Senin, 30 April 2018

Lima Keutamaan Berjalan Kaki Menuju Masjid

Lima Keutamaan Berjalan Kaki Menuju Masjid

Begitu banyak cara yang bisa dilakukan untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya. Salah satu yang tidak disangka-sangka adalah berjalan kaki menuju masjid untuk melaksanakan salat. Meski saat ini beragam jenis kendaraan bisa dengan cepat mengantarkan ke masjid, namun ada baiknya anda melakukan hal ini karena begitu banyak pahala dan keutamaannya.

Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadist riwayat Bukhari pernah melarang sahabatnya yang akan pindah dengan tujuan agar rumahnya lebih dekat dengan masjid. Rasul menyebutkan bahwa mereka harus tetap tinggal dirumah lama, pasalnya semakin jauh masjid yang mereka tempuh, maka pahala yang tercatat adalah sebanyak jejak telapak kaki yang mereka langkahkan hingga ke masjid. Selain keutamaan tersebut, masih banyak keutamaan lain yang bisa diraih kaum muslimin yang berjalan kaki menuju masjid.

1. Mendapat Cahaya di Hari Kiamat
Salah satu keutamaan yang akan didapatkan seseorang jika rajin berjalan menuju masjid untuk menunaikan salat berjamaah adalah mendapat cahaya pada hari kiamat kelak.  Terlebih jika pelaksanaanya saat salat isya dan subuh. Hal ini berdasarkan penjelasan HR Abu Daud dan Tirmidzi yang artinya: “Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang 'berjalan' di dalam kegelapan malam menuju masjid dengan cahaya yang akan diperolehnya pada hari kiamat.”  (Shahih HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

2. Dibangunkan Sebuah Rumah di Surga
Keutamaan lainnya yang juga diperoleh dengan amalan ini adalah janji Allah akan membangunkan sebuah rumah di surga. Kita yang terjebak dalam rutinitas pekerjaan sehari-hari mungkin akan jarang berpikir tentang hal ini. Bahwa sebenarnya rumah yang kekal sebenarnya adalah di akhirat kelak, sementara dunia, hanya persinggahan sementara yang dilalui. Sehingga tidak adil jika kita hanya memperindah rumah kita di dunia, sementara sama sekali tidak memikirkan bagaimana rumah di akhirat nanti. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya :

Barangsiapa yang berjalan menuju ke masjid (untuk solat) dan pulang setelahnya maka Allah akan menyediakan sebuah rumah di surga untuknya, baik ketika pergi maupun pulang.” (Shahih HR. Ahmad).

3. Setiap Satu Langkah Menghapus Satu Dosa
Cara sederhana ini ternyata memiliki keutamaan lain sebagai sarana menghapus dosa. Setiap satu langkahnya, Allah SWT menjanjikan penghapusan satu dosa. Selain itu, Allah juga akan mengangkat derajad mereka yang berjalan kaki ke masjid. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang artinya
Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu pergi ke masjid untuk menunaikan solat yang telah Allah wajibkan kepadanya, maka setiap langkahnya menghapus satu dosa dan langkah yang satunya mengangkat satu tingkat derajatnya.” (HR.Muslim)

4. Ditinggikan Derajadnya
Coba perhatikan orang-orang yang rajin datang ke masjid untuk shalat dengan berjalan kaki. Tidak bisa dipungkiri orang-orang ini selalu menjadi bagian penting dalam suatu sistem kemasyarakatan. Baik itu sebagai pengurus masjid, imam dan lain sebagainya.

Hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang dengannya Allah menghapus dosa-dosa dan mengangkat derajat?”  Para sahabat berkata, “Tentu, wahai Rasulullah”, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Menyempurnakan wudhu pada saat-saat yang tidak disukai (seperti disaat dingin), banyak melangkahkan kakinya menuju ke masjid, dan menunggu shalat setelah shalat, itulah yang namanya ribath (mencurahkan diri dalam ketaatan)”.(HR. Muslim)

