Selasa, 17 September 2013

Mengenakan Hijab Sesuai Syar’i

 Mengenakan Hijab Sesuai Syar’i

Di zaman saat ini, yaitu zaman penuh fitnah, banyaknya kaum wanita yang berlomba-lomba untuk menonjolkan kecantikannya dan mempertontonkan auratnya di depan khalayak ramai. Oleh karena itu Allah telah memerintahkan kita untuk menjaga aurat kita dengan mengenakan hijab sesuai dengan syar’i, agar terhindar dari gangguan-gangguan laki-laki asing yang bukan mahram dan lebih menjaga kehormatan seorang wanita.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَمَا كانَ لِمُؤمن وَلَا مُؤمِنةٍ إِذا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أمرًا أن يَكونَ لهم الخِيَرَة مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ الله وَرَسُولهُ فقد ضَلَّ ضلالاً مبينا
“Dan tidaklah patut bagi laki laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi wanita yang mu’minah apabila Allah dan rasul Nya telah menetapkan suatu ketetapan ,tidak akan ada bagi mereka pilihan yang lain tentang urusan mereka .dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan rasul Nya maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” (Qs Al Ahzaab: 36)
و قل للمؤمنات يغضضن من أبصارهن و يحفظن فروجهن , ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها ,وليضربن بخمرهن على جيوبهن
“Katakanlah pada wanita wanita yang beriman; ‘’hendaknya mereka menahan pandangan mereka dan menjaga kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan nya kecuali apa yang biasa tampak dari padanya dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung kedada mereka” (Qs An Nuur: 31)
يا أيّها النبيّ قل لأزواجك وبناتك ونساء المؤمنين يدنين عليهنّ من جلابيبهنّ ذلك أدنى أن يُعرَفنَ فلا يُؤذين وكان الله غفوراً رحيماً
“Wahai para nabi katakanlah kepada istri istrimu, ,anak-anak perempuanmu dan istri istri orang-orang mukmin; ‘Hendaklah mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’”  (Qs Al Ahzaab: 59)
Didalam ayat ini Allah ta’ala menyebutkan tentang kata “jilbab”. Makna jilbab yaitu pakaian longgar yang menjulur, menutupi kepala sampai dibawah mata kaki, ada yang mengatakan; yaitu selimut yang menutupi atau kain longgar yang menutupi wanita berupa kain longgar yang melilit tubuhnya. Kebanyakan ulama tafsir berpendapat bahwa jilbab adalah yang menutupi kepala, sebagaimana yang dikutip dari Imam At-Thabarii dalam tafsir nya dari Ibnu Abbas, Qatadah, Hasan Al Bashri, Said Ibnu Jubair, Ibrahim An-Nakha’i, dan Atha’ bin Abi Rabbah .
Dalil dari as-sunnah tentang wajibnya jilbab diantaranya yaitu :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم في صحيح مسلم ( صنفان من أهل النار …. نساء كاسيات عاريات، مميلات مائلات، رؤسهن كأسمنة البخت المائلة [تصفف الشعر فيصبح كسنام الجمل ] ، لا يدخلن الجنة، ولا يجدن ريحها . وإن ريحها ليوجد من مسيرة كذا وكذا ). الحديث صحيح
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua golongan yang termasuk penghuni neraka Mail (nama neraka) yaitu, wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang yang membuat hati jadi terfitnah, kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau surga dapat tercium dari jarak yang sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
عن أم عطية رضي الله عنها قالت : (أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نخرجهن في الفطر والأضحى، العواتق (اللائي لم يتزوجن ) ، والـحُيَّض (عليها حيض ) ، وذوات الخدور (المتزوجات ) ، أمَّـا الحيض فيعتزلن الصلاة ويشهدن الخير ودعوة المسلمين، قلت : يا رسول الله ! إحدانا لا يكون لها جلباب؟ قال : لتلبسها أختها من جلبابها ) .راه البخاري ومسلم .
