Kamis, 24 Februari 2022

Ada pula cahaya yang menyingkap sifat-sifat Allah dan keindahan-Nya. Cahaya ini tak akan terlihat, kecuali orang-orang yang darinya tampak sifat-sifat Allah. Ini disebut dengan kasyaf maknawi,"

Abah Guru Sekumpul menjelaskan agar membaca doa khusus saat sujud terakhir tiap shalat. Doanya adalah ayat ke-6 dalam surat Al-Fatihah. 

ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ

Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm

Arti: "Tunjukilah kami jalan yang lurus."

Menurut Abah Guru Sekumpul, itu dibaca 7 kali

 saat sujud terakhir tiap shalat.

"Untuk itu, baca Ihdinaṣ-ṣirāṭal-mustaqīm di sujud terakhir tiap shalat. Insya Allah diberikan kasyaf, hissi dan ma'nawi. Baik shalat wajib maupun shalat sunnah," tegasnya.

Abah Guru juga menjelaskan, bacanya tidak perlu buru-buru.  

"Tidak perlu buru-buru," tuturnya.

Abah Guru Sekumpul menegaskan, kasyaf hissi adalah suatu ilmu yang dapat melihat, mendengar, dan mengetahui apa yang ada di dalam atau yang terdinding atau yang terhalangi.

"Ada pula cahaya yang menyingkap sifat-sifat Allah dan keindahan-Nya. Cahaya ini tak akan terlihat, kecuali orang-orang yang darinya tampak sifat-sifat Allah. Ini disebut dengan kasyaf maknawi," tegas Abah Guru.

Kasyaf maknawi ini, kata Abah Guru, yang dicari oleh para muhaqqiq (ahli hakikat).

Demikian penjelasan Abah Guru Sekumpul, ulama masyhur Kalimantan yang kewaliannya terus menyala tiap saat. Rahasia ternyata baca doa di sujud terakhir tiap shalat.*

Rabu, 23 Februari 2022

37 kata kebaikan umum

1. "Kadang-kadang hanya dibutuhkan satu tindakan kebaikan dan kepedulian untuk mengubah hidup seseorang." - Jackie Chan

2. "Melakukan sesuatu untuk orang-orang bukan karena siapa mereka atau apa yang mereka lakukan sebagai balasannya, tetapi karena siapa kamu." - Harold S. Kushner

3. "Lakukan tindakan kebaikan secara acak, tanpa mengharapkan imbalan, aman, karena mengetahui bahwa suatu hari seseorang mungkin melakukan hal yang sama untukmu." - Lady Diana

4. "Karena itulah kebaikan. Itu tidak melakukan sesuatu untuk orang lain karena mereka tidak bisa, tapi karena kamu bisa." - Andrew Iskander

5. "Cinta dan kebaikan tidak pernah sia-sia. Itu selalu membuat perbedaan. Itu memberkati orang yang menerimanya, dan itu memberkatimu, sang pemberi." - Barbara De Angelis

6. "Satu tindakan kebaikan menebarkan akar ke segala arah, dan akar itu tumbuh dan membuat pohon baru." - Amelia Earhart

7. "Di mana pun ada manusia, selalu ada kesempatan untuk kebaikan." - Lucius Annaeus Seneca

8. "Kebaikan tak terduga adalah agen perubahan manusia yang paling kuat, paling murah, dan paling diremehkan." - Bob Kerrey

9. "Sedikit pemikiran dan sedikit kebaikan sering kali lebih berharga daripada uang yang banyak." - John Ruskin

10. "Kata-kata kebaikan lebih menyembuhkan hati yang terkulai daripada balsem atau madu." - Sarah Fielding

11. "Jangan pernah kehilangan kesempatan untuk mengucapkan kata-kata yang baik." - William Makepeace Thackeray

12. "Kamu tidak bisa melakukan kebaikan terlalu cepat karena kamu tidak pernah tahu seberapa cepat itu akan terlambat." - Ralph Waldo Emerson

13. "Bersikaplah baik kepada orang asing. Bersikaplah baik bahkan saat itu tidak penting." - Sam Altman

14. "Senyuman hangat adalah bahasa universal kebaikan." -William Arthur Ward

15. "Wangi bunga menyebar hanya mengikuti arah angin. Tapi, kebaikan seseorang menyebar ke semua arah." - Chanakya

16. "Apa pun kata-kata yang kita ucapkan, kata-kata tersebut harus dipilih dengan hati hati karena orang lain akan mendengar kata-kata tersebut dan terpengaruh oleh kata tersebut demi kebaikan atau keburukan." - Budha

17. "Seseorang yang benar-benar tidak berdosa, mengorbankan diri demi kebaikan orang lain, termasuk musuh-musuhnya, dan menjadi tawanan dunia. Itulah cinta sempurna." -Mahatma Gandhi

18. "Kejujuran adalah sebuah kebaikan terdalam, yang mengajarkan kita untuk bersyukur pada hidup kita sendiri dan membagi kebahagiaan tersebut dengan orang-orang." - Khalil Ghibran

19. "Agama sejati adalah hidup yang sesungguhnya - hidup dengan seluruh jiwa seseorang, dengan seluruh kebaikan dan kebajikan seseorang." - Albert Einstein

20. "Derajat kebaikan seorang hamba yang paling tinggi adalah yang hatinya dapat terpuaskan oleh Tuannya Yang Maha Benar sehingga dia tidak membutuhkan perantara antara dirinya dengan Tuannya itu." - Pythagoras
21. "Orang yang baik hati bersimpati dan lembut terhadap orang lain. Dia memperhatikan perasaan orang lain dan sopan dalam perilakunya. Dia memiliki sifat suka menolong. Kebaikan memaafkan kelemahan dan kesalahan orang lain. Kebaikan diperluas ke semua - ke tua dan muda, hewan, dan hal lainnya." - Ezra Taft Benson

