hadis tentang prasangka hamba kepada Allah
Hadits Tentang Persangkaan Hamba Kepada Allah
أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
Hadits abu hurairah r.a. ia berkata rasulullah saw.bersabda: "Allah berfirman: 'Aku berada pada sangkaan hamba-Ku, Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam suatu kaum, maka Aku mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik darinya, dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkalmaka Aku mendekat padanya satu hasta, jika ia mendekat pada-Ku satu hasta maka Aku mendekat padanya satu depa, jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari."[1]
Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah selalu bersama kita, bukan berarti kekuasaan Allah terbatas pada hamba-Nya, tentunya kekusasaan Allah jauh melaupaui apa yang ada. Hadits ini memotivasi kita untuk selalu mengingat Allah, dan selalu melaksanakan kebaikan, karena sesuai dengan hadits di atas, bahwa Allah tidak akan membalas perbuatan baik hambanya dengan balasan yang sama, akan tetapi Allah akan membalasnya dengan balasan yang lebih dari itu.
Sebagaiman firman-Nya dalam surah an-Nisa' ayat 40:
… bÎ)ur à7s? ZpuZ|¡ym $ygøÿÏ軟ÒムÅV÷sãƒur `ÏB çm÷Rà$©! #·ô_r& $VJŠÏàtã ÇÍÉÈ
"… dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar".
Tidaklah sama antara balasan Allah dengan balasan hamba-Nya, dan masih banyak ayat lain yang memotivasi manusia untuk selalu berbuat baik, karena sesungguhnya Allah akan melipat gandakan balasannya. Oleh karena itu, berbaik sangka kepada Allah adalah jalan yang terbaik untuk kita, karena Allah memang yang maha mengetahui apa yang terbaik buat hambanya.
1. Berbaik sangka kepada Allah
Beragam peristiwa dalam hidup ini yang terkadang menggiring seseorang terjebak dalam kondisi selalu berada dalam perasaan susah, sempit, gagal, tidak dihargai, dikucilkan, ditolak, tidak pantas dan sebagainya. Hakikat semua itu adalah manifestasi dari buruk sangka terhadap Allah.
Orang mukmin yang shalih tidak selayaknya memiliki sifat tersebut, apalagi memeliharanya di dasar hati, karena itu adalah sifat tercela yang sangat dimurkai Allah. Yang harus dimiliki setiap mukmin adalah sifat baik sangka pada Allah dalam segala urusan.
إن حسن الظن بالله من حسن العبادة
"Sesungguhnya berprasangka baik pada Allah adalah termasuk sebaik-baiknya ibadah (HR. Abu Daud)
Berbaik sangka kepada Allah adalah anggapan kita kepadaNya, bahwa segala sesuatu yang telah kita terima adalah anugerah terbaik dariNya. Allah adalah Maha Penyayang yang kasih sayangNya melebihi kasih sayang ibu kita. Allah Maha Tahu akan bisikan hajat hati nurani kita. Allah Maha Pemberi tanpa harus kita memintaNya. Allah Maha Mendengar keluhan setiap problema hidup kita yang sedang kita hadapi. Allah tidak pernah tidur dari memperhatikan keadaan hidup kita.
Sungguh, berprasangka baik terhadap Allah adalah jalan lurus menuju kedamaian hidup kita, ketenangan jiwa kita, ketentraman batin kita. Karena dengan berbaik sangka, manusia akan terbebas dari gangguan pikiran yang telah membebani jiwanya, mengotori nuraninya, membuat lelah fisiknya.
Prasangka kita adalah cermin dari realita yang akan terjadi di kemudian hari, jika ia baik sangka maka baik pula realita yang akan kita jumpai. Tetapi jika ia buruk sangka, maka buruk pula realita yang akan kita jumpai. Karena Allah akan selalu mengikuti prasangka hamba terhadap- Nya.
