Ahlus sunnah waljamaah memiliki kesamaan dalam menentukan sumber pokok hukum islam baik imam Hanafi, imam Maliki, imam Syafii, atau imam Hambali ada 4 pokok = quran+sunnah+ijma+qiyas
A. faham wahabi cirinya bersumber hanya dalil
1) quran+sunnah,
2) tidak bermadzhab
3) tidak ada kitab fiqih,
4) menolak ijma' qiyas,
5) mewajibkan sunnah, hadits ttg jenggot dan celana cingkrang-isbal (wajib) merokok,musik (haram) sedangkan ahlussunnah 4 madzhab hadits ttg jenggot, celana cingkrang-isbal, merokok, musik derajat hukumnya makruh
6) mengkafirkan faham bermadzhab
7) kitab kuning haram
B. Ingkar Quran nama lain Darul Hadits adalah faham menyimpang selalu mengutamakan dasar hukum dalil hadits dan menolak dalil al quran
C INGKAR SUNAH kebalikannya mengutamakan dasar hukum dalil al quran dan menolak dalil hadits nabi
D. AHLUS SUNNAH WALJAMAAH
Dalam ahlusunnah memiliki kesamaan dalam menentukan sumber pokok hukum islam walaupun berbeda madzhab baik madzhab Hanafi-Maliki-Syafii-Hambali, misal sumber pokok hukum di:
1.Muhammadiyah : Quran+Sunnah+Tarjih
2.NU:quran+sunnah+ijma+qiyas+istimbat
Detail Metodogi dalam menentukan suatu hukum islam pada 4 madzhab masing masing bisa dilihat pada penjelasan berikut
1.Madzhab Hanafi Aliran ini berasal dari nama tokoh sentral dalam pemikiran fiqih, yaitu Abu Hanifah al-Nu‟man ibn Tsabit ibn Zuhti ( 80-150 H). Abu Hanifah mengalami kekuasaan dua dinasti Islam, yaitu masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Beliau hidup selama 52 tahun pada dinasti Umayyah, dan 18 tahun pada dinasti Abbasiyah. Pada awalnya beliau adalah seorang pedagang, tetapi atas anjuran seorang ulama (al-Sya’bi), kemudian beralih menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah tergolong sebagai generasi ketiga setelah Nabi Muhammad saw (at-ba’ al-tabi’in). Ia belajar fiqih kepada ulama aliran Irak (ahl al-ra’yu). Dan karena itu pula dalam perkembangan pemikiran fiqihnya ia merepresentasikan aliran al-ra’yu. Abu Hanifah tidak memulai pembelajaran dari fiqih, tetapi memulai dengan ilmu kalam sehingga hal ini yang menyokong dalam pembentukkan metode berfikirnya yang rasional dan realistis. Pada perkembangannya, ia dikenal dengan sebutan ahl ra’yudalam fikih dengan metodenya yang terkenal, yaitu istihsan.24Dalam Thaha Jabir Fayadi al-„Ulwani25memaparkan pembagian cara ijtihad Abu Hanifah menjadi dua cara, yaitu cara ijtihad yang pokok dan cara ijtihad yang merupakan tambahan, cara ijtihad (istinbath) yang pokok yang dilakukijtihadan Ahu hanifah sebagai berikut: 1) Sumber utamanya adalah merujuk kepada al-Qur‟an, 2) Apabila tidak ditemukan di dalam Al-qur‟an, Ia merujuk kepada Sunnah Nabi dan atsar yang shahih yang diriwayatkan oleh orang orang yang tsiqah, 3) Apabila tidak mendapatkan pada keduanya, Ia mencari qaul para sahabat. Sedangkan cara ijtihad yang tambahan menurut Ajat Sudrajat26 adalah: 1) Bahwa dilalah lafad umum (‘am) 24Juliansyahzen, M. Iqbal. Pemikiran Hukum Islam Abu Hanifah: Sebuah Kajian Sosio-Historis Seputar Hukum Keluarga. Jurnal Al-Mazahib Volume 3,Nomor 1, Juni(2015): 7625Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam. (Washington: The International Institute of Islamic Thought, 1987), 9126Ajat Sudrajat, Sejarah Pemikiran Dunia Islam dan Barat, (Malang: Intrans Publishing, 2015), 99
12Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020adalah qath’i, seperti lafad khash, 2) Bahwa pendapat sahabat yang tidak sejalan dengan pendapat umum adalah bersifat khusus, 3) Bahwa banyaknya yang meriwayatkan tidak berarti lebih kuat (rajih), 4) Adanya penolakan terhadap mafhum (makna tersirat) syarat dan shifat, 5) Bahwa apabila perbuatan rawi menyalahi riwayatnya, yang dijadikan dalil adalah perbuatannya bukan riwayatnya, 6) Mendahulukan qiyas jali atas khabar ahad yang dipertentangkan, 7) Menggunakan istihsan dan meninggalkan qiyas apabila diperlukan.
