Tafsir Surah Al Hujurat Ayat 11
3 Januari 2018
2396
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka“. (QS. Al-Hujurat : 11).
Ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an jika bukan perintah yang dengannya Allah memerintahkan kita dengan sesuatu maka ia berupa larangan yang dengannya kita menjauhinya atau meninggalkannya, adapun dalam ayat diatas merupakan larangan yang harus dihindari dan dijauhi.
Asbabul Nuzul
Disebutkan oleh sebagian ulama atau sebagian riwayat sebab turunnya ayat tersebut dintaranya tentang salah seorang sahabat Thabit bin Qais bin Shammas Radhiyallahu ‘anhu, beliau adalah salah seorang sahabat yang selalu hadir dimajelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan duduk didekat Rasulullah untuk mendengarkan nasehat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, mengapa beliau dekat dengan Rasulullah karena ditelinga beliau disebutkan ada semacam penutup sejak lahir sehingga menghalangi pendengaran beliau dan ini pula yang menjadi sebab beliau sering mengangkat suara dimajelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika turun firman Allah Subhanahu wata’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari“. (QS. Al-Hujurat: 2).
Beliau lalu tinggal dirumahnya, ketika didatangi oleh salah seorang sahabat utusan Rasulullah ternyata beliau khawatir dan ia mengira bahwasanya ayat ini turun kepada beliau karena beliau selalu mengangkat suara dimajelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.
Suatu hari beliau terlambat hadir dalam majelis dan beliau berjalan melangkahi punggung sahabat yang duduk dimajelis Rasulullah, melihat hal tersebut salah seorang sahabat marah sambil berkata:”Duduk dimana engkau terakhir duduk atau dimana terakhir engkau mendapatkan majelis“. akhirnya dia juga sedikit terbawa emosi dan dia bertanya:”Siapa fulan ini dan siapa gerangan dia yang berani menegur saya”, dikatakan kepadanya:”Ini namanya fulan”, Thabit mengatakan:”Ibnu fulanah (putra dari fulanah)”, dan ternyata ibu orang yang menegur beliau memiliki sifat yang merupakan sifat jahiliyah yang ia bawa sejak jahiliyah dan ia tidak menyukainya, akhirnya lelaki ini diam dan merasa malu ketika thabit berkata demikian, maka turunlah firman Allah surah Al-Hujurat ayat :11.
Ada yang menyebutkan bahwasanya penggalan ayat diatas turun kepada sebahagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ini terjadi karena persaingan diantara mereka disebabkan karena kecemburuan diantara mereka, disebutkan bahwasanya istri – istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki 2 kelompok ada kelompok ‘Aisyah bersama dengan Hafsah dan ada kelompok yang lain. Kisah ketika ‘Aisyah Radhiyallahu anha dikirimi makanan oleh salah seorang istri beliau yang lain dirumah ‘Aisyah kemudian ia marah di depan para sahabat hal ini menunjukan ada kecemburuan diantara mereka, yaitu kecemburuan penghuni surga kepada penghuni surga. Dalam kisah yang lain disebutkan bahwasanya ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bersama dengan Hafsah pernah menggunjing Ummu Salamah dan yang menjadi topik dari pembicaraan keduanya adalah pakaiannya Ummu Salamah yang mana ia mengikat dibagian pinggangnya kemudian sebagian tali pinggangnya mengekor kebelakang, ‘Aisyah kemudian berkata kepada Hafsah:”Lihatlah dia keluar dia menarik tali itu seperti lidah se’ekor anjing“, maka turunlah firman Allah Subhanahu wata’ala diatas.