انا عند حسنِ ظنِّ عبدي بي فليظنْ بِي ما يشاَء
Artinya: Aku menuruti prasangka hambaku terhadapKu, maka silahkan untuk berprasangka sesuai apa yang dikehendaki. (Ad-Darimi)
Maksudnya ialah apa yang menjadi sangkaan hamba-Nya, Allah akan bersama dengan hamba-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa berbuat sangka itu dapat terjadi karena disertai dengan kebaikan. Dan sesungguhnya orang yang baik dan berbaik sangka kepada Allah, ia akan mendapatkan balasan dari Allah, dan Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, dan akan menerima tobat hamba-Nya.
أنا عند ظن عبدي بي فإن ظن بي خيرا فله الخير فلا تظنوا بالله إلا خيرا
Artinya: Aku menuruti prasangka hamba terhadapKu, jika Ia berprasangka baik terhadapKu, maka baginya kebaikan, maka jangan berprasangka terhadap Allah kecuali kebaikan.( Bukhori )[2]
Dengan berbaik sangka kepada Allah, akan melahirkan energi positif yang besar, sehingga beban yang berat akan berubah menjadi ringan, problema yang sulit akan mudah teratasi. Dengan berbaik sangka kepada Allah, akan melahirkan iman yang kuat, sehingga kegamangan hidup akan berubah menjadi sebuah kedamaian yang tiada batas, keyakinan yang tidak tercampur keraguan di dalamnya.
Dengan berbaik sangka kepada Allah, akan melahirkan keridhaan dan ampunan Allah, sehingga hidup ini selalu berada dibawah naungan rahmatNya.
Berbaik sangka kepada Allah, sejatinya tidak mengenal ruang, waktu, dan peristiwa. Kapanpun, di manapun, disetiap kejadiaan apapun, mewajibkan kita untuk selalu bersikap baik sangka (husnu dzan) kepada Allah. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam wasiat menjelang ajal beliau,
لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Artinya: Janganlah salah satu diantara kalian mati, kecuali berprasangka baik terhadap Allah. (Muslim)[3]
Detik-detik saat kita tertimpa musibah berat yang menyesakkan dada kita, kita pun harus yakin bahwa musibah itu datang untuk mengingatkan kelalain kita, Ia maha penyayang yang sabar memenggil kita untuk kembali meniti jalanNya. Detik-detik saat kita berada pada posisi kehidupan yang begitu sulit, yakinlah bahwa pada setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Ketika kita di ambang pintu keputus asaan, yakinlah bahwa rahmat dan kasih sayang Allah begitu luas, melebihi luasnya langit dan bumi.
Oleh karena itu, marilah kita selalu berprasangka baik kepada Allah, sebagai wujud penghambaan diri kita kepadaNya, bukti kesungguhan iman kita kepadaNya, bukti kepasrahan diri kita dalam segala urusan, baik yang sifatnya duniawi maupun ukhrowi. Dan tidak layak bagi kita untuk berburuk sangka kepada Allah, karena Dia adalah Dzat maha sempurna, tiada celah kekurangan bagiNya, segala urusan adalah milikNya dan kelak akan kembali kepadaNya.
2. Buruk sangka kepada Allah
Menduga-duga tentang pemberian Allah, terutama bersangka buruk kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya adalah perbuatan dosa. Seorang hamba dilarang menduga bahwa Allah telah mengurangi kasih sayang dan pemberian-Nya, karena sesuatu bencana yang sedang dialami oleh hambaNya.