2.Madzhab Maliki Imam Malik adalah imam yang kedua dari Imam-imam empat serangkai dalam Islam. Dari segi umur Ia dilahirkan di kota Madinah, suatu daerah di negeri Hijaz tahun 93 H/713 M, dan wafat pada hari ahad 10 Rabi‟ul Awal 179 H/ 798 M di Madinah. Imam Malik wafat pada masa pemerintahan Abbasiyah di bawah kekuasaaan Harun Ar-Rasyid. Nama lengkap Imam Malik adalah Abu Abdillah Malik bin Anas As Syabahi Al Arabi bin Malik bin Abu „Amir bin Harits. Imam Malik dikenal sebagai seorang yang berbudi mulia dengan pikiran cerdas, pemberani, dan teguh mempertahankan kebenaran yang diyakininya. Kedalaman ilmu menjadikan beliau amat tegas dalam menentukan hukum syar‟i.27Pada usia remaja, Malik ibn Annas, belajar dan menghafal Al-qur‟an. Kemudian ibunya mendorong Malik untuk belajar fiqih aliran rasional kepada imam Rabi’ah al-Ra’yu, yang juga berasal dari Madinah. Malik juga belajar kepada faqih yang lain, yaitu Yahya ibn Sa‟id di samping belajar fiqih, Malik ibn Anas juga mempelajari hadits-hadits Nabi, antara lain kepada Abdurrahman ibn Hurmuz, Nafi Maula ibn Umar, lbn Syihab al-Zuhri, dan Sa‟id ibn Musayyab. Hadits-hadits yang Ia terima dari gurunya dituangkan dalam suatu kitab yang disusunnya, dan diberi nama al-Muwatthasehingga imam Malik dikenal dengan ahl al-hadits.2
13Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020Cara ijtihad (istinbath) Imam Malik melalui langkah-langkah ijtihad sebagai berikut: 1) mengambil dari Al-qur‟an, 2) menggunakan zhahir Al-qur‟an yaitu lafad-lafad yang umum (Sunnah Nabi), 3) menggunakan dalil Al-qur‟an yaitu mafhum al-muwafaqoh, 4) menggunakan mafhum Al-qur‟an yaitu mafhum mukhalafah, 5) menggunakan tanbih Al-qur‟an yaitu memperthatikan illat. Kemudian dalam madzhab imam Malik lima langkah itu disebut sebagai Ushul Khamsah. Langkah-langkahnya dalam Askar Saputra29adalah; 1) ijma‟, 2) qiyas, 3) amal penduduk Madinah, 4) istihsan, 5) saad al-dzara’i, 6) al-maslahah al-mursalah, 7) qoul shohabi, 8) mura’at al-khilaf, 9) al-istishhab, 10) syar`u man qoblanaa. Sebenarnya para penerus imam Malik dalam menggunakan dalil hukum bersumber kepada Al-qur‟an, Sunnah, Ijma‟, dan Qiyas
3. Madzhab Sayafi‟i
Nama lengkap imam Syafi‟i adalah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Syafi'i bin al-Saib bin Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin al-Mutholib bin Abdi Manaf. Dari pihak Ibu al-Syafi'i adalah cucu saudara perempuan ibu sahabat Ali bin Abi Thalib. Jadi ibu dan bapak al-Syafi'i adalah dari suku Quraisy. Bapak beliau berkelana dari Makkah untuk mendapatkan kelapangan penghidupan di Madinah, lalu bersama dengan ibu al-Syafi'i meninggaikan Madinah menuju ke Gaza untuk akhirnya beliau wafat di sana setelah dua tahun kelahiran al-Syafi'i. Dalam catatan yang lain al-Syafi'i lahir