Dari Ummu Atiyyah radhiyallahu ‘anha berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami untuk mengeluarkan anak-anak wanita perawan dan wanita-wanita menikah pada hari raya ‘idhul fitri dan ‘adha , adapun wanita-wanita yang haidh mereka menjauh dari tempat shalat dan menyaksikan kebaikan dan da’wah kaum muslimin. Maka saya berkata, ‘Wahai Rasulullah salah seorang dari kami tidak mempunyai jilbab?’ Maka beliau berkata, ‘Hendaknya salah seorang saudaranya meminjamkan jilbabnya.’ (HR Bukhari dan Muslim)
Dan begitu pula para ulama dan mujtahid sejak jaman Rasulullah dan para sahabatnya serta tabi’in hingga para ulama jaman kita sekarang semuanya bersepakat tentang wajibnya hijab (jilbab) yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan (menurut sebagian pendapat) bagi wanita.dan menyelisihi atau melanggar perintah Allah dan Rasul-Nya merupakan penentangan. Padahal Allah ta’ala bersabda :
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءتْ مَصِيراً
Barang siapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya setelah datang kebenaran padanya dan mengikuti jalan selain jalannya kaum mu’minin .Kami biarkan dia pada kesesatannya dan Kami masukkan ia kedalam jahannam dan jahannam itru seburuk buruk tempat kembali.” (Qs An Nisa: 115)
Syarat-Syarat Jilbab Syar’i
  1. Hendaknya menutupi seluruh tubuh kecuali bagian yang dikecualikan. (terdapat perselisihan diantara para ulama dalam memahami dalil sehingga sebagian ada yang berpendapat bahwa selurah tubuh wanita adalah aurat tanpa terkecuali dan sebagian lagi berpendapat bahwa seluruhnya aurat kecuali wajah dan telapak tangan). Disyaratkan longgar agar lekuk-lekuk tubuh tidak tampak karena ketatnya pakaian.
  2. Bukan pakaian perhiasan (yang dihiasi dengan manik-manik dan yang semacamnya).
  3. Tebal dan tidak transparan sehingga tubuh tidak tampak dari luar.
  4. Tidak ketat sehingga tidak menampakkan bagian-bagian tubuh.
  5. Tidak boleh diberi wewangian atau parfum.
  6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
  7. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir.
  8. Bukan termasuk pakaian syuhrah (pakaian sensasi yang membuatnya tampil beda dari yang lain )
Tabarruj
Termasuk adab-adab yang dijelaskan dalam Al-Qur’an al Karim bagi wanita muslimah yaitu ketika keluar dari rumahnya tidak boleh bertabarruj. Tabarruj yaitu perbuatan wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikan, serta segala sesuatu yang wajib ditutupi yang dapat mengundang syahwat kaum lelaki karena tujuan utama perintah memakai jilbab adalah untuk menutupi perhiasan kaum wanita .
Imam Adz Dzahabi berkata; diantara perbuatan yang menyebabkan seorang wanita terkena laknat adalah dengan sengaja menampakkan perhisan berupa emas, mutiara dan perak yang ada di tubuh mereka dan memakai wewangian tatkala keluar dari rumah, memakai pakain luar yang pendek dan memanjangkan lengan bagian dalamnya. Semua perbuatan ini termasuk dalam kategori tabarruj yang dimurkai Allah ta’ala, pelakunya akan terkena murka-Nya, baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa: Rasulullah bersabda “Aku melihat kedalam neraka ,ternyata aku mendapati penghuninya kebanyakan dari para wanita (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan sebagian dari wanita-wanita muslimah bahkan ada yang memakai celana panjang, baju panjang yang ketat, warna-warna mencolok atau bahkan menampakkan sebagian anggota tubuhnya seperti rambutnya atau pundaknya padahal bagian tubuh tersebut bagian dari aurat yang harus ditutupinya ketika keluar dari rumahnya. Hal ini mereka lakukan karena mereka tersalah dalam memahami makna dari jilbab syar’i yang sebenarnya atau karena kebodohan dan ketidak fahamannya tentang jilbab itu sendiri. Mungkin dia memakainya hanya sekedar ikut-ikutan tren mode atau dia memakainya kerena merasa terlihat lebih cantik dengan kerudung yang sekedar menghiasi wajahnya.
