MEMBANGUN MASJID DAN PESANTREN DI DALAM TANAH (Goa)
Juli 21, 2013 · by andikisahnyata news · Bookmark the permalink.·
Sebuah pondok pesantren didirikan tidak di atas tanah, tapi justru dibangun di dalam tanah, atau did lam gua. Inilah yang akhirnya mengundang perhatian publik. Memang lazimnya sebuah pondok pesantren atau tempat belajar agama dibangun di atas tanah. Tapi Pondok Pesantren Perut Bumi Syeh Maulana Magribi ini, justru dibangun di dalam gua.
Di pondok pesantren ini menjadi tempat untuk menggembleng orang-orang yang ingin belajar ilmu agama Islam. Segala pengetahuan tentang Al-Quran dan Hadist, diajarkan disini. Pondok pesantren yang berada di Jalan Kembar Kedungombo, Desa Wire, Kelurahan Kedungombo, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban, Jawa Timur ini, didirikan oleh tokoh bernama KH Subchan Al Mubarok (74).
Menurut pendiri yang sekaligus pengasuh tunggal pondok pesantren ini, ide pendirian pondok di dalam tanah tersebut, berawal dari wisik yang diterimanya. Tepat di malam 1 Suro tahun 2001 dulu. Berawal dari wisik itulah, Kyai yang akrab disapa Abah ini, lantas memutuskan untuk membeli tanah yang kemudian didirikan bangunan pondok dibawahnya. Sedangkan di bagian atas tanahnya, dia bangun rumah pribadi.
“Tapi itu prosesnya masih panjang. Setelah dapat wisik, saya masih melakukan sholat istiqaroh. Untuk memastikan wisik yang saya terima itu, apa betul adanya,” ujar Abah yang ditemui Kisah Nyata beberapa waktu lalu. Setelah melakukan sholat istiqaroh, selama tiga tahun berturut-turut, barulah Abah meyakini bahwa wisik yang diterimanya itu, memang betul adanya. Sejak itu, dia pun membeli tanah tersebut.
“Saya diberitahu , bahwa didalam tanah ini ada gua yang sering digunakan para Wali untuk tafakkur. Secara tidak langsung banyak karomah yang ditinggalkan para waliullah disini,” ungkapnya. Saat pertama kali dibeli, tanah ditempat ini masih kotor dan tidak terawat. Lokasinya dulu digunakan untuk tempat pembuangan sampah oleh warga. Selain itu, juga mejadi sarang dari beberapa jenis ular.
“Sama sekali tidak kelihatan kalau ada guanya. Setelah saya beli, saya cari tahu dengan teliti. Dan akhirnya ketemu. Gua itu memang benar-benar ada. Dari situ saya akhirnya mendirikan pondok pesantren di dalam gua. Harapan saya, orang-orang yang belajar agama disini, akan lebih cepat menerima ilmu, karena dibantu oleh karomah para waliullah,” ujar Abah.
Pembangunan pondok di dalam goa ini, mulai dilakukan pada tahun 2003. Setahun setelah itu, pondok mulai menerima kehadiran santri yang ingin belajar atau mendalami ilmu agama Islam. “Waktu awal saya temukan gua ini, sempat dipermasalahkan sama Pemkab Tuban,” terangnya. Ya, mendirikan pesantren didalam goa, bukanlah tanpa hambatan. Saat Abah masih merencanakanpendirian pondok, Bupati dan Pemerintah Daerah (Pemda) Tuban melarangnya, dengan alasan gia tersebut adalah aset Negara.
Tapi, saat itu Abah tak gentar. Dia bahkan menentang dengan tegas larangan yang dilontarkan oleh Bupati Tuban kala itu, yakni Haeny Rini Widyastuti.
Abah tetap teguh dengan pendiriannya untuk membangun pesantren di dalam goa. Dengan nada keras Abah mengancam akan melawan Pemda atau siapa pun yang berani mengambil alih goa temuannya. Alasannya, karena gua tersebut berada di lahan yang berstatus miliknya. Kasus ini pernah ramai menjadi berita di media massa. “Lama kelamaan, orang-orang yang menentang itu mundur sendiri. Bahkan semakin banyak orang yang simpati dengan saya,” kenang Abah.
