Pasal Kedua
AL-MASIH AD-DAJJAL
Oleh
Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil
12. Melindungi Diri dari Fitnah Dajjal
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan bimbingan kepada umatnya dengan sesuatu yang dapat bisa menjaga mereka dari segala fitnah Dajjal, beliau telah meninggalkan umatnya dengan jalan hidup yang sangat jelas, malamnya bagaikan siang, tidak akan ada orang yang menyimpang darinya kecuali dia akan celaka. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak meninggalkan kebaikan kecuali menunjuki umat kepadanya, demikian pula tidak pernah meninggalkan kejelekan kecuali memberikan peringatan kepadanya umat agar meninggalkannya, dan di antara hal yang beliau peringatkan adalah fitnahnya karena ia adalah sebesar-besarnya fitnah yang dihadapi oleh umat ini sampai tegaknya Kiamat. Sebelumnya setiap Nabi telah memberikan peringatan kepada umatnya akan adanya Dajjal yang buta matanya, adapun Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khusus diperintahkan untuk memberikan peringatan yang lebih, dan Allah Ta’ala telah banyak menjelaskan mengenai sifat-sifat Dajjal kepadanya agar umatnya selalu hati-hati. Sesung-guhnya dia akan keluar kepada umat ini, karena ia adalah umat yang terakhir dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para Nabi.
Berikut ini sebagian bimbingan Nabi yang diberikan kepada umatnya agar dia selamat dari fitnah yang besar ini, di mana kita pun selalu memohon kepada Allah agar memberikan keselamatan dan melindungi kita semua darinya.
a. Memegang teguh agama Islam dan mempersenjati diri dengan keimanan, mengenal Nama-Nama Allah dan sifat-sifat-Nya yang mulia yang tidak ada sesuatu pun berserikat di dalamnya. Maka ia akan mengetahui bahwa Dajjal adalah manusia biasa yang makan dan minum, dan bahwa Allah Ta’ala disucikan dari semua itu. Sesungguhnya Dajjal buta sebelah matanya, sementara Allah tidak buta. Sungguh, tidak akan ada orang yang dapat melihat Rabb-nya hingga dia mati, sementara Dajjal akan dilihat oleh manusia ketika dia keluar, baik orang mukmin maupun orang kafir.
b. Memohon perlindungan dari fitnah Dajjal, terutama ketika shalat. Telah diriwayatkan beberapa hadits shahih tentangnya.
Di antaranya adalah yang diriwayatkan oleh asy-Syaikhani dan an-Nasa-i, dari ‘Aisyah, isteri Nabi Radhiyallahu anhuma, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a di dalam shalatnya dengan do’a:
اَللّهُمَّ إِنِّـي أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ…
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah al-Masih ad-Dajjal….[1]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari rahimahullah, dari Mush’ab [2], dia berkata, “Sa’d pernah memerintahkan lima hal dan menyebutkannya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya beliau memerintahkannya… (di antaranya):
وَأَعُوْذُبِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا. (يَعْنِى: مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّالِ)
‘Dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia.’ (Yakni dari fitnah Dajjal).”[3]
Memaknai dunia dengan Dajjal merupakan satu isyarat bahwa fitnah Dajjal adalah sebesar-besarnya fitnah yang terjadi di dunia.” [4]
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا تَشَهَّدَ أَحَدُكُمْ؛ فَلْيَسْتَعِذْ بِاللهِ مِنْ أَرْبَعٍ؛ يَقُوْلُ: اَللّهُمَّ إِنِّـى أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ.
‘Jika salah seorang di antara kalian bertasyahhud, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dari empat hal, dengan mengucapkan, ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa Neraka, siksa kubur, fitnah kehidupan dan mati, dan dari kejahatan fitnah Dajjal.”[5]
Al-Imam Thawus rahimahullah [6] memerintahkan puteranya agar mengulangi shalat jika ia tidak membaca do’a ini di dalam shalatnya.[7]
Ini adalah dalil yang menunjukkan semangat kaum Salaf dalam mengajarkan anak-anaknya untuk melakukan do’a yang agung ini.
