Ciri-ciri Orang yang Bertakwa
Pada postingan kali ini, saya akan mencoba menyampaikan beberapa ciri orang yang bertakwa berdasarkan surah al-Baqarah ayat 2 sampai 5. Tidak ada tujuan lain dari tulisan ini selain semoga kita bisa mencapai derajat taqwa dengan memahami dan mengamalkan ciri-cirinya.
Ayat ke-2 surah al-Baqarah menunjukkan peran Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.
ذلك الكتب لا ريب فيه ، هدى للمتقين
Al-Kitab
yang dimaksud adalah Al-Qur’an (silakan lihat tafsir Ibnu Katsir dan
al-Baghawi. Dalam tafsir Ibnu Abi Hatim diriwayatkan bahwa al-Hasan dan
Ibnu ‘Abbas juga menafsirkan al-Kitab yang dimaksud dalam ayat ini
adalah Al-Qur’an).
Laa rayba fiih
artinya tidak ada keraguan sedikitpun padanya bahwa Al-Qur’an ini
berasal dari sisi Allah dan Al-Qur’an ini adalah haqq dan benar (lihat
tafsir al-Baghawi). Pengertian ini sudah disepakati oleh para mufassir,
baik dari kalangan shahabat maupun tabi’in (lihat tafsir Ibnu Katsir dan
tafsir Ibnu Abi Hatim). Dari sini bisa kita pahami bahwa Al-Qur’an
benar-benar berasal dari Allah, Tuhan pencipta alam semesta termasuk
manusia. Apakah akal kita bisa mencapai kesimpulan bahwa Al-Qur’an
benar-benar kalamullah? Jawabannya bisa. Silakan baca penjelasan
lengkapnya di kitab Nizhamul Islam karya Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani
rahimahullah (bagi yang ingin memiliki ebook ini, silakan download versi
Arabnya disini dan versi terjemah Indonesianya disini).
Dari ayat ini kita juga bisa pahami bahwa
isi Al-Qur’an adalah haq, semuanya merupakan kebenaran, walaupun
maknanya ada yang qath’i (jelas dan hanya menunjuk satu makna) ada yang
zhanni (perlu usaha yang keras untuk memahami maknanya, disinilah peran
mufassir). Ayat ini sangat cukup sebagai hujjah untuk menunjukkan hukum
Al-Qur’an adalah hukum yang terbaik bagi manusia. Mengapa? Pertama,
karena Al-Qur’an merupakan kalamullah, firman Allah, Tuhan pencipta
manusia yang tahu tetek bengek tentang manusia melebihi pengetahuan
manusia sendiri. Kedua, karena semua isi Al-Qur’an adalah kebenaran,
artinya semua yang bertentangan dengan Al-Qur’an adalah salah, dan hukum
buatan manusia sekarang secara mendasar bertentangan dengan Al-Qur’an.
Hudan(l) lil muttaqin,
petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Petunjuk apa? Petunjuk dari
kesesatan, demikian menurut asy-Sya’bi (lihat tafsir Ibnu Abi Hatim).
Artinya, Al-Qur’an adalah kompas agar setiap orang tidak terjatuh pada
kesesatan. Ada juga yang mengartikan hudan sebagai nur (cahaya) tibyan (penjelasan). Ibnu Katsir menyatakan semua tafsir ini benar. Dalam ayat ini Allah mengkhususkan hudan
hanya bagi orang-orang yang bertakwa sebagai penghormatan dan pemuliaan
bagi mereka serta penjelasan atas keutamaan mereka, demikian menurut
Abu Rauq dalam tafsir al-Qurthubi. Menurut Hasan al-Bashri, definisi muttaqin
adalah orang-orang yang menjauhi hal-hal yang diharamkan Allah atas
mereka dan menjalankan semua yang diwajibkan atas mereka (lihat tafsir
Ibnu Katsir).
Disini perlu saya tambahkan, walaupun dari
ayat ini dipahami bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk bagi orang-orang yang
bertaqwa saja, namun berdasarkan ayat-ayat lain (misal surah al-Baqarah
ayat 185), jelas Al-Qur’an adalah petunjuk bagi seluruh manusia, tentu
bagi yang mau menerima petunjuk tersebut.
