Jumat, 19 Oktober 2018

Tafsir Surah Al Hujurat Ayat 11


        

Tafsir Surah Al Hujurat Ayat 11

3 Januari 2018

0

2396

    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Allah Subhanahu wata’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka“. (QS. Al-Hujurat : 11).

Ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an jika bukan perintah yang dengannya Allah memerintahkan kita dengan sesuatu maka ia berupa larangan yang dengannya kita menjauhinya atau meninggalkannya, adapun dalam ayat diatas merupakan larangan yang harus dihindari dan dijauhi.

Asbabul Nuzul

Disebutkan oleh sebagian ulama atau sebagian riwayat sebab turunnya ayat tersebut dintaranya tentang salah seorang sahabat Thabit bin Qais bin Shammas Radhiyallahu ‘anhu, beliau adalah salah seorang sahabat yang selalu hadir dimajelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dan duduk didekat Rasulullah untuk mendengarkan nasehat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, mengapa beliau dekat dengan Rasulullah karena ditelinga beliau disebutkan ada semacam penutup sejak lahir sehingga menghalangi pendengaran beliau dan ini pula yang menjadi sebab beliau sering mengangkat suara dimajelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika turun firman Allah Subhanahu wata’ala:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari“. (QS. Al-Hujurat: 2).

Beliau lalu tinggal dirumahnya, ketika didatangi oleh salah seorang sahabat utusan Rasulullah ternyata beliau khawatir dan ia mengira bahwasanya ayat ini turun kepada beliau karena beliau selalu mengangkat suara dimajelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Suatu hari beliau  terlambat hadir dalam majelis dan beliau berjalan melangkahi punggung sahabat yang duduk dimajelis Rasulullah, melihat hal tersebut salah seorang sahabat  marah sambil berkata:”Duduk dimana engkau terakhir duduk atau dimana terakhir engkau mendapatkan majelis“. akhirnya dia juga sedikit terbawa emosi dan dia bertanya:”Siapa fulan ini dan siapa gerangan dia yang berani menegur saya”, dikatakan kepadanya:”Ini namanya fulan”, Thabit mengatakan:”Ibnu fulanah (putra dari fulanah)”, dan ternyata ibu orang yang menegur beliau memiliki sifat yang merupakan sifat jahiliyah yang ia bawa sejak jahiliyah dan ia tidak menyukainya, akhirnya lelaki ini diam dan merasa malu ketika thabit berkata demikian, maka turunlah firman Allah surah Al-Hujurat ayat :11.

Ada yang menyebutkan bahwasanya  penggalan ayat diatas turun kepada sebahagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, ini terjadi karena persaingan diantara mereka disebabkan karena kecemburuan diantara mereka, disebutkan bahwasanya istri – istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam memiliki 2 kelompok ada kelompok ‘Aisyah bersama dengan Hafsah dan ada kelompok yang lain. Kisah ketika ‘Aisyah Radhiyallahu anha dikirimi makanan oleh salah seorang istri beliau yang lain dirumah ‘Aisyah kemudian ia marah di depan para sahabat hal ini menunjukan ada kecemburuan diantara mereka, yaitu kecemburuan penghuni surga kepada penghuni surga. Dalam kisah yang lain disebutkan bahwasanya ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bersama dengan Hafsah pernah menggunjing Ummu Salamah dan yang menjadi topik dari pembicaraan keduanya adalah pakaiannya Ummu Salamah yang mana ia mengikat dibagian pinggangnya kemudian sebagian tali pinggangnya mengekor kebelakang, ‘Aisyah kemudian berkata kepada Hafsah:”Lihatlah dia keluar dia menarik tali itu seperti lidah se’ekor anjing“, maka turunlah firman Allah Subhanahu wata’ala diatas.

Sebagian yang lain ada yang mengatakan bahwasanya ayat ini turun sebagai teguran kepada istri – istri Nabi yaitu ketika istri Rasulullah yang bernama Shafiyah binti huyay salah seorang wanita dari kalangan yahudi yang diperistri oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam beliau diejek oleh istri Nabi yang lain dikatakan bahwasanya:”Dia adalah yahudiyah anak dari 2 yahudi“, yang dimaksudkan adalah Nabi Musa dan Harun, Shafiyah tidak terima dengan ejekan mereka akhirnya Shafiyah mengadukan kepada suaminya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, disini kita bisa mendapatkan faedah bagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyelesaikan masalah ketika shafiyah berkata:”Saya diejek oleh istri – istri anda yang lain Ya Rasulullah mereka mengatakan:”Saya ini yahudiyah dari 2 orang yahudi”, Rasulullah mengatakan:”Cukup engkau mengatakan kepada mereka:”Bapakku adalah seorang yahudi (Nabi Harun) kemudian pamanku adalah Nabi Musa, engkau dan saya adalah istri seorang Nabi, semuanya Nabisampaikan itu kepada mereka”, setelah itu hal ini justru menjadi kebanggaan dari Shafiyah Radhiyallahu ‘anha. Ini sebab secara umum, namun kita perlu mengambil faedah secara umum.

Janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain

Tidaklah seseorang mengolok orang lain kecuali orang yang mengolok itu jahil (bodoh) mengapa demikian.? Ketika Nabi Musa menyuruh bani israil untuk menyembelih sapi mereka berkata:”Engkau mengejek kami wahai musa”, Musa berkata:”Aku berlindung kepada Allah Subhanahu wata’ala untuk termasuk orang – orang yang jahil”,  bisa difahami bahwasanya tidaklah olokan  itu kecuali muncul dari orang yang jahil dan yang paling berbahaya adalah kibr karena teman dari kejahilan adalah kesombongan, ulama kita mengatakan seseorang tidak akan mendapatkan kebaikan disebabkan karena 2 hal yaitu malu yang bukan pada tempatnya dan kesombongan. Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ

“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya:“Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?”, Beliau menjawab:“Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain“. (HR. Muslim no. 91).

Qaidah Fiqiyah dicampur dengan Qaidah Al Haya:”Jangan pernah kita merasa lebih mulia dari saudara kita selama dia beriman, siapapun dia, karena Qaidah mengatakan:”Ke yakinan itu tidaklah dihapuskan dengan keraguan”.

Bukankah kita yakin terhadap diri – diri kita dan mengetahui diri kita walaupun orang memuji kita dan melihat kita sebagai orang yang sholeh namun kita yang lebih tahu tentang diri. Orang hanya melihat casing atau dzahir dari perbuatan kita adapun bathin kita maka kita yang lebih tahu setelah Allah Subhanahu wata’ala.

Pernah suatu ketika Ibnu Mas’ud diikuti oleh seseorang, kemudian bertanya kepada mereka mengapa kalian mengikutiku apakah ada yang hendak kalian tanyakan, mereka berkata:”Tidak ada”, atau ada yang bisa saya bantu, mereka berkata:”Tidak ada”, lalu mengapa kalian mengikuti saya, mereka berkata:”Karena anda adalah sahabat Nabi”, Ibnu Mas’ud berkata:”Kalian pergilah., andaikan kalian mengetahui  apa yang saya kerjakan setelah saya menutup pintu maka tidak ada yang enggan ikut dengan saya”, ungkapan ini adalah ungkapan ketawadhuan beliau. Adapun kita yang memiliki tubuh, masing – masing kita mengetahui apa yang ada pada diri kita.

Salah seorang salaf ketika berdiri dipadang arafah melihat orang – orang mencucurkan air mata sambil berdoa meminta ampun kepada Allah Subhanahu wata’ala, beliau kemudian berkata:”Lailahaillallah, andaikan saya tidak berada ditengah – tengah mereka maka Allah sudah mengampunkan dosa – dosa mereka semua”, padahal beliau adalah orang yang sangat terkenal dengan kesholehannya namun ia menganggap dirinya sebagai sebab ampunan terlambat diturunkan oleh Allah kepada mereka.

Oleh karena itu sebagaimana yang telah kita katakan bahwasanya jangan pernah merasa diri lebih baik dari saudara kita, Allah Subhanahu wata’ala menegaskan didalam Al-Qur’an sifat kita terhadap orang – orang  yang beriman, kata Ibnu Abbas:”Adzillati alal mu’minina”, seperti seorang bapak kepada anaknya adapun orang kafir seperti seorang binatang terhadap mangsanya“, ini adalah sifat orang yang beriman namun sekarang ini banyak yang menyalahgunakannya bahkan terbalik, dimana kepada sesama kaum muslimin mereka saling memakan kehormatannya, memberikan Al-Baronya, sebaliknya Al Walanya diberikan kepada musuh – musuh Allah dizaman yang penuh fitnah sekarang ini.

Boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka

ini menunjukkan bahwasanya didalam islam sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-  إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian”. (HR. Muslim no. 2564).

Barang siapa terlambat-lambat dalam amalannya, niscaya tidak akan bisa dipercepat oleh nasabnya“. (HR. Muslim dalam Shahih-nya). Oleh karena itu yang menjadi ukuran dalam agama kita adalah takwa kepada Allah Subhanahu wata’ala.

Pernah suatu ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berjalan diantara para sahabat dan ikut bersama dengan beliau ‘Abdullah ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu yang selalu mendampingi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam,  beliau mengurusi siwak dan sandalnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, Sebenarnya Rasulullah tidak mau diperlakukan demikian karena beliau mengajarkan kepada sahabat untuk berlepas kepada orang lain (mengurus diri sendiri) beliau mengatakan sebagaimana nasehat Jibril dan setelah Nabi menyampaikan hal tersebut, salah seorang sahabat ketika jatuh cambuknya beliau tidak meminta untuk diambilkan cambuknya oleh orang lain akan tetapi ia turun dengan sendirinya untuk mengambilnya. Lantas mengapa Nabi memiliki pembantu dan pelayan, karena Nabi tahu jika mereka senang melakukan hal tersebut dan ingin mendapatkan pahala dan jalan menuju ke syurga. Makanya dalam beberapa kesempatan Rasulullah sendiri langsung turun tangan untuk membantu istrinya, ketika ‘Aisyah ditanya apa yang dilakukan oleh Rasulullah dirumah, beliau menjawab:”Beliau membantu istrinya”, beliau pernah menjahit sendiri bajunya, beliau yang memperbaiki sendiri kasur dan sendalnya.

