Tafsir Surat Iqro’ (2): Sombong dengan Banyak Harta
Penulis
Orang beriman selalu butuh pada Allah. Sedangkan sifat orang kafir merasa dirinya-lah sebab segala-galanya. Orang yang melampaui batas merasa dirinya itu sehat karena dirinya itu sendiri. Biasanya juga ia selalu sombong karena punya banyak harta. Inilah lanjutan dari surat Iqro’ (Al ‘Alaq) yang sebelumnya telah kita bahas.
Allah Ta’ala berfirman,
كَلَّا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَيَطْغَى (6) أَنْ رَآَهُ اسْتَغْنَى (7) إِنَّ إِلَى رَبِّكَ الرُّجْعَى (8)
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup. Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah kembali(mu).” (QS. Al ‘Alaq: 6-8).
Manusia Telah Melampaui Batas
Al Qurthubi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan thugyan (layathgho) dalam ayat adalah melampaui batas dalam bermaksiat. (Tafsir Al Qurthubi, 10: 75)
Dalam ayat di atas, Allah mengabarkan bahwa manusia begitu bangga dan sombong ketika melihat dirinyalah yang paling banyak harta. Lalu Allah memberikan ancaman dalam ayat selanjutnya yang artinya, “Sesungguhnya hanya kepada Rabbmulah kembali(mu).” Maksudnya adalah kita semua akan kembali pada Allah lalu kita akan dihisab. Kita akan ditanya dari mana harta kita dikumulkan. Kita pun akan ditanya ke mana harta kita dimanfaatkan. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Ahzhim, 7: 604.
Asy Syaukani mengatakan bahwa sesungguhnya manusia benar-benar telah melampaui batas sehingga menjadi sombong atas Rabbnya. Ada yang memaksudkan manusia dalam ayat ke-6 tersebut adalah Abu Jahl. Lihat Fathul Qodir, 5: 628.
Mengenai ayat ketujuh, Asy Syaukani menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah manusia melihat dirinya serba cukup. Itulah mengapa disebut melampaui batas. Melihat dalam ayat tersebut bermakna mengetahui.
Mengenai anggapan bahwa yang dimaksud secara khusus tentang ayat yang kita kaji adalah Abu Jahl tidaklah tepat.
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Manusia (yang dimaksud dalam ayat ke-6) bukanlah person tertentu. Bahkan yang dimaksud adalah jenis manusia. Setiap orang yang merasa karena dirinyalah sebab segala-galanya, dialah yang dikatakan melampaui batas. Thughyan yang dimaksud dalam ayat adalah melampaui batas. Jika seseorang merasa diri sudah cukup dan tidak butuh pada rahmat Allah, dialah orang yang sombong atau melampaui batas. Jika ia tidak merasa butuh lagi pada Allah dalam menghilangkan kesulitan, itulah yang dikatakan sombong. Jika seseorang merasa dirinya cukup dengan sehat yang ia miliki, maka ia lupa dulu pernah sakit. Jika ia merasa kenyang dengan sendirinya, maka ia lupa dulu pernah lapar. Jika ia merasa sudah cukup dengan menutupi diri dengan pakaian yang ia miliki, maka ia lupa jika dulu ia pernah tidak memiliki apa-apa untuk berpakaian. Jadi di antara sikap sombong manusia adalah ia merasa dirinya-lah sebab segala-galanya, bukan dari Allah. Namun orang mukmin berbeda dengan kondisi tadi. Orang mukmin selalu butuh pada Allah. Ia tidak pernah lepas dari kebutuhan pada-Nya walau sekejap mata. Ia benar-benar setiap waktu terus butuh pada Allah.” (Tafsir Al Qur’an Al Karim – Juz ‘Amma, hal. 264).
Dua Orang yang Tidak Pernah Puas
Ada dua orang yang tidak pernah puas yaitu pencari ilmu akhirat (ilmu diin) dan pencari dunia. Sebagaimana disebutkan dalam hadits Anas,
مَنْهُومَانِ لاَ يَشْبَعَانِ : طَالِبُ عِلْمٍ وَطَالِبُ دُنْيَا
“Ada dua orang yang begitu rakus dan tidak pernah merasa kenyang: (1) penuntut ilmu (agama) dan (2) pencari dunia.” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrok 1: 92. Dishahihkan oleh Al Hakim dan disepakati oleh Imam Adz Dzahabi).
Karena memang demikian, orang yang saking gandrungnya tidak akan pernah puas sehingga terus mencari dunia dan dunia. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)
Sedangkan penuntut ilmu akan terus mencari ilmu dan ilmu setiap hari, setiap waktu dan di setiap tempat. Karena mengetahui bagaimanakah agung dan utamanya ilmu agama.
Masih berlanjut tafsir surat iqro’ dalam pertemuan lainnya, insya Allah.
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
Fathul Qodir, Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy Syaukani, terbitan Dar Ibni Hazm dan Darul Wafa’, cetakan ketiga, tahun 1426 H.
Tafsir Al Qurthubi (Al Jaami’ li Ahkamil Qur’an), Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshori, terbitan Darul Fikr, cetakan pertama, tahun 1428 H.
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.
Tafsir Al Qur’an Al Karim – Juz ‘Amma, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Dar Tsuraya, cetakan ketiga, tahun 1424 H.
—
Selesai disusun pukul 10.37 WIB, 22 Syawal 1434 H @ Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang-Gunungkidul
Artikel www.rumaysho.com