5. Akan Dilipatgandakan Pahalanya
Keutamaan lainnya yang akan didapatkan dengan berjalan kaki menuju masjid adalah Allah SWT melipatgandakan pahala untuknya. Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling besar pahalanya di dalam shalat adalah yang paling jauh berjalan menujunya.
Maka orang yang paling jauh dan 'orang yang menunggu shalat sampai ia melaksanakannya bersama imam' lebih besar pahalanya daripada orang yang shalat kemudian tidur” (HR. Bukhari dan Muslim )

Memang, ini adalah cara yang mudah yang bisa dilakukan untuk meraih sebanyak-banyaknya pahala. Namun untuk mewujudkan salat berjalan kaki ke masjid tentu saja bukan hal mudah jika akan dipraktikan diera kini. Dengan berbagai alasan duniawi, akhirat terlihat kelam dan tidak terpikirkan. Semoga informasi ini bisa menambah pengetahuan anda tentang agama Islam. Terimakasih sudah membaca.

http://googleweblight.com/i?u=http://www.infoyunik.com/2015/07/lima-keutamaan-berjalan-kaki-menuju.html?m%3D1&hl=id-ID

Mencuci Tangan, Berkumur-Kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung

Manhajus Salikin: Mencuci Tangan, Berkumur-Kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  October 26, 2017 Artikel Terhangat 3, Thoharoh Leave a comment 3,828 Views

   

Bagaimana cara mencuci tangan, berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung saat wudhu?

Kitab Ath-Thaharah (Bersuci), Bab Sifat Wudhu

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:

“Kemudian mencuci kedua telapak tangan tiga kali.

Lalu berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dengan tiga kali cidukan tangan.”

Mencuci Tangan
Tangan mesti dicuci terlebih dahulu dikarenakan tangan ini yang nantinya digunakan untuk mengumpulkan air dan membasuh bagian yang diperintahkan untuk dibasuh. Sehingga tangan mesti dicuci terlebih dahulu. Mencuci tangan ini dihukumi sunnah (bukan wajib) karena hal ini tidak disebutkan dalam ayat wudhu (surah Al-Maidah ayat ke-6). Walaupun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mencuci kedua telapak tangan beliau setiap kali berwudhu.

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan bahwa mencuci tangan selain keadaan bangun dari tidur tidaklah wajib. Tentang tidak wajibnya tadi tidaklah ada perbedaan di antara para ulama sepengetahuan Ibnu Qudamah.

Lalu Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan pula bahwa mencuci tangan ketika bangun tidur ada perbedaan pendapat mengenai hukumnya. Imam Ahmad menyatakan hukumnya wajib, sebagaimana pula hal ini menjadi pendapat Abu Bakar, madzhab Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah dan Al-Hasan Al-Bashri. Alasannya hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِى الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

“Jika salah seorang di antara kalian bangun tidur, maka janganlah ia mencelupkan tangannya di dalam bejana sampai ia mencucinya tiga kali terlebih dahulu, karena ia tidak tahu di manakah tangannya bermalam.” (HR. Bukhari, no. 162 dan Muslim, no. 278). Perintah itu menunjukkan wajib, sedangkan larangan menunjukkan haram.

Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa mencuci tangan saat itu tidaklah wajib karena perintah dalam ayat wudhu (surah Al-Maidah ayat ke-6) tidak dimulai dari membasuh tangan. Padahal menurut tafsiran dari Zaid bin Aslam maksud dari “idza qumtum ilash shalah” adalah jika akan bangun malam, maka basuhlah wajah, dst. (tidak mulai dari mencuci tangan, pen.). Pendapat yang menyatakan tidak wajibnya ini dinyatakan oleh ‘Atha’, Imam Malik, Al-Auza’i, Imam Syafi’i, Ishaq, Ashabur Ro’yi (Abu Hanifah dan murid-muridnya, pen.), dan Ibnul Mundzir.

Perintah mencuci tangan setelah bangun tidur hanya berlaku untuk tidur malam sebagaimana maksud hadits, “karena ia tidak tahu di manakah tangannya bermalam.” Di antara alasannya karena tidur malam biasa lebih panjang. Lihat bahasan dalam Al-Mughni, 1:140-141.

