Keutamaan Dhuha dalam Al-Quran dan Hadits
Didalam Surah Adh-Dhuha Allah swt bersumpah
dengan waktu dhuha dan waktu malam: “Demi waktu matahari sepenggalahan naik, dan
demi malam apabila telah sunyi.” (QS. 93:1-2). Pernahkah terlintas dalam benak
kita mengapa Allah swt sampai bersumpah pada kedua waktu itu?. Beberapa ahli
tafsir berpendapat bahwa kedua waktu itu adalah waktu yang utama paling dalam
setiap harinya.
Sahabat Zaid bin Arqam ra ketika beliau melihat orang-orang yang sedang melaksanakan shalat dhuha: “Ingatlah, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa shalat itu dilain sa’at ini lebih utama. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Shalat dhuha itu (shalatul awwabin) shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya.” (HR Muslim).
Lantas bagaimana tidak senang Allah dengan seorang hamba yang seperti ini, sebagaimana janjiNya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah
dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. 5:35).
Disamping itu shalat dhuha ini juga dapat mengantikan ketergadaian setiap anggota tubuh kita pada Allah, dimana kita wajib membayarnya sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Setiap pagi setiap persendian salah seorang diantara kalian harus (membayar) sadhaqah; maka setiap tasbih adalah sadhaqah, setiap tahmid adalah sadhaqah, setiap tahlil adalah sadhaqah, setiap takbir adalah sadhaqah, amar ma’ruf adalah sadhaqah, mencegah kemungkaran adalah sadhaqah, tetapi dua raka’at dhuha sudah mencukupi semua hal tersebut” (HR Muslim).
Tetapi yang lebih dalam dari itu lagi adalah shalat dhuha ini adalah salah
amalan yang disukai Rasulullah saw beserta para sahabatnya (sunnah), sebagaimana
anjuran beliau yang disampaikan oleh Abu Hurairah ra: “Kekasihku Rasulullah saw
telah berwasiat kepadaku dengan puasa tiga hari setiap bulan, dua raka’at dhuha
dan witir sebelum tidur” (Bukhari, Muslim, Abu Dawud).
Kalaulah tidak khawatir jika ummatnya menganggap shalat dhuha ini wajib hukumnya maka Rasulullah saw akan tidak akan pernah meninggalkannya. Para orang alim, awliya dan ulama sangatlah menjaga shalat dhuhanya sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafei’: Tidak ada alasan bagi seorang mukmin untuk tidak melakukan shalat dhuha”. Hal ini sudah jelas dikarenakan oleh seorang mukmin sangat apik dan getol untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya”.
“Dari Abu Huraerah ridliyallhu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda : Pada tiap-tiap persendian itu ada shadaqahnya, setiap tasbih adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah (bacaanya : SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH, LAA ILAHA ILLALLAHU, ALLHU AKBAR), setiap amar ma’ruf nahyil munkar itu shadaqah. Dan cukuplah memadai semua itu dengan memperkuat/melakukan dua rakaat shalat dhuha” (Riwayat Muslim – Dalilil Falihin Juz III, hal 627).
Dengan lafadz lain berbunyi : “Hai anak Adam, bersembahyanglah untuk KU empat rakaat pada pagi hari, aku akan mencukupimu sepanjang hari itu” (Riwayat Ahmad dari Abi Murrah).
Doa setelah menunaikan sholat dhuha yang diajarkan Rasulullah SAW : “Ya Allah, bahwasanya waktu dhuha itu waktu dhuha (milik) Mu, kecantikan ialah kencantikan (milik) Mu, keindahan itu keindahan (milik) Mu, kekuatan itu kekuatan (milik) Mu, kekuasaan itu kekuasaan (milik) Mu, dan perlindungan itu perlindungan Mu. Ya Allah, jika rizqiku masih diatas langit, turunkanlah, dan jika ada di didalam bumi, keluarkanlah, jika sukar, mudahkanlah, jika haram sucikanlah, jika masih jauh dekatkanlah, berkat waktu dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan dan kekuasaan Mu, limpahkanlah kepada kami segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hamba Mu yang shaleh”.
Jumlah raka’at shalat bisa dengan 2,4,8 atau 12 raka’at. Dan dilakukan dalam satuan 2 raka’at sekali salam. Hadits Rasulullah SAW terkait shalat dhuha antara lain : “Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga” (H.R. Tarmiji dan Abu Majah). “Siapapun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak busa lautan.” (H.R Turmudzi). “Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat.” (HR Abu Daud). “Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata, Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang shalat dhuha‘. Beliau bersabda, “Shalat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari).” (HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi).
