Kamis, 22 Muharram 1440 H / 4 Oktober 2018
Penyimpangan Jalan Dakwah
Muhammad Nuh – Kamis, 7 Rabiul Awwal 1430 H / 5 Maret 2009 18:08 WIB
Jalan dakwah adalah jalan yang jelas petunjuk-petunjuknya, lurus tujuannya. Tapi, orang yang berjalan di atasnya senantiasa berpotensi melakukan penyimpangan yang bisa menjauhkan dia dari perjalanan yang benar.
Penyimpangan ini bisa terjadi karena dia terlalu bersemangat. Terutama tatkala kita menyangka bahwa orang yang berminat untuk bekerja di bidang dakwah Islam pada hari ini adalah orang-orang yang benar, bersungguh-sungguh dan ikhlas.
Sebenarnya mereka hanyalah bersimpati dan terpengaruh dengan apa yang mereka dengar dan saksikan tentang berbagai penindasan, gangguan, siksaan dan pembunuhan terhadap pembawa bendera dakwah Islam sebelum mereka.
Dari sinilah, kita mesti segera menyabarkan para pemuda muslimin yang merupakan buinga-bunga yang sedang mekar dari tengah-tengah gelanggang penglibatan dan pelaksanaan supaya mereka tidak tergelincir dan tidak menyimpang karena tidak mempunyai pengetahuan dan penjelasan yang cukup.
Ini perlu supaya jejak langkah mereka tidak tergelincir setelah tetap dan mantap pendiriannya, supaya mereka sempat memperbaiki urusan mereka sebelum memperbaiki urusan musuh. Di sini kita perlu berjaga-jaga dan memelihara dari berbagai bentuk penyimpangan karena menjaga dan memelihara kesehatan lebih baik daripada mengobati.
Firman Allah:
"Dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan yang lain) kerana jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa". (Al-An’aam: 153)
Firman Allah:
"Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak kamu kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (Yusuf:108)
5.1 Faktor-faktor yang Membawa ke Arah Penyimpangan
Sebelum kita membahas faktor-faktor penyimpangan, marilah kita teliti dahulu pra situasi dan kondisi yang membawa kepada penyimpangan.
Di antaranya, adanya kekosongan ruhiyah dan ma’nawiyah, di mana para pemuda dibiarkan kosong dalam waktu yang cukup lama, kedangkalan pelajaran agama, tidak ada tarbiyah, maraknya kerusakan akhlak dan penghalalan segala cara, berkembangnya keraguan dan buruk sangka di dalam akidah. Di samping itu, ambur-adulnya program strategi jamaah yang bertanggungjawab mengatur dan mengorganisasi para aktivis dakwah kepada Allah.
5.2 Kita Tidak Menuduh Niat Mereka
Dalam mengungkap penyimpangan-penyimpangan yang jauh dari jalan dakwah yang benar, kita hanya bertujuan memberi nasihat dan pengarahan dengan semata-mata mengharap keridhaan Allah. Tidak pernah terlintas di fikiran kita untuk menuduh dan meragukan niat mereka, ataupun mengganggu seseorang ataupun hendak membuat stigma buruk kepada seorang muslim.
5.3 Ilmu dan Penyimpangan
Tempat tergelincir yang paling berbahaya ialah fitnah ilmu. Kadangkala orang yang melalui jalan dakwah yang mencari ilmu dasar ma’rifah akan mendapatkan suatu pengaruh dan akan merasakan satu perubahan yang besar dalam drinya, setelah melewati hidup dalam kekosongan dan kesesatan.
Dia kagum dan silau dengan sinaran ilmu dan makrifah yang diperolehnya dari hasil kajiannya dalam kitab-kitab dakwah Islam. Dia yakin bahwa ilmu yang diperolehnya sudah berlimpah. Kemudian, dia menyangka telah mempunyai kemampuan untuk beristinbat dan mengeluarkan hukum dari ilmu yang telah diketahuinya dari nas-nas, dalil-dalil Al-Quran dan Sunnah Rasullah s.a.w.
