Sakaratul Maut dan Panggilan Malaikat Maut
Mati merupakan suatu yang pasti terjadi, tidak terhalangi oleh kekukuhan benteng, tidak ada hijab yang menghalangi, dan tidak ada pintu yang menolaknya, Allah Ta’ala berfirman,
“Katakanlah, “Seseungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), ynag mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Al-Jumuah:8) “Kalau kamu melihat ketika para malaikat mencabut nyawa jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata) “Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar, (tentulah kamu akan merasa ngeri).” (Al-Anfal : 50)
Al-Qurtubi berkata, “Buatlah peran tentang dirimu hai yang terpedaya, sewaktu sakaratul maut datang kepadamu, rasa sakit dan penderitaan tiba padamu, lalu ada yang berkata bahwa si fulan telah berwasiat dan hartanya telah dihitung, yang lain berkata bahwa si fulan lisannya susah berkata, sehingga ia tidak kenal tetangganya dan tidak dapat berkata kepada saudara-saudaranya, seakan-akan saya melihatmu sedang mendengarkan pembicaraan namun kamu tidak mampu memberi tanggapan. Berkhayallah tentang dirimu hai anak Adam, apabila kamu diambil dari tempat tidurmu dibawa ke papan pemandianmu, lalu kamu dimandikan, dan dipakaikan kain kafan, keluarga dan tetangga merasa asing denganmu, para sahabat dan saudara menangisimu. Yang memandikan berkata, “Mana istri si fulan yang engkau kawini, mana anak-anak yatim yang ditinggal bapak-bapakmu, engkau tidak akan melihatnya lagi setelah hari ini untuk selamanya.” (At-Tadzkirah,21) Suatu adegan yang menegangkan yang menentukan akhir hidup seorang hamba, boleh jadi ia akan merasakan naungan yang teduh atau tempat istirahat yang buruk. Penulis Ihya ‘Rahimahullah mengatakan: “Kematian, sudah selayaknya membuat hidup seorang hamba menjadi waspada, kegembiraannya menjadikannya murung, melakukan persiapan dengan matang, terlebih jika kematian sudah ada di sisi setiap jiwa sebagaimana ahli hikmah berkata,
“Kesulitan (kematian) berada pada selainmu, engkau tidak tahu kapan ia menimpamu.”
Dan Lukman berkata kepada anaknya,
“Hai anakku, ada suatu perkara yang engkau tidak tahu kapan menjumpaimu, maka buatlah persiapan menghadapinya sebelum ia mengejutkanmu.”
Mengherankan perilaku manusia, jika berada dalam kesenangan mereka lupa kepada kematian, padahal setiap jiwa berada di samping Malaikat Maut yang datang kepadanya dengan tiba-tiba, namun dia lalai. Hal itu disebabkan kebodohan dan ketertipuan…..Dan ketahuilah bahwa rasa sakit (naza’) sakaratul maut tidak diketahui hakekatnya kecuali siapa yang merasakan. Naza’ adalah ungkapan rasa sakit yang menimpa ruh itu sendiri sehingga bagian-bagiannya turut merasakannya, sehingga tidak ada satu bagian pun daro ruh yang menyebar je badan terdalam yang tidak merasakan rasa sakit tersebut. Rasa sakit itu menyerang ruh itu sendiri dan seluruh bagiannya turut merasakannya, sakitnya dapat dirasakan pada setiap urat, dari setiap syaraf, dari bagian-bagian tubuh, persendian-persendian, pangkal setiap rambut, dan kulit dari kepala sampai kaki. Sehingga, jangan ditanya bagaimana sakitnya, bahkan ada yang mengatakan; kematian lebih sakit dibanding dipenggal dengan pedang, dibelah dengan gergaji atau dipotong dengan gunting! Pada saat itu, akal akan dibuat kusut dan bingung, lisan dibuat bisu, bagian-bagian dilemahkan; ia ingin kalau ada tenaga untuk merintih, berteriak dan meminta tolong, akan tetapi ia tidak kuasa melakukannya. Kalaupun tersisa suatu kekuatan, maka yang terdengar hanya suara uak dan parau daro tenggorokan dan dada. Ketika ruh ditarik dan dicabut, warna kulitnya berubah pucat, nampak debu yang menjadi asal fitrahnya. Setiap urat ditarik searah, sehingga rasa sakit menyebar di bagian dalam dan luar, sampai kedua biji matanya bergerak ke bagian atas kelopak matanya, kedua bibirnya tertutup rapat, lidahnya mengerut ke pangkalnya, kedua buha pelirnya berada di tempatnya yang paling atas dan jari-jemarinya menghijau. Setiap urat badan yang ditarik tidak menjadi lumpuh! Jikalau yang ditarik itu satu urat saja mendatangkan rasa sakit yang hebat, maka betapa sakitnya jika yang ditarik adalah ruh yang kesakitan itu sendiri? Bukan dari satu urat saja melainkan dari seluruh urat! kemudian anggota badannya mati secara bertahap; pertama kali telapak kakinya menjadi dingin, kemudian betis, dan paha. Stiap bagian tubuhnya mengalami kelemahan demi kelemahan, kesusahan demi kesusahan samai mencapai kerongkongan, ketika itulah pandangan kepada dunia dan penghuninya terputus, pintu taubat sudah tertutup baginya, dirinya diliputi penyesalan! Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Sesungguhnya Allah Ta’ala menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai tenggorokan.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah)
Mujahid berkata mengenai firman Allah Ta’ala berikut,
“Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.” (An-Nisaa : 18)
Ia berkata, “Apabila dia melihat para utusan, maka ketika itu tampak olehnya sisi wajah Malaikat Maut, maka jangan ditanya tentang rasa pahit kematian dan kesusahannya saat menghadapi sakaratul maut! Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa,
“Ya Allah, mudahkanlah diriku dalam menghadapi sakaratul maut.”