Seorang hamba hendaklah dapat merasakan pemberian Allah sebagai anugerah, maka ia pun harus dapat merasakan cobaan dari Allah itu juga suatu anugerah kasih sayang dari Allah Swt. Manusia sebagai hamba Allah dalam menjalankan hidupnya di dunia ini hendaklah jauh dari prasangka buruk kepada Allah, agar jiwanya tidak risau dan tertimpa penyakit yang dapat menegangkan syaraf. Ia harus berprasangka baik (husnudzan) kepada Maha Pencipta. la harus penuh keyakian bahwa Allah Ta’ala Maha Ada dan Maha Pemelihara. Allah telah membagi rahmat-Nya kepada manusia sesuai dengan rencana Allah.
la harus melihat pemberian Allah dengan mata rohaninya, sehingga mampu merasakan kekayaan rohani yang dimilikinya itu adalah pemberian Allah. Keselamatan, kesehatan, ketenangan, keyakinan iman dan banyak lagi lainnya adalah kekayaan rohani yang sangat mahal harganya. Semua anugerah ini menunjukkan bahwasanya Allah Swt. tidak pernah melupakan hamba-hamba-Nya, apalagi hamba-hamba yang penuh ketaatan kepada-Nya. Hanya para hamba sendirilah yang sedikit sekali bersyukur kepada Allah. Allah Ta’ala tidak pernah melupakan hamba-hamba-Nya, manusialah yang lupa kepada Penciptanya.
Bagaimana pula tentang perasangka orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar dan melakukan kedzoliman kepada hak-hak Allah, dan selalu melakukan apa yang telah dilarang Allah, mereka mengatakan " kami selalu berbaik sangka kepada Allah, tentu Allah tidak akan menyiksa orang-orang yang selalu berbuat zholim dan fasiq". Ini adalah pemahaman yang keliru dan menyimpang dari yang telah disebutkan tadi, kalaulah pemahaman ini yang diperpegangi, tentu saja setiap orang akan melakukan apa yang mereka kehendaki dan mengabaikan apa yang telah di wajibkan atas mereka.
Bagaimana mungkin orang bisa berbaik sangka kepada Allah, kalau ia menuduh Allah kepada hal-hal yang tidak baik. Allah berfirman kepada orang-orang yang meragukan tentang hubungan Allah dengan makhluknya:
ö/ä3Ï9ºsŒur â/ä3–Ysß “Ï%©!$# OçG^uZsß ö/ä3În/tÎ/ ö/ä31yŠö‘r& NçGóst6ô¹r'sù z`ÏiB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇËÌÈ
"Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, Maka jadilah kamu Termasuk orang-orang yang merugi."
Mereka mengira bahwa Allah tidak tidak mengetahui apa-apa yang mereka ketahui. Ini adalah buruk sangka mereka terhadap Allah, ini adalah keadaan yang mengingkari sifat kesempurnaan Allah serta keagungan-Nya, dan ia menyifati Allah dengan sifat-sifat yang tidak patut bagiNya. Bila orang-orang seperti ini menganggap bahwa mereka akan masuk surga, maka sangkaan itu adalah tipuan belaka yang timbul dari nafsunya sendiri.[4]
Orang-orang yang mau berpikir sejernih-jernihnya tentang hal ini, tentu ia mengetahui bahwa berbaik sangka kepada Allah adalah salah satu amal kebaikan bagi dirinya sendiri. Sebagaimana Hasan Al-Basri berkata: "orang mukmin yang berbaik sangka kepada tuhannya, maka ia senantiasa akan melakukan amal kebaikan".[5]
Akibat dari buruk sangka
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا
Dari nabi saw. Bersabda: jauhilah prasangka, karena prasangka (menuduh tanpa dasar) itu adalah sedusta-dusta perkataan.jangan kalian saling mendengki, saling memata-matai dan saling membenci. Namun jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara.(Bukhori)[6]
Maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan zhann (persangkaan) di sini adalah, "Keraguan yang ditanamkan kepadamu oleh seseorang tentang suatu hal, lalu kamu menganggapnya sebagai kebenaran dan memutuskan berdasarkan zhann itu. Dan dikatakan juga ia bermakna, "Jauhilah oleh kalian su'uzhan (prasangka buruk)." [7]
Banyaknya akibat dari buruk sangka antara lain :
o Dapat mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.
o Merupakan indikasi rusaknya niat dan buruknya kondisi batin.
o Merupakan salah satu perangai orang munafiq.
o Merupakan penyebab jatuh dalam akibat yang buruk dan membuka perbuatan keji.
o Mewariskan kehinaan dan kerendahan di hadapan Allah subhanahu wata’ala dan di hadapan manusia.
o Salah satu petunjuk akan lemahnya iman.
o Indikasi atas ketidakpercayaan terhadap diri sendiri.