Oleh karena itu wahai saudariku muslimah hendaknya kita menjaga penampilan kita ketika berada diluar dan di dalam rumah, menjaga kehormatan kita sebagai wanita. Diantara hikmah diperintahkannya kita berhijab dengan hijab yang syar’i adalah agar kehormatan kita sebagai wanita terjaga, terhindar dari fitnah, agar masyarakat islam terwujud dan juga membantu para saudara kita dari kalangan laki-laki untuk menundukkan pandangan mereka .
Dan hendaknya para wanita tidak memakai wewangian ketika keluar dari rumah yang mana wewangian tersebut akan tercium oleh para lelaki sehingga menimbulkan fitnah bagi mereka. Rasulullah ‘alaihi shalatu wassalam bersabda ”Wanita mana saja yang memakai wangi-wangian lalu dia keluar melewati kaum lelaki dan mereka mencium bau wanginya maka dia termasuk wanita pezina’’ Kita memohon perlindungan kepada Allah dari hal itu.
Dan juga wahai saudariku semoga Allah menjaga kita semua, hendaknya para wanita menjauhi perbuatan menyerupai para wanita wanita kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir akan senang dan gembira melihat para wanita muslimah melakukan hal yang seperti mereka lakukan. Wanita muslimah ini tidaklah sadar bahwa ternyata dia telah menjadi korban misi besar orang-orang kafir yaitu menjauhkkan kaum muslimin dari agamanya sehingga dengan mudah mereka akan menguasainya dan menjajahnya (padahal itulah sebenar benarnya penjajahan). Akan tetapi jika kita berpegang teguh menjalankan perintah Allah dan Rasul-Nya niscaya mereka tidak akan mampu sedikitpun untuk menguasai kita.
Untuk itu sangatlah penting bagi kita semua untuk belajar dan menuntut ilmu syar’i (agama) agar kita tahu dan mengerti tentang hakikat ajaran agama kita yang sebenarnya. Bukan hanya mengambil dan menuntut ilmu agar mendapatkan kedudukan dan kesenangan dunia akan tetapi akhirat itulah yang lebih utama. Bukan pula kita mengambil ilmu agama berdasarkan berita-berita semata sehingga kita tidak mengerti kebenarannya, lalu kita amalkan padahal amalan itu sama sekali bukan bagian dari ajaran agama kita, lalu kita sampaikan pula pada orang lain, lalu dia melaksanakan apa yang kita sampaikan lalu menjadi orang yang sesat dan menyesatkan orang lain. Semoga Allah ta’ala melindungi kita dari segala bentuk kesesatan.
Saudariku muslimah semoga Allah merahmati anda semua. Ketahuilah bahwa pakaian longgar yang dikenakan oleh sebagian dari saudari-saudari kita yang berpegang teguh pada agamanya bukanlah merupakan budaya dari negeri arab, bukan pula sekedar budaya islam, akan tetapi hal itu merupakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Pakaian itulah hakikat jilbab yang sebenarnya bukan seperti persangkaan sebagian orang dari kalangan kaum muslimin itu sendiri yang menganggap bahwa jilbab yang longgar, yang tertutup seperti yang dikehendaki syariat merupakan sekedar budaya dari arab yang tidak pantas diterapkan di negeri kita ini .
Akan tetapi saudariku fillah, jangan kalian mengira bahwa dengan melaksanakan syariat kita terbebas dari ujian? Tidak saudariku fillah, bahkan kita tidak dikatakan beriman kalau kita belum diuji oleh Allah ta’ala, orang yang berpegang teguh pada ajaran agamanya akan banyak mendapati gangguan ujian dan cobaan ketika dia berusaha menjadi seorang muslimah yang taat pada ajaran agamanya. Dia seperti seorang yang asing ditengah orang orang yang dia kenali, di tengah keluarga yang dia cintai, di tengah masyarakat yang dia kenali dengan baik. Janganlah takut saudariku fillah, janganlah takut akan keterasingan, karena islam itu datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing, maka beruntunglah bagi orang-rang yang terasing.