22. "Ada banyak sekali bukti bahwa makin tinggi tingkat harga diri, makin besar kemungkinan seseorang akan memperlakukan orang lain dengan rasa hormat, kebaikan, dan kemurahan hati." - Nathaniel Branden

23. "Tingkat kesuksesan kita hanya dibatasi oleh imajinasi kita dan tidak ada tindakan kebaikan, betapapun kecilnya, yang pernah disia-siakan." - Aesop

24. "Kamu dapat mencapai dengan kebaikan apa yang tidak dapat kamu capai dengan paksa." - Publilius Syrus

25. "Selalu menjadi sedikit lebih baik dari yang diperlukan." - James M. Barrie

26. "Kebaikan lebih penting daripada kebijaksanaan, dan pengenalan ini adalah awal dari kebijaksanaan." - Theodore Isaac Rubin

27. "Tiga hal dalam kehidupan manusia adalah penting. Yang pertama adalah menjadi baik. Yang kedua adalah menjadi baik. Dan yang ketiga adalah menjadi baik." - Henry James

28. "Kebaikan itu layaknya para petapa yang selalu muncul dalam kelompok. Sebuah prinsip yang baik tidak pernah sendirian di hati." - Budha

29. "Jika engkau menginginkan kebaikan, segeralah laksanakan sebelum engkau mampu. Tetapi, jika engkau menginginkan kejelekan, segeralah hardik jiwamu karena telah menginginkannya." - Socrates

30. "Saya tidak menyukai kekerasan karena ketika kekerasan digunakan untuk melakukan kebaikan, kebaikan itu hanyalah sementara; kejahatan yang dilakukannya permanen." - Mahatma Gandhi
31. "Kehidupan tidak diciptakan dari pengorbanan atau tugas besar, tapi dibuat dari hal-hal kecil seperti senyuman, kebaikan, dan kewajiban kecil yang telah menjadi kebiasaan yang memenangkan dan mengabadikan hati dan menjamin kesenangan." - Humprhy Davhy

32. "Dosa kita lebih mudah untuk diingat dari pada kebaikan kita." - Democritus

33. "Tunjukan dan lakukan kebaikan sekarang juga, dan jangan tunda atau diabaikan karena waktu tidak akan sama lagi." - William Penn

34. "Ada kebaikan dalam pekerjaan dan ada kebaikan dalam istirahat. Gunakan keduanya dan jangan abaikan keduanya." - Alan Cohen

35. "Lupakanlah kepedihan, tapi jangan pernah lupakan kebaikan." - Confisius

36. "Betapa indahnya suatu hari ketika kebaikan menyentuhnya!" - George Elliston

37. "Dia yang telah memberimu kebaikan akan lebih siap untuk melakukan yang lain untukmu, daripada dia yang telah kamu lakukan sendiri." - Benjamin Franklin

 https://m.bola.com/ragam/read/4433486/37-kata-kata-bijak-tentang-kebaikan-inspirasi-untuk-membuat-perbedaan?

Sumber: Inc, Wisdomquotes

Selasa, 22 Februari 2022

Ya Allah, siramilah untukku dengan siraman rezeki dan siraman rahmat (kasih sayang), dan Engkaulah harapan hati yang retak karena hancur/banyak dosa.

Pertama, niat yang tulus meminta hanya kepada Allah SWT.

Kedua, tiap pagi bacalah doa berikut ini.  

وصبّ عليّ الرّزق صبّة رحمة فانت رجا قلبى الكسير من الخبت

Wa Shubba 'Alayyar Rizqo Shubbata Rohmatin Fa Anta Rojaa Qolbil Kasiiri Minal Khobat.

Artinya: Ya Allah, siramilah untukku dengan siraman rezeki dan siraman rahmat (kasih sayang), dan Engkaulah harapan hati yang retak karena hancur/banyak dosa.

"Siapa yang senang baca doa ini sebanyak 39 kali, maka rizkinya tambah terus tiap hari," kata Ghofur. 

Saat ngaji menjelaskan doa ini, Kyai Ghofur baru saja pagi-pagi kedatangan dua tamu.

"Contohnya saya sendiri, sambil ngopi, tadi pagi ada dua orang datang. Bawa amplop besar banget. Gak tahu berapa, pagi-pagi kok digerojok uang banyak banget," katanya. 

Senin, 21 Februari 2022

Inilah 5 Tanda Sebulan Jelang Kematian Seseorang, Banyak Yang Tidak MenyadarinyaMudahan Yang Baca Mati Dalam Husnul Khatimah Aminnn


Setiap makhluk nasib bahkan mahusia sekalipun tidak bakal sempat bisa mengenal kapan ia bakal mati, karena faktor tersebut adalah rahasia Allah SWT. Tetapi kematian pastilah bakal menghampiri setiap mahluk yang bernyawa.

Meski kematian tidak diketahui kapan datangnya, tersedia tanda-tanda sebelum kematian yang mungkin bisa kami ketahui. Hanya saja biasanya kami tidak bisa menyadarinya. Tetapi ada tanda yang lebih spesifik terutama sebulan alias cocoknya 40 hari sebelum kematian datang.

Apa sajakah tanda-tanda tersebut? Simak ulasannya berikut ini:

40 hari menuju kematian

Tanda-tanda kematian pada 40 hari bakal timbul seusai masuk waktu ashar. Dimana tahap pusat dari tubuh bakal berdenyut. Faktor ini menandakan bahwa daun yang tertulis nama kami dari pohon yang terletak di Arshy Allah telah gugur.