Keutamaan Shalat Sunnah Dhuha
Chart I
Allah memerintah agar kita selalu bertasbih kepada-Nya di kala pagi dan sore, shalat dhuha merupakan sarana untuk kita bertasbih
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ
“Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi.” (QS. Shaad : 18)
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ. رِجَالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ….
“ Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah…”
(QS. An-Nuur : 36-37)
Chart II
Menghidupkan sunnah Rasulullah , suatu keharusan; sebagai wujud kecintaan kepadanya. Bila kecintaan sudah terbukti maka layak masuk surga bersamanya
عَنْ اَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ :
مَنْ اَحْياَ سُنَّتِى فَقَدْ اَحَبَّنِى وَمَنْ اَحْبَّنِى كَانَ مَعِى فِى الجْنََّةِ
(رواه الترمذى)
Dari Anas Bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah bersabda:
“Siapa yang menghidupkan sunnahku, maka dia telah mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku maka ia layak bersamaku di surga.” (HR. Tirmidzi)
Chart III
Pelengkap Ibadah Wajib; dinamakan wajib karena ada yang sunnah
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَوِّلُ مَا افْتَرَضَ اللهُ عَلىَ أُمَّتىِ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ ، وَأَوَّلُ مَا يُرْفَعُ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ ، وَأَوَّلُ مَا يُسْأَلُوْنَ عَنْهُ الصَّلَوَات الْخَمْسُ فَمَنْ كَانَ ضَيَّعَ شَيْئًا مِنْهَا يَقَُولُ اللهُ تَعَالىَ : اُنْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ لِعَبْدِي نَافِلَةً مِنْ صَلاَةٍ تُتِمُّوْنَ بِهَا مَا نَقَصَ مِنَ الْفَرِيْضَةِ ، وَانْظُرُوْا فيِ صِيَامِ عَبْدِى شَهْرَ رَمَضَانَ فَاِنْ كَانَ ضَيَّعَ شَيْئًا مِنْهُ ، فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ لِعَبْدِي نَافِلَةً مِنْ صِيَامٍ تُتِمُّوْنَ بِهَا مَا نَقَصَ مِنَ الصِّيَامِ ، وَانْظُرُوْا فيِ زَكَاةِ عَبْدِى ، فَاِنْ كَانَ ضَيَّعَ شَيْئًا مِنْهَا فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ لِعَبْدِيْ نَافِلَةً مِنْ صَدَقَةٍ تُتِمُّوْنَ بِهَا مَا نَقَصَ مِنَ الزَّكَاةِ ، فَيُؤْخَذُ ذَلِكَ عَلىَ فَرَائِضِ اللهِ ، وَذَلِكَ بِرَحْمَةِ اللهِ وَعَدْلِهِ ، فَاِنْ وُجِدَ فَضْلاً وَضَعَ فيِ مِيْزَانِهِ ، وَقِيْلَ لَهُ اُدْخُلِ الجَنَّةَ مَسْرُوْرًا ، فَاِنْ لَمْ يُوْجَدْ لَهُ شَئْ ٌمِنْ ذَلِكَ أُمِرَتْ بِهِ الزَّبَانِيَّةُ فَأَخَذُوْا بِيَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ ، ثُمَّ قَذَفَ بِهِ فيِ النَّارِ. ( رواه أَحْمَد و الحاكم)
Dari Ibnu Umar rodhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Rasulullah bersabda:
“Perintah yang pertama kali diwajibkan kepada ummatku adalah shalat lima waktu, yang pertama kali diangkat dari amal perbuatan mereka adalah shalat lima waktu, dan yang pertama kali dipertanyakan dari amal perbuatan mereka adalah shalat lima waktu. Barangsiapa yang pernah meninggalkan sesuatu daripadanya maka Allah SWT berfirman (kepada malaikat): lihatlah! Apakah kalian mendapatkan dari hamba-Ku shalat-shalat sunnah yang menyempurnakan kekurangannya dari shalat fardhu?
Lihatlah puasa ramadhan hamba-Ku, apabila tertinggal (pernah tidak berpuasa) maka lihatlah apakah hamba-Ku mempunyai pahala puasa sunnah yang akan menyempurnakan kekurangan puasa wajibnya? Dan lihatlah zakat hamba-Ku, bila ia sempat tidak mengeluarkannya maka lihatlah apakah kalian mendapatkan hambaku bersedekah yang akan menyempurnakan kekurangan zakatnya?
Maka diambilah pahala sunnah tersebut untuk melengkapi kekurangan atas kewajiban yang Allah perintahkan, yang demikian terjadi karena rahmat Allah dan keadilan-Nya.