Sedangkan telapak tangan yang mesti dibasuh di sini adalah sampai pergelangan tangan saja. Itulah pengertian “al-yadd” yang dimaksud dalam ayat,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.” (QS. Al-Maidah: 38). Begitu pula hal ini adalah pengertian kedua tangan hingga pergelangan tangan yang berlaku dalam tayamum. Lihat Al-Mughni, 1:142.

Berkumur-Kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung
Dari Laqith bin Shabirah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ

“Jika engkau ingin berwudhu, maka berkumur-kumurlah (madh-madha).” (HR. Abu Daud, no. 144. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ بِمَنْخِرَيْهِ مِنَ الْمَاءِ ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ

“Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, maka hendaklah ia menghirup air ke lubang hidungnya (istinsyaq), lalu ia keluarkan (istintsar).” (HR. Muslim, no. 237)

Disebut madh-madha, yang dimaksud adalah memasukkan air dalam mulut sambil digerak-gerakkan (berarti berkumur-kumur). Sedangkan istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam hidung.

Yang disunnahkan adalah mubalaghah dalam istinsyaq (serius dalam memasukkan air dalam hidung) artinya menghirup air ke pangkal hidung sebagaimana diterangkan dalam Al-Mughni, 1:147. Dalam hadits diperintahkan,

وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

“Seriuslah dalam memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) kecuali dalam keadaan berpuasa.” (HR. Abu Daud, no. 142; Ibnu Majah, no. 448; An-Nasa’i, no. 114. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Memasukkan air dalam hidung ketika bangun dari tidur lebih ditekankan. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَتَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلاَثًا ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ

“Jika salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka hendaklah berwudhu lalu beristintsar (mengeluarkan air dari hidung, pen.) sebanyak tiga kali karena setan bermalam di batang hidungnya.” (HR. Bukhari, no. 3295 dan Muslim, no. 238)

Cara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu,

فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا

“Kemudian ia berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung melalui satu telapak tangan dan hal demikian dilakukan sebanyak tiga kali.” ‘Abdullah bin Zaid mengatakan itulah cara wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim, no. 235)

Beberapa kesimpulan mengenai berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dari Ibnul Qayyim sebagai berikut.

1- Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung, kadang dengan satu cidukan, kadang dua cidukan, dan kadang tiga cidukan.

2- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyambungkan antara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung (dengan satu cidukan, satu kali jalan). Beliau mengambil sebagian cidukan untuk mulut dan sebagiannya lagi untuk hidungnya. Yang sesuai petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menyambungkan antara keduanya. Tidak ada hadits shahih yang tegas yang menunjukkan bahwa antara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dipisah.

3- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menggunakan tangan kanan ketika memasukkan air dalam hidung dan mengeluarkannya dengan tangan kiri. (Lihat Zaad Al-Ma’ad, 1:185.)

Semoga meraih ilmu yang bermanfaat.

Referensi:
Al-Mughni. Cetakan Tahun 1432 H. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As- Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 1:79-82.
Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan ketiga, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj. hlm. 46-47.
Zaad Al-Ma’ad fii Hadyi Khair Al-‘Ibad. Cetakan keempat, Tahun 1425 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tahqiq: Syu’aib Al-Arnauth dan ‘Abdul Qadir Al-Arnauth. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Disusun di Perpus Rumaysho, 6 Shafar 1439 H, Malam Kamis

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Mencuci Tangan, Berkumur-Kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung

Manhajus Salikin: Mencuci Tangan, Berkumur-Kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  October 26, 2017 Artikel Terhangat 3, Thoharoh Leave a comment 3,828 Views

   

Bagaimana cara mencuci tangan, berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung saat wudhu?

Kitab Ath-Thaharah (Bersuci), Bab Sifat Wudhu

Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:

“Kemudian mencuci kedua telapak tangan tiga kali.

Lalu berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dengan tiga kali cidukan tangan.”

Mencuci Tangan
Tangan mesti dicuci terlebih dahulu dikarenakan tangan ini yang nantinya digunakan untuk mengumpulkan air dan membasuh bagian yang diperintahkan untuk dibasuh. Sehingga tangan mesti dicuci terlebih dahulu. Mencuci tangan ini dihukumi sunnah (bukan wajib) karena hal ini tidak disebutkan dalam ayat wudhu (surah Al-Maidah ayat ke-6). Walaupun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mencuci kedua telapak tangan beliau setiap kali berwudhu.

Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan bahwa mencuci tangan selain keadaan bangun dari tidur tidaklah wajib. Tentang tidak wajibnya tadi tidaklah ada perbedaan di antara para ulama sepengetahuan Ibnu Qudamah.

Lalu Imam Ibnu Qudamah rahimahullah menyatakan pula bahwa mencuci tangan ketika bangun tidur ada perbedaan pendapat mengenai hukumnya. Imam Ahmad menyatakan hukumnya wajib, sebagaimana pula hal ini menjadi pendapat Abu Bakar, madzhab Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah dan Al-Hasan Al-Bashri. Alasannya hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِى الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ

“Jika salah seorang di antara kalian bangun tidur, maka janganlah ia mencelupkan tangannya di dalam bejana sampai ia mencucinya tiga kali terlebih dahulu, karena ia tidak tahu di manakah tangannya bermalam.” (HR. Bukhari, no. 162 dan Muslim, no. 278). Perintah itu menunjukkan wajib, sedangkan larangan menunjukkan haram.

Ada pula pendapat yang menyatakan bahwa mencuci tangan saat itu tidaklah wajib karena perintah dalam ayat wudhu (surah Al-Maidah ayat ke-6) tidak dimulai dari membasuh tangan. Padahal menurut tafsiran dari Zaid bin Aslam maksud dari “idza qumtum ilash shalah” adalah jika akan bangun malam, maka basuhlah wajah, dst. (tidak mulai dari mencuci tangan, pen.). Pendapat yang menyatakan tidak wajibnya ini dinyatakan oleh ‘Atha’, Imam Malik, Al-Auza’i, Imam Syafi’i, Ishaq, Ashabur Ro’yi (Abu Hanifah dan murid-muridnya, pen.), dan Ibnul Mundzir.

Perintah mencuci tangan setelah bangun tidur hanya berlaku untuk tidur malam sebagaimana maksud hadits, “karena ia tidak tahu di manakah tangannya bermalam.” Di antara alasannya karena tidur malam biasa lebih panjang. Lihat bahasan dalam Al-Mughni, 1:140-141.

Sedangkan telapak tangan yang mesti dibasuh di sini adalah sampai pergelangan tangan saja. Itulah pengertian “al-yadd” yang dimaksud dalam ayat,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya.” (QS. Al-Maidah: 38). Begitu pula hal ini adalah pengertian kedua tangan hingga pergelangan tangan yang berlaku dalam tayamum. Lihat Al-Mughni, 1:142.

Berkumur-Kumur dan Memasukkan Air dalam Hidung
Dari Laqith bin Shabirah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ

“Jika engkau ingin berwudhu, maka berkumur-kumurlah (madh-madha).” (HR. Abu Daud, no. 144. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَوَضَّأَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْتَنْشِقْ بِمَنْخِرَيْهِ مِنَ الْمَاءِ ثُمَّ لْيَنْتَثِرْ

“Jika salah seorang di antara kalian berwudhu, maka hendaklah ia menghirup air ke lubang hidungnya (istinsyaq), lalu ia keluarkan (istintsar).” (HR. Muslim, no. 237)

Disebut madh-madha, yang dimaksud adalah memasukkan air dalam mulut sambil digerak-gerakkan (berarti berkumur-kumur). Sedangkan istinsyaq adalah memasukkan air ke dalam hidung.

Yang disunnahkan adalah mubalaghah dalam istinsyaq (serius dalam memasukkan air dalam hidung) artinya menghirup air ke pangkal hidung sebagaimana diterangkan dalam Al-Mughni, 1:147. Dalam hadits diperintahkan,

وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

“Seriuslah dalam memasukkan air dalam hidung (istinsyaq) kecuali dalam keadaan berpuasa.” (HR. Abu Daud, no. 142; Ibnu Majah, no. 448; An-Nasa’i, no. 114. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.)