Berjalanlah beliau bersama para sahabat ikutlah ‘Abdullah ibnu Mas’ud kemudian Nabi ingin bersiwak dan Rasulullah menyuruh ‘Abdullah ibnu Mas’ud naik memanjat pohon arak mengambil rantingnya untuk digunakan sebagai siwak oleh Rasulullah, maka naiklah beliau kemudian tiba – tiba angin berhembus kencang dan beliau mengangkat kain celana beliau maka tersingkaplah kedua betis beliau yang sangat kecil  (sejak lahir seperti itu) spontan sahabat yang bersama dengan Rasulullah melihat pemandangan itu tertawa, akhirnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam marah kepada mereka dengan berkata:”Kalian menertwakan kedua betisnya yang kecil, demi Allah kedua betisnya Ibnu Mas’ud lebih berat dalam timbangan dibandingkan dengan gunung uhud”, betis yang berdiri dalam ketaatan kepada Allah lebih berat daripada gunung uhud.

Kisah Syaikh bin Baz ketika dalam mejelisnya ada yang bertanya:”Ya Syaikh, saya telah melaksanakan haji dan terburu – buru kembali ke negeri saya, baru 3 kali putaran thawaf wada’ saya kerjakan dan saya harus kembali, apakah saya bisa menyempurnakan 4 thawaf lain dikuburannya Husain”, Spontan orang yang berada dimajelis Syaikh tertawa, Syaikh bin Baz kemudian tertunduk bahkan beliau menangis, beliau mengatakan:”Kalian menertawai pertanyaannya, padahal kalian lupa bahwasanya kita akan ditanya dihadapan Allah Subhanahu wata’ala tentang kejahilan orang ini”.

Islam tidak melihat pada penampilan seseorang Karena boleh jadi ada seseorang yang rambutnya khusut, pakaiannya lusuh dan berdebu bahkan ada sobekannya, jika ia datang bertamu ke rumah salah seorang ia ditutupkan pintu, jika dia berbicara ucapannya tidak didengar, kehadirannya tidak dikenal, ketiadaannya tidak dirindukan, jika dia melamar lamarannya tidak diterima, namun jika dia bersumpah atas nama Allah maka Allah mengabulkan sumpahnya.

Oleh karenanya dari sahabat Sahl ibn Saad beliau menceritakan bahwasanya ada seorang lelaki yang bersama dengan Rasulullah dalam majelis hadir pula sahabat yang lain, tiba – tiba lewatlah salah seorang lelaki, Rasulullah lalu bertanya kepada lelaki yang didekat beliau:”Apa pendapatmu tentang orang ini”, orang yang lewat ini adalah orang yang memiliki status yang baik (orang bangsawan) dikalangan manusia“, sahabat ini menjawab:”Ya Rasulullah orang ini adalah orang yang mulia dan apabila ia berbicara pasti akan didengar pembicaraannya dan jika dia meminta syafaat maka akan dikabulkan syafaatnya“, kemudian lewat lelaki yang kedua, Rasulullah kembali bertanya:”Apa pendapatmu tentang lelaki ini”, ia menjawab:”Orang ini adalah orang yang termasuk diantara orang – orang yang fakir yang ketika berbicara tidak didengar pembicaraannya, jika dia meminta syafaat tidak dikabulkan syafaatnya”, Rasulullah kemudian berkata:”Sesungguhnya yang ini (orang yang kedua) lebih baik daripada yang pertama”.

Ayat yang kita bahas diatas mengingatkan kepada kita untuk memiliki sifat tawadhu sebagaimana kata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”. (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni. Hadits ini dihasankan oleh al-Albani di dalam Shahihul Jami’no:3289). Yang tidak sombong kepada orang lain, yang menerima dan bisa diterima.

Wallahu A’lam Bish Showaab

Oleh : Ustadz Harman Tajang, Lc., M.H.I Hafidzahullahu Ta’ala (Direktur Markaz Imam Malik)

@Rabu, 15 Rabiul Akhir 1438 H

Fanspage : Harman Tajang

Kunjungi Media MIM:
Fans page: https://www.facebook.com/markaz.imam.malik.makassar/

Website : http://mim.or.id

Youtube : https://www.youtube.com/c/MimTvMakassar

Telegram : https://telegram.me/infokommim

Instagram : https://www.instagram.com/markaz_imam_malik/

ID LINE :  http://line.me/ti/p/%40nga7079p

Artikel SebelumnyaTafsir Surah Al Hujurat Ayat 10

Artikel berikutnyaTafsir Surah Al-Hujurat Ayat 11 Sesi 2

Awizt

ARTIKEL TERKAITDARI PENULIS

Tafsir & Tadabbur

Tafsir Surah Qaf Ayat 41-45 Malaikat Menyeru Dari Tempat Yang Dekat

Tafsir & Tadabbur

Tafsir Surah Qaf Ayat 38-40 Bersabar Dari Apa Yang Mereka Katakan (Lanjutan)

Tafsir & Tadabbur

Tafsir Surah Qaf Ayat 38-40 Bersabar Dari Apa Yang Mereka Katakan

TINGGALKAN KOMENTAR

PILIHAN EDITOR

Riyadhussholihin “Muraqabatullah” Hadist Jibril (Islam, Iman, Ihsan, Kiamat) Apa Itu Iman...