Apabila didapati pahalanya lebih banyak (melengkapi pahala ibadah wajib) dalam timbangannya, maka dikatakan kepadanya: “masuklah surga dengan senang hati”.
Namun bila tidak didapati satupun pahala sunnahnya, maka Malaikat Zabaniyyah akan diperintah oleh Allah untuk menyeret tangan dan kakinya kemudian dilempar ke neraka.
(HR. Ahmad & Al-Haakim)
Dhuha termasuk tiga sunnah yang tidak layak ditinggalkan
“Sahabatku (Rasulullah ) menasihatiku akan tiga hal (yang tidak akan pernah kutinggalkan hingga ku mati) : puasa tiga hari setiap bulan (puasa bhidh), dua raka’at shalat dhuha dan agar aku melaksanakan shalat witir sebelum tidur.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Allah akan mencukupi hari-hari kita
pagi ngisi absen, sore gajian…
(HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i)
“Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat dari awal hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya.”
(Ditakhrij oleh Imam Tirmidzi)
Tiap raka’atnya mengandung keutamaan
“ Siapa saja yang melaksanakan dua raka’at shalat dhuha maka dia tidak akan dicatat sebagai hamba yang lalai, Siapa saja yang melaksanakan empat raka’at maka dia akan dicatat sebagai hamba yang taat, Siapa saja yang melaksanakan enam raka’at maka akan dicukupkan kebutuhannya pada hari itu, Siapa saja yang melaksanakan delapan raka’at maka dia akan dicatat sebagai ahli ibadah, Siapa saja yang melaksanakan duabelas maka Allah akan membangunkan rumah di surga,
Tidak ada satu hari atau satu malampun kecuali Allah memilih hamba yang diberi nikmat untuk bisa bersedekah dan tidaklah Allah memberikan sesuatu yang lebih baik kepada hamba-Nya selain memberikan petunjuk untuk bisa berdzikir (mengingat-Nya)
(HR. Thabrani)
Keutamaannya yang lebih dengan pahala yang besar, ditunjukkan oleh hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
“Jumlah rakaat shalat dhuha paling sedikit adalah dua rakaat, sebagaimana keterang hadits Abu Dzar sebelumnya, dan paling banyak yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah delapan rakaat, dan paling banyak menurut apa yang dikatakannya adalah dua belas rakaat.
Wallahu A’lam
Sahabat Zaid bin Arqam ra ketika beliau melihat orang-orang yang sedang melaksanakan shalat dhuha: “Ingatlah, sesungguhnya mereka telah mengetahui bahwa shalat itu dilain sa’at ini lebih utama. Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Shalat dhuha itu (shalatul awwabin) shalat orang yang kembali kepada Allah, setelah orang-orang mulai lupa dan sibuk bekerja, yaitu pada waktu anak-anak unta bangun karena mulai panas tempat berbaringnya.” (HR Muslim).
Lantas bagaimana tidak senang Allah dengan seorang hamba yang seperti ini, sebagaimana janjiNya: “Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah
dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS. 5:35).
Disamping itu shalat dhuha ini juga dapat mengantikan ketergadaian setiap anggota tubuh kita pada Allah, dimana kita wajib membayarnya sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Setiap pagi setiap persendian salah seorang diantara kalian harus (membayar) sadhaqah; maka setiap tasbih adalah sadhaqah, setiap tahmid adalah sadhaqah, setiap tahlil adalah sadhaqah, setiap takbir adalah sadhaqah, amar ma’ruf adalah sadhaqah, mencegah kemungkaran adalah sadhaqah, tetapi dua raka’at dhuha sudah mencukupi semua hal tersebut” (HR Muslim).
مسند أحمد - (ج 46 / ص 472)
حَدَّثَنَا زَيْدٌ حَدَّثَنِي حُسَيْنٌ حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ بُرَيْدَةَ قَالَ سَمِعْتُ أَبِي بُرَيْدَةَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ:
فِي
الْإِنْسَانِ سِتُّونَ وَثَلَاثُ مِائَةِ مَفْصِلٍ فَعَلَيْهِ أَنْ
يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهَا صَدَقَةً قَالُوا فَمَنْ الَّذِي
يُطِيقُ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِي الْمَسْجِدِ
تَدْفِنُهَا أَوْ الشَّيْءُ تُنَحِّيهِ عَنْ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ
تَقْدِرْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُ عَنْكَ
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: Dalam tubuh manusia ada 360 sendi, dan dia wajib mengeluarkan shadaqah untuk tiap sendinya. Mereka (para sahabat) bertanya: Siapakah yang sanggup, wahai Rasulullah? Beliau menjawab: Ludah
dalam masjid yang dipendamnya, atau sesuatu yan disingkirkannya di
jalan. Jika tidak mampu, maka dua rakaat Dluha sudah mencukupinya.
