Sampaikan Walau Satu Ayat
Dampak Riba Terhadap Pribadi dan Masyarakat
erva kurniawan
4 tahun yang lalu
Iklan
Dampak Riba Terhadap Pribadi dan Masyarakat
Disusun Oleh: Zaenal Abidin, Lc
Hakikat Riba
Riba, menurut bahasa artinya bertambah dan tumbuh; sebagaimana firman Allah: Dan kamu lihat bumi itu kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. (Al Hajj:5).
Sedangkan menurut istilah, artinya suatu transaksi yang memberi syarat tambahan atau suatu kegiatan akad yang mengambil untung atas modal dasar tanpa melalui proses transaksi yang sah menurut syariat. Atau mengambil untung tanpa memberi imbalan kepada pihak lain, ketika melakukan transaksi ribawi. Begitu juga setiap bentuk transaksi yang diharamkan oleh agama, bisa disebut sebagai riba.
Oleh sebab itu, orang yang mengembangkan hartanya dengan cara riba disebut murabbi, karena dia melipatgandakan hartanya yang ada pada orang lain melalui utang-piutang, simpan-pinjam atau tukar- menukar. Baik keuntungan tersebut diperoleh dari selisih tukar-menukar, atau karena masa tenggang yang diberikan kepada peminjam.
Macam-Macam Riba
Riba, terbagi menjadi dua macam. Yaitu riba fadhl dan riba nasi’ah.
Pertama, riba fadhl. Ialah jual-beli satu jenis barang dari barang-barang ribawi dengan barang sejenisnya, dengan nilai (harga) lebih. Misalnya, jual-beli satu kwintal gandum dengan satu seperempat kwintal gandum sejenisnya, atau jual-beli satu sha’ kurma dengan satu setengah sha’ kurma, atau jual- beli satu ons perak dengan satu ons perak ditambah satu dirham.
Kedua, riba nasi’ah. Terbagi menjadi dua:
Riba jahiliyah. Jenis riba ini diharamkan oleh Allah dalam firmanNya, artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan riba dengan berlipat ganda.(QS Ali Imran:130).
Hakekat riba nasi’ah ini, misalnya si A mempunyai piutang pada si B dan akan dibayar pada waktu yang telah disepakati. Setelah jatuh waktu yang telah ditentukan, si A bilang kepada si B, ‘Kamu melunasi hutangmu atau aku beri tenggang waktu dengan uang tambahan.’ Jika si B tidak melunasi hutang pada waktunya, si A meminta uang tambahan dan memberi tenggang waktu lagi. Begitulah seterusnya, hingga akhirnya dalam beberapa waktu hutang si B menumpuk berlipat dari hutang awalnya
Riba nasi’ah, yaitu jual beli barang-barang ribawi. Misalnya, emas perak atau gandum atau sya’ir (sejenis) gandum, atau kurma dengan barang-barang ribawi lainnya secara tertunda. Contoh: seseorang menjual satu kwintal kurma dengan satu kwintal gandum hingga waktu-waktu tertentu, atau ia menjual sepuluh dinar emas dengan seratus dua puluh dirham perak hingga waktu-waktu tertentu.
Barang-Barang Pokok Riba
Barang-barang pokok riba ada enam. Yaitu: emas, perak, gandum, sya’ir (sejenis gandum), kurma dan garam. Rasulullah bersabda, artinya: Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir (sejenis gandum), kurma dengan kurma, dan garam dengan garam. Ukurannya sama dari tangan ke tangan (kontan). Jika jenis-jenisnya tidak sama, maka juallah sesuka kalian asalkan secara kontan. (HR Muslim).
Para ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan para imam, mengqiyaskan apa saja yang mempunyai makna dan ilat dengan keenam jenis di atas, dari apa saja yang bisa ditakar, ditimbang, dimakan dan disimpan. Misalnya: seluruh biji-bijian, minyak, madu dan daging.
Sa’id bin Al Musayyib Radhiyallahu ‘Anhu berkata, “Tidak ada riba, kecuali pada apa yang bisa ditakar dan ditimbang dari apa saja yang bisa dimakan dan diminum.?”
Riba Dalam Timbangan Syariat
Riba hukumnya haram, sebagaimana telah dijelaskan dalam Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam .
Allah berfirman, artinya:”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan, lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabb mereka lalu berhenti, maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu; dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi, maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah:275).
Allah berfirman, artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal shalih, mendirikan shalat dan membayar zakat, mereka mendapat pahala dari sisi Rabb mereka. Tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak pula mereka bersedih hati. (QS Al Baqarah:276-277).
Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan, bahwa Dia menghapuskan dan melenyapkan riba dari pelakunya, baik secara total maupun menghilangkan keberkahan hartanya, sehingga tidak bermanfaat. Bahkan Dia memandangnya tidak ada. Pada hari kiamat nanti, Allah akan menyiksanya. Sebagaimana firman Allah, artinya: Dan sesuatu riba yang kamu berikan, agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (QS Ar Rum:39).
Dari Ali dan Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah bersabda, artinya: Allah melaknat pemakan riba, yang mewakili transaksi riba, dua saksinya dan orang yang menuliskannya. (HR Bukhari).
Satu dirham riba yang dimakan seseorang dengan sepengetahuannya itu, lebih berat dosanya daripada tiga puluh enam berbuat zina. (Diriwayatkan Ahmad dengan sanad shahih).
Riba mempunyai tujuh puluh pintu. Pintu yang paling ringan ialah seorang laki-laki menikahi ibunya. (HR Hakim dan ia men-shahihkannya).
Rasulullah bersabda, Jauhilah tujuh perkara yang membawa kepada kehancuran. Para sahabat bertanya,’Apakah ke tujuh perkara itu, wahai Rasulullah’? Beliau menjawab,’Yaitu syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan agama, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dalam peperangan dan melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita mukminah yang terjaga dari perbuatan dosa dan tidak tahu-menahu tentangnya. (HR Bukhari dan Muslim).
Hikmah Diharamkan Riba
Diantara hikmah diharamkannya riba, selain hikmah-hikmah umum secara menyeluruh berkaitan dengan perintah-perintah syar’i, yaitu: menguji keimanan seorang muslim, hikmah-hikmah umum lainnya ialah:
Pertama, melindungi harta seorang muslim agar tidak dimakan dengan bathil.
Kedua, mendorog kaum muslimin untuk menginvestasikan hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari penipuan, menjauhi hal-hal yang bisa menimbulkan kesulitan dan kemarahan diantara kaum muslimin, misalnya: dengan cocok tanam, industri bisnis yang benar dan lain sebagainya.
Ketiga, menutup pintu permusuhan diantara kaum muslimin.
Keempat, menjauhkan kaum muslimin dari kebinasaan. Karena pemakan riba sebagai orang yang zhalim. Dan akibat dari kezhaliman ialah kesusahan, Allah berfirman, artinya: Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezhaliman kalian akan menimpa diri kalian sendiri. (QS Yunus:23).
Rasulullah bersabda, artinya: Takutlah kalian kepada kezhaliman, karena kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Dan takutlah kalian terhadap sifat kikir, karena kikir membawa orang-orang sebelum kalian saling menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang diharamkan kepada mereka. (HR Muslim).
Kelima, membuka pintu-pintu kebaikan bagi kaum muslimin sebagai bekal untuk akhiratnya. Misalnya dengan memberi pinjaman kepada saudaranya seiman tanpa minta uang tambahan atas hutangnya, memberi kemudahan dan menyayanginya untuk mendapat pahala di akhirat.
Dampak Negatif Riba Bagi Pribadi dan Masyarakat
Riba merupakan usaha kotor dan haram. Merupakan hasil usaha yang tecela dan tidak ada berkahnya, bahkan hanya mendatangkan malapetaka dan bahaya bagi siapa saja yang ikut serta dan membantu mensukseskan segala transaksi riba; baik pemberi modal, peminjam, penulis dan saksi. Memberi bantuan harta dan tenaga dalam rangka melancarkan transaksi, menyewakan gedung, peralatan kantor dan transportasi untuk proses kelancaran transaksi, atau memberi motivasi dan rekomendasi bagi para pelaku riba. Atau melakukan pembelaan terhadap mereka dalam kasus hukum, melindungi dan mengamankan mereka. Atau seluruh tindakan yang bersifat mendukung, melancarkan dan mensukseskan transaksi riba yang terkutuk serta sarat dengan tindakan aniaya. Maka, secara langsung atau tidak, mereka telah menyatakan perang dengan Allah dan RasulNya.
Seluruh bentuk transaksi riba akan membawa akibat buruk, dosa besar, malapetaka dan menjerumuskan para pelakunya kepada jurang kenistaan, serta mendatangkan bahaya bagi pribadi dan masyarakat, baik di dunia dan akhirat.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,’Keharaman riba lebih berat dibanding perjudian. Karena pengembang riba mendapat imbalan secara jelas dari orang yang kesusahan. Adapun penjudi bisa mendapatkan keuntungan (dan) bisa tidak. Dan riba merupakan kezhaliman yang nyata, karena eksploitasi dan penindasan orang kaya atas orang miskin.’