Kemudian malaikat maut bakal mengambil daun tersebut dan membikin persiapan dan mengawasi kami setiap saat. Bahkan sesekali malaikat maut menampakkan dirinya terhadap orang yang bakal dicabut nyawanya dalam wujud manusia, Saat itu, ia bakal tterkejut dan merasa bimbang menonton malaikat maut ada di hadapannya Patut diketahuim mesikipun malaikat maut wujudnya hanya satu tapi atas izin Allah SWT. Dirinya sanggup mencabut nyawa seseorang dalam waktu yang bersamaan.

7 hari sebelum kematian tanda ini timbul
Seusai masuk waktu ashar, tanda-tanda kematian ini hanya diberbagi Alla SWT Terhadap orang yang diuji Allah dengan sakit. Biasanya orang yang sedang sakit tidak bakal berselera makan, tiba-tiba ingin makan. Tanda ini adalah isyarat dari Allah bahwa kematian terbukti sangatlah telah dekat.

3 hari kematian diambang pintu

Pada sebuahsaat bakal terasa denyutan di tengah dahi kita, yaitu antara dahi kanan dan dahi kiri. Apabila tanda-tanda kematian ini bisa dirasakan maka sebaiknya berpuasalah kami seusai itu. Supaya perut kami tidak mengandung tidak sedikit najis, dan ini bakal mempermudah orang lain untuk memandikan jasad kita.

Seusai itu pula mata hitam kami tidak bersinar lagi, dan bagi orang yang sakit, hidungnya perlahan bakal masuk ke dalam, ini bisa terkesan jelas kalau dilihat dari segi tubuh kita. Telinga bakal layu dan bertahap masuk ke dalam. Telapak kaki tegak bertahap lurus ke depan dan susah untuk ditegakkan lagi.

Sehari sebelum kematian

Tanda-tanda kematian ini juga terjadi seusai waktu ashar, kami bakal merasakan denyutan di tahap ubun-ubun, ini menandakan kami telah tidak sempat lagi menonton waktu ashar di keesokan harinya.

Tanda terbaru kematian pun menghampiri

Kita bakal merasakan sejuk di tahap pusar, lalu turun ke pinggang dan bakal semakin naik ke tahap halkum. Pada masa ini hendaknya kami tidak jarang beristighfar memohon ampun pada Allah, dan tidak jarang-tidak jarang membaca syahadat.

Menata hati, memfokuskan pikiran kami hanya terhadap satu arah yaitu Allah SWT.

Semoga dengan sedikit pengetahuan menjelang kematian, kami semua punya kesiapan untuk menghadapinya. Tetapi begitu, semuanya kembali terhadap Allah, maka berdoalah supaya kami bisa menyadari tanda yang diberbagi oleh-Nya supaya siap di Ajal nanti dan diberi kematian yang Husnul Khatimah.

Kamis, 17 Februari 2022

Kamu Mau Memulai Usaha, Amalkan Doa Ijazah Mbah Husein Ilyas Ini, Buktikan Sendiri Daganganmu Akan Laris Manis


Ahmad Lailatus Sibyan 16 Februari 2022, 14:58 WIB
BERITA BANTUL – Dalam memulai sebuah usaha tentu kita harus menganalisis betul untung dan ruginya. Selain itu survey kebutuhan pasar juga menjadi catatan khusus agar usaha kita dapat berjalan lancar.

Bagi pengusaha pemula terkadang masih bingung dalam memetakan usahanya. Namun selain ikhtiar dzahir seperti analisis untung dan rugi kita juga perlu usaha batin.

Usaha batin juga sangat diperlukan ketika kita ingin merintis suatu usaha atau membuka toko. Seperti mengamalkan doa dan memohon kepada Allah agar dagangan kita bisa laku keras dan dapat untung yang berkah.

Kali ini ada sebuah doa bagi siapa saja yang ingin memulai usaha. Sebagaimana dikutip BeritaBantul.com dari kanal YouTube Media Dakwah Online yang diunggah pada 21 Februari 2021.

Dalam unggahannya, KH Husein Ilyas Mojokerto sedang ditanya oleh jamaah yang meminta doa untuk membuka usaha atau toko agar lancar.

“Romo Kiai yang mulia, saya mau bertanya, amalan apa untuk membuka usaha atau toko agar lancar,

Apabila ada bacaan apa, atau wirid apa? Agar usaha saya bisa lancar dan mendapatkan rizki yang berkah. Mohon penjelasannya?” tanya jamaah

Kemudia KH. Husein Ilyas menjawab pertanyaan jamaah tersebut.

“Kalau untuk pelarisan agar dagangan bisa laku keras, silahkan di catat,” pinta Mbah Husein

“Ya hadiyu, Ya Alimu, Ya Khobiru, Ya Mubinu,” jelas Mbah Husein

Mbah Husein kemudian menjelaskan lebih lanjut, agar supaya tidak ada sesuatu yang menghalangi usaha kita, maka bacalah sebanyak 10x, dibaca selesai shalat fardhu.

“Seperti ini kadang-kadang anak-anak ada yang masih minta dicatatkan, agar dapat catatan dari kiai langsung,” ungkap Mbah Husein

Mbah Husein melanjutkan, kemudian ada lagi yang ini adalah untuk penangkal sesuatu yang tidak baik, maka bacalah:

“Ashlahallohu (Pakai Shod), Ashlahallahu Umurol Muslimin, Shorofallahu Syarrol Mu’dzin,” jelas Mbah Husein

Doa itu kalau diartikan artinya adalah, semoga Allah memberikan kebagusan kepada seluruh urusan orang Islam, dan semoga Allah mengihindarkan orang-orang yang membuat ketidak baikan.

“Agar tidak diganggu orang, dibaca 10 kali. Kalau malas 3 kali, kalau malas lagi mending tidak usah di baca,” jelas Mbah Husein diiringi tawanya yang khas

Jadi yang pertama tadi adalah doa amalan untuk pelarisan, dan yang kedua ini untuk penangkal agar tidak diganggu orang jahat. Silahkan diamalkan semoga menjadi berkah. ***

Kegagalan Memahami Takfir Muthlaq dan Takfir Mu’ayyan adalah Akar Kesesatan dalam Pengkafiran


Penulis
 Artikel Sofyan Chalid bin Idham Ruray
January 25, 2015
بسم الله الرحمن الرحيم

Apa Itu Takfir Muthlaq dan Takfir Mu’ayyan?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَقَرَّرْته أَيْضًا فِي أَصْلِ ” التَّكْفِيرِ وَالتَّفْسِيقِ ” الْمَبْنِيِّ عَلَى أَصْلِ الْوَعِيدِ. فَإِنَّ نُصُوصَ ” الْوَعِيدِ ” الَّتِي فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَنُصُوصَ الْأَئِمَّةِ بِالتَّكْفِيرِ وَالتَّفْسِيقِ وَنَحْوِ ذَلِكَ لَا يُسْتَلْزَمُ ثُبُوتُ مُوجَبِهَا فِي حَقِّ الْمُعَيَّنِ إلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُ لَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الْأُصُولِ وَالْفُرُوعِ.

“Dan telah aku tetapkan juga pada prinsip Takfir dan Tafsiq yang dibangun di atas dasar dalil-dalil ancaman, sesungguhnya teks-teks ancaman yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah serta ucapan-ucapan (muthlaq) para imam dalam takfir, tafsiq dan yang semisalnya tidak mengharuskan adanya pengkafiran terhadap individu tertentu yang melakukan kekafiran tersebut (mu’ayyan), kecuali apabila terpenuhi syarat-syarat dan terangkat penghalang-penghalang (dalam pengkafirannya), tidak ada bedanya dalam perkara prinsip maupun cabang.” [Majmu’ Al-Fatawa, 10/372]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

أَنَّ التَّكْفِيرَ لَهُ شُرُوطٌ وَمَوَانِعُ قَدْ تَنْتَقِي فِي حَقِّ الْمُعَيَّنِ وَأَنَّ تَكْفِيرَ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ تَكْفِيرَ الْمُعَيَّنِإلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُإلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُ

“Bahwa takfir memiliki syarat-syarat dan penghalang-penghalang dalam mengkafirkan individu tertentu (mu’ayyan), dan bahwa takfir secara umum (muthlaq) tidak mengharuskan takfir terhadap individu tertentu (mu’ayyan), kecuali apabila terpenuhi syarat-syarat dan terangkat penghalang-penghalang.” [Majmu’ Al-Fatawa, 12/488]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

مَنْ نَقَصَ الرَّسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ تَكَلَّمَ بِمَا يَدُلُّ عَلَى نَقْصِ الرَّسُولِ كَفَرَ؛ لَكِنَّ تَكْفِيرَ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ تَكْفِيرَ الْمُعَيَّنِ

“Barangsiapa merendahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam atau mengatakan ucapan yang melecehkan beliau maka ia kafir, akan tetapi takfir muthlaq tidak mengharuskan takfir mu’ayyan…” [Majmu’ Al-Fatawa, 35/99]

Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Aaalusy Syaikh hafizhahullah berkata,

من أصول أهل السنة والجماعة في هذا الباب وما خالفوا به الخوارج والمعتزلة والمرجئة في باب الإيمان والتكفير أَنَّهُم فَرَّقُوا بين التكفير المطلق وما بين التّكفير المُعَيَّنْ، أو ما بين تكفير المطلق من الناس دون تحديد وما بين تكفير المُعَيَّنْ.

“Termasuk prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam bab ini, yang menyelisihi (golongan sesat, ahlul bid’ah) Khawarij, Mu’tazilah dan Murjiah dalam Bab Iman dan Pengkafiran adalah: Ahlus Sunnah wal Jama’ah membedakan antara takfir muthlaq dan takfir mu’ayyan, atau (dengan kata lain) membedakan antara takfir muthlaq (secara umum) terhadap segolongan manusia tanpa tahdid (menentukan individu tertentu) dan takfir mu’ayyan (

Beranda  Manhaj

Manhaj

Kegagalan Memahami Takfir Muthlaq dan Takfir Mu’ayyan adalah Akar Kesesatan dalam Pengkafiran

Penulis

 Artikel Sofyan Chalid bin Idham Ruray

 -

January 25, 2015
بسم الله الرحمن الرحيم

Apa Itu Takfir Muthlaq dan Takfir Mu’ayyan?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

وَقَرَّرْته أَيْضًا فِي أَصْلِ ” التَّكْفِيرِ وَالتَّفْسِيقِ ” الْمَبْنِيِّ عَلَى أَصْلِ الْوَعِيدِ. فَإِنَّ نُصُوصَ ” الْوَعِيدِ ” الَّتِي فِي الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَنُصُوصَ الْأَئِمَّةِ بِالتَّكْفِيرِ وَالتَّفْسِيقِ وَنَحْوِ ذَلِكَ لَا يُسْتَلْزَمُ ثُبُوتُ مُوجَبِهَا فِي حَقِّ الْمُعَيَّنِ إلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُ لَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ الْأُصُولِ وَالْفُرُوعِ.

“Dan telah aku tetapkan juga pada prinsip Takfir dan Tafsiq yang dibangun di atas dasar dalil-dalil ancaman, sesungguhnya teks-teks ancaman yang terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunah serta ucapan-ucapan (muthlaq) para imam dalam takfir, tafsiq dan yang semisalnya tidak mengharuskan adanya pengkafiran terhadap individu tertentu yang melakukan kekafiran tersebut (mu’ayyan), kecuali apabila terpenuhi syarat-syarat dan terangkat penghalang-penghalang (dalam pengkafirannya), tidak ada bedanya dalam perkara prinsip maupun cabang.” [Majmu’ Al-Fatawa, 10/372]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

أَنَّ التَّكْفِيرَ لَهُ شُرُوطٌ وَمَوَانِعُ قَدْ تَنْتَقِي فِي حَقِّ الْمُعَيَّنِ وَأَنَّ تَكْفِيرَ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ تَكْفِيرَ الْمُعَيَّنِإلَّا إذَا وُجِدَتْ الشُّرُوطُ وَانْتَفَتْ الْمَوَانِعُ

“Bahwa takfir memiliki syarat-syarat dan penghalang-penghalang dalam mengkafirkan individu tertentu (mu’ayyan), dan bahwa takfir secara umum (muthlaq) tidak mengharuskan takfir terhadap individu tertentu (mu’ayyan), kecuali apabila terpenuhi syarat-syarat dan terangkat penghalang-penghalang.” [Majmu’ Al-Fatawa, 12/488]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,

مَنْ نَقَصَ الرَّسُولَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ تَكَلَّمَ بِمَا يَدُلُّ عَلَى نَقْصِ الرَّسُولِ كَفَرَ؛ لَكِنَّ تَكْفِيرَ الْمُطْلَقِ لَا يَسْتَلْزِمُ تَكْفِيرَ الْمُعَيَّنِ

“Barangsiapa merendahkan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam atau mengatakan ucapan yang melecehkan beliau maka ia kafir, akan tetapi takfir muthlaq tidak mengharuskan takfir mu’ayyan…” [Majmu’ Al-Fatawa, 35/99]

Fadhilatusy Syaikh Shalih bin Abdul ‘Aziz Aaalusy Syaikh hafizhahullah berkata,

من أصول أهل السنة والجماعة في هذا الباب وما خالفوا به الخوارج والمعتزلة والمرجئة في باب الإيمان والتكفير أَنَّهُم فَرَّقُوا بين التكفير المطلق وما بين التّكفير المُعَيَّنْ، أو ما بين تكفير المطلق من الناس دون تحديد وما بين تكفير المُعَيَّنْ.

“Termasuk prinsip Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam bab ini, yang menyelisihi (golongan sesat, ahlul bid’ah) Khawarij, Mu’tazilah dan Murjiah dalam Bab Iman dan Pengkafiran adalah: Ahlus Sunnah wal Jama’ah membedakan antara takfir muthlaq dan takfir mu’ayyan, atau (dengan kata lain) membedakan antara takfir muthlaq (secara umum) terhadap segolongan manusia tanpa tahdid (menentukan individu tertentu) dan takfir mu’ayyan (mengkafirkan individu tertentu).” [Ithaafus Saail bimaa fiit Thahaawiyyah min Masaail, hal. 354, Asy-Syaamilah]

Dari penjelasan para ulama di atas maka dapat disimpulkan bahwa mengkafirkan seorang muslim yang melakukan kekafiran ada dua bentuk:

1)      Takfir muthlaq adalah pengkafiran secara umum, tanpa menentukan orang atau individu tertentu. Contoh ucapan pengkafiran secara muthlaq:

“Barangsiapa berdoa kepada orang-orang mati maka ia kafir”

“Barangsiapa menyembelih untuk selain Allah maka ia kafir”

“Barangsiapa yang mengatakan Al-Qur’an itu makhluk maka ia kafir”

Dan ucapan yang semisalnya tanpa menunjuk person tertentu.

2)      Takfir mu’ayyan adalah pengkafiran terhadap individu tertentu. Contoh:

“Udin telah kafir karena ia berdoa kepada orang-orang mati”

“Gus fulan kafir karena menyembelih untuk selain Allah”

Dan ucapan yang semisalnya yang mengandung pengkafiran terhadap person tertentu.

Kegagalan dalam memahami perbedaan antara pengkafiran secara muthlaq dan mu’ayyan inilah salah satu sebab tergelincirnya banyak orang ke dalam kesesatan dalam pengkafiran, yaitu ketika mereka memahami ucapan-ucapan pengkafiran dari para ulama secara muthlaq sebagai mu’ayyan, diantara contohnya:

Pertama: Kesalahan Aman Abdur Rahman dalam tulisannya yang berjudul, “TAKFIER MU’AYYAN DALAM SYIRIK AKBAR DAN MASALAH-MASALAH YANG DHAHIRAH”

Diantara ucapan para ulama yang ia jadikan dalil dalam takfir mu’ayyan adalah,

Senin, 07 Februari 2022

Tata Cara Shalat Sunnah Mutlak

Islam sebagai agama yang sempurna, paripurna dalam ajarannya, memiliki aturan-aturan dalam setiap kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pemeluknya. Di antara kewajiban itu adalah shalat lima waktu, yaitu, Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya’, dan Subuh. Shalat-shalat yang telah disebutkan merupakan ibadah yang terikat oleh waktu, sebab tertentu, dan jumlah rakaat yang juga tertentu. Artinya, jika dilakukan tidak sesuai dengan waktu, sebab, dan rakaat yang telah menjadi kekhususannya, maka shalat yang dilakukan tidak sah. Namun dalam Islam, ada juga shalat yang dianjurkan (baca: sunnah) namun tidak seperti shalat yang telah disebutkan, yaitu shalat sunnah mutlak.

Tata Cara Shalat Sunnah Mutlak Sunnatullah Selasa, 20 Juli 2021 | 15:00 WIB BAGIKAN: Islam sebagai agama yang sempurna, paripurna dalam ajarannya, memiliki aturan-aturan dalam setiap kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pemeluknya. Di antara kewajiban itu adalah shalat lima waktu, yaitu, Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya’, dan Subuh. Shalat-shalat yang telah disebutkan merupakan ibadah yang terikat oleh waktu, sebab tertentu, dan jumlah rakaat yang juga tertentu. Artinya, jika dilakukan tidak sesuai dengan waktu, sebab, dan rakaat yang telah menjadi kekhususannya, maka shalat yang dilakukan tidak sah. Namun dalam Islam, ada juga shalat yang dianjurkan (baca: sunnah) namun tidak seperti shalat yang telah disebutkan, yaitu shalat sunnah mutlak.   

Secara definitif shalat sunnah mutlak adalah shalat sunnah yang dilakukan tanpa terikat oleh waktu, seperti waktu-waktu shalat lima waktu. Juga tidak disebabkan adanya sebab tertentu, seperti ketika hendak bepergian, ingin meminta hujan, dan lainnya. Bahkan tidak memiliki jumlah rakaat tertentu, seperti shalat lima waktu dan lainnya. Shalat sunnah ini boleh dilakukan kapan pun, di mana pun, dan dengan jumlah berapa pun,dengan catatan selama tidak dilakukan pada waktu-waktu yang dilarang (setelah shalat Subuh, Ashar, dan waktu istiwa’ selain di Tanah Haram, Makkah).
Hukum dan Waktunya Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda:
الصَلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ فَمَنْ شَاءَ اِسْتَكْثرْ وَمَنْ شَاءَ اِسْتَقلْ  
Artinya, “Shalat adalah sebaik-baiknya apa yang yang disyariatkan. Barang siapa yang berkehendak maka perbanyaklah dan barang siapa yang berkehendak maka sedikitkanlah” (HR Ibnu Hibban).  
Para ulama ahli fiqih menjadikan hadits di atas sebagai landasan untuk menghukumi bahwa shalat sunnah mutlak hukumnya sunnah berdasar hadits di atas. Artinya, jika dilakukan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak berdampak pada dosa. Dari hadits ini pula, sangat tampak bahwa shalat sunnah mutlak merupakan salah satu dari sekian banyaknya ibadah sunnah dalam Islam. Agama Islam sangat menganjurkannya, sebagai manifestasi bahwa dengan beribadah menunjukkan adanya keinginan untuk meningkatkan spiritualitas kepada Allah ﷻ, juga akan menjadi penyebab diangkatnya derajat di sisi-Nya.   Shalat sunnah yang satu ini boleh dilakukan pada malam hari, juga boleh pada siang harinya, yang penting tidak dilakukan bertepatan dengan waktu-waktu yang dilarang melakukan shalat sunnah sebagaimana yang telah dijelaskan. Hanya saja, shalat sunnah mutlak yang dilakukan pada malam hari lebih utama dari shalat sunnah mutlak yang dilakukan pada siang hari. Shalat sunnah yang dilakukan di rumah lebih baik dari yang dilakukan di masjid. (Imam Nawawi, Raudhatuth Thalibin, [Baitu: Darul Kutub al-Ilmiah, 1996], juz 1, halaman 338).   Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ  
Artinya, “Paling utamanya shalat (sunnah) setelah shalat wajib adalah shalat (yang dilakukan) di malam (hari).”   Melalui hadits tersebut, Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairami al-Mishri (1131-1221 H) mengarahkan bahwa yang dimaksud shalat malam pada hadits di atas adalah shalat sunnah mutlak yang dilakukan pada malam hari, bukan pada siang harinya. Artinya, meski shalat sunnah mutlak tidak terikat oleh waktu, dilakukan pada malam hari memiliki keutamaan yang lebih daripada yang dilakukan pada siangnya. (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasiyatul Bujairami alal Khatib, [Bairut: Darul Minhaj, 2000], juz IV, halaman 9).   Niat dan Teknis Pelaksanaannya Shalat sunnah mutlak sama sekali tidak memiliki perbedaan secara khusus dengan shalat-shalat yang lainnya. Ia tidak memiliki bacaan khusus, tidak pula memiliki waktu dan teknis yang khusus. Perbedaannya hanya terletak pada lafadz niat yang akan diucapkan, yaitu:
  أُصَلِّيْ سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى  
Ushallî sunnatan rak’ataini lillâhi ta’âla   Artinya, “Saya niat shalat sunnah dua rakaat karena Allah ta’ala.”   Pada dasarnya, lafal niat dalam shalat mutlak tidak harus ditentukan (menggunakan kata mutlak), juga tidak harus menyebutkan kata sunnah (sunnatan), namun cukup mengucapkan lafal ushalli (saya shalat). Hanya saja, meski hal itu bukanlah keharusan, penyebutan itu tetap lebih baik karena setiap pekerjaan yang disertai dengan niat akan memiliki nilai yang lebih baik dan lebih sempurna (Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Bairut: Darul Fikr, 2005], halaman 55).   Setelah itu takbiratul ihram, membaca doa iftitah, membaca ta’awudz, dan surat Al-Fatihah, dilanjut dengan mambaca surat-surat pendek, rukuk, i’tidal, sujud, duduk, sujud lagi,  tahiyat membaca dua kalimat sahadat, membaca shalawat ibrahimiyah , dan diakhiri dengan salam.   Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitab Hasiyah Jamal memberikan pandangan secara khusus tentang teknis shalat ini bahwa ada beberapa ketentuan (baca: sunnah) yang perlu diperhatikan, yaitu durasi waktu ketika berdiri lebih baik dipanjangkan daripada memperbanyak jumlah rakaatnya. Contoh, shalat sunnah mutlak yang dilakukan dua rakaat dengan durasi waktu yang panjang ketika berdiri, lebih baik dari shalat sunnah mutlak empat rakaat yang dilakukan dengan durasi waktu berdiri yang pendek (Syekh Zakaria al-Anshari, Hasiyah Jamal ala Syarhil Minhaj, [Bairut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1997], juz II, h. 261).   Tidak sebatas penjelasan di atas, teknis shalat sunnah mutlak boleh dilakukan dengan satu kali salam dalam setiap satu rakaat, dua rakaat, tiga rakaat, atau lebih. Boleh juga dilakukan dengan satu kali salam dalam setiap dua rakaat. Juga boleh mengerjakan banyak rakaat dengan satu kali salam (Imam Nawawi, Majmu’ Syarhil Muhadzdzab, [Bairut: Darul Fikr, 1990], juz IV, halaman 56).  
ME TAFSIR MIMPI HAJI, UMRAH & QURBAN DOA TASAWUF/AKHLAK JENAZAH KHUTBAH EKONOMI SYARIAH ILMU HADITS SHALAWAT/WIRID LAINNYA DOA BAHTSUL MASAIL ILMU TAUHID NIKAH/KELUARGA ZAKAT HIKMAH TAFSIR SIRAH NABAWIYAH UBUDIYAH SHALAT Tata Cara Shalat Sunnah Mutlak Sunnatullah Selasa, 20 Juli 2021 | 15:00 WIB BAGIKAN: Islam sebagai agama yang sempurna, paripurna dalam ajarannya, memiliki aturan-aturan dalam setiap kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh pemeluknya. Di antara kewajiban itu adalah shalat lima waktu, yaitu, Zuhur, Ashar, Maghrib, Isya’, dan Subuh. Shalat-shalat yang telah disebutkan merupakan ibadah yang terikat oleh waktu, sebab tertentu, dan jumlah rakaat yang juga tertentu. Artinya, jika dilakukan tidak sesuai dengan waktu, sebab, dan rakaat yang telah menjadi kekhususannya, maka shalat yang dilakukan tidak sah. Namun dalam Islam, ada juga shalat yang dianjurkan (baca: sunnah) namun tidak seperti shalat yang telah disebutkan, yaitu shalat sunnah mutlak.   ADVERTISEMENT Secara definitif shalat sunnah mutlak adalah shalat sunnah yang dilakukan tanpa terikat oleh waktu, seperti waktu-waktu shalat lima waktu. Juga tidak disebabkan adanya sebab tertentu, seperti ketika hendak bepergian, ingin meminta hujan, dan lainnya. Bahkan tidak memiliki jumlah rakaat tertentu, seperti shalat lima waktu dan lainnya. Shalat sunnah ini boleh dilakukan kapan pun, di mana pun, dan dengan jumlah berapa pun,dengan catatan selama tidak dilakukan pada waktu-waktu yang dilarang (setelah shalat Subuh, Ashar, dan waktu istiwa’ selain di Tanah Haram, Makkah).   Baca: Lima Waktu yang Diharamkan Shalat   Hukum dan Waktunya Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda:   الصَلَاةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ فَمَنْ شَاءَ اِسْتَكْثرْ وَمَنْ شَاءَ اِسْتَقلْ   Artinya, “Shalat adalah sebaik-baiknya apa yang yang disyariatkan. Barang siapa yang berkehendak maka perbanyaklah dan barang siapa yang berkehendak maka sedikitkanlah” (HR Ibnu Hibban).   ADVERTISEMENT Para ulama ahli fiqih menjadikan hadits di atas sebagai landasan untuk menghukumi bahwa shalat sunnah mutlak hukumnya sunnah berdasar hadits di atas. Artinya, jika dilakukan mendapatkan pahala dan jika ditinggalkan tidak berdampak pada dosa. Dari hadits ini pula, sangat tampak bahwa shalat sunnah mutlak merupakan salah satu dari sekian banyaknya ibadah sunnah dalam Islam. Agama Islam sangat menganjurkannya, sebagai manifestasi bahwa dengan beribadah menunjukkan adanya keinginan untuk meningkatkan spiritualitas kepada Allah ﷻ, juga akan menjadi penyebab diangkatnya derajat di sisi-Nya.   Shalat sunnah yang satu ini boleh dilakukan pada malam hari, juga boleh pada siang harinya, yang penting tidak dilakukan bertepatan dengan waktu-waktu yang dilarang melakukan shalat sunnah sebagaimana yang telah dijelaskan. Hanya saja, shalat sunnah mutlak yang dilakukan pada malam hari lebih utama dari shalat sunnah mutlak yang dilakukan pada siang hari. Shalat sunnah yang dilakukan di rumah lebih baik dari yang dilakukan di masjid. (Imam Nawawi, Raudhatuth Thalibin, [Baitu: Darul Kutub al-Ilmiah, 1996], juz 1, halaman 338).   Dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:
  أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ  