Sebagian yang lain ada yang mengatakan bahwasanya ayat ini turun sebagai teguran kepada istri – istri Nabi yaitu ketika istri Rasulullah yang bernama Shafiyah binti huyay salah seorang wanita dari kalangan yahudi yang diperistri oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau diejek oleh istri Nabi yang lain dikatakan bahwasanya:”Dia adalah yahudiyah anak dari 2 yahudi“, yang dimaksudkan adalah Nabi Musa dan Harun, Shafiyah tidak terima dengan ejekan mereka akhirnya Shafiyah mengadukan kepada suaminya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, disini kita bisa mendapatkan faedah bagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyelesaikan masalah ketika shafiyah berkata:”Saya diejek oleh istri – istri anda yang lain Ya Rasulullah mereka mengatakan:”Saya ini yahudiyah dari 2 orang yahudi”, Rasulullah mengatakan:”Cukup engkau mengatakan kepada mereka:”Bapakku adalah seorang yahudi (Nabi Harun) kemudian pamanku adalah Nabi Musa, engkau dan saya adalah istri seorang Nabi, semuanya Nabi, sampaikan itu kepada mereka”, setelah itu hal ini justru menjadi kebanggaan dari Shafiyah Radhiyallahu ‘anha. Ini sebab secara umum, namun kita perlu mengambil faedah secara umum.
Janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain
Tidaklah seseorang mengolok orang lain kecuali orang yang mengolok itu jahil (bodoh) mengapa demikian.? Ketika Nabi Musa menyuruh bani israil untuk menyembelih sapi mereka berkata:”Engkau mengejek kami wahai musa”, Musa berkata:”Aku berlindung kepada Allah Subhanahu wata’ala untuk termasuk orang – orang yang jahil”, bisa difahami bahwasanya tidaklah olokan itu kecuali muncul dari orang yang jahil dan yang paling berbahaya adalah kibr karena teman dari kejahilan adalah kesombongan, ulama kita mengatakan seseorang tidak akan mendapatkan kebaikan disebabkan karena 2 hal yaitu malu yang bukan pada tempatnya dan kesombongan. Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya:“Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?”, Beliau menjawab:“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain“. (HR. Muslim no. 91).
Qaidah Fiqiyah dicampur dengan Qaidah Al Haya:”Jangan pernah kita merasa lebih mulia dari saudara kita selama dia beriman, siapapun dia, karena Qaidah mengatakan:”Ke yakinan itu tidaklah dihapuskan dengan keraguan”.
Bukankah kita yakin terhadap diri – diri kita dan mengetahui diri kita walaupun orang memuji kita dan melihat kita sebagai orang yang sholeh namun kita yang lebih tahu tentang diri. Orang hanya melihat casing atau dzahir dari perbuatan kita adapun bathin kita maka kita yang lebih tahu setelah Allah Subhanahu wata’ala.
Pernah suatu ketika Ibnu Mas’ud diikuti oleh seseorang, kemudian bertanya kepada mereka mengapa kalian mengikutiku apakah ada yang hendak kalian tanyakan, mereka berkata:”Tidak ada”, atau ada yang bisa saya bantu, mereka berkata:”Tidak ada”, lalu mengapa kalian mengikuti saya, mereka berkata:”Karena anda adalah sahabat Nabi”, Ibnu Mas’ud berkata:”Kalian pergilah., andaikan kalian mengetahui apa yang saya kerjakan setelah saya menutup pintu maka tidak ada yang enggan ikut dengan saya”, ungkapan ini adalah ungkapan ketawadhuan beliau. Adapun kita yang memiliki tubuh, masing – masing kita mengetahui apa yang ada pada diri kita.
Salah seorang salaf ketika berdiri dipadang arafah melihat orang – orang mencucurkan air mata sambil berdoa meminta ampun kepada Allah Subhanahu wata’ala, beliau kemudian berkata:”Lailahaillallah, andaikan saya tidak berada ditengah – tengah mereka maka Allah sudah mengampunkan dosa – dosa mereka semua”, padahal beliau adalah orang yang sangat terkenal dengan kesholehannya namun ia menganggap dirinya sebagai sebab ampunan terlambat diturunkan oleh Allah kepada mereka.