Di samping itu wahai saudariku muslimah hendaknya kalian para wanita muslimah menghiasi diri kalian dengan akhlak karimah agar bersesuian antara akhlak dan hijabnya. Dari hijablah tercermin kepribadian seseorang, dan sungguh tidaklah pantas jika ada wanita muslimah yang berhijab tapi perilakunya tidak mencerminkan kepribadian seorang muslimah yang afifah (menjaga dirinya dan kehormatannya dari perbuatan tercela). Hendaknya wanita muslimah menjaga harga dirinya agar wanita muslimah menjadi seperti sekuntum bunga yang sangat indah, yang menebarkan aroma yang wangi semerbak, dengan parasnya yang cantik secantik akhlak dan perilakunya yang didasari oleh ketaatannya pada Rabbnya.
Semoga Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa menjaga dan menberikan kita keistiqomahan dalam menjalankan perintahnya dan menjauhi apa-apa yang dilarangnya dan menyelamatkan kita dari siksanya didunia terlebih lagi diakhirat kelak.
Salam dan shalawat tercurah pada junjungan kita sebaik baik manusia Muhammad sallallahu ‘alaihi wasallam, dan juga kepada keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.
***
Muslimah.Or.Id
Penulis: Ustadzah Maryam Ummu Saffanah

Memakai Jilbab

 Memakai Jilbab
Sebenarnya hukum jilbab itu sudah sangat jelas dan terang, untuk mempersingkat waktu dan tulisan, berikut ini dalil-dalil tentang hukum memakai jilbab:
1. Allah عز وجل berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Al-Ahzab: 59)
Ayat di atas merupakan perintah kepada kaum mukminah untuk memakai jilbab. Sedangkan dalam qaidah ushul fiqh: “الأصل في الأمر يفيد الوجوب” (asal perintah dalam nash itu menunjukkan kewajiban). Berarti perintah berjilbab dalam ayat ini bersifat wajib. Kecuali kalau ada dalil lain yang memalingkan dari hukum wajib itu menjadi hukum lain.
2. firman Allah عز وجل:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya. (Q.S an-Nuur : 31)
Ayat di atas merupakan perintah kepada kaum mukminah untuk memakai jilbab. Sedangkan dalam qaidah ushul fiqh: “الأصل في الأمر يفيد الوجوب” (asal perintah dalam nash itu menunjukkan kewajiban). Berarti perintah berjilbab dalam ayat ini bersifat wajib.
Makanya perhatikanlah praktek wanita di generasi utama ketika turun ayat ini.
Aisyah رضي الله عنها berkata,
يرحم الله نساء المهاجرات الأول، لما أنزل الله: { وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ } شقَقْنَ مُرُوطهن فاختمرن به
Semoga Allah ta’ala merahmati wanita-wanita sahabat muhajirin generasi pertama, ketika Allah ta’ala menurunkan firman-Nya, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya” [An-Nur: 31] maka para wanita tersebut segera memotong kain-kain mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” [HR. Al-Bukhari]
3. Firman Allah عز وجل:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا

dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali apa yang (biasa) nampak daripadanya. (Q.S an-Nuur : 31)

Dalam ayat ini Allah melarang seorang mukminah untuk menampakkan perhiasannya kepada pria yang bukan mahramnya kecuali apa yang nampak.
Artinya wajib menutup auratnya kecuali ” apa yang nampak “.
Lantas, apa maksud “apa yang nampak” dalam ayat di atas?
Sahabat Nabi, Ibnu Mas’ud dan Said bin Jubair berpendapat maksud “apa yang nampak” adalah pakaian.
Sedangkan Atho dan Auza’I berpendapat bahwa itu adalah wajah dan telapak tangan.
Sedangkan Ibnu Abbas dan Qatadah dan Miswar bin Makhramah berpendapat bahwa itu maksudnya celak mata dan siwak serta celupan.