19 Oktober 2018

Riyadhussholihin “Muraqabatullah” Hadist Jibril (Islam, Iman, Ihsan, Kiamat) Engkau Menunaikan Haji...

18 Oktober 2018

Riyadhussholihin “Muraqabatullah” Hadist Jibril (Islam, Iman, Ihsan, Kiamat) Berpuasa di Bulan...

17 Oktober 2018

POSTING POPULER

Sujud Tanpa Ruku Dalam Sholat Subuh

14 Juli 2017

[Audio] Keutamaan Memberi Makan

26 September 2016

[Video] Khutbah Idul Adha 1438 H Lapangan Karebosi Makassar Ustadz Harman...

1 September 2017

KATEGORI POPULER

Video343Kabar MIM282Tazkiyah182Info Kegiatan177Gambar Insiprasi122Kolom Direktur121Sirah110Muslimah106Fiqih92

TENTANG KAMI

Markaz Imam Malik adalah sebuah yayasan Islam yang memiliki program utama pendidikan Al-Qur'an, dakwah dan sosial

Hubungi kami: infokommim@gmail.com

IKUTI KAMI

        

© 2017 | mim.or.id

NUN TAUKID

Menu

Belajar Ilmu Nahwu Shorof Tata Bahasa Arab Online

Nahwu, Balaghah, Mu'jam, Sharaf, Kamus, Terjemah dll. Blog Santri Fasih Mengaji Kitab Kuning. nahwusharaf.WordPress.com site

TAGGED WITH NUN TAUKID

Pengertian Dua Nun Taukid dan Penggunaan-nya » Alfiyah Bait 635-636-637-638

–·•Ο•·–

نُونَا التَّوْكيدِ

BAB DUA NUN TAUKID 

لـلــفــعــلِ تــوكـــيـــدٌ بــنُــونَــيْــنِ هُــــمَــــا  ¤ كَـــنُـــونَـــي اذْهَــــبَـــــنَّ واقْــصِــدَنْــهُــمَــا

Husus masuk pada kalimah Fi’il, dua Nun Taukid (tsaqilah/khafifah) seperti kedua Nun pada contoh “IDZHABANNA” WA “WAQSHIDAN” HUMAA (berangkatlah dan berkehendaklah sungguh-sungguh pada keduanya). 

يُـــؤَكِّــــدَانِ افْــــعَــــلْ ويَــفْـــعَـــلْ آتِــــيًــــا  ¤ ذا طَـــلَـــبٍ أوْ شَـــرْطًـــا امَّـــــــا تَــالِــيَـــا

Dua Nun taukid tsb menaukidi IF’AL (Fi’il Amar, secara Mutlak), juga YAF’ALU (Fi’il Mudhari’) yg datang dengan faidah Tholab (fi’il nahi/lam amar/istifham dll), atau datang sebagai fi’il syarat setelah huruf syarat IMMAA (IN syarthiyah + MAA zaidah taukid). 

أوْ مُـثْـبَــتًــا فـــــــي قَـــسَــــمٍ مُـسْـتَـقْــبَــلَا  ¤ وقَــــــلَّ بـــعـــدَ مــــــا ولــــــمْ وبـــعــــدَ لا

Atau datang sebagai kalam mutsbat (kalimat positif) pada jawab qosam yg mustaqbal. Dan jarang (penggunaan Nun taukid ini pada fi’il mudhari’) yg jatuh setelah MAA (zaidah taukid), LAM atau LAA (nafi), 

وغــيــرِ إمَّـــــا مِـــــنْ طَــوالِـــبِ الْــجَـــزَا  ¤ وآخِــــــرَ الــمــؤكَّـــدِ افْـــتَــــحْ كَـــابْــــرُزَا

juga jarang (penggunaan Nun taukid ini pada fi’il mudhari’) setelah adawat syarat tholabul-jaza’ selain IMMAA. Fat-hahkan! (mabnikan fathah) pada akhir Fi’il yg ditaukidi, ceperti contoh IBRUZAN! (sungguh tanpakkan dirimu!). 

–·•Ο•·–

Nun Taukid yg berfungsi menaukidi kalimah Fi’il itu ada dua bentuk :

1. Nun Taukid Tsaqilah (berat karena bertasydid) mabni Fathah.
2. Nun Taukid Khafifah (ringan karena sukun) mabni Sukun.

Kedua Nun Taukid tersebut boleh digunakan untuk menaukidi Fi’il Amar dengan tanpa syarat, tidak boleh dugunakan untuk menaukidi Fi’il Madhi. Sedangkan untuk Fi’il Mudhari’ harus ditafsil dengan beberapa persyaratan.