Adapun bahaya dan dampak negatif riba terhadap pribadi dan masyarakat, baik dari sisi agama, dunia dan akhirat sebagai berikut:
Pertama. Sebagai bentuk maksiat kepada Allah dan RasulNya.
Tidak diragukan, bahwa orang yang melakukan atau membantu transaksi riba secara terang-terangan, ia telah menentang ajaran yang dibawa Rasulullah. Padahal Allah berfirman, artinya: Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul, takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. ( An Nur 63).
Rasulullah juga bersabda, Setiap umatku akan masuk surga, kecuali yang tidak mau. (Rasulullah) ditanya,’ Siapakah yang tidak mau, wahai Rasulullah’? (Rasulullah menjawab),’Barangsiapa yang mentaatiku akan masuk surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku, maka ia tidak mau masuk surga. (HR Bukhari).
Allah berfirman, artinya: Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya dan melanggar ketentuan-ketentuanNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (QS An Nisa:14).
Kedua. Sedekah dari harta riba ditolak
Karena riba merupakan hasil usaha kotor dan haram, maka Allah tidak menerimanya sebagai barang sedekah. Allah berfirman, artinya: Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk, lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. (QS Al Baqarah:267).
Dalam hadits yang shahih Nabi bersabda, Allah itu bersih dan tidak menerima, kecuali yang bersih.
Ketiga. Allah tidak mengabulkan doa pemakan riba.
Harta yang haram -termasuk riba- bisa menjadi penghalang doa sehingga tertolak. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, Wahai manusia, sesungguhnya Allah Maha Bersih; tidak menerima, kecuali yang bersih. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang-orang beriman, seperti Allah memerintahkan kepada para nabi. Maka Allah berfirman: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al Mukminun:51) dan Allah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu. (QS Al Baqarah:172).
Kemudian beliau menuturkan tentang orang yang bepergian jauh, pakaiannya compang-camping dan rambutnya acak-acakan, sementara ia menengadahkan tangan ke atas langit, ‘Ya rabbi, ya Rabbi,’ sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya tumbuh dari yang haram; bagaimana doanya dikabulkan? (HR Muslim).
Keempat. Hilangnya keberkahan umur dan penghasilan.
Dalilnya firman Allah, artinya: Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. (QS Al Baqarah:276).
Ayat di atas menjadi pukulan berat bagi orang yang terkait dengan transaksi riba dalam berbagai sisi. Allah memusnahkan harta kekayaan yang berasal dari riba dengan berbagai cara, baik disebabkan kebakaran, banjir, pencurian, atau peraturan yang zhalim hingga menguras harta kekayaan mereka dengan paksa dan hina. Bahkan boleh jadi, Allah memusnahkan seluruh kekayaan ribawi.
Berapa banyak orang kaya berubah menjadi jatuh miskin dan melarat, karena akibat dari harta riba, sebagaimana sabda Nabi: Tidaklah orang memperbanyak kekayaan dari riba, melainkan akibat akhirnya akan mengalami bangkrut dan melarat. (HR Ibnu Majah).
Kelima. Riba membuat hati menjadi keras dan jauh dari kebaikan
Kaum rentenir susah sekali berbuat kebaikan kepada sesama manusia dengan harta kekayaannya. Mereka memiliki hati yang keras. Dan tidak mungkin mengeluarkan harta kekayaan, kecuali dengan faidah yang bersyarat. Sementara itu mereka melupakan kebaikan yang akan diterimanya di akhirat. Allah berfirman, artinya: Itulah orang-orang yang membeli kehidupan dunia dengan (kehidupan) akhirat, maka tidak akan diringankan siksa mereka dan mereka tidak akan ditolong. (QS Al Baqarah:86).
Keenam. Terhalang dari harta yang bersih dan halal.
Allah berfirman, artinya: Maka disebabkan kezhaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS An Nisa’:160-161).