Sedangkan Ibnu Athiyah berpendapat bahwa wanita wajib menutup seluruh tubuhnya tanpa kecuali. Adapun pengecualian dalam ayat itu berlaku jika darurat.
Dan masih ada lagi beberapa pendapat ulama tentang “apa yang nampak” dalam ayat di atas tapi tidak ada satu pun ulama yang menyatakan bahwa maksud “apa yang nampak” adalah rambut, lengan, paha, betis apalagi perut! (Silahkan lihat Fathul Qadir karya Imam Asy-Syaukani)
4. Allah عز وجل berfirman:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللاتِي لا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ
Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana. (QS. An-Nur: 60)
Ibnu Abbas berkata bahwa maksudnya menanggalkan pakaian di sini arti melepas jilbab. (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi)
Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa wanita yang sudah tua (menopause) tidak berdosa jika tidak memakai jilbab, walaupun yang lebih baik tetap memakainya.
Artinya, mafhum mukholafah dari ayat ini, wanita yang belum menopause berdosa jika tidak memakai jilbab.
Sedangkan dosa tidaklah terjadi kecuali kalau meninggalkan kewajiban. Berarti memakai jilbab adalah suatu kewajiban.
5. Rasulullah صلى الله عليه وسلم menyebutkan Ada dua kelompok termasuk ahli neraka,yang beliau belum pernah melihatnya. Beliau menyebutkan salah satunya:…..
نِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ،
“wanita yang berpakaian tapi telanjangan Mereka berjalan dengan melenggak-lenggok menimbulkan fitnah (godaan). Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang miring. (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa wanita yang memakai pakaian tapi masih menampakkan auratnya entah karena tipisnya atau tidak menutup seluruh auratnya, terancam ancaman di atas. Berarti hadits ini menunjukkan wajibnya menutup aurat. Sedangkan aurat tidaklah bisa tertutup kecuali memakai pakaian yang menutup seluruh auratnya dan itulah jilbab.
6. Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
المَرْأَةُ عَوْرَةٌ، فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
“Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar akan dibuat indah oleh syetan.”( HR Tirmidzi).
Hadits di atas menunjukkan bahwa asalnya seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali apa yang dikecualikan. Dan itu tidak bisa tereralisasi kecuali dengan memakai jilbab.
7. Ketika Rasulullah صلى الله عليه وسلم memerintahkan kaum pria agar tidak memakai pakaian yang melewati mata kaki, Ummu Salamah berkata:
فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ؟
Wahai Rasulullah, bagaimana wanita berbuat dengan pakaiannya  yang menjulur ke bawah?
Beliau bersabda:
يُرْخِينَ شِبْرًا
Hendaklah mereka memanjangkan satu jengkäl, ”
lalu ia bertanya lagi:
إِذًا تَنْكَشِفُ أَقْدَامُهُنَّ
“Kalau begitu, masih terbuka qadam (telapak sampai pergelangan kaki) mereka? “
Beliau صلى الله عليه وسلم menjawab: “Hendaknya menambah satu hasta, dan tidak boleh lebih”. (HR. Tirmidzi)
Dalam hadits ini Nabi صلى الله عليه وسلم memerintahkan kaum mukminah untuk memanjangkan pakaian mereka agar tidak terlihat pergelangan kaki. Sedangkan perintah dalam Al-Quran dan hadits adalah wajib. Berarti wajib memakai jilbab yang menutup aurat dari atas sampai bawah.
8. Kisah wanita yang akan berangkat menunaikan shalat ‘ied, ia tidak memiliki jilbab, maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لِتُلْبِسْهَا أُخْتهَا مِنْ جِلْبَابهَا
“Hendaknya Saudarinya meminjaminya Jilbab untuknya “. (HR. Bukhari No. 318).
Hadits ini menunjukkan wajibnya berjilbab. Sebab, seandainya jilbab tidak wajib, tentu Nabi صلى الله عليه وسلم tidak akan “repot-repot” memerintahkan wanita lain untuk meminjamkan jilbab kepada wanita yang tidak punya jilbab itu.