Perlu untuk kita ketahui bersama, berprasangka buruk kepada Allah secara umum dapat terjadi pada tiga hal, yaitu:
Berprasangka bahwa Allah akan melestarikan kebatilan dan menumbangkan al haq (kebenaran). Hal ini sebagaimana persangkaan orang-orang musyrik dan orang-orang munafik. Allah berfirman :
ö@t/ ÷LäêYoYsß br& `©9 |=Î=s)Ztƒ ãAqß™§9$# tbqãZÏB÷sßJø9$#ur #’n<Î) öNÎgŠÎ=÷dr& #Y‰t/r& šÆÎiƒã—ur šÏ9ºsŒ ’Îû öNä3Î/qè=è% óOçF^oYsßur Æsß Ïäöq¡¡9$# óOçFZà2ur $JBöqs% #Y‘qç/ ÇÊËÈ
" tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa." (Q.S. Al-Fath: 12)
Perbuatan seperti ini tidak pantas ditujukan pada Allah karena tidak sesuai dengan hikmah Allah janji-Nya yang benar. Inilah prasangka orang-orang kafir dan Neraka Wail-lah tempat mereka kembali.
Mengingkari Qadha’ dan Qadar Allah yaitu menyatakan bahwa ada sesuatu yang terjadi di alam ini yang di luar kehendak Allah dan taqdir Allah.
Mengingkari adanya hikmah yang sempurna dalam taqdir Allah.
Oleh karena itu, hendaklah kita berbaik sangka kepada orang lain, karena sesuai dengan hadits-hadits diatas, bahwa berbaik sangka itu, dapat menjauhkan kita dari hal-hal yang buruk dan mewujudkan kerukunan. Selayaknya pula orang yang mendengar suatu ucapan kemudian dia tidak paham maksudnya atau tidak bisa mencernanya, hendaknya dia jangan langsung berburuk sangka. Namun bertanya kepada yang bersangkutan (si pengucap); Apa sebenarnya maksud dari ucapan tersebut agar segalanya menjadi jelas.
DAFRTAR KEPUSTAKAAN
Abdul baqi, M. Fuad, Al-Lu’Lu’ wal Marjan, Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2008
Al-Qardhawi,Yusuf, Halal dan Haram,Jakarta: Rabbani Press, 2000
Itani, M. Khalil, Wasiat Rasulullah Buat Lelaki, Solo: AQWAM, 2007
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Ad-Da' Wal Dawa', Jakarta: Pustaka Amani, 1996
[1]Bukhori, shahih bukhori, juz 22., hal. 409
[2] Ibid, hal. 85
[3] Muslim, shohih muslim, juz 14, hal. 43
[4] Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ad-Da' Wal Dawa', Pustaka Amani , ( Jakarta: 1996), hal. 50
[5] Ibid, hal.49
[6] Op. cit, jilid 16, hal.110
[7] Muhammad Khalil Itani, Wasiat Rasulullah Buat Lelaki, AQWAM, (Solo: 2007 ), hal. 61.