Kadangkala dia berpegang teguh sebab lahiriah satu-satunya dalil dan tidak mau menerima hujah orang lain. Di lain pihak, dia menganggap dirinya telah sampai kepada peringkat mujtahid lantas dengan beraninya mengeluarkan fatwa-fatwa hukum syara’ di dalam beberapa perkara yang dikemukakan kepadanya.
Benarlah ada orang yang berkata: "Orang yang paling berani mengeluarkan fatwa ialah orang yang paling kurang ilmunya."
Lebih berbahaya dari itu, dia berani pula merendah-rendahkan tingkatan imam-imam
mujtahidin yang silam jika didapati pandangannya bertentangan dengan pandangan mereka, atau sekurang-kurangnya dia berkata: "Mereka itu lelaki dan kita pun lelaki juga."
Satu lagi tempat tergelincir ilmu, yaitu apabila orang yang berjalan di atas jalan dakwah telah dikuasai oleh kelezatan dan kenikmatan ma’rifah nabi, dimabukkan oleh pembacaan dan mutala’ah semata-mata, sehingga jihadnya berhenti di dalam bidang itu saja tanpa melibatkan lagi di dalam jihad dan amal yang lain yang dituntut oleh agama.
Akhirnya hatinya menjadi terlalu kyusuk dalam membaca berbagai kitab dan berbagai majalah yang dipenuhi makalah ilmiah semata-mata. Ini menjadikan dia lengah dari memberi perhatian ke arah menyuburkan iman, memperkuat jihad dan dakwah Islam.
Cara untuk memelihara diri dari yang demikian ialah dengan cara menuntut ilmu yang
berguna tanpa mudah terpedaya dan tidak melewati batas, dan selalu merasa yakin bahwa apa yang telah kita ketahui adalah lebih baik dari apa yang belum kita ketahui.
Barangsiapa yang mengaku bahwa dia telah mengetahui maka dia telah menjadi jahil. Kemudian kita ikat ilmu dengan amal. Jangan terlalu berani mengeluarkan fatwa. Kita mesti senantiasa berlapang dada tanpa menutup diri dan menutupnya dengan pemahaman yang terbatas.
Kita mesti adil terhadap manusia dan menilai mereka menurut peringkat dan kedudukan mereka. Semoga Allah memberi rahmat kepada seseorang yang mengenali kadar dirinya.
5.4 Di Antara Furu’iah (Cabang) dan Usul
Satu lagi penyimpangan yang terjadi pada aktivis yang berjalan di atas jalan dakwah ialah lebih mementingkan bentuk lahir dari isi dan batin, atau sibuk mengurus penampilan sebelum mengurus isi dan batin. Ini adalah salah dan bahaya.
Padahal sepatutnya sebelum kita menyuruh orang dengan berbagai anjuran yang bersifat cabang, kita mesti terlebih dahulu bersama mereka mengukuhkan dan menegakkan perkara-perkara usul atau dasar akidah Islam dalam diri kita. Ini nantinya akan mendorong kita untuk tawakal mengikuti perintah Allah dan bangkit melaksanakan segala ajaran Islam. Mulai dari urusan universal hingga urusan parsial.
Kita akan dengan rela hati menerima segala ajaran Islam dari yang sebesar-besarnya hingga kepada yang sekecil-kecilnya sebagai ibadat kita kepada Allah. Tetapi kalau kita jadikan perkara furu’iah (cabang-cabang) sebagai asas yang kita mesti iltizam dengannya sebagai dasar, sedangkan kita baru mulai berjalan di atas jalan dakwah, maka da’i yang sedemikian rupa menjadikan objek dakwah yang kita seru menjauh dari dakwah kita dan secara langsung kita menghalangi mereka dari berjalan di atas jalan dakwah bersama kita.