Para ulama pun bersepakat (ijma’) bahwa berjilbab hukumnya adalah wajib berdasarkan Al-Quran dan sunnah. Silahkan lihat: http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=50794
Silahkan anda buka hati anda.

Al Qamah

Kisah Si Anak Durhaka, Al Qamah, Benarkah?

Kisah ini sering kita dengar disampaikan oleh guru-guru agama di surau dan di sekolah, untuk mendidik anak-anak agar mereka tidak berdurhaka kepada kedua orang tua.
Demikian ini bunyi haditsnya:
وعن عبد الله بن أبي أوفى ، رضي الله عنه ، قال : كنا عند النبي صَلى الله عَلَيه وسَلَّم فأتاه آت ، فقال : شاب يجود بنفسه ، قيل له : قل : لا إله إلا اللّه. فلم يستطع. فقال : كان يصلي ؟ قال : نعم. فنهض رسول الله صَلى الله عَلَيه وسَلَّم ونهضنا معه فدخل على الشاب ، فقال له : قل : لا إله إلا اللّه , فقال : لا أستطيع ، قال : لم ؟ قال : كان يعق والدته. فقال النبي صَلى الله عَلَيه وسَلَّم : أحية والدته ؟ قالوا : نعم ، قال : ادعوها , فجاءت ، فقال : هذا ابنك ؟ فقال : نعم , فقال لها : أرأيت لو أججت نار ضخمة ، فقيل لك : إن شفعت له خلينا عنه وإلا حرقناه بهذه النار أكنت تشفعين له ؟ قال : يا رسول الله صَلى الله عَلَيه وسَلَّم ، إذًا أشفع ، قال : فأشهدي الله وأشهديني أنك قد رضيت عنه ، قال : اللهم إني أشهدك وأشهد رسولك أني قد رضيت عن ابني , فقال له رسول الله صَلى الله عَلَيه وسَلَّم : يا غلام ، قل : لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمدًا عبده ورسوله , فقالها ، فقال رسول الله صَلى الله عَلَيه وسَلَّم : الحمد للّه الذيما أنقذه بي من النار.
Dari Abdullah bin Abi Aufa, ia berkata: Kami pernah berada bersama  Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam lalu datanglah seseorang, ia  berkata, “Ada seorang pemuda yang nafasnya hampir putus, lalu  dikatakan kepadanya, ucapkanlah Laa ilaaha illallah,akan tetapi ia  tidak sanggup mengucapkannya.” Beliau bertanya kepada orang itu,” Apakah anak muda itu masih menjalankan shalat?” Jawab orang itu,”Ya.” Lalu Rasulullah  Shallalahu ‘Alaihi wa Sallam bangkit berdiri dan kami pun berdiri  besama beliau, kemudian beliau masuk menemui anak muda itu, beliau  bersabda kepadanya,”Ucapkan Laa ilaaha illallah.” Anak muda itu  menjawab, “Saya tidak sanggup.” Beliau bertanya, “Kenapa?” Dijawab oleh orang lain, “Dia telah durhaka kepada ibunya.” Lalu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bertanya, “Apakah ibunya masih hidup?”  Mereka menjawab, “Ya”. Beliau bersabda, “Panggillah ibunya kemari,” Lalu datanglah ibunya, maka belaiu bersabda, “Ini anakmu?” Jawabnya, “Ya.” Beliau bersabda lagi kepadanya, “Bagaimana  pandanganmu kalau sekiranya dibuat api unggun yang besar lalu  dikatakan kepadamu: Jika engkau memberikan syafa’atmu  (yaitu memaafkannya, pen) kepadanya niscaya akan kami lepaskan  dia, dan jika tidak pasti kami akan membakarnya dengan api, apakah engkau  mau memberikan syafa’at kepadanya?” Perempuan itu menjawab, “Kalau begitu, aku akan memberikan syafa’at kepadanya.” Beliau bersabda,” Maka Jadikanlah Allah sebagai saksinya dan  jadikanlah aku sebagai saksinya sesungguhnya engkau telah meridhai anakmu.” Perempuan itu berkata, “Ya Allah sesungguhnya aku  menjadikan Engkau sebagai saksi dan aku menjadikan RasulMu sebagai saksi sesungguhnya aku telah meridhai anakku”. Kemudia Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada anak muda itu, “Wahai anak muda ucapkanlah Laa ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa asyhadu anna muhammada ‘abduhu wa rasuluhu.” Lalu anak muda itupun dapat mengucapkannya. Maka bersabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan dirinya  dari api neraka, lantaran diriku.”
