Perbedaan Pemikiran antara Aliran Asy'ariyah dengan Aliran Maturidiyah
2 Oktober 2018 19:41 |
Diperbarui: 2 Oktober 2018 20:02
ALIRAN ASY'ARIYAH
Nama pendiri aliran ini adalah Abdul-Hasan Ali bin Ismail
Al-Asy'ary, keturunan dari Abu Musa Al-Asy'ary, salah seorang perantara dalam
sengketa antara Ali dan Mu'awiyah. Al-Asy'ary lahit tahun 260 H/873 M dan wafat
pada tahun 324 H/935 M. pada waktu kecilnya ia berguru pada seorang Mu'tazilah
terkenal, yaitu Al-Jubba'I, mempelajari ajaran-ajaran Mu'tazilah dan
mendalaminya. Aliran ini diikutinya terus sampai berusia 40 tahun, dan tidak
sedikit dari hidupnya digunakan untuk mengarang buku-buku kemu'tazilahan (Ahmad
Hanafi, 1982).
Ketika berusia 40 tahun ia bersembunyi di rumahnya selama 15
hari, kemudia pergi ke masjid Basrah di depan semua orang ia mengatakan Quran
adalah makhluk. Kemudian ia mengatakan "Saya tiidak lagi memegangi
pendapat-pendapat dan harus menolak faham-faham orang Mu'tazilah. Sebab utama
adanya perpecahan diantaranya kaum Muslimin yang bias memnghancurkan meraka
bila tidak segera diakhiri. Sebagai orang muslim yang gairah terhadap kebutuhan
kaum Muslimin, ia menghawatirkan bahwa Quran dan Hadits akan menjadi korban
paham-paham kaum Mu'tazilah yang menurutnya tidak bisa dibenarkan karena
didsarkan oleh akal pikiran. Al-Asy'ary mengambil jalan tengah antara golongan
rasional dan textualist dan jalan yang di ambil dapat di terima oleh mayoritas
kaum Muslimin.
Aliran Asy'ariyah memiliki dua corak pemikiran yang keliatan
berlawanan tetapi sebenernya saling melengkapi, diantaranya: pertama,
ia berusaha mendekati orang-orang aliran fiqih Sunni, sehingga ada yang
mengakatan bahwa ia bermazhab Syafi'y. Yang lainnya mengatakan ia bermazhab
Maliki. Yang lainnya lagi mengatakan bahwa ia bermazhab Hambali. Kedua, adanya
keinginan menjauhi aliran-aliran fiqih.
Al-Asy'ary menentang kerasnya mereka yang mengatakan bahwa
pemakaian akal pikiran dalam soal-soal agama atau membahas soal-soal yang tidak
pernah di singgung-singgung Rasul adalah salah. Sahabat-sahabat Nabi sendiri
sesudahnya wafat banyak membicarakan soal-soal baru dan mereka tidak disebut
orang-orang sesat atau bid'ah. Maksudnya ia mengingkari orang-orang yang
berlebih-lebihan dalam akal pikiran, yaitu golongan Mu'tazilah.
Ia sebagai orang muslim yang benar-benar ikhlas membela
kepercayaannya, mempercayai sepenuhnya isi nas-nas Quran dan Hadits dengan
menjadikan sebagai dasar di samping menggunakan akal pikiran yang tugasnya
tidak lebih daripada memperkuat nas-nas Quran dan Hadits. Al-Asy'ary
berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat itu tidak boleh diartikan secara
harfiah melainkan dengan cara simbolis, karena sifat-sifat Allah itu unik tidak
bisa dibandingkan dengan sifat-sifat manusia. Kemudian Asy'aray berpendapat
bahwa baik dan buruknya sesuatu harus berdasarkan wahyu.
Perkembangan aliran Asy'ariyah setelah wafatnya Asy'ary
mengalami perubahan cepat. Kalau saat mulai didirikannya kedudukannya sebagai
penghubung antara aliran lama (textualist) dengan aliran baru (rasionalist).
Pada akhirnya aliran ini lebih condong kepada segi akal pikiran dan memberinya
tempat yang lebih luas daripada nas-nas Quran dan Hadits.
Mereka sudah berani mengeluarka keputusan bahwa "akal
menjadi naqal (nas)". Karena sikap itu, maka Ahlus-Sunah tidak dapat
menerima golongan Asy'ariyah, bahkan mememusihnya dan dianggap bid'ah. Setalah
permusuhan menjadi berkurang, makanya dating Nizamul-Mulk (wafat 485 H/1092 M)
yang mendirikan dua sekolah yang terkenal. Dengan namanya yaitu Nizamiyyah di
Nizabur dan Bagdad, dimana di sekolah tersebut hanya aliran Asy'ary saja yang
boleh di ajarkan. Semenjak itu, aliran Asy'ariyah menjadi resmi agama dan
menajadi golongan ahli Sunnah.
ALIRAN AL-MATURIDIYAH
Aliran Maturidiyyah, seperti aliran Asy'ariyah, masih
golongan Ahli Sunnah. Pendirinya ialah Muhammad bin Muhammad Abu Mansur. Ia di
lahirkan di Maturid sebuah kota kecil di daerah Samarqand (termasuk daerah
Uzbekistan Suviet sekang) kurang lebih pada pertengahan abad ketiga Hijrah dan
meninggal di Samarqand tahun 332 H. Asy'ary adalah pengikut Mazhab Syafi'I dan
Marturidy pengikut Mazhab Hanafy. Karena itu kebanyakan pengikut Asy'ary adalah
orang-orang Syafi'iyyah, sedang pengikut Maturidy adalag orang-orang Hanafiyah
(Ahmad Hanafi, 1982).
Kampung halaman Al-Maturidi yakni Maturid terdapat unsur
positif bagi kehidupan lebih lanjut dalam bidang keilmuan. Karena ia beranjak
dewasa di kampunganya menjadi sebuah ajang perdebatan keilmuan baik bidang fiqh
maupun ilmu kalam.