Habis Triliunan Rupiah
Memasuki Pondok Pesantren Perut Bumi Syeh Maulana Magribi, siapapun pasti akan berdecak kagum. Ruangan gua, benar-benar telah disulap menjadi sebuah kamar-kamar indah, dengan lantai penuh keramik dan hiasan lampu warna-warni. Tidak hanya pesantren. Di dalamdisalah satu lorong gua ini juga terdapat bangunan masjid. Abah menamakannya Masjid Syahibbul Kahfi. Daya tampung masjid ini cukup besar. Bisa lebih dari 600 orang jamaah.
Tepat dibelakang masjid, terdapat lobang pintu denga sebuah ruangan yang biasa digunakan untuk ritual semedi. Disudut sebelah kiri di dalam masjid tersebut, juga terdapat sebuah gua lagi, yang diberi nama Ga Putri Ayu. “Nama Putri Ayu saya ambil, karena itu memang nama salah satu penghuni gaib disini,” tandasnya.
Sebelah kanan mulut Gua Putri ayu terdapat sebuah kamar berkarpet biru yang biasa digunakan Abah untuk menerima tamu, lengkap dengan toilet di dalamnya. Sedangkan di sebelah utara gerbang utama terdapat satu lorong. Di kanan-kiri lorong terdapat lobang-lobang gua dengan lantai terplester. Lobang-lobang inilah yang selama ini digunakan untuk kamar para santri.
Sebelah kanan lorong terdapat ruangan kecil tertutup, yang jarang dibuka. Ruangan kecil itu difungsikan sebagai ruang bermunajad. Tak jauh dari tempat itu terdapat ruangan khusus dengan lantainya di hiasi karpet tebal. Ruangan dengan ukuran 4X5 m ini, biasa digunakan oleh Abah, untuk menerima tamu-tamu penting.
Lalu, di balik ruangan ini masih terdapat gua-gua yang lain. Diantaranya ada Gua Sunan Kalijaga, Gua Syeh Jangkung, Gua Syeh Maulana Magribi, dan lain sebagainya. Ketiga nama itu diyakini pernah bertapa di gua ini. Di ruangan lain terdapat gua yang beratap rendah. Ruangan ini difungsikan untuk Taman Pendidikan Al Quran (TPA), khusus bagi anak-anak kecil warga sekitar. Lantas berapa biaya yang dikeluarkan Abah untuk menyulap gua menjadi pesantren dan masjid ini?
Meski tidak pernah merinci sendiri, namun Abah mengaku pernah kedatangan seorang ahli bangunan dari Jakarta. Dia datang karena merasa tertarik dengan cerita temannya yang pernah berkunjung ke tempat ini. “Waktu itu dia hitung semua. Katanya total uang yang sudah saya keluarkan mencapai trilyunan rupiah,” ungkap Abah. Apa yang disampaikan oleh ahli bangunan ini, tidak di mungkiri oleh Abah. Bahkan saat ini saja, pembangunan masih dilakukan. Total dana tukang yang dikeluarkan setiap bulannya, rata-rata mencapai Rp 68 juta.
“Itu semua belum makan dan rokok yang juga kami tanggung. Wong setiap harinya juru masak ponpes Perut Bumi khusus memasak untuk tukang saja bisa habis 35 kilogram beras,” ungkapnya. Sejak dibangun 10 tahun silam, pondok pesantern ini pun terus mengalami perkembangan. Tidak hanya bangunannya yang semakain bertambah megah, tapi juga tamu yang datang juga semakin banyak jumlahnya.
Selain dikunjungi oleh warga biasa, tidak sedikit diantaranya dari kalangan pejabat dan pengusaha kaya. Sebagian lagi juga orang-orang penting dari negara lain. Seperti pejabat dari Australia, Mesir, Irak, Kuait, dan Yaman. “Kalau dilihat dari luar memang terlihat sangat kecil, seperti hanya untuk jalan keluar-masuk saja, tapi di dalam sebenarnya sangat luas. Hampir sebahagian besar bagunannya dilapisi marmer,” Kata Abah.
