Peperangan Ali Bin Abi Talib dengan Aisyah Radhiallahu Anha dalam Insiden Unta
4 Juni 2013 11:03 Diperbarui: 4 Juni 2013 11:03
Ketika terbunuhnya Usman bin Affan akibat ulah pemberontak di Basrah dan Kufah yang menyerang Madinah Ali bin Abi Talib-lah yang begitu keras membela Usman bin Affan, saat rumah beliau dikepung oleh pemberontak sementara persediaan air terbatas maka Ali-lah yang membawakan air dengan rintangan kaum pemberontak yang membayanginya. Begitupun saat terbunuhnya Usman, jenazahnya dihalang untuk dimakamkan, Ali-lah yang bernegosiasi dengan kaum pemberontak, namun upayanya sepertinya gagal, hingga Jenazah Amirul Mukminin Usman bin Affan dikebumikan tengah malam yang gelap, tidak lebih dari 10 orang pelayat, pemberontak masih berusaha melempari jenazah Usman namun dapat dihalau oleh Ali. Singkat cerita Ali-lah yang dipilih menjadi Khalifah keempat pengganti Usman.
DI MEKAH: saat terbunuhnya Usman bertepatan dengan bulan suci, dan Aisyah umul mukminin sedang memimpin jamaah haji dari Madinah, saat ingin bertolak kembali ke Madinah setelah melakukan Ibadah Haji terdengar tentang kematian Usman dan terpilihnya Ali, Aisyah sangat marah besar akibat terbunuhnya Usman. Iapun kembali ke Mekah menghindari fitnah yang menyebar.
Di Masjidilharam orang ramai sedang berkumpul mendengar Aisyah sedang berbicara dibalik tirai, mengungkapkan kemarahannya terhadap Pembunuh Usman, dampak pidatonya tersebut besar sekali melihat kedudukan Aisyah sebagai Istri Rasulullah dan Anak dari Khalifah pertama Abu Bakar Ash-Shiddiq, Aisyah memang sudah lama tidak menyukai Ali mengingat saat tersebar “berita bohong” yang menimpa Aisyah.
(berita bohong: saat Rasulullah dan kaum muslimin juga Aisyah sedang pulang dari suatu tempat, tiba-tiba Aisyah tertinggal karena ketiduran, dan prajurit-prajurit yang ditugaskan membawa Aisyah lupa mengecek bahwa didalam kencana tersebut tidak ada Aisyah, hingga seorang kafilah menemukannya sedang tertidur dan membawanya dengan memberikannya unta sedang kafilah tersebut berjalan kaki, mereka berdua tiba di Madinah, berita bohongpun muncul menuding Aisyah bersama lelaki bukan Muhrimnya, dan Ali dengan tegas berkata pada Rasullulah didepan Aisyah saat kembali ke Madinah berkata “masih banyak perempuan lain yang lebih baik” hingga Aisyah sngat terpukul mendengar kata-kata Ali dan datanglah wahyu yang membebaskan Aisyah dari fitnah tersebut)
Selain karena berita bohong Aisyah juga tidak menyukai Ali menikah dengan Asma’ al-Khasyamiyah yaitu Istri Abu Bakar setelah Abu Bakar wafat. Juga ibu Muhamad bin Abu Bakar yang membunuh Usman (saat itu pembunuh Usman masih simpangsiur siapa pelakunya, hingga kinipun masih ada versi cerita yang berbeda)
Aisyahpun berangkat menuju Basrah atas usul Talhah dan Jubair, beserta rombongan Aisyah menuju Basrah, pada mulanya Aisyah menolak untuk berperang, tapi mereka mengatakan Aisyah menuju Basrah untuk mengajak orang-orang menuntut pembunuh Usman (sedikit ganjil, bukankah pemberontak yang membunuh Usman datangnya dari Basrah dan Kufah? Tapi kita lihat cerita selanjutnya)
PERJALANAN AISYAH DAN ROMBONAN KE BASRAH:
Sementara dalam perjalanan ke Basrah (sebenarnya Penduduk Basrah sudah membaiat Ali) tiba-tiba datang Mugirah bin Syu’bah berkata:
“saudara-saudara, perjalanan kalian bersama ibu kalian, lebih baik bawa kembalilah, kalau kalian marah kepada Usman, pemimpin-pemimpin kalian yang membbunuh Usman, kalau kalian merasa ada hal yang kalian benci kepada Ali, jelaskan apa yang membuat kalian membencinya, demi Allah saya besumpah dalam satu tahun ini ada dua fitnah besar”dan iapun pergi sementara rombongan tetap melanjutkan perjalanan.