Dua ayat di atas menjelaskan, bahwa orang-orang Yahudi dihalangi dari harta yang halal dan bersih, akibat mereka memakan harta riba dan memakan harta orang dengan cara yang batil. Maka orang-orang yang memakan riba dan harta orang secara batil mendapatkan malapetaka, seperti yang telah menimpa kaum Yahudi Bani Israil. Berapa banyak pada zaman sekarang, orang yang kaya-raya, namun selalu hidup dirundung kepedihan, kenistaan, kegelisahan dan kebakhilan; ditambah lagi terkena berbagai penyakit berbahaya dan sulit disembuhkan. Bahkan harta kekayaan mereka lebih banyak tersedot untuk aktifitas haram dan negatif.
Ketujuh. Riba, suatu transaksi yang sarat dengan Kezhaliman.
Lembaga riba atau orang-orang yang melakukan transaksi riba, telah berbuat kezhaliman berulang- kali. Sejak awal hingga akhir transaksi, mereka meminta tambahan atau bunga. Dan ketika peminjam tidak mampu mengembalikan, mereka menambah kelipatan bunga sebagai jaminan tenggang waktu yang diberikan kepadanya. Maka bunga pinjaman akan menjadi berlipat ganda dalam waktu sekejap, sehingga bisa menjadikan seluruh harta kekayaan peminjam habis tersita untuk menutup kelipatan dari bunga pinjaman. Kemudian para peminjam ditinggalkan, bagaikan tulang yang tidak berdaging dan laksana badan tidak bernyawa lagi. Maka bila kondisinya seperti itu, Allah telah mengancam dalam firmanNya, artinya: Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Alah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak. (QS Ibrahim:42).
Dan Nabi bersabda, Jagalah dirimu dari kezhaliman, karena perbuatan zhalim adalah kegelapan pada hari kiamat. (HR Muslim).
Kedelapan. Riba membuat bisnis menjadi lesu, kurang bergairah dan tidak produktif.
Dalam pandangan petualang bisnis atau dalam berniaga, mereka sangat spekulatif. Bisa untung dan bisa juga rugi, bahkan bangkrut. Sementara mental petualang riba hanya berfikir untung tanpa mengenal rugi, walaupun orang lain dirugikan. Oleh karena itu, mereka mengambil jalan pintas untuk mengeruk keuntungan secara cepat melalui transaksi simpan-pinjam, utang-piutang atau transaksi yang menghasilkan untung pasti, yaitu riba atau tukar-menukar barang yang sama dengan harga lebih, atau menyimpan uang di lembaga keuangan atau bank-bank konvensional. Adapun untuk usaha bisnis dan perniagaan jarang tertarik, karena sangat beresiko kerugian.
Kesembilan. Sistim riba menjadi penyebab utama bangkrutnya negara atau masyarakat.
Realita berbicara, bahwa banyak negara mengalami krisis ekonomi dan keamanannya tidak stabil akibat dari penerapan sistim riba ini. Karena tamak terhadap keuntungan yang berlipat ganda membuat para petualang riba memindahkan simpanan mereka ke negara-negara lain yang memiliki ekonomi kuat dan berpengaruh di dunia ekonomi dan politik. Sehingga negara-negara tersebut mampu mengendalikan ekonomi dunia dengan mudah. Adapun keuangan negara-negara lainnya tersendat, karena terkuras habis ditransfer ke negara-negara kuat dari sisi ekonomi dan politik. Maka terjadilah resesi dan krisis ekonomi berkepanjangan.
Kesepuluh. Penjajahan ekonomi secara sistimatis.
Pengembangan keuangan dan ekonomi melalui sistim riba merupakan penjajahan ekonomi secara sistimatis dan terselubung. Banyak negara-negara maju pasca perang dunia memberi pinjaman kepada negara-negara berkembang, baik kepada negara Islam atau negara sekuler. Sehingga dalam waktu sekejap, kekayaan negara-negara tersebut terkuras habis oleh negara-negara pemilik dana besar, baik melalui pinjaman lunak atau yang lainnya. Ketika negara-negara debitur yang lemah hendak mencoba mempertahankan harga diri dan eksistensinya, maka negara-negara pemilik modal alias petualang riba, langsung dengan mudah ikut campur-tangan urusan dalam negeri, dengan alasan pemulihan krisis ekonomi, pemantauan dana pinjaman, pengawasan moneter dan penyehatan perbankan. Dengan mudah mereka mengatur berbagai bentuk kebijakan ekonomi dan politik negara tersebut. Maka, tanpa terasa negara-negera miskin tersebut hidup terjajah dan tidak berdaya di bawah tekanan negara-negara pemilik modal. Bahkan negara-negara pemilik modal dengan seenak perutnya melakukan berbagai bentuk intervensi ekonomi dan politik dalam negeri.