Santri Tidak Dipungut Biaya
Mengenai para snatri yang belajar mengaji di pondok dalam tanah ini Abah mengaku tidak pernah memungut biaya alias gratis. Bahkan mereka mendapat jatah makan senilai Rp. 25 ribu perharinya. Abah juga tidak pernah membeda-bedakan santri yang akan belajar. Tidak peduli mereka yang memiliki latar belakang buruk, Abah tetap mau menerimanya. Bahkan Abah mengakui, jika santri yang belajar di tempatnya, mayoritas memiliki latar belakang yang kurang baik. Ada yang bekas pecandu, bajing loncat, pencuri, pembunuh, perampok, dan lain sebagainya.
Saat ini, total yang tersisa tinggal 27 santri. Lainnya memutuskan untuk keluar, setelah merasa memiliki bekal agama yang cukup. Bahkan ada yang akhirnya menjadi seorang muballiq. Menurut Abah, semua santri diwajibkan bangun setiap pagi pukul 03.00, untuk mengikuti istighosah bersama, sampai waktu subuh tiba. Dilanjutkan dengan Sholat Subuh. Setelah itu, dilanjutkan dengan wirid dan mengaji sampai pagi.
“Pas pagi, sekitar pukul 06.00 WIB, untuk semua santri sudah disediakan mie dan kopi untuk sarapan bersama,” ujar Abah. Sedang metode Pendidikan Pondok Pesantren Perut Bumi mengacu pada kurikulum Ponpes Langitan. Di sini kitab kuning, fiqih (hukum Islam), ilmu Hikmah, tasawuf (mistik Islam), serta ilmu kanuragan (bela diri) dan tenaga dalam diajarkan untuk para santri.
Tujuan dari semua itu, untuk membina santri agar berakhlak bagus dan berbudi luhur. “Intinya tempat ini bukanlah tempat tujuan wisata. Tempat ini juga bukan sebuah gua yg biasa dikeramatkan dengan sesaji layaknya tradisi di Pulau Jawa. Di sinilah tempat Para Santri digembleng belajar Ilmu Agama Islam (Tauhid),” ujarnya.
Selain untuk mengaji, pada malam Jumat Pon, tepat jam 12 malam di pesantren ini biasa diadakan isthigosah (dzikir dan doa bersama) yang terbuka untuk umum. Siraman ruhani dan pesan-pesan kedamaian sering diutarakan Abah kepada para tamunya.
Ada Kamar Khusus Bagi Pasien Yang Belum Punya Anak
Dipondok pesantren ini juga terdapat sebuah kamar khusus. Kamar ini disediakan untuk pasangan yang ingin segera mendapat momongan. Untuk tinggal disana, Abah tidak memungut biaya alias gratis. Bahkan semua kebutuhan sudah ditanggung oleh pondok.
Menurut pengakuan Abah, sudah banyak pasangan suami isteri yang berhasil memiliki momongan, tak lama setelah mereka tinggal di kamar khusus ini. Padahal diantaranya ada yang sidah menikah puluhan tahun, tapi si isteri belum juga hamil. “Hampir bisa dibilang hanya satu persen yang tidak berhasil. Karena setiap para pasanagn itu jika hamil mereka biasanya kembali untuk silaturrahmi kemari, jadi saya tahu,” ujar Abah.
Dikamar Khusus ini pasangan suami isteri harus menetap selama 9 hari. Mereka tidak boleh keluar dari dalam kamar. Artinya, seluruh aktifitas harus dilakukan di dalam kamar, mulai ibadah, MCK, dan lain sebagainya. “Soal kebutuhan makan dan lain-lain, ditanggung sama pondok. Semua tidak dipungut biaya alais gratis. Siapapun yang mau monggo, silahkan,” tuturnya.***
https://andikisahnyata.wordpress.com/2013/07/21/membangun-masjid-dan-pesantren-di-dalam-tanah/