As-Safarini rahimahullah berkata, “Di antara sesuatu yang patut bagi setiap alim adalah hendaklah dia menyebarkan hadits-hadits tentang Dajjal pada anak-anak, kaum wanita dan kaum pria… dan telah diriwayatkan bahwasanya di antara tanda-tanda keluarnya (Dajjal) adalah melupakan penyebutannya di atas mimbar.”[8]
Hingga perkataan beliau, “Terutama di zaman kita sekarang ini, di mana telah banyak fitnah dan cobaan, sementara syi’ar-syi’ar Islam telah banyak yang lenyap, yang sunnah dianggap bid’ah sementara yang bid’ah menjadi syari’at yang diikuti. Laa haula walaa quwwata illa billaah.” [9]
c. Menghafal beberapa ayat dari surat al-Kahfi. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk membaca awal-awal dari surat al-Kahfi untuk menghadapi Dajjal, dan di dalam sebagian riwayat ayat-ayat terakhir dari surat tersebut, yakni dengan membaca sepuluh ayat dari awalnya atau dari akhirnya.
Di antara hadits-hadits yang menjelaskan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Muslim rahimahullah dari hadits an-Nawwas bin Sam’an yang panjang… (di dalamnya terdapat sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam):
مَنْ أَدْرَكَهُ مِنْكُمْ، فَلْيَقْرَأْ عَلَيْهِ فَوَاتِحَ سُوْرَةِ الْكَهْفِ.
“Barangsiapa di antara kalian bertemu dengannya, maka bacakanlah kepadanya permulaan surat al-Kahfi.” [10]
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan pula dari Abud Darda’ Radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ حَفِظَ عَشْرَ آيَاتٍ مِنْ أَوَّلِ سُوْرَةِ الْكَهْفِ؛ عُصِمَ مِنَ الدَّجَّالِ.
“Barangsiapa hafal sepuluh ayat dari awal surat al-Kahfi, maka dia akan dijaga dari Dajjal.”
Maksudnya dari fitnahnya.
Muslim rahimahullah berkata, “Syu’bah berkata, ‘Pada akhir-akhir surat al-Kahfi,’ al-Hammam berkata, ‘Dari awal surat al-Kahfi.’” [11]
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Sebab hal itu adalah keajaiban-keajaiban dan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada pada permulaan suratnya. Maka barang-siapa merenunginya, niscaya dia tidak akan terkena fitnah Dajjal, demikian pula di akhirnya, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا
“Maka apakah orang-orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) meng-ambil…” [Al-Kahfi: 102]” [12]
Ini adalah di antara keistimewaan surat al-Kahfi. Telah diriwayatkan beberapa hadits yang mendorong untuk membacanya, terutama pada hari Jum’at.
Al-Hakim rahimahullah meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ مَنْ قَرَأَ سُـوْرَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ؛ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّـوْرِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ.
“Sesungguhnya orang yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya dia akan diterangi oleh cahaya di antara dua Jum’at.” [13]
Tidak diragukan bahwa surat al-Kahfi memiliki kedudukan yang agung, karena di dalamnya terdapat ayat-ayat yang sangat memukau, seperti kisah Ashhabul Kahfi, kisah Musa bersama Khidir, kisah Dzul Qarnain, dan aktivitasnya membangun dinding penghalang besar yang menutupi Ya’-juj dan Ma’-juj, menetapkan adanya hari Berbangkit, tiupan sangkakala, dan penjelasan mengenai orang-orang yang merugi amalnya, mereka adalah orang-orang yang mengira bahwa mereka berada dalam petunjuk padahal mereka adalah orang yang berada dalam kesesatan dan kebodohan.
Maka sudah seharusnya bagi setiap muslim untuk bersemangat dalam membaca surat ini, menghafalnya, dan mengulang-ulangnya, terutama pada sebaik-baiknya hari di mana matahari terbit, yaitu hari Jum’at.
d. Berlari dan menjauhi Dajjal, dan lebih utama ialah menetap di Makkah atau Madinah. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa Dajjal tidak akan bisa masuk ke dalam dua tanah haram. Maka ketika Dajjal keluar hendaklah seorang muslim menjauh darinya, hal itu karena berbagai syubhat juga hal-hal di luar kebiasaan yang sangat besar yang telah Allah berikan kepadanya sebagai fitnah bagi manusia. Dajjal akan mendatangi seseorang yang meyakini ada keimanan di dalam hatinya, akan tetapi pada akhirnya dia akan mengikuti Dajjal. Hanya kepada Allah-lah kita memohon semoga Dia melindungi kita dan seluruh kaum musliminh dari fitnahnya.
Imam Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim rahimahullah meriwayatkan dari Abu
Dahma’ rahimahullah [14], dia berkata, “Aku mendengar ‘Imran bin Hushain Radhiyallahu anhu meriwayatkan sebuah hadits, dia berkata, ‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَمِعَ بِالدَّجَّالِ؛ فَلْيَنْأَ عَنْهُ، فَوَ اللهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيْهِ وَهُوَ يَحْسَبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ، فَيَتَّبِعُهُ مِمَّا يُبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ، أَوْ لِمَـا يُبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ.