Oleh karena itu sebagaimana yang telah kita katakan bahwasanya jangan pernah merasa diri lebih baik dari saudara kita, Allah Subhanahu wata’ala menegaskan didalam Al-Qur’an sifat kita terhadap orang – orang yang beriman, kata Ibnu Abbas:”Adzillati alal mu’minina”, seperti seorang bapak kepada anaknya adapun orang kafir seperti seorang binatang terhadap mangsanya“, ini adalah sifat orang yang beriman namun sekarang ini banyak yang menyalahgunakannya bahkan terbalik, dimana kepada sesama kaum muslimin mereka saling memakan kehormatannya, memberikan Al-Baronya, sebaliknya Al Walanya diberikan kepada musuh – musuh Allah dizaman yang penuh fitnah sekarang ini.
Boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka
ini menunjukkan bahwasanya didalam islam sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian”. (HR. Muslim no. 2564).
“Barang siapa terlambat-lambat dalam amalannya, niscaya tidak akan bisa dipercepat oleh nasabnya“. (HR. Muslim dalam Shahih-nya). Oleh karena itu yang menjadi ukuran dalam agama kita adalah takwa kepada Allah Subhanahu wata’ala.
Pernah suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan diantara para sahabat dan ikut bersama dengan beliau ‘Abdullah ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu yang selalu mendampingi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau mengurusi siwak dan sandalnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, Sebenarnya Rasulullah tidak mau diperlakukan demikian karena beliau mengajarkan kepada sahabat untuk berlepas kepada orang lain (mengurus diri sendiri) beliau mengatakan sebagaimana nasehat Jibril dan setelah Nabi menyampaikan hal tersebut, salah seorang sahabat ketika jatuh cambuknya beliau tidak meminta untuk diambilkan cambuknya oleh orang lain akan tetapi ia turun dengan sendirinya untuk mengambilnya. Lantas mengapa Nabi memiliki pembantu dan pelayan, karena Nabi tahu jika mereka senang melakukan hal tersebut dan ingin mendapatkan pahala dan jalan menuju ke syurga. Makanya dalam beberapa kesempatan Rasulullah sendiri langsung turun tangan untuk membantu istrinya, ketika ‘Aisyah ditanya apa yang dilakukan oleh Rasulullah dirumah, beliau menjawab:”Beliau membantu istrinya”, beliau pernah menjahit sendiri bajunya, beliau yang memperbaiki sendiri kasur dan sendalnya.
Berjalanlah beliau bersama para sahabat ikutlah ‘Abdullah ibnu Mas’ud kemudian Nabi ingin bersiwak dan Rasulullah menyuruh ‘Abdullah ibnu Mas’ud naik memanjat pohon arak mengambil rantingnya untuk digunakan sebagai siwak oleh Rasulullah, maka naiklah beliau kemudian tiba – tiba angin berhembus kencang dan beliau mengangkat kain celana beliau maka tersingkaplah kedua betis beliau yang sangat kecil (sejak lahir seperti itu) spontan sahabat yang bersama dengan Rasulullah melihat pemandangan itu tertawa, akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam marah kepada mereka dengan berkata:”Kalian menertwakan kedua betisnya yang kecil, demi Allah kedua betisnya Ibnu Mas’ud lebih berat dalam timbangan dibandingkan dengan gunung uhud”, betis yang berdiri dalam ketaatan kepada Allah lebih berat daripada gunung uhud.
Kisah Syaikh bin Baz ketika dalam mejelisnya ada yang bertanya:”Ya Syaikh, saya telah melaksanakan haji dan terburu – buru kembali ke negeri saya, baru 3 kali putaran thawaf wada’ saya kerjakan dan saya harus kembali, apakah saya bisa menyempurnakan 4 thawaf lain dikuburannya Husain”, Spontan orang yang berada dimajelis Syaikh tertawa, Syaikh bin Baz kemudian tertunduk bahkan beliau menangis, beliau mengatakan:”Kalian menertawai pertanyaannya, padahal kalian lupa bahwasanya kita akan ditanya dihadapan Allah Subhanahu wata’ala tentang kejahilan orang ini”.