مسند أحمد - (ج 56 / ص 79)
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ حَدَّثَنَا صَفْوَانُ بْنُ عَمْرٍو عَنْ شُرَيْحِ بْنِ عُبَيْدٍ عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ ابْنَ آدَمَ لَا تَعْجِزْ مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ أَوَّلَ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ
Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: Sesungguhnya
Allah ‘aza wa jala berfirman: Wahai anak Adam, jangan kau tinggalkan
empat rakaat pada awal hari, pasti aku mencukupimu pada akhir hari.
Kalaulah tidak khawatir jika ummatnya menganggap shalat dhuha ini wajib hukumnya maka Rasulullah saw akan tidak akan pernah meninggalkannya. Para orang alim, awliya dan ulama sangatlah menjaga shalat dhuhanya sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Syafei’: Tidak ada alasan bagi seorang mukmin untuk tidak melakukan shalat dhuha”. Hal ini sudah jelas dikarenakan oleh seorang mukmin sangat apik dan getol untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya”.
“Dari Abu Huraerah ridliyallhu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda : Pada tiap-tiap persendian itu ada shadaqahnya, setiap tasbih adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah (bacaanya : SUBHANALLAH, ALHAMDULILLAH, LAA ILAHA ILLALLAHU, ALLHU AKBAR), setiap amar ma’ruf nahyil munkar itu shadaqah. Dan cukuplah memadai semua itu dengan memperkuat/melakukan dua rakaat shalat dhuha” (Riwayat Muslim – Dalilil Falihin Juz III, hal 627).
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ صَلَّى
الضُّحَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى
اللَّهُ لَهُ قَصْرًا مِنْ ذَهَبٍ فِي الْجَنَّةِ
Drp Anas bin Malik, Sabda Nabi SAW ;
"Barang siapa sembahyang dhuha 12 rakaat, Allah
akan membuat baginya istana daripada emas di syurga" (riwayat Tirmidzi & Ibnu Majah)
Rasulullah bersabda yang bermaksud,
"Siapa saja yang dapat mengerjakan solat Dhuha dengan istiqamah, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu seluas lautan."
Rasulullah bersabda lagi,
"Solat Dhuha itu mendatangkan rezeki dan menolak kefakiran (kemiskinan), dan tidak ada yang akan memelihara solat Dhuha kecuali hanya orang-orang yang bertaubat."
"Siapa saja yang dapat mengerjakan solat Dhuha dengan istiqamah, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu seluas lautan."
Rasulullah bersabda lagi,
"Solat Dhuha itu mendatangkan rezeki dan menolak kefakiran (kemiskinan), dan tidak ada yang akan memelihara solat Dhuha kecuali hanya orang-orang yang bertaubat."
Di dalam hadis yang lain pula diterangkan seperti
berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ:"إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا، يُقَالُ
لَهُ: الضُّحَى، فَإِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ نَادَى مُنَادٍ: أَيْنَ
الَّذِينَ كَانُوا يُدِيمُونَ عَلَى صَلاةِ الضُّحَى؟ هَذَا بَابُكُمْ
فَادْخُلُوهُ بِرَحْمَةِ اللَّهِ
Dari Abu Hurairah RA dari Nabi
SAW , beliau bersabda : "Bahawasanya di syurga ada pintu yang dinamakan,
"Dhuha." Maka jika kamu datang hari kiamat kelak, serulah (malaikat) penyeru:
manakah orang-orang yang telah mengerjakan solat Dhuha? Inilah pintu kamu,
silakan masuk ke dalam dengan rahmat Allah." Al-Tabrani
Dalam hadits qudsi disebutkan bahwa shalat empat rakaat dipagi hari, Allah
bakal menjamin dan mencukupkan segalanya dengan limpahan barakah sepanjang hari
itu, sehingga bathinpun akan terasa damai walau apapun tantangan hidup yang
merongrong, karena dia telah sadar semua itu ketetapan Allah : “Hai anak Adam,
tunaikanlah kewajibanmu untuk KU, yaitu sembahyang empat rakaat pada pagi hari,
niscaya Aku akan mencukupi sepanjang harimu (Hadits Riwayat Imam Ahmad, Abu
Ya’la).Dengan lafadz lain berbunyi : “Hai anak Adam, bersembahyanglah untuk KU empat rakaat pada pagi hari, aku akan mencukupimu sepanjang hari itu” (Riwayat Ahmad dari Abi Murrah).