Hanya saja, kebanyakan orang tidak berlindung darinya dan tidak menganggapnya sebagai masalah besar karena kebodohannya tentang hal itu. Kalau kita menengok sejarah bahwa besar sekali ketakutan para Nabi dan para wali terhadap kematian, hingga Isa Alaissalam pernah berkata,
“Wahai para sahabat setia (hawariyyin), berdoalah kepada Allah agar memudahkanku menghadapi sakaratul maut. Sungguh saya takut sekali kepada kematian sehingga ketakutanku terhadap kematian menggantungkanku pada kematian….”
Diriwayatkan bahwa sekelompok orang dari Bani Israil melewati suatu kuburan, lalu sebagian mereka berkata kepada sebagian lainnya, “Jika kalian berdoa kepada Allah Ta’ala agar mengeluarkan mayit dari kuburan ini tentu kalian bisa menanyainya?” Lalu mereka berdoa kepada Allah Ta’ala, dan tampaklah oleh mereka seorang laki-laki yang berdiri dan di antara dua matanya terdapat tanda sujud, telah keluar dari kubur, dia berkata, “Wahai kaum, apa yang kalian kehendaki dariku, sungguh saya telah merasakan kematian sejak lima puluh tahun silam namun pahit kematian belum hilang dari hatiku…” Aisyah Radhiyallahu Anha berkata,
“(Saya rasa) tak seorang pun yang tidak henti-hentinya berharap supaya dimudahkan baginya kematian setelah apa yang saya lihat dari kematian yang dialami Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.”
Ali Radhiyallahu Anhu menggelorakan semangat perang, ia mengatakan,
“Jika kalian tidak terbunuh maka kalian pun pasti mati, demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh seribu sabetan pedang lebih ringan bagiku dari kematian di atas pembaringan.”
Al-Auza’i berkata,
“Telah sampai kabar kepada kami bahwa orang mati akan merasakan kepedihan kematian selama masih belum dibangkitkan dari kuburnya.”
Syaddad bin Aus berkata,
“Kematian merupakan suatu yang paling menakutkan di dunia dan akhirat bagi seorang mukmin, lebih hebat dari penderitaan seseorang yang dibelah dengan gergaji atau dipotong dengan gunting atau dimasukkan ke dalam kuali mendidih. Seandainya orang mati kembali (dihidupkan) lalu ia memberitahu kepada penghuni dunia tentang kematian, tentu mereka tidak berambisi dengan kemewahan duniawi, dan tidak dapat merasakan nikmatnya tidur.”
Dari zaid bin Aslam, dari Bapaknya, ia berkata,
“Apabila masih ada sesuatu yang tersisa bagi orang mukmin dari derajatnya yang tidak tercapai dengan amalnya, maka kematianlah yang melunasinya, sehingga sakaratul maut dan kesusahannya menyampaikannya ke derajatnya di surga. Sedangkan, apabila orang kafir mempunyai suatu kebajikan yang belum diberi ganjaran, maka kematian akan dimudahkan atas dirinya sehingga genaplah pahala kebajikannya, lalu nantinya dia masuk neraka.”
Diriwayatkan dari seseorang, bahwa ia sering bertanya kepada banyak orang yang sakit bagaimana mereka menghadap kematian? Lalu, ketika ia sakit, ditanya, “Kamu sendiri bagaimana menghadapi kematian?” Ia menjawab, “Seakan-akan semua langit dikatupkan ke bumi dan seakan-akan diriku keluar dari lubang jarum.” Diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa di hadapan beliau terdapat cangkir yang berisi air, Nabi memasukkan tangan ke dalam air itu, mengusapkannya ke wajahnya, dan bersabda,
“Laa ilaha illallah (tiada Tuhan kecuali Allah), sesungguhnya kematian itu ada sakarat-sakarat.”
Dan dalam riwayat lain disebutkan,
“Ya Allah bantulah aku menghadapi sakaratul maut.” (HR. Bukhari dari Aisyah)
Fatimah Radhiyallahu Anha mengatakan,
“Menyedihkan kesusahan yang menimpamu, wahai Bapak!” Lalu, Rasulullah berkata kepadanya, “Tidaklah menimpa diri Bapakmu satu kesusahan pun setelah hari ini.” (HR. Bukhari dari Anas)
Umar Radhiyallahu Anhu berkata kepada Ka’ab al-Ahbar,
“Hai Ka’ab bicaralah kepada kami tentang kematian.” Ka’ab pun berkata, “Baik wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya kematian itu seperti tangkai yang banyak durinya yang dimasukkan ke dalam tubuh seseorang, setiap duri mengait urat, kemudian seseorang menariknya dengan keras sekali, sehingga terangkat apaya yang ikut terangkat dan tersisa apa yang masih tersisa.”