Penaukidan dengan Nun Taukid menimbulkan dua konsekuensi: Secara Makna dan Secara Lafazh.

1. Secara Makna : Menghususkan Fi’il Mudhari’ pada zaman Mustaqbal (akan datang), dan menguatkan mustaqbal untuk Fi’il Amar. sedangkan makna Faidah Taukid, bahwa Nun Taukid Tsaqilah lebih kuat penaukidannya dari pada Nun Taukid Khafifah, sesuai kaidah : “penambahan bentuk umumnya menunjukkan penambahan pada makna”.

2. Secara Lafazh : Menjadikan Fi’il Amar dan Fi’il Mudhari’ mabni Fathah, dengan ketentuan bersambung langsung tanpa ada pemisah sebagaimana telah dijelaskan pada bab Mu’rob dan Mabni.

Contoh pada Fi’il Mudhari’ :

لأنصرَنَّ المظلوم

LA ANSHURONNA AL-MAZHLUUMA = sungguh akan kubantu orang yg tertindas.

I’rob: LA = Lam jawab qosam muqaddar, ANSHURONNA = Fiil Mudhari’ mabni Fat-hah dan Nun Taukid, Faa’ilnya dhamir mustatir takdirnya ANA.

لا ترغبن فيمن زهد عنك

LAA TARGHABANNA FIY MAN ZAHIDA ‘ANKA = sungguh jangan pedulikan orang yg tidak memperhatikanmu..!

I’rob : LAA = Nahi, TARGHABANNA = Fi’il Mudhari’ Mabni Fathah mahal Jazem.

Contoh pada Fi’il Amar :

اشكرَنَّ من أحسن إليك

USYKURONNA MAN AHSANA ILAIKA = sungguh bersyukurlah terhadap orang yg berbuat baik kepadamu.

I’rob : USYKURONNA = Fi’il Amar mabni Fathah bersambung dg Nun Taukid, Fa’ilnya dhamir mustatri wujuuban takdirnya ANTA.

Hukum penaukidan Nun Taukid pada Fiil Mudhari’ disini terkadang wajib, mamnu’/dilarang, dan jaiz (baik yg sering dipakai atau yg jarang) :

1. Wajib Taukid, jika menjadi jawab qosam serta mencukupi tiga syarat :

a. harus bersambung dengan Lam Qosam
b. harus Mustaqbal
c. harus Mutsbat

contoh:

والله لأبذلنَّ النصيحة

WALLAAHI LA ABDZALANNA AN-NASHIIHATA = demi Allah sungguh aku akan mencurahkan nasehat.

contoh Firman Allah :

وَتَاللَّهِ لَأَكِيدَنَّ أَصْنَامَكُمْ

WA TALLAAHI LA AKIIDANNA ASHNAAMAKUM = Demi Allah, sesungguhnya aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu (QS. Al-Anbiyaa’ : 57)

2. Mamnu’/dicegah Taukid, ada pada dua tempat :

a. Menjadi jawab qosam tapi tidak mencukupi tiga syarat diatas, demikian apabila ada pemisah antara Lam Qosam dengan Fiil Mudhari‘, contoh:

والله لسوف أبذل النصيحة

WALLAAHI LA SAUFA ABDZALUN-NASHIIHATA = demi Allah, aku akan mencurahkan nasehat.

Contoh Firman Allah :

وَلَسَوْفَ يُعْطِيكَ رَبُّكَ فَتَرْضَى

WA LA SAUFA YU’THIIKA ROBBUKA FA TARDHOO = Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu , lalu (hati) kamu menjadi puas. (QS. Adh-Dhuhaa : 5)

atau Fi’ilnya digunakan untuk zaman Haal bukan Istiqbal, contoh :

وربي لأقومُ بواجبي الآن

WA ROBBIY LA AQUUMU BI WAAJIBIY AL-AANA = demi Tuhanku, aku lagi melaksanakan kewajibanku sekarang.

atau Fi’ilnya digunakan Manfi bukan Mutsbat, contoh:

وربِّ الكعبة لا أنصرك إن اعتديت

WA ROBBIL-HA’BATI LAA ANSHURUKA IN I’TADAITA = demi Tuhannya ka’bah, aku tidak akan menolongmu jika kamu melanggar.

contoh Firman Allah :

قَالُوا تَاللَّهِ تَفْتَؤُاْ تَذْكُرُ يُوسُفَ

QOOLUU TALLAAHI TAFTA’U TADZKURU YUUSUFA = Mereka berkata: “Demi Allah, senantiasa kamu mengingati Yusuf (QS. Yusuf : 85)

lafazh TAFTA’U pada ayat ini takdirannya LAA TAFTA’U, dengan membuang huruf nafi.

b. Apabila tidak diawali dengan sesuatu yg menyebabkan penaukidannnya berhukum Jaiz,contoh :

كثرة العتاب تورث ُ البغضاء

KATSROTUL-‘ITAABI TUUROTSUL-BAGHDHAA’I = sering mencela mewariskan kebencian.