dalam keadaan yatim, pada bulan Rajab Tahun 150 H. (767 M) di Gaza, Palestina.31Pada umur 9 tahun Imam Syafi‟i telah hafal Al-qur‟an. Setelah itu beliau melanjutkan belajar bahasa Arab, hadits dan fiqih. Diantara gurunya ialah imam Malik dan beliau hafal kitab al-Muwatha. Setelah imam Malik wafat, imam Syafi‟i mulai melakukan kajian-kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-fatwa fiqih, bahkan telah menyusun metodologi kajian fiqih.
Dalam kajian fiqihnya, al-Syafi'i
mengemukakan pendapat bahwa hukum Islam harus bersumber kepada Al-qur‟an dan Sunnah serta Ijma‟. Apabila ketiga sumber ini belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas dan pasti, al-Syafi‟i telah mempelajari qaul sahabat, dan baru kemudian ijtihad dengan qiyas dan istishab.32
Imam Syafi‟i pada usia 20 tahun pergi ke Madinah dan belajar kepada imam Malik. Lalu tahun 195 H beliau pergi ke Baghdad dan belajar kepada Muhammad ibn al-Hasan al-Syaibaniy (murid Abu Hanifah) selama 2 tahun. Setelah itu beliau kembali ke Makkah dan kembali ke Baghdad dan menetap disana selama beberapa bulan. Selanjutnya melakukan perjalanannya lagi ke Mesir dan menetap disana sampai wafat pada 29 Rajab tahun 204 H. Maka dari itu didalam diri imam Syafi‟i terhimpun pengetahuan-pengetahuan fiqih ashab al-hadits(imam Malik) dan fiqih ashab al-ra’yu(Abu Hanifah).33Cara ijtihad (istinbath) imam al-Syafi‟i seperti imam-imam madzhab yang lainnya, namun al-Syafi‟i disini menentukan thuruq al-istinbath al-ahkamtersendiri. Adapun langkah-langkah ijtihadnya adalah; Ashal yaitu Al-qur‟an dan Sunnah. Apabila tidak ada didalamnya maka beliau melakukan qiyas terhadap keduanya. Apabila hadits telah muttashil dan sanadnya sahih, berarti ia termasuk berkualitas. Makna hadits yang diutamakan adalah makna zhahir, ia menolak hadits munqathi’kecuali yang diriwayatkan oleh Ibn al-Musayyab pokok (al-ashl) tidak boleh dianalogikan kepada pokok, bagi pokok tidak perlu dipertanyakan mengapa dan bagaimana (lima wa kaifa), hanya dipertanyakan kepada cabang (furu’).34Imam Syafi‟i mengatakan dalam Muhammad Kamil Musa35bahwa; ilmu itu bertingkat-tingkat. Tingkat pertama adalah Al-qur‟an dan Sunnah, kedua ialah ijma‟ terhadap sesuatu yang tidak terdapat dalam Al-qur‟an dan Sunnah. Ketiga adalah qaul sebagian sahabat tanpa ada yang menyalahinya, keempat adalah pendapat sahabat Nabi Saw yang antara satu dengan yang lainnya berbeda-beda (ikhtilaf) dan kelima adalah qiyas. Dengan demikian, dalil hukum yang digunakan oleh imam Syafi‟i adalah Al-qur‟an, Sunnah dan Ijma‟. Sedangkan teknik ijtihad yang digunakan adalah qiyas dan takhyir apabila menghadapi ikhtilaf pendahulunya. Ikhtilaf antara madzhab ahl al-ra’yudan madzhab ahl al-Ḽadits sebenarnya telah berakhir pada masa imam Syafi‟i karena beliau telah