullâh صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: “Setiap yang dilahirkan tergadai dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ketujuh dari kelahirannya dan dicukur rambutnya serta diberi nama.” (Mu’jam Kabir at Thabrani juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Ashabus Sunan)
- Waktu yang dibolehkan: hari keempat belas dan kedua puluh satu. Hal ini berdasarkan riwayat Aisyah رضي الله عنها yang menjadi pegangan madzhab Hanbali dan sebagian Mâliki. Menurut madzhab Syâfi’î, ia bisa dilakukan sampai dewasa,
meskipun dianjurkan untuk tidak sampai mencapai usia dewasa. Karena
itu, pelaksanaan aqiqah serta pemberian nama anak hendaknya dilakukan
pada hari ketujuh kelahiran, dan seterusnya.
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ(الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُسَمَّى وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ
)حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ
يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُذْبَحَ عَنْ الْغُلَامِ الْعَقِيقَةُ يَوْمَ
السَّابِعِ فَإِنْ لَمْ يَتَهَيَّأْ يَوْمَ السَّابِعِ فَيَوْمَ الرَّابِعَ
عَشَرَ فَإِنْ لَمْ يَتَهَيَّأْ عُقَّ عَنْهُ يَوْمَ حَادٍ وَعِشْرِينَ
وَقَالُوا لَا يُجْزِئُ فِي الْعَقِيقَةِ مِنْ الشَّاةِ إِلَّا مَا
يُجْزِئُ فِي الْأُضْحِيَّةِ
Abu Isa berakata mengenai hadits :
(الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُسَمَّى وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ ) yang shahih yang baik untuk diamalkan di kalangan ahli ilmu : " jika seseorang pada hari ketujuh setelah kelahiran anaknya dia tidak ada biaya untuk membuat aqiqah, maka ia
bisa melakukannya pda hari ke empat belas, jika tidak bisa ia bisa
melakukannya pada hari ke duapuluh satu. Dan kambing Aqiqah-nya adalah
seperti untuk qurban."
Sebagian
fuqaha malah membolehkan penyembelihan dilaksanakan pada pekan kedua
atau pekan ketiga dari kelahiran anak. Tetapi bagi fuqaha yang
membolehkan aqiqah untuk orang dewasa, maka penyembelihan itu tentunya
boleh dilakukan pada usia dewasa.
حَدِيثُ
سَمُرَةَ ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ
قَالَ : { كُلُّ غُلَامٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ ، تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ
سَابِعِهِ ، وَيُسَمَّى فِيهِ ، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ } . وَأَمَّا
كَوْنُهُ فِي أَرْبَعَ عَشْرَةَ ، ثُمَّ فِي أَحَدٍ وَعِشْرِينَ ،
فَالْحُجَّةُ فِيهِ قَوْلُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا وَهَذَا
تَقْدِيرٌ ، الظَّاهِرُ أَنَّهَا لَا تَقُولُهُ إلَّا تَوْقِيفًا . وَإِنْ
ذَبَحَ قَبْلَ ذَلِكَ أَوْ بَعْدَهُ ، أَجْزَأَهُ ؛ لِأَنَّ الْمَقْصُودَ
يَحْصُلُ . المغني - قديم
Dalam
hal ini tentu saja kita harus lebih mendahulukan sunnah dan riwayat
yang benar. Kalaupun waktu-waktu yang dianjurkan telah lewat, Anda bisa
tetap melaksanakannya sebagaimana pandangan madzhab Syâfi’î. Namun, hal
itu bukan berdasarkan kepercayaan yang menyimpang. Tetapi, dengan niat
yang ikhlas dan tulus karena Allâh taala dan mengikuti ajaran Rasul صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
باب موته قبل سابعه ، ومتى يسمى ، وما يصنع به (1) 7978 - عبد الرزاق عن ابن جريج قال : بلغني عن الحسن أنه قال : إن مات قبل سابعه فلا عقيقة عليه. (مصنف عبد الرزاق)
Menurut madzhab Syâfi’î, kalau anak itu meninggal dunia sebelum hari ketujuh, dianjurkan untuk di-aqiqahi sama seperti aqiqah untuk yang hidup. Namun, menurut al-Hasan al-Bashri dan Malik tidak perlu diaqiqahi.
Menurut
sebagian ulama (terutama kalangan Syâfi’î) boleh saja mengaqiqahi anak
yang sudah berusia 2 atau 4 tahun, bahkan meskipun sudah baligh. Menurut sebagian ulama lainnya tidak perlu.
Hukum Daging Aqiqah
Hukum
daging aqiqah serta bagian-bagian lainnya sama dengan hukum daging
qurban dalam hal makan, sedekah, dan larangan menjualbelikannya.