‘Barangsiapa mendengar kedatangan Dajjal, maka hendaklah ia menjauh darinya. Demi Allah, sesungguhnya seseorang mendatanginya padahal dia menganggap bahwa dirinya adalah seorang mukmin, lalu dia meng-ikutinya karena banyaknya syubhat yang menyertainya, atau tatkala syubhat menyertainya.’” [15]
[Disalin dari kitab Asyraathus Saa’ah, Penulis Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Daar Ibnil Jauzi, Cetakan Kelima 1415H-1995M, Edisi Indonesia Hari Kiamat Sudah Dekat, Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Shahiih al-Bukhari, kitab al-Adzaan bab ad-Du’aa’ qablas Salaam (II/317, al-Fat-h), dan Shahiih Muslim, kitab al-Masaajid wa Mawaadhi’ush Shalaah, bab at-Ta’awwudz min Adzaabil Qabri wa Adzaabi Jahannam (V/87, Syarh an-Nawawi).
[2]. Dia adalah Mush’ab bin Sa’d bin Abi Waqqash, lihat Fat-hul Baari (XI/175).
[3]. Shahiih al-Bukhari, kitab ad-Da’awaat, bab at-Ta’awwudz min Adzaabil Qabri (XI/174, al-Fat-h).
[4]. Fat-hul Baari (XI/179).
[5]. Shahiih Muslim, kitab al-Masaajid wa Mawaadhi’ush Shalaah, bab at-Ta’awwudz min Adzaabil Qabri wa Adzaabi Jahannam (V/87, Syarh an-Nawawi).
[6]. Beliau adalah al-Imam Thawus bin Kisan al-Yamani, Abu ‘Abdirrahman, salah seorang tokoh Tabi’in, bertemu dengan lima puluh Sahabat, dan melakukan haji sebanyak empat puluh kali, dia adalah orang yang mustajab do’anya. Ibnu ‘Uyainah berkata, “Ada tiga orang yang menjauhi para penguasa: Abu Dzarr pada masanya, Thawus pada zamannya, dam ats-Tsauri pada zaman-nya.” Beliau wafat pada tahun 106 H rahimahullah.
Lihat biografinya dalam Tahdziibut Tahdziib (V/8-10).
[7]. Lihat Shahiih Muslim, kitab al-Masaajid wa Mawaadhi’ush Shalaah, bab at-Ta’awwudz min Adzaabil Qabri wa Adzaabi Jahannam (V/87, Syarh an-Nawawi).
[8]. Di dalam masalah ini diriwayatkan hadits yang dishahihkan oleh al-Haitsami dalam Majmaa’uz Zawaa-id dari ash-Sha’bi bin Jatsamah, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah J bersabda, ‘Tidak akan keluar Dajjal hingga manusia lupa tidak menyebutkannya, dan hingga umat tidak menyebutkannya lagi di atas mimbar.”
Lihat Majma’uz Zawaa-id wa Manba’ul Fawaa-id (VII/335).
[9]. Lawaami’ul Anwaar al-Bahiyyah (II/106-107).
[10]. Shahiih Muslim, kitab al-Fitan bab Dzikrud Dajjal (XVIII/65, Syarh an-Nawawi).
[11]. Shahiih Muslim, kitab Shalaatul Musaafiriin, bab Fadhlu Suuratil Kahfi wa Aayatul Kursi (VI/92-93, Syarh an-Nawawi).
[12]. Syarah an-Nawawi li Shahiih Muslim (VI/93).
[13]. Mustadrak al-Hakim (II/368), beliau berkata, “Isnad hadits ini shahih, akan tetapi keduanya tidak meriwayatkannya.”
Adz-Dzahabi berkata, “Nu’aim (Ibnu Hammad) memiliki al-Manaakir (hadits-hadits munkar).”
Al-Albani berkata, “Shahih.” Shahiih al-Jaami’ish Shagiir (V/340, no. 6346).
[14]. Beliau adalah Qarfah bin Bahis al-‘Adawi al-Bashri, Tabi’in, tsiqah, meriwayatkan dari sebagian Sahabat seperti ‘Imran bin Hushain, Samurah bin Jundub dan yang lainnya.
Lihat biografinya dalam Tahdziibut Tahdziib (VIII/369).
[15]. Al-Fat-hur Rabbaani (XXIV/74), Sunan Abi Dawud (XI/242, ‘Aunul Ma’buud), dan Mustadrak al-Hakim (IV/531).
https://almanhaj.or.id/3247-pasal-kedua-melindungi-diri-dari-fitnah-dajjal.html