Doa setelah menunaikan sholat dhuha yang diajarkan Rasulullah SAW : “Ya Allah, bahwasanya waktu dhuha itu waktu dhuha (milik) Mu, kecantikan ialah kencantikan (milik) Mu, keindahan itu keindahan (milik) Mu, kekuatan itu kekuatan (milik) Mu, kekuasaan itu kekuasaan (milik) Mu, dan perlindungan itu perlindungan Mu. Ya Allah, jika rizqiku masih diatas langit, turunkanlah, dan jika ada di didalam bumi, keluarkanlah, jika sukar, mudahkanlah, jika haram sucikanlah, jika masih jauh dekatkanlah, berkat waktu dhuha, keagungan, keindahan, kekuatan dan kekuasaan Mu, limpahkanlah kepada kami segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hamba Mu yang shaleh”.
Jumlah raka’at shalat bisa dengan 2,4,8 atau 12 raka’at. Dan dilakukan dalam satuan 2 raka’at sekali salam. Hadits Rasulullah SAW terkait shalat dhuha antara lain : “Barang siapa shalat Dhuha 12 rakaat, Allah akan membuatkan untuknya istana disurga” (H.R. Tarmiji dan Abu Majah). “Siapapun yang melaksanakan shalat dhuha dengan langgeng, akan diampuni dosanya oleh Allah, sekalipun dosa itu sebanyak busa lautan.” (H.R Turmudzi). “Dari Ummu Hani bahwa Rasulullah SAW shalat dhuha 8 rakaat dan bersalam tiap dua rakaat.” (HR Abu Daud). “Dari Zaid bin Arqam ra. Berkata, Nabi SAW keluar ke penduduk Quba dan mereka sedang shalat dhuha‘. Beliau bersabda, “Shalat awwabin (duha‘) berakhir hingga panas menyengat (tengah hari).” (HR Ahmad Muslim dan Tirmidzi).
Keutamaan Sholat Sunnah Dhuha
March 2, 2010 by Rony Lesmana
Chart I
Allah memerintah agar kita selalu bertasbih kepada-Nya di kala pagi dan sore, shalat dhuha merupakan sarana untuk kita bertasbih
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِشْرَاقِ
“Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu petang dan pagi.” (QS. Shaad : 18)
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالآصَالِ. رِجَالٌ لا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ….
“ Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah…”
(QS. An-Nuur : 36-37)
Chart II
Menghidupkan sunnah Rasulullah , suatu keharusan; sebagai wujud kecintaan kepadanya. Bila kecintaan sudah terbukti maka layak masuk surga bersamanya
عَنْ اَنَسِ ابْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ :
مَنْ اَحْياَ سُنَّتِى فَقَدْ اَحَبَّنِى وَمَنْ اَحْبَّنِى كَانَ مَعِى فِى الجْنََّةِ
(رواه الترمذى)
Dari Anas Bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: Rasulullah bersabda:
“Siapa yang menghidupkan sunnahku, maka dia telah mencintaiku, dan siapa yang mencintaiku maka ia layak bersamaku di surga.” (HR. Tirmidzi)
Chart III
Pelengkap Ibadah Wajib; dinamakan wajib karena ada yang sunnah
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ : أَوِّلُ مَا افْتَرَضَ اللهُ عَلىَ أُمَّتىِ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ ، وَأَوَّلُ مَا يُرْفَعُ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ ، وَأَوَّلُ مَا يُسْأَلُوْنَ عَنْهُ الصَّلَوَات الْخَمْسُ فَمَنْ كَانَ ضَيَّعَ شَيْئًا مِنْهَا يَقَُولُ اللهُ تَعَالىَ : اُنْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ لِعَبْدِي نَافِلَةً مِنْ صَلاَةٍ تُتِمُّوْنَ بِهَا مَا نَقَصَ مِنَ الْفَرِيْضَةِ ، وَانْظُرُوْا فيِ صِيَامِ عَبْدِى شَهْرَ رَمَضَانَ فَاِنْ كَانَ ضَيَّعَ شَيْئًا مِنْهُ ، فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ لِعَبْدِي نَافِلَةً مِنْ صِيَامٍ تُتِمُّوْنَ بِهَا مَا نَقَصَ مِنَ الصِّيَامِ ، وَانْظُرُوْا فيِ زَكَاةِ عَبْدِى ، فَاِنْ كَانَ ضَيَّعَ شَيْئًا مِنْهَا فَانْظُرُوْا هَلْ تَجِدُوْنَ لِعَبْدِيْ نَافِلَةً مِنْ صَدَقَةٍ تُتِمُّوْنَ بِهَا مَا نَقَصَ مِنَ الزَّكَاةِ ، فَيُؤْخَذُ ذَلِكَ عَلىَ فَرَائِضِ اللهِ ، وَذَلِكَ بِرَحْمَةِ اللهِ وَعَدْلِهِ ، فَاِنْ وُجِدَ فَضْلاً وَضَعَ فيِ مِيْزَانِهِ ، وَقِيْلَ لَهُ اُدْخُلِ الجَنَّةَ مَسْرُوْرًا ، فَاِنْ لَمْ يُوْجَدْ لَهُ شَئْ ٌمِنْ ذَلِكَ أُمِرَتْ بِهِ الزَّبَانِيَّةُ فَأَخَذُوْا بِيَدَيْهِ وَرِجْلَيْهِ ، ثُمَّ قَذَفَ بِهِ فيِ النَّارِ. ( رواه أَحْمَد و الحاكم)