Kata Imam Malik: وَلَا يُبَاعُ مِنْ لَحْمِهَا شَيْءٌ (tidak boleh dijual dagingnya…)
Daging
aqiqah juga bisa diberikan kepada orang non-muslim. Apalagi jika hal
itu dimaksudkan untuk menarik simpatinya dan dalam rangka dakwah.
Dalilnya :
وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا
“Dan mereka memberi makan orang miskin, anak yatim, dan tawanan, dengan perasaan senang.” (Q.S. al-Insan (76):8).
Menurut Ibn Qudâmah, tawanan pada saat itu adalah orang-orang kafir.
قال أبو عمر على هذا جمهور الفقهاء أنه يجتنب في العقيقة من العيوب ما يجتنب في الأضحية ويؤكل منها ويتصدق ويهدى إلى الجيران
Dan juga keterangan dari Abu Umar:
Aqiqah dan qurban boleh di-shadaqahkan kepada tetangga dan boleh dimakan oleh keluarga yang aqiqah.
Menurut: Imam Syâfi’î dan Mâliki. dan jangan sampai tersentuh darahnya (binatang aqiqahnya) kepada si bayi (وَلَا يُمَسُّ الصَّبِيُّ بِشَيْءٍ مِنْ دَمِهَا).
Memberi Nama yang baik
أم
كرز الكعبية قالت سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول عن الغلام شاتان
متكافئتان وعن الجارية شاة تذبح يوم سابعه أي سابع المولود ويحلق فيه رأس
ذكر ويتصدق بوزنه ورقا ويسمى فيه ويسن تحسين الإسم ويحرم بنحو عبد الكعبة
وعبد النبي وعبد المسيح ويكره بنحو حرب ويسار وأحب الأسماء عبد الله وعبد
الرحمن فإن فات الذبح يوم السابع ففي أربعة عشر فإن فات ففي إحدى وعشرين من
ولادته. الروض المربع على مختصر المقنع -المؤلف : منصور بن يونس بن صلاح البهوتي
Dari Ummi Kurz Al-Ka’biyyah, ia berkata: Aku mendengar Rasulullâh saw bersabda:
“Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang berdekatan umurnya dan
untuk anak perempuan satu ekor kambing dan dipotong pada hari ketujuh,
dipotong rambutnya kemudian ditimbang dengan perak dan dishadaqahkan dan
sunnah diberi nama yang baik dan haram diberi nama seperti Abdul Ka'bah, Abdun Nabi, Abdul Masih. Sunnah diberi nama Abdullâh, Abdurrahman,
dan dipotong binatang aqiqah-nya pada hari ke tujuh, bila tidak ya hari
ke-empat belas bila tidak ya hari ke duapuluh satu dari hari
kelahirannya” (Manshur al Buhty menjelaskan hadits dari Musnad Ahmad 6/422 dan At-Tirmidzi 1516)
Aqiqah itu menyembelih hewan dan membagikan sebagiannya kepada orang-orang dalam bentuk sudah matang.
Aqiqah bersamaan dengan Qurban?
Menurut kalangan Hanbali, jika waktu penyembelihan aqiqah berbarengan dengan waktu penyembelihan qurban, maka satu sembelihan cukup untuk qurban dan aqiqah sekaligus. Sama halnya dengan jika ied bertepatan dengan hari jumat, maka mandi sunnah untuk shalât ied dan shalât jumat cukup satu kali.
Menurut kalangan Syâfi’î dan Mâliki, satu sembelihan tidak bisa untuk aqiqah dan qurban sekaligus. Sebab, masing-masing memiliki sebab yang berbeda. Aqiqah disembelih untuk anaknya yang baru lahir, sementara qurban disembelih untuk dirinya sendiri.
عَنْ
سَمُرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ:
كُلُّ غُلَامٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ, تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ
سَابِعِهِ, وَيُحْلَقُ, وَيُسَمَّى . رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ, وَصَحَّحَهُ اَلتِّرْمِذِيّ
Dari Samurah رضي الله عنه bahwa Rasululla صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ber-sabda: "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya; ia disembelih
hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur, dan diberi nama." Riwayat
imam yang lima dan dishahihkan Tirmidzi.
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه
وسلم أَمْرَهُمْ أَنْ يُعَقَّ عَنْ اَلْغُلَامِ شَاتَانِ مُكَافِئَتَانِ,
وَعَنْ اَلْجَارِيَةِ شَاةٌ. رَوَاهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَصَحَّحَه
Dari 'Aisyah رضي الله عنها bahwa Rasulullah صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
memerintahkan mereka agar beraqiqah dua ekor kambing yang sepadan (umur
dan besarnya) untuk bayi laki-laki dan seekor kambing untuk bayi
perempuan. Hadits shahih riwayat Tirmidzi.
(Dept Data&IT)
|