Banyak negera-negara berkembang dililit hutang dan tidak bisa mengembalikan pinjaman luar negeri, sebagai bukti nyata terhadap bahaya dan dampak negatif sistim ekonomi ribawi.
Kesebelas. Sistim ekonomi riba membelenggu rakyat.
Dari berbagai sisi, sistim ekonomi riba menjerat nasib rakyat. Karena pada akhirnya kekayaan dan keuangan akan menumpuk dan dikuasai oleh beberapa gelintir orang saja, sehingga perekonomian rakyat terguncang dan tidak berdaya. Sebagian besar orang hanya bekerja siang-malam dan memeras keringat, membanting tulang hanya sekedar bisa menutup dan mengembalikan pinjaman riba. Sementara itu, sekelompok kecil hanya ongkang-ongkang kaki mampu meraup kekayaan yang melimpah ruah dan mereka menari-nari, bersenang-senang di atas kepedihan dan penderitaan orang lain. Mereka tega dan semena-mena tanpa rasa kasihan, serta tidak mengenal aturan dan perikemanusian memeras kekayaan orang lain.
Keduabelas. Riba termasuk perkara yang menghancurkan.
Riba termasuk dosa besar yang menjerumuskan pelakunya di dunia dalam kenistaan dan di akhirat di neraka. Nabi bersabda, Jauhilah tujuh perkara yang membawa kepada kehancuran. Para sahabat bertanya,’Apakah ketujuh perkara itu, wahai Rasulullah’? Beliau menjawab,’Yaitu syirik kepada Allah, sihir, membunuh yang diharamkan Allah kecuali dengan sebab yang dibenarkan agama, memakan riba, memakan harta anak yatim, melarikan diri dalam peperangan dan melontarkan tuduhan zina terhadap wanita-wanita mukminah yang terjaga dari perbuatan dosa dan tidak tahu-menahu tentangnya.’ (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits di atas Allah mengelompokkan dosa pemakan riba dengan dosa syirik. Maka, hal itu menunjukkan bahaya riba dan akibat buruk yang akan diperoleh seseorang yang melakukan transaksi riba.
Ketigabelas. Petualang riba mengobarkan perang dengan Allah dan RasulNya.
Siapapun yang mengobarkan peperangan dengan Allah dan RasulNya, ia tidak akan mampu mengalahka. Maka, kekuatan apa yang bisa menghadapi gempuran Allah dan RasulNya? Allah berfirman mengancam orang-orang pemakan riba, artinya: Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu. (QS Al Baqarah:279).
Demikian itu akibat dari petualangan dan transaksi mereka terhadap harta riba. Akibat kekalahan mereka dalam peperangan tersebut, maka harta kekayaan mereka habis terbakar atau tenggelam, jiwa dan raga mereka hancur dan jatuh sakit, hidup mereka dirundung stres berat akibat kerugian yang mereka derita. Bahkan kehidupan serba ada, menjadi berbalik menjadi penuh kekurangan dan penderitaan.
Keempatbelas. Memakan riba mendatangkan kutukan Allah dan RasulNya.
Allah dan RasulNya mengutuk orang-orang yang berserikat dalam transaksi riba, baik dalam bentuk memakan, membantu dan menjadi saksi transaksi riba. Disebutkan dalam hadits riwayat Jabir bin Abdullah berkata, bahwa Rasulullah mengutuk orang yang memakan riba, memberi riba, penulisnya, dan dua orang yang menjadi saksi dan mereka semuanya sama. (HR Muslim).
Yang dimaksud dengan memakan riba, ialah semua bentuk pemenuhan kebutuhan hidup yang melalui jalur riba. Teks hadits menggunakan ungkapan makan, karena pada umumnya mereka melakukan transaksi riba untuk memenuhi kebutuhan makan.
Adapun penulis dan dua orang saksi terkena kutukan, karena mereka membantu kelancaran transaksi riba, baik bantuan tersebut diberikan secara suka rela atau dengan upah. Jika sanksi keras itu diberikan kepada orang yang hanya melakukan sekali transaksi, bagaimana dengan orang yang bertahun-tahun memberi pinjaman atau memakan riba, atau menjadi penulis dan saksi dalam urusan riba, membantu dan berserikat dalam urusan riba’!
Kelimabelas. Memakan riba menjadi sebab utama su’ul khatimah.