menggabungkan dua metodologi dalam mengistinbatkan hukum Islam. Sebagaimana telah diketahui bahwa Imam Syafi‟i memiliki dua qaul, yaitu qaul qadim dan qaul jadid. Pemetaan istilah tersebut dengan melihat dimana tempat beliau memutuskan hukum. Pendapat imam Syafi‟i yang difatwakan dan ditulis di Irak (195-199 H) dikenal dengan qaul qadim. Sedangkan hasil ijtihad Imam Syafi‟i yang digali dan difatwakan selama ia bermukim di Mesir (199-204 H), dikenal dengan qaul jadid. 36
Kebanyakan pendapat imam Syafi‟i sewaktu menetap di Irak banyak dituliskan dalam al-Risalah al-Qadimah dan al-Hujjah, yang populer dengan sebutan al-Kitab al-Qadim. Sedangkan qaul jadid yang dirumuskan imam Syafi‟i setelah beliau berdomisili di Mesir diabadikan dalam beberapa kitab, yaitu: al-Risalah al-Jadidah, al-Umm, al-Amali, al-Imla'dan lain-lain. Itulah pendapat imam Syafi‟i tentang qaul qadim dan qaul jadid yang sering dijadikan alasan oleh pembaharu untuk memodifikasifiqih Islam. Selain itu juga ada pendapat-pendapat imam Syafi‟i yang di cantumkan dalam kitab yang sering dikenal dengan kitab al-‘Umm, didalam kitab ini menjelaskan pendapat-pendapat imam Syafi‟i tentang hukum-hukum Islam
4.Madzhab Hanbali
Imam Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Al-Syaibani dilahirkan di Baghdad (Iraq) tepatnya dikota Maru/Merv, kota 36AinolYaqin,Evolusi Ijtihad Imam Syafi’i: Dari Qawl Qadim Ke Qawl Jadid. Jurnal Al-Ahkam Volume 26, Nomor 2, Oktober(2016): 146 - 147
16Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020kelahiran sang ibu, pada bulan Robi`ul Awwal tahun 164 H atau Nopember 780 M.
Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal Ibn Hilal Ibn As`ad Ibn Idris Ibn Abdillah Ibn Hayyan Ibn Abdillah Ibn Anas Ibn `Auf Ibn Qosit Ibn Mazin Ibn Syaiban Ibn Zulal Ibn Ismail Ibn Ibrahim. Dengan kata lain, Ia adalah keturunan Arab dari suku bani Syaiban, sehingga diberi laqab Al-Syaibani.37Imam Hanbal dibesarkan di Baghdad dan mendapatkan pendidikan awalnya dikota tersebut hingga usia 19 tahun (riwayat lain menyebutkan bahwa Ahmad pergi keluar dari Bagdad pada usia 16 tahun). Pada umur yang masih relative muda ia sudah dapat menghapal Al-Qur`an. Sejak usia 16 tahun Ahmad juga belajar hadits untuk pertama kalinya kepada Abu Yusuf, seorang ahli al-ra`yu dan salah satu sahabat Abu Hanifah. Kemudian gurunya dalam pemikiran fiqih ia belajar kepada imam Syafi‟i, dan imam Hanbal banyak mempergunakan Sunnah sebagai rujukan. Beliau tergolong orang yang mengembangkan fiqih tradisional. Dalam hidupnya imam Hanbal banyak melakukan analisis-analisis terhadap hadits-hadits Nabi dan kemudian disusun berdasarkan sistematika isnad, sehingga karyanya imam Hanbal dikenal dengan sebutan kitab Musnad. Imam Hanbal juga dikenal sebagai ulama ahli fiqih dan ahli hadits