Hadits Tentang Persangkaan Hamba Kepada Allah
أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
Hadits abu hurairah r.a. ia berkata rasulullah saw.bersabda: "Allah berfirman: 'Aku berada pada sangkaan hamba-Ku, Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku pada dirinya maka Aku mengingatnya pada diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam suatu kaum, maka Aku mengingatnya dalam suatu kaum yang lebih baik darinya, dan jika ia mendekat kepada-Ku satu jengkalmaka Aku mendekat padanya satu hasta, jika ia mendekat pada-Ku satu hasta maka Aku mendekat padanya satu depa, jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan kaki, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari."[1]
Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa Allah selalu bersama kita, bukan berarti kekuasaan Allah terbatas pada hamba-Nya, tentunya kekusasaan Allah jauh melaupaui apa yang ada. Hadits ini memotivasi kita untuk selalu mengingat Allah, dan selalu melaksanakan kebaikan, karena sesuai dengan hadits di atas, bahwa Allah tidak akan membalas perbuatan baik hambanya dengan balasan yang sama, akan tetapi Allah akan membalasnya dengan balasan yang lebih dari itu.
Sebagaiman firman-Nya dalam surah an-Nisa' ayat 40:
… bÎ)ur à7s? ZpuZ|¡ym $ygøÿÏ軟ÒムÅV÷sãƒur `ÏB çm÷Rà$©! #·ô_r& $VJŠÏàtã ÇÍÉÈ
"… dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar".
Tidaklah sama antara balasan Allah dengan balasan hamba-Nya, dan masih banyak ayat lain yang memotivasi manusia untuk selalu berbuat baik, karena sesungguhnya Allah akan melipat gandakan balasannya. Oleh karena itu, berbaik sangka kepada Allah adalah jalan yang terbaik untuk kita, karena Allah memang yang maha mengetahui apa yang terbaik buat hambanya.
1. Berbaik sangka kepada Allah
Beragam peristiwa dalam hidup ini yang terkadang menggiring seseorang terjebak dalam kondisi selalu berada dalam perasaan susah, sempit, gagal, tidak dihargai, dikucilkan, ditolak, tidak pantas dan sebagainya. Hakikat semua itu adalah manifestasi dari buruk sangka terhadap Allah.
Orang mukmin yang shalih tidak selayaknya memiliki sifat tersebut, apalagi memeliharanya di dasar hati, karena itu adalah sifat tercela yang sangat dimurkai Allah. Yang harus dimiliki setiap mukmin adalah sifat baik sangka pada Allah dalam segala urusan.
إن حسن الظن بالله من حسن العبادة
"Sesungguhnya berprasangka baik pada Allah adalah termasuk sebaik-baiknya ibadah (HR. Abu Daud)
Berbaik sangka kepada Allah adalah anggapan kita kepadaNya, bahwa segala sesuatu yang telah kita terima adalah anugerah terbaik dariNya. Allah adalah Maha Penyayang yang kasih sayangNya melebihi kasih sayang ibu kita. Allah Maha Tahu akan bisikan hajat hati nurani kita. Allah Maha Pemberi tanpa harus kita memintaNya. Allah Maha Mendengar keluhan setiap problema hidup kita yang sedang kita hadapi. Allah tidak pernah tidur dari memperhatikan keadaan hidup kita.
Sungguh, berprasangka baik terhadap Allah adalah jalan lurus menuju kedamaian hidup kita, ketenangan jiwa kita, ketentraman batin kita. Karena dengan berbaik sangka, manusia akan terbebas dari gangguan pikiran yang telah membebani jiwanya, mengotori nuraninya, membuat lelah fisiknya.
Prasangka kita adalah cermin dari realita yang akan terjadi di kemudian hari, jika ia baik sangka maka baik pula realita yang akan kita jumpai. Tetapi jika ia buruk sangka, maka buruk pula realita yang akan kita jumpai. Karena Allah akan selalu mengikuti prasangka hamba terhadap- Nya.