Baik, sekarang kita masuk ke ayat ke-3 yang menunjukkan ciri-ciri orang yang bertaqwa.
الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصلوة ومما رزقنهم ينفقون
Ciri pertama, yu’minuuna bil ghaib, beriman terhadap yang ghaib. Menurut Ibnu ‘Abbas, yu’minuun artinya yushdiquun (membenarkan). Abu al-‘Aliyah menjelaskan makna yu’minuuna bil ghaib
artinya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, surga-Nya, Neraka-Nya dan pertemuan
dengan-Nya, serta beriman dengan kehidupan setelah kematian dan Hari
Kebangkitan. ‘Atha menyatakan barangsiapa beriman kepada Allah maka
sesungguhnya dia telah beriman kepada yang ghaib. Ibnu ‘Abbas menyatakan
bahwa bil ghaib maknanya terhadap apa saja yang datang dari Allah. Zaid ibn Aslam menyatakan bil ghaib artinya bil qadr (ketentuan Allah). Menurut Ibnu Katsir, semua yang disebutkan ulama salaf diatas adalah benar, dan makna ghaib
mencakup semuanya (lihat tafsir Ibnu Katsir). Dari ciri pertama ini
bisa kita pahami bahwa ciri orang yang bertaqwa adalah orang-orang yang
beriman terhadap semua hal ghaib yang diinformasikan oleh Allah ta’ala
dalam al-Qur’an al-Karim dan as-Sunnah al-Mutawatirah.
Ciri kedua, yuqiimuunash shalah,
mendirikan shalat. Mendirikan shalat menurut Ibnu ‘Abbas maksudnya
adalah mendirikan shalat dengan semua fardhunya. Sedangkan menurut
Qatadah, mendirikan shalat artinya memelihara waktu-waktunya, wudhu,
ruku’ dan sujudnya. Muqatil ibn Hayyan menjelaskan definisi mendirikan
shalat adalah menjaga waktu-waktunya, menyempurnakan thaharah,
menyempurnakan ruku’ dan sujudnya, membaca Al-Qur’an didalamnya, serta
bertasyahud dan membaca shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
(lihat tafsir Ibnu Abi Hatim). Dari penjelasan para mufassir diatas,
bisa kita simpulkan bahwa yuqiimuunash shalah artinya
mendirikan shalat dengan melaksanakan semua rukunnya dan
menyempurnakannya dengan semua sunnah sejak thaharah sampai selesai
shalat. Inilah ciri ke-2 orang-orang yang bertaqwa.
Ciri ketiga, mimmaa razaqnaahum yunfiquun,
menafkahkan sebagian harta yang telah Allah rizkikan kepada mereka.
Menurut Ibnu ‘Abbas maksudnya adalah zakat wajib, sedangkan menurut Ibnu
Mas’ud maksudnya adalah Nafkah seorang laki-laki pada keluarganya,
karena itu adalah afdhalun nafaqah. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dinar
yang engkau nafkahkan fi sabiilillah (maksudnya perang di jalan Allah),
dinar yang engkau nafkahkan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau
shadaqahkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau nafkahkan untuk
keluargamu, dari semuanya itu yang pahalanya paling besar adalah yang
engkau nafkahkan untuk keluargamu.” (shahih Muslim: 995). Silakan lihat penjelasan hal ini dalam tafsir al-Qurthubi.
Menurut Qatadah, seperti dikutip oleh al-Baghawi dalam tafsirnya, makna yunfiquun adalah yunfiquuna fii sabiilillah wa thaa’atih.
Tafsir Qatadah ini cukup luas dan menunjukkan semua nafkah atas harta
yang berorientasi ketaatan kepada Allah ta’ala tercakup dalam ayat ini.
Berarti ini juga mencakup tafsir dari Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Mas’ud tanpa
perlu mempertentangkannya. Inilah pendapat yang saya pegang. Wallahu a’lam bishshawwab.
Mari kita masuk ke ayat ke-4 dari surah al-Baqarah.