Saat sampai disebuah mata air mereka mendengar ada beberapa anjing menggonggong, Aisyah bertanya tentang tempat mata air itu dan diberitahu bahwa ini adalah Hau’ab. Aisyah terkejut kaget, tersentak gelisa, dengan dahi yang bertambah keriput,“Kembalikan saya, Kembalikan saya!” katanya, “Saya mendengar Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam berkata, ketika itu istri-istrinya berada di Hau’ab, siapa diantara kalian yang disalak oleh anjing Hau’ab maka kembalilah”
Namun Abdullah bin Zubair membwa 50 orang bani Amir bersumpah tempat itu bukan Hau’ab.
DI BASRAH:
Di Basrah Aisyah mendapat perlawanan dari Gubernur Basrah yang tidak mengiinkannya masuk, sementara rombongannya semakin bertambah oleh orang yang setuju menuntut pembunuh Usman, adu mulut terjadi antara pihak Gubernur dan pihak Aisyah yang diwakili Talhah dan Zubair (dua orang ini telah membaiat Ali terlebih dahulu namun berbalik menentangnya)
Di Iraq Imam Ali mendapat perlawanan dari Muawiyah gubernur Syam yang tak mau membaiatnya dengan alasan sebelum menangkap pembunuh Usman ia (Muawiyah) tak akan membaiatnya, namun di Basrah perang saudara hampir meledak maka Imam Ali menunda berangkat menuju Muawiyah di Syam (suriah) dan pergi ke Basrah. Sebelum sampai di Basrah saat Aisyah Umulmukminin sedang berpidato meledaklah perang yang bermula dari perang mulut antara kubu Aisyah dengan kubu Basrah yang berujung perang fisik. Inilah kengerikan pertumpahan darah antara sesama muslim. Hingga Kubu Aisyah akhirnya dibolehkan tinggal di Basrah dan keadaan kembali stabil, namun gencatan senjata tidak berlangsung lama sebelum datangnya Ali bin Abi Talib tiba-tiba datang suara tidak jelas dari mana sumbernya berkata: “kalau kita menunggu sampai Ali datang, ia akan menghukum kita!”pertempuranpun tak dapat direlakan, dan makin banyak korban kedua belah pihak yang berjatuhan, gubernur basrah terdesak dan tertangkap, Hakim bin Jabalah dan pengikut-pengikutnya terbunuh dan akhirnya Basrah dikuasai kubu Aisyah.
Dan Imam Alipun segera menuju Basrah dengan banyak pasukan untuk menengankan penduduk Basrah dan berdamai dengan Aisyah, Imam Ali berkata pada pengikutnya bahwa disana kita tidak boleh berperang, jika mereka tidak mau mengikuti kita maka sebaiknya kita pulang agar tak terjadi pertumpahan darah.
INSIDEN UNTA (WAQ’AT AL-JAMAL):
Sesampai di Basrah Ali meyakini Talhah dan Zubair dengan berkata
“bukankah kalian sudah mebaiat saya?’
“kami membaiat anda terpaksa, untuk itu anda tidak berhak pada kami!”
Ali seperti tak sadarkan diri mendengar perkataan mereka, dan Ali tetap sabar dan berkata
“bukankah saya saudara kalian seagama, darah saya haram bagi kalian dan darah kalian haram bagi saya? Adakah hal lain yang mebuat darahku menjadi halal?”
“yang sedang menantikan darah usman” kata Talhah.