Dari Ibnu Umar rodhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: Rasulullah bersabda:
“Perintah yang pertama kali diwajibkan kepada ummatku adalah shalat lima waktu, yang pertama kali diangkat dari amal perbuatan mereka adalah shalat lima waktu, dan yang pertama kali dipertanyakan dari amal perbuatan mereka adalah shalat lima waktu. Barangsiapa yang pernah meninggalkan sesuatu daripadanya maka Allah SWT berfirman (kepada malaikat): lihatlah! Apakah kalian mendapatkan dari hamba-Ku shalat-shalat sunnah yang menyempurnakan kekurangannya dari shalat fardhu?
Lihatlah puasa ramadhan hamba-Ku, apabila tertinggal (pernah tidak berpuasa) maka lihatlah apakah hamba-Ku mempunyai pahala puasa sunnah yang akan menyempurnakan kekurangan puasa wajibnya? Dan lihatlah zakat hamba-Ku, bila ia sempat tidak mengeluarkannya maka lihatlah apakah kalian mendapatkan hambaku bersedekah yang akan menyempurnakan kekurangan zakatnya?
Maka diambilah pahala sunnah tersebut untuk melengkapi kekurangan atas kewajiban yang Allah perintahkan, yang demikian terjadi karena rahmat Allah dan keadilan-Nya.
Apabila didapati pahalanya lebih banyak (melengkapi pahala ibadah wajib) dalam timbangannya, maka dikatakan kepadanya: “masuklah surga dengan senang hati”.
Namun bila tidak didapati satupun pahala sunnahnya, maka Malaikat Zabaniyyah akan diperintah oleh Allah untuk menyeret tangan dan kakinya kemudian dilempar ke neraka.
(HR. Ahmad & Al-Haakim)
Dhuha termasuk tiga sunnah yang tidak layak ditinggalkan
عَنْ أَبيِ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ ، قَالَ :
أَوْصَانيِ خَلِيْلِي بِثَلاَثٍ [ لاَ اَدَعُهُنَّ حَتىَّ اَمُوْتَ ] :
( بِصِيَامِ ثَلاَثَةِ أَياَّمٍ فيِ كُلِّ شَهْرٍ، وَرَكْعَتَي الضُّحَى، وَأَنْ أُوْتِرَ قَبْلَ أَنْ أَناَمَ ) .
(رواه البخاري ومسلم )
Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu , beliau berkata:“Sahabatku (Rasulullah ) menasihatiku akan tiga hal (yang tidak akan pernah kutinggalkan hingga ku mati) : puasa tiga hari setiap bulan (puasa bhidh), dua raka’at shalat dhuha dan agar aku melaksanakan shalat witir sebelum tidur.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Allah akan mencukupi hari-hari kita
pagi ngisi absen, sore gajian…
عَنِ النَّوَّاسَ بنِ سَمْعَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ :
قَالَ اللهُ عَزَّوَجَلَّ :” ابْنَ آدَمَ لاَ تَعْجِزَنْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فيِ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ “
(رواه أحمد والترمذي وأبو داود والنسائي)
Dari Nawwas bin Sam’an rodhiyallahu ‘anhu, Bahwasanya Rasulullah
bersabda: “Sesungguhnya Allah `Azza Wa Jalla berfirman, “Wahai anak
Adam, cukuplah bagi-Ku empat rakaat di awal hari, maka Aku akan
mencukupimu di sore harimu.”(HR. Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud dan Nasa’i)
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ ، وَأَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: عَنْ رَسُوْلِ اللهِ :
عَنِ اللهِ تَبَارَكَ وَتَعَالىَ أَنَّهُ قَالَ« ابْنَ آدَمَ ارْكَعْ
لِي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ » أخرجه
الترمذي
Dari Abi Darda’ dan Abi Dzarr rodhiyallahu ‘anhuma, Dari Allah
tabaroka wata’ala, Sesungguhnya Allah tabaroka wata’ala berfirman:“Wahai anak Adam, shalatlah untuk-Ku empat rakaat dari awal hari, maka Aku akan mencukupi kebutuhanmu (ganjaran) pada sore harinya.”