Islam tidak melihat pada penampilan seseorang Karena boleh jadi ada seseorang yang rambutnya khusut, pakaiannya lusuh dan berdebu bahkan ada sobekannya, jika ia datang bertamu ke rumah salah seorang ia ditutupkan pintu, jika dia berbicara ucapannya tidak didengar, kehadirannya tidak dikenal, ketiadaannya tidak dirindukan, jika dia melamar lamarannya tidak diterima, namun jika dia bersumpah atas nama Allah maka Allah mengabulkan sumpahnya.
Oleh karenanya dari sahabat Sahl ibn Saad beliau menceritakan bahwasanya ada seorang lelaki yang bersama dengan Rasulullah dalam majelis hadir pula sahabat yang lain, tiba – tiba lewatlah salah seorang lelaki, Rasulullah lalu bertanya kepada lelaki yang didekat beliau:”Apa pendapatmu tentang orang ini”, orang yang lewat ini adalah orang yang memiliki status yang baik (orang bangsawan) dikalangan manusia“, sahabat ini menjawab:”Ya Rasulullah orang ini adalah orang yang mulia dan apabila ia berbicara pasti akan didengar pembicaraannya dan jika dia meminta syafaat maka akan dikabulkan syafaatnya“, kemudian lewat lelaki yang kedua, Rasulullah kembali bertanya:”Apa pendapatmu tentang lelaki ini”, ia menjawab:”Orang ini adalah orang yang termasuk diantara orang – orang yang fakir yang ketika berbicara tidak didengar pembicaraannya, jika dia meminta syafaat tidak dikabulkan syafaatnya”, Rasulullah kemudian berkata:”Sesungguhnya yang ini (orang yang kedua) lebih baik daripada yang pertama”.
Ayat yang kita bahas diatas mengingatkan kepada kita untuk memiliki sifat tawadhu sebagaimana kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”. (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’no:3289). Yang tidak sombong kepada orang lain, yang menerima dan bisa diterima.
Wallahu A’lam Bish Showaab
Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)
@Rabu, 15 Rabiul Akhir 1438 H
Fanspage : Harman Tajang
Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/
Website : http://mim.or.id
Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar
Telegram : https://telegram.me/infokommim
Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/
ID LINE : http://line.me/ti/p/%40nga7079p
Artikel SebelumnyaTafsir Surah Al Hujurat Ayat 10
Artikel berikutnyaTafsir Surah Al-Hujurat Ayat 11 Sesi 2
Tafsir Surah Qaf Ayat 41-45 Malaikat Menyeru Dari Tempat Yang Dekat
Tafsir Surah Qaf Ayat 38-40 Bersabar Dari Apa Yang Mereka Katakan (Lanjutan)
Tafsir Surah Qaf Ayat 38-40 Bersabar Dari Apa Yang Mereka Katakan
TINGGALKAN KOMENTAR
PILIHAN EDITOR
Riyadhussholihin “Muraqabatullah” Hadist Jibril (Islam, Iman, Ihsan, Kiamat) Apa Itu Iman...
19 Oktober 2018
18 Oktober 2018
Riyadhussholihin “Muraqabatullah” Hadist Jibril (Islam, Iman, Ihsan, Kiamat) Berpuasa di Bulan...
17 Oktober 2018
POSTING POPULER
Sujud Tanpa Ruku Dalam Sholat Subuh
14 Juli 2017
[Audio] Keutamaan Memberi Makan
26 September 2016
[Video] Khutbah Idul Adha 1438 H Lapangan Karebosi Makassar Ustadz Harman...
1 September 2017
KATEGORI POPULER
Video343Kabar MIM282Tazkiyah182Info Kegiatan177Gambar Insiprasi122Kolom Direktur121Sirah110Muslimah106Fiqih92
TENTANG KAMI
Markaz Imam Malik adalah sebuah yayasan Islam yang memiliki program utama pendidikan Al-Qur'an, dakwah dan sosial
Hubungi kami: infokommim@gmail.com
IKUTI KAMI
© 2017 | mim.or.id