Akhirnya secara tidak disadari, kita dapati diri kita terasing disebabkan oleh uslub dan cara yang salah. Kita mesti mampu membedakan antara mengiltizamkan diri dan mengiltizamkan orang lain dari diri kita. Kita telah pun maklum pada diri kita bahwa akidah Islam itu berawal dengan menegakkan akidah; iman dan tauhid di dalam jiwa
dan iman itulah yang mendorong para da’i untuk menyerahkan diri pada Allah mengikut perintah Allah tanpa ragu dan bimbang. Hal ini karena kita tidak boleh menyimpang dari manhaj dan cara yang bijaksana ini.
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan nikmat dan nasihat yang baik." (AnNahl:125)
5.5 Antara Berkeras-keras dan Bersusah-payah
Kadang-kadang orang yang berjalan di atas jalan dakwah terlepas dari penyelewengan yang lain yang tidak kurang bahayanya. Dia terlalu berkeras sangat, bersusah-susah sangat lalu membebankan dirinya dengan melakukan tugas-tugas ketaatan dan ibadat yang di luar kemampuannya dengan keyakinan bahwa perlakuan yang demikian untuk melatih diri dalam rangka memudahkannya untuk mengikut manhaj Ilahi.
Akhimya, ia tidak mampu meneruskan perjalannya lalu tercecer di tengah jalan hingga rela mengabaikan perkara-perkara yang fardhu dan asasi hingga kepada perkara-perkara sunat dan nawafil. Rasulullah telah mengarahkan kita supaya mengelakkan diri dari cara yang demikian.
Sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud, "Sesungguhnya Allah tidak jemu sehingga kamu jemu."
Di sini, kita wajib membedakan antara tindakan yang tegas penuh kesungguhan dengan berpayah-payah serta membebankan diri di luar kemampuan. Sesungguhnya nafsu itu adalah ibarat anak kecil, apabila dia dimanjakan akan terus mencintai penyusuan, tetapi apabila dipisahkan, ia akan berhenti menyusu kepada ibunya. Jadi tidak boleh tidak, nafsu mesti ditundukkan dan dikendalikan di dalam batas-batas kemampuan karena Allah Taala telah berfirman sebagai ajaran untuk kita:
"Ya Tuhan kami janganlah Engkau membebankan kami dengan sesuatu yang tidak sanggup kami memikulnya." (Al-Baqarah: 286)
Jalan dakwah itu panjang dan sukar. Karena itu, para aktivis dakwah yang ingin maju meneruskan dakwah jangan membebankan dirinya dengan beban yang dia sendiri tidak mampu memikulnya. Karena amal yang sedikit tetapi berterusan itu lebih baik dari amal yang banyak tetapi terputus dan terhenti di tengah jalan.
Kita juga tidak sepatutnya bersikap santai, karena beban kita banyak, sementara dakwah memerlukan para aktivis yang mempunyai cita-cita yang tinggi, kemahuan yang kuat, keazaman yang tegas, tangkas dan unggul.
5.6 Di Antara Sikap Terburu-buru dan Longgar
Adakalanya orang yang berjalan di atas jalan ini terlalu optimis. Apabila ia tidak melihat tanda-tanda kemenangan sedangkan ia telah mengalami berbagai kepayahan dan ujian disepanjang jalannya, dan ia telah memberi pengorbanan yang besar; dia mungkin terdorong oleh semangatnya yang berapi-api dan penuh ghairah untuk menggunakan kekuatan senjata sebagai cara untuk mempercepat perjalanan.
Lidahnya seolah-olah berkata: "Walaupun aku yang datang kemudian, aku mesti mampu membuat sesuatu yang tidak dapat dibuat oleh orang-orang sebelumku."
Dengan demikian, dia dan orang-orang yang sejalan dengannya membuat sesuatu di luar perencanaan yang rapi, yang di dorong oleh semangat yang berapi-api dan membabi-buta. Akhirnya bukan saja dakwah tidak sampai kepada tujuan yang dicita-citakan bahkan merusak dan membahayakan harakah Islam.