Hal-hal tersbut merupakan sakaratul maut yang dialami para wali dan Kekasih Allah, tentu lebih dasyat lagi kondisi yang bakal dihadapi oleh kita yang terbiasa melakukan maksiat ?? ORANG YANG DIRINGANKAN SAKARATUL MAUTNYA Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memberitahu kepada kita bahwa seorang syahid yang gugur di medan tempur akan diringankan baginya sakaratul maut. Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Seorang syahid tidak merasakan sakit terbunuh kecuali seperti seorang di antara kalian merasakan cubitan (atau gigitan).” (HR. An-Nasa’i dari Abu Hurairah)
SAAT – SAAT MENEGANGKAN Al-Qurtubi berkata, “Dalam hadits diriwayatkan bahwa apabila kematian orang mukmin sudah dekat, maka empat mailakat maut turun kepadanya; satu malaikat menarik jiwanya dari kaki kanannya, satu malaikat menariknya dari kaki kirinya, satu malaikat menariknya dari tangan kanannya, dan satu malaikat menariknya dari tangan kirinya. Jiwa itu mengalir seperti tetesan air, ditarik oleh empat malaikat itu dari ujung-ujung bagian tubuh dan pangkal-pangkal jemari. Sedang orang kafir, ruhnya mengalir seperti rembesan air dari bulu basah. Buatlah peran tentang dirimu hai yang terpedaya, sewaktu sakaratul maut datang kepadamu, rasa sakit dan penderitaan menyerangmu, lalu ada yang lain berkata si fulan telah berwasiat dan hartanya telah dihitung, dan yang lain berkata bahwa si fulan kelu lidahnya, sehingga tidak kenal tetangganya dan tidak dapat berkata kepada saudara-saudaranya; seakan-akan saya melihatmu sedang mendengarkan pembicaraan namun kamu tidak mampu memberi tanggapan. Kemudian anak perempuanmu menangis seperti tawanan, mengiba dan berkata, “Bapakku tercinta siapa yang mengurusku, si yatim ini, setelah kematianmu? Siapa yang mencukupi kebutuhanku? Demi Allah engkau mendengar perkataanku namun tidak kuasa memberi jawaban.” (At-Tadzkirah, 1/75-76). TALKINLAH ORANG YANG HENDAK MATI DI ANTARA KAMU, “LAA ILAHA ILLALLAH”Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Talkinlah orang yang hendak mati di antara kalian dengan, ‘Laa ilaha illallah (Tiada Tuhan kecuali Allah).” (HR. Muslim, 916, Abu Dawud, 3117, At-Tirmidzi, 983)
Al-Qurtubi berkata, “Ulama kita berkata, “Mentalkin orang yang hendak mati dengan kalimat ini merupakan sunnah yang diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang dipraktikkan kaum muslim, hal itu dimaksudkan agar perkataan terakhir mereka adalah Laa ilaha illallah sehingga dengan begitu ditutup ajalnya dengan kebahagian, dan agar termasuk dalam keumuman sabda Nabi Alaissalam,
“Barangsiapa akhir perkataannya ‘laa ilaha illallah’ maka ia masuk surga.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Al-Hakim)
Apabila seorang yang menghadapi kematian ditalkinkan, dan ia telah mengucapkannya sekali, maka jangan diulang, karena ditakutkan hal itu membosankannya. Ahli ilmu tidak suka mentalkin berkali-kali dan terus memintanya untuk mengucapkannya apabila ia telah mengerti dan mengucapkannya atau sudah dimaklumi dari keadaannya. Ibnu Mubarak berkata, “Talkinlah orang yang hendak mati dengan ‘laa ilaha illallah’, apabila ia telah mengatakannya maka biarkanlah.” Abu Muhammad Abdul Haq berkata, “Hal demikian karena ditakutkan atas dirinya apabila terus diminta mengucapkannya ia akan memberatkan dan merasa bosan, dan setan membuatnya susah mengucapkannya, sehingga menjadi sebab su’ul khatimah.” (At-Tadzkirah, 1/95) Insha Allah pada pembahasan berikutnya, kita akan membahas Tanda-tanda dan Sebab-sebab Husnul Khatimah dan Su’ul Khatimah. Maraji’ : Ad-Daar Akhirah, Shaikh Mahmud Al-Mishri
https://www.google.com/url?sa=i&source=undefined&cd=&ved=0ahUKEwikmNyEiPveAhUIpY8KHarFDCcQzPwBCAM&url=https%3A%2F%2Fdeenoverduniya.wordpress.com%2F2011%2F09%2F29%2Fsakaratul-maut-dan-panggilan-malaikat-maut%2F&psig=AOvVaw2dRZ30ibggdetRoHMGqbf5&ust=1543631084191214