Mendengar itu Ali tertusuk, hatinya pilu dan sangat sedih, diluar dugaan inikah Talhah yang sebenarnya, orang yang begitu keras menentang Usman, dia yang keras mengerahkan orang membunuh Usman sekarang dia yang membela mati-matian dengan segala cara. Ali tetap sabar meskipun Airmata dihatinya telah mengalir begitu deras, sedih dan terpukul namun ia tetap berusa menyadarkan mereka, iapun berkata pada Zubair
“ingatkah Anda ketika Rasulullah berkata kepada anda bahwa engkau akan memerangi aku dengan cara yang tidak adil terhadap aku?” mendengar hadist tersebut Zubair tersentak kaget dan haru, tampak matanya berkaca-kaca menahan sedih dan penyesalan yang telah diperbuat, bagaimana mungkin ia harus memerangi Ali yang telah tua renta dan menjadi kesayangan Rasulullah. Zubairpun menemui Aisyah dan berkata “siapa kelompok yang zalim itu?” hati Zubair masih bergetar mengingat Hadist Rasulullah yang diucap Ali tadi, dan berkata pada Aisyah bahwa ia ingin menjauhkan diri tapi nasipya memang menyedihkan tak lama setelah penyesalannya ia terbunuh di Wadi Suba’ tanpa diketahui siapa pembunuhnya. Ali mendatangi tempat terbunuhnya Zubair dengan airmata kesedihan yang mendalam, mengambil pedang Zubair dan berkata “pedang yang selalu menjauhkan bencana dari Rasulullah”
Setelah itu perangpun pecah yang tidaklain Talhah mengerahkan pasukan dan terus menerus melawan pasukan Ali, wajah Talhah terluka terkena bidikan panah Marwan bin Hakam teman seperjuangannya dulu yang kini menjadi musuhnya. Talhahpun terbunuh setelah dihujani panah waktu meninggalkan medan pertempuran,Ali berusaha menolongnya namun gagal, saat pengikut Aisyah sudah meletakan senjata Ali berkata jangan membidik panah, jangan menyerang, hingga pasukan Ali bertahan, namun terus dihujani panah pasukan Aisyah, satu,dua hingga tiga pasukan Ali roboh terkena panah, Ali memanggil anak muda menyuruh mengangkat Mushaf Quran petanda berhentinya peperangan, namun sayang anak muda yang mengangkat Mushaf Quran itupun dipanah hingga tewas.
Melihat kondisi demikian Muhammad bin abu Bakar menyuruh Amirulmukmnin untuk balas menyerang karena tak sanggup lagi menghalau panah lawan, Ali dengan pasrah menyerahkan panji pada anaknya, Muhammad bin al-Hanafiah karena serba salah melihat pasukannya yang berjatuhan terkena panah, dan perangpun tak terelakan, mayat-mayat berjatuhan bagiakan daun kering yang jatuh dari pohonnya, darah bersimbah ditanah bagiakan hujan mengalir, hingga pasukan Aisyah berhasil dikalahkan dan Ali segera menghentikan peperangan.
Tetapi terjadi perkembangan, diluar dugaan tiba-tiba kubu Aisyah yang dipimpin Abdulallah bin Zubair mengeluarkan Aisyah ditempat tinggalnya dalam masjid dan mengusung kesebuah pelamping berlapis besi yang ada diatas seekor unta yang berlapis pakaian kulit harimau, disana ia membawa Aisyah Umulmukminin ke medan perang, pasukan Aisyah bertambah semangat melihat Aisyah yang keluar kemedang perang, mereka semakin merasa dekat dengan keluarga Nabi, Ali yang melihat pertarungan semakin keras demi tidak terjadi korban yang lebih besar memerintahkan kaki belakang unta tersebut ditebas namun hati-hati jangan sampai mencelakai Aisyah dan perintahpun dilaksanakan maka unta tersebut roboh ditengah medan perang, dengan berhati-hati Muhammad bin Abu Bakar dan Ammar bin Yasir membawa pelangkin yang memuat Aisyah ketepi.
Setelah itu Ali datang memberi salam pada Aisyah dengan menahan marahnya, dan berbicara sebentar mendoakan ampunan untuk Aisyah, yang dijawab oleh Aisyah dengan mendoakan Ali. Dengan penuh rasa hormat Aisyah dikeluarkan dari dalam pelangkin dan diutuslah Muhammad bin Abu Bakar untuk membawa kakanya tersebut (Aisyah) ke salah satu rumah di Basrah sebelum kembali ke Madinah hingga pertempuranpun selesai.
Sungguh sejarah yang sangat memilukan melihat keluarga Rasulullah berperang, keterlibatan Aisyah dan Ali dalam peristiwa tersebut membawa malapetaka bagi umat, namun terkadang perdamaian terjadi setelah melalui peperangan. Disini kita harus mengambil hikmah dari peristiwa diatas, kini Ali merasa sedikit tenang namun tugas terberatnya pada pembangkangan Muawiyah baru menjadi permulaan dalam kisah, pertarungan dengan Muawiyah yang berujung Tahkim (perundingan) dan berakhir dengan kekalahan Ali dan tamatlah riwayat Kulafaur Rusyiddin akan terjadi hingga munculah Syiah dan Khwarij. Hormat saya Satria mengutip sedikit dari kisah Ali bin Abi Talib dalam buku karya Ali Audah dan buku Usman bin Affan karya Haekal. Doakan saya ya.. wasallam………
© 2018 KOMPASIANA.COM. A SUBSIDIARY OF KG MEDIA.
ALL RIGHTS RESERVED