Imam Al Bushiri Rahimahullah mengomentari hadits ini:
رواه أحمد بن منيع ، والطبراني واللفظ له ، وعبد الله بن أحمد بن حنبل ، وقال : لم يحدث أبي بهذا الحديث ، ضرب عليه من كتابه لأنه لم يرض حديث فائد بن عبد الرحمن ، وكان عنده متروك الحديث.
قلتُ : وضعفه ابن معين وأبو حاتم ، وأبو زرعة والبخاري ، وأبو داود والنسائي ، والترمذي وغيرهم ، وقال الحاكم : روى عن ابن أبي أوفى أحاديث موضوعة.
Diriwayatkan oleh Ahmad bin Mani’, Ath Thabarani –dan ini adalah lafaz miliknya-, dan Abdullah bin Ahmad bin Hambal, dia berkata: “Ayahku (Imam Ahmad) belum pernah membicarakan hadits ini, Beliau menghilangkannya dari kitabnya, karena beliau tidak ridha dengan hadits Faaid bin Abdurrahman. Menurutnya (Imam Ahmad), Faaid adalah matrukul hadits – haditsnya ditinggalkan.
Aku (Al Bushiri) berkata: “Dia didhaifkan oleh Ibnu Ma’in, Abu Hatim, Abu Zur’ah, Al Bukhari, Abu Daud, An Nasa’i, At Tirmidzi, dan selain mereka. Al Hakim berkata: diriwayatkan dari Ibnu Abi ‘Aufa hadits-hadits palsu.” (Imam Al Bushiri, Az Zawaid, No. 5039)
Imam Al Haitsami juga mengatakan demikian:
رواه الطبراني وأحمد بأختصار كثير وفيه فائد أبو الورقاء وهو متروك
Diriwayatkan oleh Ath Thabarani dan Ahmad dengan banyak diringkas, dan di dalam sanadnya terdapat Faaid bin Abdurrahman Abu Al Waraqa’, dan dia adalah matruk. (Majma’ Az Zawaid, 8/148)
Syaikh Al Albani mengatakan tentang hadits ini: dhaif jiddan. (Dhaif Targhib wat Tarhib, No. 1487)
Imam Ibnul Jauzi menjelaskan bahwa hadits ini tidak sah dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam sanadnya terdapat Faaid. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan: matrukul hadits. Yahya mengatakan: “Bukan apa-apa.” Ibnu Hibban mengatakan: “tidak boleh berhujjah dengannya.” Al ‘Uqaili mengatakan: “Tidak ada yang menjadi mutaba’ah (penguat) hadits ini, kecuali dari orang yang seperti dia juga.”
Dalam sanadnya juga terdapat Daud bin Ibrahim. Imam Abu Hatim mengatakan: Dia berdusta. (Lihat Al Maudhu’at, 3/87)
Maka jelaslah bahwa hadits ini tidak sah disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagaimana yang diterangkan para imam muhadditsin.
Catatan:
Al Qamah adalah sahabat Nabi, dan belum pernah ada riwayat shahih yang menunjukkan bahwa sahabat nabi durhaka kepada orang tuanya, apalagi terhadap ibu mereka. Hadits ini pun juga menjadi pembunuhan karakter terhadap kepribadian sahabat nabi.
Selain itu, masih banyak cara untuk mendidik manusia untuk berbakti kepada orang tua mereka, yaitu dengan ayat-ayat Al Quran dan hadits-hadits yang shahih. Maka, cukupkanlah diri kita dengan keduanya, bukan kisah-kisah yang tidak jelas kebenarannya.
Sekian. Wallahu A’lam
Wa Shallallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi ajmain
Farid Numan Hasan