انا عند حسنِ ظنِّ عبدي بي فليظنْ بِي ما يشاَء
Artinya: Aku menuruti prasangka hambaku terhadapKu, maka silahkan untuk berprasangka sesuai apa yang dikehendaki. (Ad-Darimi)
Maksudnya ialah apa yang menjadi sangkaan hamba-Nya, Allah akan bersama dengan hamba-Nya. Tidak diragukan lagi bahwa berbuat sangka itu dapat terjadi karena disertai dengan kebaikan. Dan sesungguhnya orang yang baik dan berbaik sangka kepada Allah, ia akan mendapatkan balasan dari Allah, dan Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, dan akan menerima tobat hamba-Nya.
أنا عند ظن عبدي بي فإن ظن بي خيرا فله الخير فلا تظنوا بالله إلا خيرا
Artinya: Aku menuruti prasangka hamba terhadapKu, jika Ia berprasangka baik terhadapKu, maka baginya kebaikan, maka jangan berprasangka terhadap Allah kecuali kebaikan.( Bukhori )[2]
Dengan berbaik sangka kepada Allah, akan melahirkan energi positif yang besar, sehingga beban yang berat akan berubah menjadi ringan, problema yang sulit akan mudah teratasi. Dengan berbaik sangka kepada Allah, akan melahirkan iman yang kuat, sehingga kegamangan hidup akan berubah menjadi sebuah kedamaian yang tiada batas, keyakinan yang tidak tercampur keraguan di dalamnya.
Dengan berbaik sangka kepada Allah, akan melahirkan keridhaan dan ampunan Allah, sehingga hidup ini selalu berada dibawah naungan rahmatNya.
Berbaik sangka kepada Allah, sejatinya tidak mengenal ruang, waktu, dan peristiwa. Kapanpun, di manapun, disetiap kejadiaan apapun, mewajibkan kita untuk selalu bersikap baik sangka (husnu dzan) kepada Allah. Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw dalam wasiat menjelang ajal beliau,
لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
Artinya: Janganlah salah satu diantara kalian mati, kecuali berprasangka baik terhadap Allah. (Muslim)[3]
Detik-detik saat kita tertimpa musibah berat yang menyesakkan dada kita, kita pun harus yakin bahwa musibah itu datang untuk mengingatkan kelalain kita, Ia maha penyayang yang sabar memenggil kita untuk kembali meniti jalanNya. Detik-detik saat kita berada pada posisi kehidupan yang begitu sulit, yakinlah bahwa pada setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Ketika kita di ambang pintu keputus asaan, yakinlah bahwa rahmat dan kasih sayang Allah begitu luas, melebihi luasnya langit dan bumi.
Oleh karena itu, marilah kita selalu berprasangka baik kepada Allah, sebagai wujud penghambaan diri kita kepadaNya, bukti kesungguhan iman kita kepadaNya, bukti kepasrahan diri kita dalam segala urusan, baik yang sifatnya duniawi maupun ukhrowi. Dan tidak layak bagi kita untuk berburuk sangka kepada Allah, karena Dia adalah Dzat maha sempurna, tiada celah kekurangan bagiNya, segala urusan adalah milikNya dan kelak akan kembali kepadaNya.
2. Buruk sangka kepada Allah
Menduga-duga tentang pemberian Allah, terutama bersangka buruk kepada-Nya atas nikmat-nikmat-Nya adalah perbuatan dosa. Seorang hamba dilarang menduga bahwa Allah telah mengurangi kasih sayang dan pemberian-Nya, karena sesuatu bencana yang sedang dialami oleh hambaNya.
Seorang hamba hendaklah dapat merasakan pemberian Allah sebagai anugerah, maka ia pun harus dapat merasakan cobaan dari Allah itu juga suatu anugerah kasih sayang dari Allah Swt. Manusia sebagai hamba Allah dalam menjalankan hidupnya di dunia ini hendaklah jauh dari prasangka buruk kepada Allah, agar jiwanya tidak risau dan tertimpa penyakit yang dapat menegangkan syaraf. Ia harus berprasangka baik (husnudzan) kepada Maha Pencipta. la harus penuh keyakian bahwa Allah Ta’ala Maha Ada dan Maha Pemelihara. Allah telah membagi rahmat-Nya kepada manusia sesuai dengan rencana Allah.