Memasukkan air dalam hidung ketika bangun dari tidur lebih ditekankan. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ مَنَامِهِ فَتَوَضَّأَ فَلْيَسْتَنْثِرْ ثَلاَثًا ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَبِيتُ عَلَى خَيْشُومِهِ

“Jika salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka hendaklah berwudhu lalu beristintsar (mengeluarkan air dari hidung, pen.) sebanyak tiga kali karena setan bermalam di batang hidungnya.” (HR. Bukhari, no. 3295 dan Muslim, no. 238)

Cara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu,

فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلاَثًا

“Kemudian ia berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung melalui satu telapak tangan dan hal demikian dilakukan sebanyak tiga kali.” ‘Abdullah bin Zaid mengatakan itulah cara wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Muslim, no. 235)

Beberapa kesimpulan mengenai berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dari Ibnul Qayyim sebagai berikut.

1- Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung, kadang dengan satu cidukan, kadang dua cidukan, dan kadang tiga cidukan.

2- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyambungkan antara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung (dengan satu cidukan, satu kali jalan). Beliau mengambil sebagian cidukan untuk mulut dan sebagiannya lagi untuk hidungnya. Yang sesuai petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah menyambungkan antara keduanya. Tidak ada hadits shahih yang tegas yang menunjukkan bahwa antara berkumur-kumur dan memasukkan air dalam hidung dipisah.

3- Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menggunakan tangan kanan ketika memasukkan air dalam hidung dan mengeluarkannya dengan tangan kiri. (Lihat Zaad Al-Ma’ad, 1:185.)

Semoga meraih ilmu yang bermanfaat.

Referensi:
Al-Mughni. Cetakan Tahun 1432 H. Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Penerbit Dar ‘Alam Al-Kutub.
Ghayah Al-Muqtashidin Syarh Manhaj As- Salikin. Cetakan pertama, Tahun 1434 H. Ahmad bin ‘Abdurrahman Az-Zauman. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. 1:79-82.
Syarh Manhaj As-Salikin. Cetakan ketiga, Tahun 1435 H. Dr. Sulaiman bin ‘Abdillah Al-Qushair. Penerbit Maktabah Dar Al-Minhaj. hlm. 46-47.
Zaad Al-Ma’ad fii Hadyi Khair Al-‘Ibad. Cetakan keempat, Tahun 1425 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tahqiq: Syu’aib Al-Arnauth dan ‘Abdul Qadir Al-Arnauth. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Disusun di Perpus Rumaysho, 6 Shafar 1439 H, Malam Kamis

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Setiap Langkah Kaki Ke Masjid Akan Dihitung Sedekah

Pergi dan Pulang dari Masjid akan Mendapatkan Ganjaran Pahala
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc  October 25, 2017 Amalan 4 Comments 32,488 Views

   

Kenapa sebagian orang –khususnya kaum pria- lebih memilih shalat di rumah? Kami begitu heran! Kita semua sudah tahu bahwa shalat di masjid lebih utama 27 derajat daripada di rumah. Namun kenapa masih ada sebagian orang yang tidak mau mengambil keutamaan yang besar ini? Jalan pergi dan pulangnya saja akan mendapatkan ganjaran pahala.

Setiap Langkah Kaki Ke Masjid Akan Dihitung Sedekah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَكُلُّ خَطْوَةٍ تَمْشِيهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ

“Setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah.” (HR. Muslim, no. 1009)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah mengatakan, “Setiap langkah kaki menuju shalat adalah sedekah baik jarak yang jauh maupun dekat”.

Setiap Langkah Kaki Ke Tempat Shalat Dicatat Sebagai Kebaikan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ خُطْوَةٍ يَخْطُوهَا إِلَى الصَّلاَةِ يُكْتَبُ لَهُ بِهَا حَسَنَةٌ وَيُمْحَى عَنْهُ بِهَا سَيِّئَةٌ

“Setiap langkah menuju tempat shalat akan dicatat sebagai kebaikan dan akan menghapus kejelekan.” (HR. Ahmad, 2:283. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.)