3. Jaiz Taukid dan sering, demikian apabila diawali dengan IMMAA (IN syarthiyah yg diidghamkan pada MAA zaidah untuk taukid), atau diawali dengan adat Tolab yg berfaidah amar, nahi atau istifham dsb.

Contoh Fi’il Mudhari’ yg diawali dengan IMMAA :

إما تفعَلَنَّ الخير تنل جزاءه

IMMAA TAF’ALANNA AL-KHAIRA TUNAL JAZAA’AHUU = jika kamu benar-benar akan mengerjakan kabaikan, maka kamu akan diberi balasan kebaikan itu.

lafazh IMMAA TAF’ALANNA = asalnya IN TAF’AL, kemudian ditambah MAA pada IN dan diidghamkan.

contoh Ayat dalam Al-Qur’an :

وَإِمَّا تَخَافَنَّ مِنْ قَوْمٍ خِيَانَةً فَانْبِذْ إِلَيْهِمْ عَلَى سَوَاءٍ

WA IMMAA TAKHOOFANNA MIN QOUMIN KHIYAANATAN FANBIDZ ILAIHIM ‘ALAA SAWAA’IN = Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur (QS. Al-Anfaal : 58)

I’rob :
WAWU Isti’nafiyah. IMMAA = IN huruf syarat amil jazem, MAA zaidah taukid. TAKHOOFANNA Fi’il Mudhari’ mabni fathah dalam mahal jazem menjadi Fi’il Syarat, NUN untuk Taukid, Faa’ilnya dhamir mustatir wajuban takdirannya ANTA. Kemudian jumlah FANBIDZ ILAIHIM sebagai jawab syarat dalam mahal jazem.

Contoh Fi’il Mudhari’ diawali dengan adawat yg berfungi Amar :

لِتَرحَمَنَّ المسكين

LI TARHAMANNA AL-MISKIINA = sungguh kasihanilah orang miskin
boleh diucapkan LI TARHIM..! karena memang taukidnya berhukum jawaz.

Contoh diawali dengan adawat Nahi :

لا تؤخرَنَّ فعل الخير إلى غد

LAA TU’AKHKHIRONNA FI’LAL-KHAIRI ILAA GHADIN = sungguh janganlah kamu mengakhirkan perbuatan baik untuk besok. Dan boleh diucapkan LAA TU’AKHKHIR..!

Contoh pada Firman Allah :

وَلَا تَحْسَبَنَّ اللَّهَ غَافِلًا عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ

WA LAA TAHSABANNALLAAHA GHAAFILAN ‘AMMAA YA’MALUZH-ZHAALIMUUNA = Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. (QS. Ibrohim : 42)

I’rob : LAA nahi, TAHSABANNA fi’il mudhari’ mabni fathah dalam mahal jazm, Faa’ilnya dhamir mustatir.

Contoh yang diawali dengan adawat Istifham :

هل تصلنَّ رحمك

HAL TASHILANNA ROHIMAKA? = apakah kamu akan mengunjungi familimu? (silaturrahmi). Atau boleh dilafalkan HAL TASHIL..?.

4. Jaiz Taukid namun jarang adanya, demikian apabila Fi’il Mudhari’ jatuh sesudah MAA zaidah yg tidak diidghamkan pada IN syarthiyyah, sebagaimana orang arab mengatakan :

بعينٍ ما أرَيَنَّك

BI ‘AININ MAA AROYANNAKA = sungguh dengan mata seakan aku melihatmu.

I’rob : MAA zaidah taukid, AROYANNA fi’il mudhari’ mabni fathah, NUN taukid, KAF maf’ul bih.

Demikian juga Fi’il Mudhari’ yg jatuh sesudah LAM, contoh :

من مرت به مواسم الطاعة ولم يستغلَنَّها فهو محروم

MAN MARRAT BIHII MAWAASIMUT-THAA’ATI WA LAM YASTAGHILANNAHAA FAHUWA MAHRUUMUN = barang siapa dilewati masa-masa ta’at dan dia tidak mempersibuk diri dengan ta’at maka termasuk orang yg benasib buruk.

atau jatuh sesudah LAA NAHI contoh :

بادر بالعمل زمن الشباب لا يفوتنَّك

BAADIR BIL-‘AMALI ZAMANASY-SYABAABI LAA YAFUUTUNNAKA = bersegeralah mengerjakan amal pada waktu muda selagi tidak pupus kesempatan waktumu.

contoh Firman Allah :

لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ

LAA YAHTHIMANNAKUM SULAIMAANU WA JUNUUDUHUU = masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya (QS. Annaml : 18)

Atau jatuh sesudah adawat syarat selain IMMAA contoh :

من يصلَنَّ رحمه يسعد

MAN YASHILLANNA ROHIMAHUU YUS’AD = barang siapa bersilaturrahim pada familinya maka ia akan mendapat kebahagiaan.

Share this:

Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)10Click to share on Facebook(Membuka di jendela yang baru)10Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk mengirim email pada teman(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru)

24 Maret 201210 Balasan

Bait 11. Tanda Kalimat Fi’il: Ta’ Fail, Ta’ Ta’nits Sukun, Ya’ Fail, Nun Taukid.