la harus melihat pemberian Allah dengan mata rohaninya, sehingga mampu merasakan kekayaan rohani yang dimilikinya itu adalah pemberian Allah. Keselamatan, kesehatan, ketenangan, keyakinan iman dan banyak lagi lainnya adalah kekayaan rohani yang sangat mahal harganya. Semua anugerah ini menunjukkan bahwasanya Allah Swt. tidak pernah melupakan hamba-hamba-Nya, apalagi hamba-hamba yang penuh ketaatan kepada-Nya. Hanya para hamba sendirilah yang sedikit sekali bersyukur kepada Allah. Allah Ta’ala tidak pernah melupakan hamba-hamba-Nya, manusialah yang lupa kepada Penciptanya.
Bagaimana pula tentang perasangka orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar dan melakukan kedzoliman kepada hak-hak Allah, dan selalu melakukan apa yang telah dilarang Allah, mereka mengatakan " kami selalu berbaik sangka kepada Allah, tentu Allah tidak akan menyiksa orang-orang yang selalu berbuat zholim dan fasiq". Ini adalah pemahaman yang keliru dan menyimpang dari yang telah disebutkan tadi, kalaulah pemahaman ini yang diperpegangi, tentu saja setiap orang akan melakukan apa yang mereka kehendaki dan mengabaikan apa yang telah di wajibkan atas mereka.
Bagaimana mungkin orang bisa berbaik sangka kepada Allah, kalau ia menuduh Allah kepada hal-hal yang tidak baik. Allah berfirman kepada orang-orang yang meragukan tentang hubungan Allah dengan makhluknya:
ö/ä3Ï9ºsŒur â/ä3–Ysß “Ï%©!$# OçG^uZsß ö/ä3În/tÎ/ ö/ä31yŠö‘r& NçGóst6ô¹r'sù z`ÏiB z`ƒÎŽÅ£»sƒø:$# ÇËÌÈ
"Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangka kepada Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu, Maka jadilah kamu Termasuk orang-orang yang merugi."
Mereka mengira bahwa Allah tidak tidak mengetahui apa-apa yang mereka ketahui. Ini adalah buruk sangka mereka terhadap Allah, ini adalah keadaan yang mengingkari sifat kesempurnaan Allah serta keagungan-Nya, dan ia menyifati Allah dengan sifat-sifat yang tidak patut bagiNya. Bila orang-orang seperti ini menganggap bahwa mereka akan masuk surga, maka sangkaan itu adalah tipuan belaka yang timbul dari nafsunya sendiri.[4]
Orang-orang yang mau berpikir sejernih-jernihnya tentang hal ini, tentu ia mengetahui bahwa berbaik sangka kepada Allah adalah salah satu amal kebaikan bagi dirinya sendiri. Sebagaimana Hasan Al-Basri berkata: "orang mukmin yang berbaik sangka kepada tuhannya, maka ia senantiasa akan melakukan amal kebaikan".[5]
Akibat dari buruk sangka
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَكُونُوا إِخْوَانًا
Dari nabi saw. Bersabda: jauhilah prasangka, karena prasangka (menuduh tanpa dasar) itu adalah sedusta-dusta perkataan.jangan kalian saling mendengki, saling memata-matai dan saling membenci. Namun jadilah kalian semua hamba-hamba Allah yang bersaudara.(Bukhori)[6]
Maksud sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan zhann (persangkaan) di sini adalah, "Keraguan yang ditanamkan kepadamu oleh seseorang tentang suatu hal, lalu kamu menganggapnya sebagai kebenaran dan memutuskan berdasarkan zhann itu. Dan dikatakan juga ia bermakna, "Jauhilah oleh kalian su'uzhan (prasangka buruk)." [7]
Banyaknya akibat dari buruk sangka antara lain :
o Dapat mendatangkan murka Allah subhanahu wata’ala.
o Merupakan indikasi rusaknya niat dan buruknya kondisi batin.
o Merupakan salah satu perangai orang munafiq.
o Merupakan penyebab jatuh dalam akibat yang buruk dan membuka perbuatan keji.
o Mewariskan kehinaan dan kerendahan di hadapan Allah subhanahu wata’ala dan di hadapan manusia.
o Salah satu petunjuk akan lemahnya iman.
o Indikasi atas ketidakpercayaan terhadap diri sendiri.