Kebanyakan pemakan riba meninggal dalam keadaan su’ul khatimah. Sebab -mungkin saja- hingga menjelang ajal tiba, ia tetap mengembangkan hartanya dengan cara riba, sehingga ia meninggal dalam keadaan bermaksiat kepada Allah dan RasulNya dan berbuat zhalim kepada hamba Allah. Maka tidak ada tempat yang paling layak, kecuali negara Jahannam. Begitu juga, dia meninggalkan harta kekayaan haram untuk ahli warisnya, sehingga mereka juga menanggung dosa dan keburukan harta haram tersebut. Orang yang memakan riba dalam bahaya besar, karena bisa jadi dosa riba membuat imannya lemah pada saat menjelang kematian.
Dari Abu Bakar Al Warraq dari Abu Hanifah berkata,’Kebanyakan iman seseorang lepas ketika menjelang ajal tiba.’ Kemudian Abu Bakar berkata,’Setelah saya amati, tidak ada dosa yang bisa membuat keimanan lemah dibanding perbuatan zhalim kepada sesama manusia.’
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa melakukan transaksi riba merupakan tindakan yang paling zhalim terhadap sesama manusia, dosa yang dianggap paling melampaui batas, karena disejajarkan dengan pembunuhan. Sabda Nabi: Sesungguhnya darah kalian, harta kalian dan kehormatan kalian haram atas kalian. (HR Muslim).
Pemakan riba, setelah meninggal dunia berada di dalam sungai darah. Sebagaimana disabdakan Nabi,’Saya tadi malam melihat dalam mimpi, dua orang membawaku ke bumi yang suci, lalu kami pergi hingga datang di sungai darah, lalu ada orang yang berdiri di tengah sungai tersebut. Dan di pinggir sungai ada seseorang, yang di tangannya membawa batu. Lalu menghadap kepada orang yang ada di tengah sungai. Ketika orang yang ada di tengah sungai keluar, maka orang tersebut melempar batu hingga ia kembali ke tempat semula. Dan setiap ia ingin keluar, maka orang tersebut meleparnya hingga kembali ke tempat semula.’ Dan di akhir hadits, Nabi ditanya,’Siapa orang yang di tengah sungai darah itu?’ Beliau bersabda,’Orang yang saya lihat di tengah sungai darah ialah pemakan riba.’ (HR Bukhari dan Fathul Bari 12/439).
Keenambelas. Pemakan riba bangkit pada hari kiamat seperti orang gila atau kesurupan.
Demikian itu sebagai balasan hina dan sanksi keji yang akan dirasakan oleh setiap pemakan riba pada hari kiamat ketika dibangkitkan dari alam kubur, sebagaimana firman Allah, artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba. (QS Al Baqarah:275).
Said bin Jubair berkata,’Pada hari kiamat, pemakan riba dibangkitkan seperti orang gila karena kesurupan.’
Dhahak berkata,’Barangsiapa yang meninggal dunia dalam keadaan memakan riba, maka dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan seperti orang kesurupan karena gangguan syetan.’
Ketahuilah wahai saudaraku seiman. Bahwa Allah mengakhiri ayat-ayat yang melarang riba dan perintah untuk meninggalkan riba dengan firmanNya, artinya: Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). (QS Al Baqarah:281).
Ibnu Katsir berkata,’Antara turunnya ayat ini dengan kematian Rasulullah berselang tiga puluh satu hari.’
Ayat di atas merupakan wasiat Rabbani yang terakhir dalam Al Qur’an, dan sekaligus ayat yang terakhir turun sebagai mauizhah bagi semua hamba. Berisi wasiat tentang ketakwaan kepada Allah dan peringatan tentang cepatnya keduniaan dan harta kekayaan hilang lenyap, serta semua pasti akan menghadap Allah, kembali ke alam akhirat. Masing-masing mendapatkan balasan setimpal dengan apa yang telah diperbuat.
Rujukan:
Kamus Al Mu’jamul Wasith.Majmu’ Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.Mukhtashar Fikih Islami, Muhammad bin Ibrahim At Tuwaijiri.Al Wajiz Fi Fiqhus Sunnah wal Kitab, Abdul Azhim Al Khalafi.Al Mulakhasul Fiqhi, Syaikh Salih bin Fauzan Al Fauzan.Minhajul Muslim, Abu Bakar Al Jazairi.Fathul Bari, Ibnu Hajar.Syarah Shahih Muslim, An Nawawi.Bidayatul Mujtahid, Ibnu Rusyd.
Iklan
Kategori: Kumpulan Artikel Islam
Tinggalkan sebuah Komentar
Sampaikan Walau Satu Ayat
Blog di WordPress.com.
Kembali ke atas
Iklan