والذين يؤمنون بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك وبالأخرة هم يوقنون
Ciri keempat, alladziina yu’minuuna bimaa unzila ilayka wa maa unzila min(g) qablik,
beriman terhadap kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam dan kepada Rasul-rasul sebelum beliau. Apa yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
Al-Qur’an, tidak ada perbedaan pendapat dalam hal ini. Sedangkan
kitab-kitab yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam, Qatadah menyebutkan ia adalah Taurat, Zabur dan Injil (lihat
Tafsir Ibnu Abi Hatim). Ibnu ‘Abbas berkata tentang maksud dari alladziina yu’minuuna bimaa unzila ilayka wa maa unzila min(g) qablik,
adalah membenarkan apa yang datang kepadamu (wahai Muhammad, yaitu
Al-Qur’an) berasal dari Allah, dan membenarkan kitab-kitab yang ada pada
Rasul-rasul sebelummu, mereka tidak membedakan kitab-kitab tersebut dan
tidak mengingkari bahwa semua kitab tersebut datang dari rabb mereka.
Tambahan dari saya, bagi kita umat Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita wajib membenarkan semua kitab yang
diturunkan Allah kepada para Rasul sebelum Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam, baik secara umum maupun spesifik pada kitab-kitab yang jelas
disebutkan dalam al-Qur’an, seperti Taurat, Zabur dan Injil, namun kita
hanya wajib mengikuti syariat yang ada di dalam Al-Qur’an sedangkan
syariat pada kitab-kitab sebelum Al-Qur’an tidak berlaku bagi kita.
Ciri kelima, bil aakhirati hum yuuqinuun, yakin dengan adanya akhirat. Menurut Ibnu ‘Abbas, maksud aakhirah adalah ba’ts, qiyaamah, surga, neraka, hisab dan mizan (lihat tafsir Ibnu Abi Hatim). Makna al-yaqiin adalah al-‘ilmu duuna asy-syakk (pengetahuan
tanpa ada keraguan sedikitpun), demikian menurut al-Qurthubi. Dari sini
kita bisa pahami, orang yang bertaqwa adalah orang yang yakin 100% akan
adanya hari akhir, hari kebangkitan kembali seluruh manusia dan hari
perhitungan seluruh amal manusia di dunia, apakah seseorang akan berada
di surga ataukah di neraka. Keyakinan ini tentu akan menghasilkan
ketaatan kepada seluruh perintah Allah ta’ala.
Inilah 5 ciri orang yang bertaqwa yang
disebutkan di awal surah al-Baqarah. Dalam ayat-ayat lain dan hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga disebutkan ciri-ciri lain dari
orang yang bertaqwa, insya Allah, dengan izin Allah, nanti juga akan
saya postingkan di blog ini. Semoga kita menjadi orang-orang yang
bertaqwa. Amiin ya rabbal ‘aalamiin.
Sebagai penutup, mari kita simak ayat ke-5 dari surah al-Baqarah.
أولئك على هدى من ربهم وأولئك هم المفلحون
Mereka (orang-orang yang disebutkan dalam al-Baqarah ayat 3 dan 4), tetap berada dalam hudan dari rabb mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung. ‘Alaa hudan, artinya nuur, bayaan dan bashiirah dari Allah ta’ala, demikian menurut Ibnu Katsir. Sedangkan menurut al-Baghawi, ‘alaa hudan artinya rusyd, bayan dan bashiirah. Semuanya menunjukkan bahwa mereka berada dalam keutamaan dan selalu mendapatkan petunjuk dari Allah ta’ala. Wa uulaaika humul muflihuun,
artinya mereka memperoleh apa yang mereka inginkan dan selamat dari
keburukan yang ingin mereka hindari, demikian menurut Ibnu ‘Abbas (lihat
tafsir Ibnu Abi Hatim). Menurut al-Baghawi, maksudnya adalah selamat
dan berhasil, berhasil mendapatkan surga dan selamat dari api neraka.
Inilah ganjaran bagi orang-orang yang bertaqwa dengan 5 ciri yang telah
disebutkan diatas. Semoga kita mendapatkan kedudukan yang mulia ini
dengan rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala.