Jumat, 29 September 2023

wali ngrumat anak (gus baha)

Saya setiap baca kisah Nabi Ibrahim itu menangis. (Gus Baha) 


Ulama adalah Warosatul Anbiya atau pewaris para Nabi. Jika dahulu saat Nabi Muhammad SAW hidup kaum muslimin memiliki pengayom yang membina dan mendidik ummat. Maka saat ini peran itu digantikan oleh para Ulama. Ulama memiliki status sebagai pewaris Nabi Muhammad yang menyampaikan ajaran Nabi Muhammad kepada umat Islam. 

Karena itu kedudukan ulama begitu mulia diibaratkan seperti bintang di langit yang menerangi gelapnya malam. Ulama menyalakan cahaya hidayah agar umat Islam tidak berada dalam kegelapan dan ketersesatan hidup. Bagaimana peran ulama dalam menjaga keberlangsungan tauhid dijelaskan oleh KH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) Al Hafidz sebagai berikut:

Ulama memiliki prinsip untuk memikirkan umat Nabi Muhammad. Para Ulama hidup tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Mereka berkhidmat mengabdikan hidup mereka untuk Allah dengan membimbing umat Islam dan masyarakat. Ulama memikirkan ummat agar bisa mengerti halal dan haram. Menjaga keberlangsungan umat agar tetap mengesakan dan menyembah Allah.

"Saya setiap baca kisah Nabi Ibrahim itu menangis. Saya itu jarang sholat untuk bertujuan masuk surga tapi saya sholat supaya ada generasi penerus yang bisa menyembah Allah. Maka Nabi Ibrahim sebelum meninggal berdoa Robbi Habli Milladunka dzurriyatan thoyyibatan innaka sami'ud du'a. Ya Allah berikanlah kepadaku dari sisiMu Keturunan yang baik sesungguhnya engkau Maha Mendengar doa. Saya ini pasti mati dan yang saya khawatirkan satu yaitu Gusti, setelah saya tidak ada yang menyembah Engkau tidak ada yang mengajarkan tauhid, mengajarkan halal haram. 

Maka saya minta agar saya punya anak cucu. Jadi Ingin anak cucu supaya ada kelangsungan yang menyembah Allah. Beda dengan kita ingin punya anak cucu sebab siapa yang akan mewarisi harta. 

Jika tidak punya anak siapa yang akan merawat kelak jika sudah tua. Pikiran seperti itu adalah pikiran materalistis. Punya anak supaya nanti ada yang merawat. Orang China pun juga berpikiran seperti itu. Orang kafir juga berpikiran seperti itu. Tetapi jika punya anak agar nanti menjadi penerus untuk menyembah Allah, Itu khas pikiran orang mukmin " Ujar Gus Baha.

Gus Baha mengatakan memikirkan nasib ummat atau hamba hamba Allah agar menyembah Allah adalah ciri khas para Nabi dan Ulama. Gus Baha berkisah, saat Nabi Ibrahim berada di Palestina di Al Ard Al Muqoddasah, Nabi Ibrahim berdoa pada Allah sambil menggerutu atau mengomel, "Ya Allah dunia ini tidak fair, yang menyembah Engkau hanya saya. 

Saya melihat dunia kesal sekali, Ya Allah alam raya ini yang menciptakan Engkau. Engkau yang menciptakan buah buahan. (Dari tanah yang sama disirami air hujan yang sama namun menghasilkan buah buahan yang berbeda beda. Dengan bermacam maca rasa dan bentuk dan warna yang indah). 

Engkau yang menciptakan semua fasilitas di dunia. Kemudian yang mengenalMu hanya saya, ini tidak fair." Tidak seperti orang orang yang makan minum tidur lalu makan dan minum lagi tapi tidak tahu siapa yang menumbuhkan dan menurunkan makanan dan minuman tersebut.

Kamis, 14 September 2023

kenali weton jawa


waktu baca 3 menit

Tulisan dari Berita Terkini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pernikahan Adat Jawa, Foto: Dok. Pinterest/bridestory

ADVERTISEMENT

Weton merupakan istilah yang lekat dengan budaya Jawa. Weton ini merujuk pada hari kelahiran seseorang, karena kata weton sendiri diambil dari bahasa Jawa wetu yang memiliki arti keluar atau lahir.

ADVERTISEMENT

Melansir dari beberapa sumber, weton adalah gabungan antara hari dan pasaran saat bayi dilahirkan. Hari pasaran pada budaya jawa terdiri dari lima hari, yakni kliwon, legi, pahing, pon, dan wage.

Perhitungan weton jawa ini memiliki banyak kegunaan lho, mulai dari menentukan keputusan terbaik, masa panen, nasib dan masih banyak lagi. Bahkan tak jarang orang menggunakan weton jawa untuk mengukur kecocokan jodoh sebelum pernikahan dilangsungkan.

Cara Menghitung Weton Jawa untuk Kecocokan Jodoh

Cara menghitung weton jawa ternyata cukup mudah. Kamu hanya perlu menggunakan neptu hari dan hari pasaran jawa. Untuk membantumu mempermudah menghitungnya, berikut adalah tabel nilai neptu dan hari pasaran jawa.

Weton Jawa, Foto: Dok. Kumparan

Untuk mengetahui kecocokan jodoh, maka masing-masing weton calon mempelai harus dijumlahkan. Misalnya si wanita lahir pada Kamis Kliwon, maka nilai weton si wanita adalah 8 + 8 = 16. Sementara si laki-laki lahir pada Minggu Pon, maka nilai wetonnya adalah 5 + 7 = 12. Jika kedua weton calon mempelai dijumlahkan, berarti 16 + 12 = 28.

Setelah mengetahui jumlah weton kedua calon mempelai, maka coba cocokan dengan hasil hitungan berikut.

1. Pegat (1, 9, 10, 18, 19, 27, 28, 36)

Konon, pegat adalah masalah yang akan dialami oleh kedua mempelai. Pasangan dengan karakter ini akan cenderung mengalami berbagai masalah ruma tangga, mulai dari ekonomi hingga masalah perselingkuhan yang menyebabkan kedua pasangan tersebut pegatan.

2. Ratu ( 2, 11, 20, 29)

Pasangan dengan karakter weton ratu bisa disebut memang kedua mempelai sudah jodohnya. Banyak pasangan yang iri dengan karakter weton pasangan ini. Pasalnya hubungan yang akan dilewati pasangan ini dipercaya sangat harmonis dan dihargai oleh lingkungan sekitar.

3. Jodoh ( 3, 12, 21, 20)

Pasangan dengan karakter weton ini dipercaya cocok dan harmonis karena bisa saling menerima kekurangan satu sama lain. Rumah tangga kedua mempelai ini akan harmonis hingga usia renta.
4. Topo ( 4, 13, 22, 31)

Pasangan dengan karakter weton topo dipercaya akan mengalami sedikit kesulitan di awal pernikahan, namun sikap keduanya yang saling memahami maka akan berujung bahagia hingga akhir. Pada saat memiliki buah hati dan cukup lama menjalin bahtera rumah tangga, pasangan ini akan hidup dengan sukses dan bahagia.

5. Tinari ( 5, 14, 23, 32)

Pasangan dengan weton ini dilambangkan dengan kebahagiaan dan keberuntungan. Mereka yang memiliki weton tinari akan diberikan kemudahan dalam mengais rezeki dan selalu mendapat keberuntungan.

6. Padu ( 6, 15, 24, 33)

Psangan dengan karakter weton ini akan sering mengalami padu atau pertengkaran. Namun meskipun sering mengalami pertengkaran, kedua pasangan ini tidak sampai bercerai. Pertengkaran yang terjadi juga dipicu dari hal-hal remeh dan sepele.
7. Sujanan ( 7, 16, 25, 34)

Saat berumah tangga, pasangan dengan weton ini akan mengalami pertengkaran karena permasalahan perselingkuhan. Perselingkuhan yang terjadi bisa saja dilakukan oleh pihak manapun, baik perempuan maupun laki-laki.

8. Pesthi ( 8, 17, 26, 35)

Kehidupan rumah tangga pasangan yang memiliki karakter weton pesthi dipercaya akan rukun, tenteram, dan damai. Masalah yang menerpa tidak akan mengganggu atau bahkan merusak hubungan keharmonisan dalam keluarga.

Nah, demikianlah ulasan mengenai weton jawa dan cara menghitungnya. Bagi kamu yang sudah mencoba menghitung namun nilai weton pasangannya kurang baik, jangan berkecil hati ya? Karena berhasil tidaknya kamu menjalin kehidupan berumah tangga sangat bergantung pada bagaimana cara kamu menghadapi masalah bersama. Semoga bermanfaat! (RYFA)
https://ki-demang.com/almanak/?do=konversi&tg=23&bl=6&th=2017


bahtsul masail NU Online,



Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Redaksi bahtsul masail NU Online, apakah Islam menganjurkan kita untuk menghabiskan semua harta milik kita untuk di jalan Allah? Apakah cinta kita kepada Allah dan Rasul-Nya harus  dibuktikan dengan menyedekahkan semua harta kita? Terima kasih atas penjelasannya. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Aisyah/Magelang)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Allah mencintai hamba mencintai-Nya dan mencintai rasul-Nya.

Allah juga menganjurkan hamba-Nya untuk menafkahkan harta mereka di jalan-Nya dan membantu orang lain yang membutuhkan bantuan melalui sedekah sunah. Tetapi agama membatasi jumlah infak yang kita keluarkan untuk kepentingan orang lain. Hadits riwayat Imam Bukhari ini menjelaskan kepada kita batas maksimal sedekah yang tertuang dalam dialog antara Rasulullah SAW dan sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash:

ويحدثنا البخاري عن سعد بن أبي وقاص قال: جاءَنِي رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَعُودُنِي عَامَ حَجَّةِ الوَداعِ مِنْ وَجعٍ اشْتَدَّ بِي، فقلتُ: يَا رَسولَ اللهِ قد بَلَغَ بِي مِنَ الوَجَعِ مَا تَرَى، وأَنا ذُو مَالٍ، ولا يَرِثُنِي إلا ابْنَةٌ لِي، أَفَأَتَصَدَّقُ بثُلُثَيْ مَالِي؟ قال: لا، قلتُ: الشَطْر؟ قال: لا، قلتُ: الثُلُث، قال: الثُلُث، و الثُلُثُ كَثِيرٌ. إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَن تَذَرَهُمْ عالَةً يَتَكَفَّفُون الناسَ. وإِنَّكَ لن تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِها وَجْهَ اللهَ إلا أُجِرْتَ عَلَيْها حتى ما تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ


Artinya, “Dari Sa’ad bin Abi Waqqash, ia bercerita, ‘Pada tahun haji wada’ Rasulullah SAW mendatangiku untuk menjenguk ketika aku sakit keras. Aku berkata, ‘Ya Rasul, aku kini sakit keras sebagaimana kaulihat. Sedangkan aku orang berharta. Tidak ada yang menerima warisanku kelak kecuali seorang putriku. Bolehkah aku menyedekahkannya sebesar 2/3 dari hartaku?’ Rasul menjawab, ‘Tidak (boleh).’ Aku bilang, ‘Setengahnya?’ ia menjawab, ‘Tidak (boleh).’ Aku bilang, ‘Sepertiga?’ Ia menjawab, ‘Sepertiga. Sepertiga itu banyak. Sungguh, kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya lebih baik daripada kau meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, kelak mereka mengemis kepada orang lain. Sungguh, tiada nafkah yang kauberikan karena mengharap ridha Allah melainkan kau diberi pahala atasnya, termasuk nafkahmu yang masuk ke mulut istrimu,’’” (HR Bukhari).

Dari hadits ini, ulama memahami bahwa batas maksimal sedekah–dalam konteks hadits ini adalah wasiat–yang diperkenankan agama adalah sepertiga dari keseluruhan harta seseorang yang berniat untuk sedekah. Kenapa demikian? Pasalnya, agama Islam mempertimbangkan distribusi harta untuk internal ahli waris. Hal ini dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Syarah Shahih Bukhari berikut ini:

وقال لسعد بن أبي وقاص الثلث كثير وفيه تقديم الأقرب من الأقارب على غيرهم


Artinya, “Perkataan Rasulullah SAW kepada Sa’ad bin Abi Waqqash, ‘Sepertiga itu banyak,’ menunjukkan bahwa agama menganjurkan untuk memprioritaskan nafkah untuk kerabat paling dekat ketimbang orang yang lain,” (Lihat Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari, [Beirut: Darul Ma‘rifah, 1379 H], juz V, halaman 398).

Sementara ulama lain memahami hadits ini sebagai dalil atas pentingnya seseorang untuk menafkahi keluarga dan memerhatikan harta waris untuk keluarganya kelak. Hal ini disebutkan oleh Ibnu Baththal:

فدل هذا أن ترك المال للورثة خير من الصدقة به وأن النفقة على الأهل من الأعمال الصالحة


Artinya, “Hadits ini menunjukkan bawah menyisakan harta untuk ahli waris lebih baik daripada menyedekahkannya kepada orang lain. Hadits ini juga menunjukkan bahwa menafkahi keluarga juga bagian dari amal saleh,” (Lihat Ibnu Baththal, Syarah Shahihil Bukhari, [Riyadh: Maktabah Ar-Rusyd, 2003 M/1423 H], cetakan kedua, juz 8, halaman 144).

Apakah derajat keimanan seseorang menjadi berkurang dengan menahan harta agar tidak dihabiskan seluruhnya dalam sedekah? Tentu itu bukan ukuran. Ukuran keimanan seseorang bukan ditunjukkan dengan menghabiskan seluruh hartanya, tetapi pada sejauh mana seseorang mengikuti batasan yang disyariatkan. Oleh karena itu, tidak heran kalau riwayat hadits menyebutkan bahwa Sa’ad bin Abi Waqqash adalah salah seorang dari sepuluh sahabat Rasulullah yang diberi kabar gembira masuk surga.

Selain riwayat Buhkari, ada riwayat lain terkait masalah ini. Dalam riwayat Imam Baihaqi, Rasulullah SAW pernah memarahi salah seorang sahabat yang dengan bangga menyerahkan seluruh hartanya untuk digunakan di jalan Allah. Berikut ini kami kutip hadits tersebut:

ورى البيهقي عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمِثْلِ الْبَيْضَةِ مِنَ الذَّهَبِ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، هَذِهِ صَدَقَةٌ وَمَا تَرَكْتُ لِي مَالاً غَيْرَهَا، قَالَ: فَحَذَفَه بِهَا النَّبِيُّ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَوْ أَصَابَهُ لَأَوْجَعَهُ، ثُمَّ قَالَ: "يَنْطَلِقُ أَحَدُكُمْ فَيَنْخَلِعُ مِنْ مَالِهِ ثُمَّ يَصِيرُ عِيَالًا عَلَى النَّاسِ"

Artinya, “Dari Jabir bin Abdillah bahwa seseorang menemui Nabi Muhammad SAW dengan membawa emas sebesar telur. Ia berkata, ‘Wahai utusan Allah, ini adalah sedekah-(ku). Aku tidak memiliki harta peninggalan apapun selain ini.’ Jabir bercerita bahwa Rasulullah SAW membanting bongkahan emas itu. Kalau lemparan itu mengenai seseorang, niscaya itu akan menyakitkan sekali. Rasulullah SAW lalu berkata dengan gemas, ‘Salah seorang kamu pergi, lalu melepaskan diri dari hartanya, kemudian menjadi miskin lagi meratap kepada orang lain,’” (HR Baihaqi).

Dari pelbagai keterangan dapat dipahami bahwa agama mengatur batasan sedekah. Agama Islam melarang keras seseorang untuk menghabiskan hartanya meskipun untuk di jalan Allah karena tindakan tersebut dapat mendatangkan mafsadat luar biasa. Sedekah ini terlarang karena dapat membawa mafsadat besar. Mafsadat ini yang diantisipasi oleh agama. Hal Syekh M Musthafa Syalabi dalam karyanya Ta’lilul Ahkam yang kami kutip berikut ini:

فصاحب المال ظن أن التصدق بكل ماله في سبيل الله خير له، صارفا النظر عما يلحقه بعد ذلك من فقر وفاقة، ورسول الله صلى الله عليه وسلم يعنفه على هذا العمل، ويبين له ما يترتب عليه من مفسدة كبرى ويرد عليه ماله


Artinya, “Pemilik harta mengira bahwa menyedekahkan semua hartanya di jalan Allah itu lebih baik baginya sambil memalingkan pandangan dari kemiskinan dan kepapaan sebagai konsekuensi atas tindakan nekatnya itu. Sementara Rasulullah SAW mencela keras perbuatan tersebut. Rasulullah SAW juga menerangkan mafsadat besar akibat perilaku tersebut dan mengembalikan harta itu kepada pemiliknya,” (Lihat Syekh M Musthafa Syalabi, Ta’lilul Ahkam, [Kairo: Darus Salam, 2017 M/1438 H], cetakan pertama, halaman 41).

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Kami tidak memberikan simpulan karena keterangan di atas kami anggap cukup. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

apa yang ia pakai akan menjadi rusak, hr muslim

Inilah harta bendaku! Padahal tidak ada harta benda yang di perolehnya di dunia kecuali tiga hal, apa yang ia makan akan keluar dari tubuhnya menjadi kotoran, apa yang ia pakai akan menjadi rusak, dan apa yang sedekahkan akan menjadi kebaikan yang kekal baginya." (HR. Muslim).***