Wajib difahami secara mendalam bahwa kekuatan yang pertama ialah kekuatan akidah dan keteguhan iman yang diiringi pula dengan kekuatan persatuan dan kebersamaan. Akhir sekali barulah kekuatan tangan dan senjata. Itu pun jika sudah tidak mempunyai jalan dan pilihan lain.
Oleh kerana itu marilah kita sama-sama melihat kembali dan memahami maksud kata-kata indah dan halus oleh Imam Hassan Al-Banna di dalam tulisannya di dalam "RISALAH MUKTAMAR KELIMA" di bawah tajuk "Al-Ikhwan: Kekuatan Serta Pemberontakan".
5.7 Antara Politik dan Tarbiyah
Ada lagi satu penyimpangan yang bisa menjauhkan kita dari jalan yang sehat. Yaitu, kita memandang enteng proses tarbiyah, pembentukan dan perlunya beriltizam dengan ajaran Islam dalam membentuk dasar dan asas yang teguh.
Lantas kita seolah-olah ikut-ikutan, lalu menggunakan cara dan uslub politik menurut sikap dan perilaku partai-partai politik. Kita akan mudah terpedaya dengan jumlah anggota yang kita rekrut, yang dianggap menguntungkan tanpa mewujudkan iltizam tarbiyah. Ini adalah satu jalan dan cara yang sangat berbahaya yang bisa berakibat fatal.
Sebenarnya kita tidak kekurangan jumlah, tetapi kita kekurangan mutu. Kita kekurangan teladan Islam yang kuat imannya yang membulatkan dirinya untuk dakwah, rela berkorban pada jalan dakwah dan jihad fi-sabilillah dan yang senantiasa istiqamah hingga bertemu Tuhannya.
Oleh kerana itu, marilah kita beriltizam dengan tarbiyah dan jangan kita redha menukarkannya dengan cara yang lain.
5.8 Antara Dakwah dan Manusia
Kita adalah manusia yang kadangkala benar dan kadang salah dan kadangkala kita berbeda pendapat. Ini merupakan perkara biasa bagi siapa pun yang bekerja dan berusaha di dalam suatu urusan.
Tetapi, di bawah naungan cinta, kasih sayang dan persaudaraan karena Allah, dan dorongan ikhlas dan tajarrud (membulatkan diri kerana Allah), segala kesalahan bisa diluruskan, perbedaan pendapat bisa diperbaiki, arahan bisa disampaikan, dipertimbangkan dan dirumuskan serta diselaraskan. Hal ini melahirkan tolong-menolong dan bahu-membahu di antara kita semua.
Perbedaan pendapat di dalam sesuatu perkara tidak berbahaya selagi diikat dengan rasa cinta dan kasih sayang. Tetapi jika ditonjolkan oleh orang-orang yang tertentu yang mempunyai kepentingan lalu dikobarkan di dalam suasana marah karena membela diri dan rasa bangga bisa menjerumuskan kita dalam melakukan dosa dan merugikan dakwah. Di sinilah setan masuk, dan membangkitkan perpecahan.
Akhirnya, segala usaha menjadi hancur berantakan, waktu dihabiskan dalam konflik dan perdebatan. Jika ini terus terjadi dan berulang maka dakwah dan kepentingannya akan tergerus di dalam suasana yang demikian.
Padahal, sewajarnyalah segala usaha pembinaan perlu dikonsentrasikan kepada generasi yang sedang tumbuh dan mekar dalam mendidik dan mempersiapkan mereka dengan sebaik-baiknya.
Inilah sebagian dari penyimpangan dan ketergelinciran di sepanjang jalan dakwah.
Marilah kita sadari dan pelihara diri kita daripadanya. Kita senantiasa tanpa henti meminta pertolongan kepada Allah Taala supaya Dia membimbing kita, memimpin kita melalui jalan yang benar dan menunjuki kita jalan lurus karena sesungguhnya Dia Maha Kuasa membuat apa yang dikehendakiNya.