(Ditakhrij oleh Imam Tirmidzi)
Tiap raka’atnya mengandung keutamaan
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو السَّهْمِيِّ ، يَرْفَعْهُ إِلَى أَبِي ذَرٍّ ، وَهُوَ يَرْفَعْهُ إِلَى النَّبِيِّ قَالَ :
مَنْ صَلَّى الضُّحَى سَجْدَتَيْنِ لَمْ يُكْتَبْ مِنَ الْغَافِلِينَ ،
وَمَنْ صَلَّى أَرْبَعًا كُتِبَ مِنَ الْقَانِتِينَ ،
وَمَنْ صَلَّى سِتًّا كُفِيَ ذَلِكَ الْيَوْمِ ،
وَمَنْ صَلَّى ثَمَانِيًا كَتَبَهُ اللَّهُ مِنَ الْعَابِدِينَ ،
وَمَنْ صَلَّى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ ،
وَمَا مِنْ يَوْمٍ وَلا لَيْلَةٍ إِلاَّ وَلِلَّهِ فِيهِ مِنَ يَمُنُّ
بِهِ عَلَى عِبَادِهِ بِصَدَقَةٍ ، وَمَا مَنَّ اللَّهُ عَلَى عِبَادِهِ
بِشَيْءٍ أَفْضَلَ مِنْ أَنْ يُلْهِمَهُمْ ذِكْرَهُ (أخرجه الطبرانى)
Dari Abdillah bin ‘Amr Assahmiy, beliau merafa’kan kepada Abi Dzarr, dan Abi Dzarr merafa’kannya kepada Nabi , beliau bersabda:“ Siapa saja yang melaksanakan dua raka’at shalat dhuha maka dia tidak akan dicatat sebagai hamba yang lalai, Siapa saja yang melaksanakan empat raka’at maka dia akan dicatat sebagai hamba yang taat, Siapa saja yang melaksanakan enam raka’at maka akan dicukupkan kebutuhannya pada hari itu, Siapa saja yang melaksanakan delapan raka’at maka dia akan dicatat sebagai ahli ibadah, Siapa saja yang melaksanakan duabelas maka Allah akan membangunkan rumah di surga,
Tidak ada satu hari atau satu malampun kecuali Allah memilih hamba yang diberi nikmat untuk bisa bersedekah dan tidaklah Allah memberikan sesuatu yang lebih baik kepada hamba-Nya selain memberikan petunjuk untuk bisa berdzikir (mengingat-Nya)
(HR. Thabrani)
Keutamaannya yang lebih dengan pahala yang besar, ditunjukkan oleh hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
مَنْ
صَلَّى الْغَدَاةَ فِي جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى
تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ
حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
"Siapa yang shalat Shubuh dengan
berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sehingga matahari terbit,
kemudian shalat dua rakaat, maka ia mendapatkan pahala haji dan umrah
sempurna (diulang tiga kali)." (HR. Al-Tirmidzi, dihassankan oleh Al-Albani dalam al-Misykah, no. 971)
alat DHUHA, didunia memberikan keberkahan
hidup kepada pelakunya, diakherat pun, di hari kiamat, orang itu dipanggil Allah
untuk dimasukkan ke dalam syurga, sebagaimana sabda Nya didalam hadits qudsi :
“Sesungguhnya di dalam syurga, ada pintu yang dinamakan pintu DHUHA, maka ketika
datang hari kiamat memanggillah (yang memanggil Allah), dimanakah orang yang
selalu mengerjakan sembahyang atas Ku dengan sembahyang DHUHA? inilah pintu
kamu, maka masuklah kamu ke dalam syurga dengan rahmat Allah”. (Riwayat Thabrani
dari Abu Huraerah).
Berikut ini kami sampaikan keterangan tambahan dari Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah dalam Fiqhus Sunnahnya:
عدد
ركعاتها: أقل ركعاتها اثنتان كما تقدم في حديث أبي ذر وأكثر ما ثبت من فعل
رسول الله صلى الله عليه وسلم ثماني ركعات، وأكثر ما ثبت من قوله اثنتا
عشرة ركعة.
وقد ذهب قوم - منهم أبو جعفر الطبري وبه جزم المليمي والروياني من الشافعية - إلى أنه لاحد لاكثرها.