Artinya, “Paling utamanya shalat (sunnah) setelah shalat wajib adalah shalat (yang dilakukan) di malam (hari).”   Melalui hadits tersebut, Syekh Sulaiman bin Muhammad bin Umar al-Bujairami al-Mishri (1131-1221 H) mengarahkan bahwa yang dimaksud shalat malam pada hadits di atas adalah shalat sunnah mutlak yang dilakukan pada malam hari, bukan pada siang harinya. Artinya, meski shalat sunnah mutlak tidak terikat oleh waktu, dilakukan pada malam hari memiliki keutamaan yang lebih daripada yang dilakukan pada siangnya. (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasiyatul Bujairami alal Khatib, [Bairut: Darul Minhaj, 2000], juz IV, halaman 9).   Niat dan Teknis Pelaksanaannya Shalat sunnah mutlak sama sekali tidak memiliki perbedaan secara khusus dengan shalat-shalat yang lainnya. Ia tidak memiliki bacaan khusus, tidak pula memiliki waktu dan teknis yang khusus. Perbedaannya hanya terletak pada lafadz niat yang akan diucapkan, yaitu:   أُصَلِّيْ سُنَّةً رَكْعَتَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى   Ushallî sunnatan rak’ataini lillâhi ta’âla   Artinya, “Saya niat shalat sunnah dua rakaat karena Allah ta’ala.”   Pada dasarnya, lafal niat dalam shalat mutlak tidak harus ditentukan (menggunakan kata mutlak), juga tidak harus menyebutkan kata sunnah (sunnatan), namun cukup mengucapkan lafal ushalli (saya shalat). Hanya saja, meski hal itu bukanlah keharusan, penyebutan itu tetap lebih baik karena setiap pekerjaan yang disertai dengan niat akan memiliki nilai yang lebih baik dan lebih sempurna (Syekh Nawawi Banten, Nihayatuz Zain, [Bairut: Darul Fikr, 2005], halaman 55).   Setelah itu takbiratul ihram, membaca doa iftitah, membaca ta’awudz, dan surat Al-Fatihah, dilanjut dengan mambaca surat-surat pendek, rukuk, i’tidal, sujud, duduk, sujud lagi,  tahiyat membaca dua kalimat sahadat, membaca shalawat ibrahimiyah , dan diakhiri dengan salam.   Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitab Hasiyah Jamal memberikan pandangan secara khusus tentang teknis shalat ini bahwa ada beberapa ketentuan (baca: sunnah) yang perlu diperhatikan, yaitu durasi waktu ketika berdiri lebih baik dipanjangkan daripada memperbanyak jumlah rakaatnya. Contoh, shalat sunnah mutlak yang dilakukan dua rakaat dengan durasi waktu yang panjang ketika berdiri, lebih baik dari shalat sunnah mutlak empat rakaat yang dilakukan dengan durasi waktu berdiri yang pendek (Syekh Zakaria al-Anshari, Hasiyah Jamal ala Syarhil Minhaj, [Bairut: Darul Kutub al-Ilmiah, 1997], juz II, h. 261).   Tidak sebatas penjelasan di atas, teknis shalat sunnah mutlak boleh dilakukan dengan satu kali salam dalam setiap satu rakaat, dua rakaat, tiga rakaat, atau lebih. Boleh juga dilakukan dengan satu kali salam dalam setiap dua rakaat. Juga boleh mengerjakan banyak rakaat dengan satu kali salam (Imam Nawawi, Majmu’ Syarhil Muhadzdzab, [Bairut: Darul Fikr, 1990], juz IV, halaman 56).   Anjuran Bacaannya Setelah penjelasan di atas, kita tahu bahwa shalat sunnah mutlak tidak memiliki waktu secara khusus. Tentunya, kebebasan ini juga berdampak pada anjuran bacaannya, antara harus membacanya dengan keras, nyaring, dan biasa-biasa saja. Anjuran ketika membaca bacaan shalat sunnah mutlak bisa kita ketahui melalui firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an, yaitu:   وَلَا تَجْهَرْ بِصَلَاتِكَ وَلَا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذٰلِكَ سَبِيْلًا   Artinya, “Janganlah engkau mengeraskan (bacaan) salatmu dan janganlah (pula) merendahkannya. Usahakan jalan (tengah) di antara (kedua)-nya!” (QS Al-Isra’: 110).   Ayat di atas menjelaskan tentang anjuran tidak diperbolehkannya mengeraskan suara ketika melakukan shalat, juga anjuran untuk tidak terlalu merendahkan suaranya saat itu. Oleh karenanya, Allah memerintahkan umat Islam untuk menengahi bacaannya antara keras dan senyap. Limitasinya, untuk bacaan yang keras (jahr) sekira bisa didengar oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, dan bacaan yang senyap (israr) adalah bisa didengar oleh dirinya sendiri, sedangkan bacaan yang dianjurkan saat itu adalah bacaan yang sedang-sedang saja (tawasuth), yaitu dengan cara mengukur antara di dengar orang yang ada di sekitarnya dan sebatas didengar oleh dirinya.   Menurut Syekh Musthafa al-Bugha, yang dimaksud dengan shalat pada ayat di atas adalah shalat sunnah mutlak yang dilakukan pada malam hari (Syekh Musthafa al-Bugha, Fiqhul Manhaji ala Mazhabil Imam asy-Syafi’i, [Darul Qalam, Damaskus, 1992], juz 1, h. 151).   Dari penjelasan ini, anjuran untuk membaca dengan sedang (tawasuth) hanya dilakukan pada malam hari. Artinya, jika shalat sunnah mutlak dilakukan pada siang hari, yang dianjurkan adalah membaca bacaannya dengan senyap (israr).     Ustadz Sunnatullah, pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Kokop Bangkalan, Jawa Timur. Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.

Sumber: https://islam.nu.or.id/shalat/tata-cara-shalat-sunnah-mutlak-oWkB0