بِتَا فَعَلْتَ وَأَتَتْ وَيَا افْعَلِي ¤وَنُوْنِ أَقْبِلَنَّ فِعْـــلٌ يَنْجَلِي

Dengan tanda Ta’ pada lafadz Fa’alta dan lafadz Atat, dan Ya’ pada lafadz If’ali, dan Nun pada Lafadz Aqbilanna, Kalimah Fi’il menjadi jelas.


Matan Nazham Alfiyyah

Bait ini menjelaskan bahwa Kalimat Fi’il dibedakan dari Kalimah Isim dan Kalimah Huruf, dengan beberapa tanda-tanda pengenalnya sebagaimana disebutkan dalam bait syair, yaitu:

Ta’ Fail


Ta’ dalam contoh فَعَلْتَ dimaksudkan adalah Ta’ Fail mancakup:

Ta’ Fail untuk Mutakallim, Ta’ berharkat Dhommah contoh:

ضَرَبْتُ زَيْداً

Aku memukul Zaid.

Ta’ Fail untuk Mukhatab, Ta’ berharkat Fathah contoh:

ضَرَبْتَ زَيْداً

Engkau (seorang laki-laki) memukul Zaid.

Ta’ Fail untuk Mukhatabah, Ta’ berharkat Kasroh contoh:

ضَرَبْتِ زَيْداً

Engkau (seorang perempuan ) memukul Zaid.

Ta’ Ta’nits Sukun


Ta’ dalam contoh lafadz اَتَتْ Maksudnya adalah Ta’ Ta’nits yang Sukun. Contoh:

ضَرَبَتْ زَيْداً

Dia (seorang perempuan) memukul Zaid.

Menyebut  Ta’ Ta’nits Sukun untuk membedakan dengan Ta’ Ta’nits yang tidak sukun yang bisa masuk kepada Kalimat Isim dan Kalimat Hururf

Bisa masuk pada Kalimat Isim contoh:

هِيَ مُسْلِمَةٌ

Dia seorang Muslimah.

Bisa masuk kepada kalimat Huruf contoh:

وَلاَتَ حِينَ مَنَاصٍ

Ketika itu tidak ada tempat pelarian.

Ya’ Fa’il


Ya’ dalam contoh lafadz افْعَلِيْ dimaksudkan adalah Ya’ Fail mancakup:

Ya’ Fa’il pada Fi’il Amar. Contoh:

اضْرِبِيْ

Pukullah wahai seorang perempuan!

Ya’ Fa’il pada Fi’il Mudhori’, contoh:

تَضْرِبِيْنَ زَيْداً

Engkau (seorang perempuan) akan memukul Zaid.

Menyebut Ya’ If’aliy atau Ya’ Fail, dan tidak menyebut Ya’ Dhomir dikarenakan termasuk Ya’ Dhomir Mutakallim yang tidak Khusus masuk kepada Fi’il tapi bisa masuk kepada semua Kalimat contoh:

سَأَلَنِيْ اِبْنِيْ عَنِّيْ

Anakku menanyaiku tentang aku.

Nun Taukid


Nun dalam contoh lafadz أقْبِلَنَّ dimaksudkan adalah Nun Taukid mancakup:

Nun Taukid Khofifah tanpa Tansydid contoh:

لَنَسْفَعَنْ بِالنَّاصِيَةِ

Sungguh akan Kami tarik ubun-ubunnya.

Nun Taukid Tsaqilah memakai Tansydid contoh:

لَنُخْرِجَنَّكَ يَا شُعَيْبُ

Sunggah kami akan mengeluarkanmu wahai Syu’aib.

Share this:

Klik untuk berbagi via Google+(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk berbagi pada Twitter(Membuka di jendela yang baru)30Click to share on Facebook(Membuka di jendela yang baru)30Klik untuk berbagi pada Reddit(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk berbagi pada Tumblr(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk berbagi di Linkedln(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk mengirim email pada teman(Membuka di jendela yang baru)Klik untuk mencetak(Membuka di jendela yang baru)

7 Agustus 201015 Balasan

     

 