قال العراقي في شرح الترمذي: لم أر عن أحد من الصحابة والتابعين أنه حصرها في اثنتي عشرة ركعة. وكذا قال السيوطي.
وأخرج
سعيد بن منصور عن الحسن أنه سئل: هل كان أصحاب رسول الله صلى الله عليه
وسلم يصلونها؟ فقال: نعم..كان منهم من يصلي ركعتين، ومنهم من يصلي أربعا،
ومنهم من يمد إلى نصف النهار.
وعن إبراهيم النخعي أن رجلا سأل الاسود بن يزيد: كم أصلي الضحى؟ قال: كما شئت.
وعن أم هانئ أن النبي صلى الله عليه وسلم صلى سبحة الضحى ثماني ركعات يسلم من كل ركعتين.
رواه أبو داود بإسناد صحيح.
وعن عائشة رضي الله عنها قالت: (كان النبي صلى الله عليه وسلم يصلي الضحى أربع ركعات ويزيد ما شاء الله) رواه أحمد ومسلم وابن ماجه.
“Jumlah rakaat shalat dhuha paling sedikit adalah dua rakaat, sebagaimana keterang hadits Abu Dzar sebelumnya, dan paling banyak yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah delapan rakaat, dan paling banyak menurut apa yang dikatakannya adalah dua belas rakaat.
Sekelompok orang berpendapat –diantaranya Abu Ja’far Ath Thabari, juga
Al Hulaimi dan Ar Ruyani dari kalangan Syafi’iyah- bahwa banyaknya
jumlah rakaat tidak ada batasannya. Al ‘Iraqi berkata dalam Syarh At Tirmidzi:
“Saya belum melihat adanya pembatasan jumlah rakaat dari kalangan
shahabat dan tabi’in yang hanya sampai dua belas rakaat saja.” Ini juga
pendapat As Suyuthi.
Said bin Manshur meriwayatkan dari Al Hasan, bahwa beliau ditanya: Apakah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
melakukan shalat dhuha? Dia menjawab: “Ya, diantara mereka ada yang
shalat dua belas rakaat, ada yang empat, dan ada pula yang
mengerjakannya sampai tengah hari.”
Dari Ibrahim An Nakha’i, bahwa ada seorang yang bertanya kepada Al
Aswad bin Yazid: “Berapa rakaatkah saya mesti shalat dhuha? Dia
menjawab: “Sesuka hatimu.”
Dari Ummu Hani’, Bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
melakukan shalat dhuha sebanyak delapan rakaat, dan dia salam setiap
dua rakaat. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan isnadnya shahih.
Dari ‘Aisyah Radhiallahu‘anha, dia berkata: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
melakukan shalat dhuha empat rakaat dan dia menambahkannya sesuai yang
Allah kehendaki.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, dan Ibnu Majah. (Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, 1/210-211. Darul Kitab Al ‘Arabi)
Demikianlah
pembahasan tentang jumlah rakaat dhuha, dan sekaligus menunjukkan bahwa
beragamnya riwayat jumlah rakaat ini sebagai bukti bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak hanya sekali melakukannya, dan sebagai sanggahan bagi yang membid’ahkannya.
Ada
pun waktu pelakasanaannya adalah setelah terbitnya matahari dan
berakhir sampai tergelincirnya matahari. Namun, yang paling utama adalah
melakukan bukan di awalnya tetapi ketika mulai panas. Sebagaimana
hadits dari Zaid bin Arqam Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
صَلَاةُ الْأَوَّابِينَ حِينَ تَرْمَضُ الْفِصَالُ
“Shalat Awwabin (orang yang suka taubat) waktunya adalah ketika unta merasakan panas.” (HR. Muslim No. 748, Ad Darimi No. 1457, Ibnu Hibban No. 2539)
Maksud tarmadhul fishal (ketika Unta merasakan panas) adalah ketika dhuha. Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
قَالَ أَصْحَابنَا : هُوَ أَفْضَل وَقْت صَلَاة الضُّحَى ، وَإِنْ كَانَتْ تَجُوز مِنْ طُلُوع الشَّمْس إِلَى الزَّوَال
.
.
“Sahabat-sahabat
kami (syafi’iyah) telah berkata: ‘Itu adalah waktu yang paling utama
untuk shalat dhuha, dan boleh saja melakukannya dari terbitnya matahari
hingga tergelincirnya matahari.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 3/88. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Demikian
pembahasan tentang kesunahan shalat dhuha dan sedikit penjelasan
tambahan tentang waktu pelaksanaannya. Semoga bermanfaat.
Aquulu qauliy hadza wa astaghfirullah liy wa lakum ...
Wallahu A’lam