Kamis, 13 Januari 2022
Banyak orang yang tidak bisa menempatkan kalimat Insya Allah dalam keadaan yang tidak tepat.
Alhasil itulah yang menjadikan Insya Allah merupakan kalimat yang ngawur ketika diucapkan secara sembarangan.
Simak penjelasan Gus Baha berikut,
Beliau menjelaskan, suatu ketika Nabi Muhammad bertanya kepada para sahabat, “Apa tanda-tanda kalian orang beriman.”
Para sahabat menjawab bahwa bukti seorang mukmin (beriman) itu adalah sabar dalam menghadapi cobaan.
Lalu, bersyukur atas nikmat kehidupan yang diberikan oleh Allah. Maksudnya adalah bersyukur dalam setiap waktu kata Gus Baha.
Kemudian, ridha atas ketetapan-Nya yang sudah terjadi dan diatas perkara tersebut sudah ditetapkan sejak zaman azali yang sudah terjadi.
Rasul bersabda, “Kamu adalah mukmin sejati, kalian semua adalah orang yang beriman dengan sepenuhnya.”
Semua orang Islam berhak mengatakan, ‘saya seorang mukmin’ bahkan ada orang yang ditanya jawabnya selalu Insya Allah,” jelas Gus Baha.
Contohnya semisal ketika ditanya, “Hutangmu mau dibayar tidak?, jawabannya Insya Allah.
Sayangnya kenyataannya orang kebanyakan jika menjawab seperti itu maka tidak akan membayar hutangnya menurut Gus Baha.
“Itu kalimat yang sembrono (ngawur), karena sebenarnya kalimat Insya Allah tidak boleh digunakan untuk sesuatu yang nyata (jelas),” ujarnya.
Beliau menjelaskan alasannya, sebab kewajiban iman (kepada Allah) itu nyata maka tidak boleh seorang mukmin mengatakan Insya Allah.
Itulah mengapa terkadang orang yang sopan itu lebih buruk dibandingkan orang yang tidak sopan.
“Karena hal-hal yang sudah jelas itu jangan malah mengucapkan Insya Allah,” ucap Gus Baha.
Sehingga seharusnya ketika ditanya semisal tentang hutang, segera beri kepastian sekiranya kapan membayar. Jangan gunakan kalimat Insya Allah.
Namun memang ada suatu keadaan secara terpaksa memang diriwayatkan secara jelas bahwa terdapat kalimat Insya Allah sekalipun itu terhadap sesuatu yang sudah jelas.
“Akan tetapi tujuan mengucapkan Insya Allah tersebut adalah tabaruk (supaya berkah),” ujarnya.
bukan makna Insya Allah yang menggantungkan hukum pada Allah,” sambungnya.
Gus Baha memberikan contoh, ketika pergi ke kuburan entah itu sanak saudara, keluarga, dan sebagainya.
Disunnahkan untuk mengucapkan salam, “Assalamualaikum daara qaumin mu’minin, wa inna insya Allah bikum lahiquun.”
Kamu mengatakan insya Allah padahal kamu pasti nyatanya akan mati, karena kalimat ini sakral maka tujuan mengucapkannya hanya karena mencari berkah, sudah cukup begitu saja,” ungkap Gus Baha.
“Itulah mengapa lafal Insya Allah disini kata para ulama tidak bermakna menggantungkan hukum kepada Allah namun berniat tabaruk (mencari berkah),” pungkasnya.