OKTOBER 2018MSSRKJS« Apr   12345678910111213141516171819202122232425262728293031 

Belajar Ilmu Nahwu dan Shorof

Kitab Alfiyah Ibnu MalikAbniatul MashdarBait 440-447Bab 'Adad Ma'dudBait 726-723-724Bab Af'alu At-TafdhilBait 496-497Bab Al-IkhtishoshBait 620-621Bab Amil JawazimBait 696-697Bab Ammaa Laulaa dan LaumaaBait 712-713Bab Asma'ul-Af'al wa AshwatBait 627-628Bab At-tahdzir wal Ighra'Bait 622-623-624Bab At-TamyiizBait 356-357Bab Athaf BayanBait 534-535Bab Athof NasaqBait 540-541-542Bab BadalBait 565Bab Fa'ilBait 225Bab HaalBait 332Bab Harf JarBait 364-365Bab I'maalul-MashdarBait 424-425Bab I'rab Fi'ilBait 676Bait 677-678Bab IdhafahBait 385-386-387Bab Isim Fail Isim Maf'ul Sifat MusyabbahahBait 457-462Bab Isim Tidak MunsharifBait 649Bab IstighasahBait 598-599Bab Istitsna'Bait 316-317Bab IsytighalBait 255Bab KalamBait 10Bait 11Bait 12-13-14Bait 8-9Bab Maf'ul Fih ZharafBait 303Bab Maf'ul Liajlih-Maf'ul LahBait 298-299-300Bab Maf'ul MutlaqBait 286-287Bab Membuat Khobar dgn AlladziBait 817-818-819Bab Mu'rob dan MabniBait 15Bait 16-17Bait 18Bait 19-20Bait 21-22Bait 23-24Bait 25-26Bait 27Bait 28Bait 29-30Bait 31Bait 32-33-34Bait 35Bait 36-37-38Bait 39-40Bait 41Bait 42Bait 43Bait 44-45Bait 46-47-48Bait 49-50-51Bab Mudhaf pada Ya' MutakallimBait 420-421-422-423Bab Munada Mudhaf pada Ya' MutakallimBait 582Bab Munada TarkhimBait 608-609-610-611Bab Mutaaddi dan LazimBait 267-268Bab Na'atBait 506-507Bab Naibul Fa'ilBait 242Bab Nakirah dan Ma'rifahBait 52-53Bait 54Bait 55-56Bait 57-58-59Bait 60Bait 61Bait 62Bait 63Bait 64-65Bab Ni'ma dan Bi'saBait 485-486-487Bab Nida'Bait 573-574Bab NudbahBait 601-602Bab Nun Taukid Tsaqilah dan KhafifahBait 635-636-637-638Bab Pengamalan Isim Fa'ilBait 428-429-430Bab Sifat MusyabbahahBait 467Bab Ta'ajjubBait 474-475Bab Tanaazu' dalam AmalBait 278-279Bab TaukidBait 520-521-522-523Fasal LAWBait 709Isim-Isim Lazim pada MunadaBait 595-596-597MuqoddimahBait 1-7Tabi' MunadaBait 585-586-587Syarah Kailani Matan 'Izzitak-berkategori

Alfiyah Ibnu Malik Mp3

1  Muqaddimah Pengarang260.1 KB2 Bab Kalam dan Susunannya282.3 KB3 Bab Mu'rab dan Mabni1.3 MB4 Bab Nakirah dan Ma'rifat741.8 KB5 Bab Isim Alam351.1 KB6 Bab Isim Isyaroh233.4 KB7 Bab Isim Maushul642.6 KB8 Bab Ma'rifat dengan Alat Ta'rif273.7 KB9 Bab Ibtada'1.1 MB

Mp3 Bab-Bab selanjutnya,« KLIK »

Download

Link Download Kitab Alfiyah Ibnu Malik berikut Syarah Ibnu 'Aqil Compressed File:zip 340 kB.Extracted Files :شرح ابن عقيل ( الأول ).doc 623 kB.شرح ابن عقيل ( الثاني ).doc 489 kB.شرح ابن عقيل ( الثالث ).doc 595 kB.شرح ابن عقيل ( الرابع ).doc 640 kB.

» DOWNLOAD


 bantargedang

Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

 Iqbal1

Buku : Haidl (Bhs. Sunda)Keramat Ibu

Tulisan Teratas

Fi'il Madhi, Fi'il Mudhari', Fi'il AmarPengertian Nahwu ShorofPengertian Isim Nakirah dan Isim Ma'rifah » Alfiyah Bait 52-53Fi'il Mudhari' Manshub sebab Amil Nawashib LAN, KAY, AN (لن كي أن) » Alfiyah bait 677-678Fi'il Muta'addi dan Fi'il Lazim Definisi dan Tanda-tandanya » Alfiyah Bait 267-268

Fokus

Adad Alat Amil Asmaus Sittah Athaf BadalBahasa Arab Books Definisi DhammahEducation Fa'il Fathah Fi'il Amar Fi'il Madhi Fi'il Mudhari'Gramatika Huruf Syarat i'rab I'rob Isim Dhamir Isim Fa'il Isim Fi'il Isim Mabni Isim Maf'ulIsim Maqshur Isim Mashdar Isim Maushul Isim Mu'rob Isim Mutsanna Isim Syarat Isim Tatsniyah Isim tidak Munsharif I’lalJama' Muannats Salim Jama' Mudzakkar SalimJar Jawab Syarat Jazm Kalimah Fi'il Kalimah Isim Kalimat Fi'il Kalimat Isim Kasrah khafadh Majrur Masdar MashdarMudhaf Munada Na'at Nahwu NashabNashob Nida' Nun Taukid onlinePengertian Rafa' Rofa' Sharaf SharfShorf Shorof Sifat Sorf Sorof Tabi' Takhshish Tanda Kalimat Tashrif Tasrif Taukid Tawabi' Ya' Mutakallim

Masukkan alamat email Anda untuk berlangganan blog ini

Bergabunglah dengan 1.195 pengikut lainnya

Direktori Blog

     

Lihat Situs Lengkap

Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka. 
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie

Ikuti