yang masyhur dikalangan masyarakatnya. Pandangannya berpengaruh dikalangan masyarakat.Ijtihad (istinbath) imam Ahmad ibn Hanbal dijelaskan oleh Thaha Jabir Fayadl al-„Ulwani38bahwa cara ijtihad imam Hanbal sangat dekat dengan ijtihad yang dipakai oleh imam Syafi‟i. Selanjutnya pendapat-pendapat imam Ahmad ibn Hanbal dibangun atas lima dasar diantaranya:1.Al-nushushdari Al-qur‟an dan Sunnah, apabila telah ada ketentuan dalam Al-qur‟andan Sunnah. Beliau berpendapat sesuai dengan makna yang tersurat, makna yang tersirat ia abaikan.37Abdul Karim, Manhaj Imam Ahmad Ibn Hanbal Dalam Kitab Musnadnya. Jurnal Riwayah Vol. 1, No. 2, September (2015): Thaha Jabir Fayadi Al-‘Ulwani, Adab al-Ikhtilaf fi al-Islam, (Washington: The International Institute of Islamic Thought, 1987), 96
17Tamaddun: Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, Volume (8), Issue (1), July 2020 .Jikalau tidak didapatkan dalam Al-qur‟an dan Sunnah maka menukil fatwa sahabat, dan memilih pendapat sahabat yang disepakati sahabat lainnya.3.Apabila fatwa sahabat berbeda-beda maka memilih salah satu pendapat yang lebih dekat kepada Al-qur‟an dan Sunnah.4.Imam Ahmad ibn Hanbal menggunakan hadits mursal dan dhaif apabila tidak ada atsar, qaul sahabat atau ijma‟ yang menyalahinya.5.Apabila hadits mursal dan dhaif sebagaimana diisyarattkan di atas tidak didapatkan maka menganalogikan (qiyas). Dalam pandangannya qiyas adalah dalil yang dipakai dalam keadaan dharurat (terpaksa).6.Langkah terakhir adalah menggunakan sadd al-dzara’i yaitu melakukan tindakan yang prepentif terhadap hal-hal yang negatif.39Pemikiran fiqih Ahmad bin Hanbal merujuk pada fatwa sahabat tanpa membedakan apakah fatwa itu mempunyai dasar dari sunnah atau atsar atau sekedar diperoleh dari ijtihad mereka. Sekalipun tidak dapat dikatakan bahwa Ahmad bin Hanbal telah menghidupkan fatwa-fatwa sahabat tanpa verifikasi ilmiah yang memadai tetapi ia menganggap fatwa-fatwa itu sebagai rujukan kedua setelah hadis dalam memahami agama dan hukum syara‟ adalah satu kenyataan yang sulit dibantah.Dengan demikian, maka dapat diasumsikan bahwa keteguhan Ahmad bin Hanbal dalam mengedapankan fatwa-fatwa sahabat sebagai rujukan dalam istinbat hukumnya cukup menjadi indikator bahwa dari jalur inilah pemikiran fiqih sahabat membentuk pemikiran fiqh Ahmadbin Hanbal. Imam Hanbal tidak pernah menggunakan qiyas, penggunaan qiyas pernah dilakukan oleh gurunya tidak banyak berpengaruh pada Ahmad bin Hanbal bahkan sikap dan pemikirian fiqh Ahmad bin Hanbal cenderung fundamentalistik dalam memegang hadis.40Sebagaimana dilakukan sebagian besar sahabat telah menjadi potensi dasar bagi 39Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan
https://www.rumahfiqih.com/y.php?id=526&mengenal-lebih-dekat-madzhab-syafii-(bagian-1).htm