Perlu untuk kita ketahui bersama, berprasangka buruk kepada Allah secara umum dapat terjadi pada tiga hal, yaitu:
Berprasangka bahwa Allah akan melestarikan kebatilan dan menumbangkan al haq (kebenaran). Hal ini sebagaimana persangkaan orang-orang musyrik dan orang-orang munafik. Allah berfirman :
ö@t/ ÷LäêYoYsß br& `©9 |=Î=s)Ztƒ ãAqß™§9$# tbqãZÏB÷sßJø9$#ur #’n<Î) öNÎgŠÎ=÷dr& #Y‰t/r& šÆÎiƒã—ur šÏ9ºsŒ ’Îû öNä3Î/qè=è% óOçF^oYsßur Æsß Ïäöq¡¡9$# óOçFZà2ur $JBöqs% #Y‘qç/ ÇÊËÈ
" tetapi kamu menyangka bahwa Rasul dan orang-orang mukmin tidak sekali-kali akan kembali kepada keluarga mereka selama-lamanya dan syaitan telah menjadikan kamu memandang baik dalam hatimu persangkaan itu, dan kamu telah menyangka dengan sangkaan yang buruk dan kamu menjadi kaum yang binasa." (Q.S. Al-Fath: 12)
Perbuatan seperti ini tidak pantas ditujukan pada Allah karena tidak sesuai dengan hikmah Allah janji-Nya yang benar. Inilah prasangka orang-orang kafir dan Neraka Wail-lah tempat mereka kembali.
Mengingkari Qadha’ dan Qadar Allah yaitu menyatakan bahwa ada sesuatu yang terjadi di alam ini yang di luar kehendak Allah dan taqdir Allah.
Mengingkari adanya hikmah yang sempurna dalam taqdir Allah.
Oleh karena itu, hendaklah kita berbaik sangka kepada orang lain, karena sesuai dengan hadits-hadits diatas, bahwa berbaik sangka itu, dapat menjauhkan kita dari hal-hal yang buruk dan mewujudkan kerukunan. Selayaknya pula orang yang mendengar suatu ucapan kemudian dia tidak paham maksudnya atau tidak bisa mencernanya, hendaknya dia jangan langsung berburuk sangka. Namun bertanya kepada yang bersangkutan (si pengucap); Apa sebenarnya maksud dari ucapan tersebut agar segalanya menjadi jelas.
DAFRTAR KEPUSTAKAAN
Abdul baqi, M. Fuad, Al-Lu’Lu’ wal Marjan, Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2008
Al-Qardhawi,Yusuf, Halal dan Haram,Jakarta: Rabbani Press, 2000
Itani, M. Khalil, Wasiat Rasulullah Buat Lelaki, Solo: AQWAM, 2007
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Ad-Da' Wal Dawa', Jakarta: Pustaka Amani, 1996
[1]Bukhori, shahih bukhori, juz 22., hal. 409
[2] Ibid, hal. 85
[3] Muslim, shohih muslim, juz 14, hal. 43
[4] Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Ad-Da' Wal Dawa', Pustaka Amani , ( Jakarta: 1996), hal. 50
[5] Ibid, hal.49
[6] Op. cit, jilid 16, hal.110
[7] Muhammad Khalil Itani, Wasiat Rasulullah Buat Lelaki, AQWAM, (Solo: 2007 ), hal. 61.