Berjalan ke Masjid akan Mendapat Dua Keutamaan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَطَهَّرَ فِى بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِىَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa bersuci di rumahnya lalu dia berjalan menuju salah satu dari rumah Allah (yaitu masjid) untuk menunaikan kewajiban yang telah Allah wajibkan, maka salah satu langkah kakinya akan menghapuskan dosa dan langkah kaki lainnya akan meninggikan derajatnya.” (HR. Muslim, no. 666)

Orang yang melakukan semacam ini akan mendapatkan dua kebaikan: (1) ditinggikan derajatnya, (2) akan dihapuskan dosa-dosa.

Apakah Perlu Memperpendek Langkah Kaki?
Ada sebagian ulama yang menganjurkan bahwa setiap orang yang hendak ke masjid hendaknya memperpendek langkah kakinya. Akan tetapi, ini adalah anjuran yang bukan pada tempatnya dan tidak ada dalilnya sama sekali. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits hanya mengatakan ‘setiap langkah kaki menuju shalat’ dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan ‘hendaklah setiap orang memperpendek langkahnya.’ Seandainya perbuatan ini adalah perkara yang disyari’atkan, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  akan menganjurkannya kepada kita. Yang dimaksudkan dalam hadits ini adalah bukan memanjangkan atau memendekkan langkah, namun yang dimaksudkan adalah berjalan seperti kebiasaannya. Lihat Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin pada penjelasan hadits no. 26.

Berjalan Pulang dari Masjid Akan Dicatat Sebagaimana Perginya
Hal ini berdasarkan hadits berikut,

عَنْ أُبَىِّ بْنِ كَعْبٍ قَالَ كَانَ رَجُلٌ لاَ أَعْلَمُ رَجُلاً أَبْعَدَ مِنَ الْمَسْجِدِ مِنْهُ وَكَانَ لاَ تُخْطِئُهُ صَلاَةٌ – قَالَ – فَقِيلَ لَهُ أَوْ قُلْتُ لَهُ لَوِ اشْتَرَيْتَ حِمَارًا تَرْكَبُهُ فِى الظَّلْمَاءِ وَفِى الرَّمْضَاءِ . قَالَ مَا يَسُرُّنِى أَنَّ مَنْزِلِى إِلَى جَنْبِ الْمَسْجِدِ إِنِّى أُرِيدُ أَنْ يُكْتَبَ لِى مَمْشَاىَ إِلَى الْمَسْجِدِ وَرُجُوعِى إِذَا رَجَعْتُ إِلَى أَهْلِى. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « قَدْ جَمَعَ اللَّهُ لَكَ ذَلِكَ كُلَّهُ »

“Dulu ada seseorang yang tidak aku ketahui seorang pun yang jauh rumahnya dari masjid selain dia. Namun dia tidak pernah luput dari shalat. Kemudian ada yang berkata padanya atau aku sendiri yang berkata padanya, “Bagaimana kalau engkau membeli keledai untuk dikendarai ketika gelap dan ketika tanah dalam keadaan panas.” Orang tadi lantas menjawab, “Aku tidaklah senang jika rumahku di samping masjid. Aku ingin dicatat bagiku langkah kakiku menuju masjid dan langkahku ketika pulang kembali ke keluargaku.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah telah mencatat bagimu seluruhnya.” (HR. Muslim, no. 663)

Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (5:149) mengatakan,

فِيهِ : إِثْبَات الثَّوَاب فِي الْخُطَا فِي الرُّجُوع مِنْ الصَّلَاة كَمَا يَثْبُت فِي الذَّهَابِ .

“Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa langkah kaki ketika pulang dari shalat akan diberi ganjaran sebagaimana perginya.”

Masya Allah, inilah keutamaan pergi dan pulang dari menunaikan shalat di masjid . Akankah kita masih melewatkannya?

Orang yang tahu di tempat lain kalau berdagang di tempat lain akan mendapat keuntungan berlipat-lipat daripada berdagang di rumah, tentu akan melangkahkan kakinya ke tempat jauh sekalipun.

Semoga Allah memberi taufik kepada kita agar dapat merutinkan shalat jama’ah di masjid, khususnya kami maksudkan pada kaum pria.

Pangukan, Sleman, 20 Muharram 1430 H

Direvisi ulang pada 5 Shafar 1439 H @ Perpus Rumaysho

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

https://rumaysho.com/159-pergi-dan-pulang-dari-masjid-akan-mendapatkan-ganjaran-pahala.html