Senin, 07 Mei 2018

Doa-Doa Khatam Al-Quran pembuka gerbang kebajikan

Doa-Doa Khatam Al-Quran pembuka gerbang kebajikan

Tak banyak yang tahu, salah satu waktu yang sangat mustajab untuk berdoa adalah
ketika khatam Al-Quran. Ini merupakan satu di antara pintu-pintu untuk mendapatkan kelapangan dalam hidup.
Dalam beberapa riwayat yang shahih, sebagaimana yang disebut­kan dalam kitab Abwab al-Faraj, karya Sayyid Muhammad bin Alwi AI-Maliky, dijelaskan, saat khatam Al-Quran rahmat Allah turun. Imam An-Nawawi mengatakan, berdoa setelah khatam AI-Quran sangat di­sunnahkan. Karena itu, sangat dite­kankan pula agar yang lain, selain pembaca itu sendiri, ikut menghadiri majelis khatam AI-Quran,, agar juga mendapatkan keberkahannya pula.
Jadi, keberkahan saat khatam Al­Quran bukan hanya bagi si pemba­canya, tetapi juga bagi sernua yang menghadirinya. Karena itu, setiap orang yang dapat menghadirinya, sebaiknya jangan sampai kehilang­an kesempatan yang berharga ini, dan memanfaatkannya untuk memo­hon kepada Allah apa yang diingin­kannya.

Adab-Adab Khataman Al-Quran

Dalam mengkhatamkan AI-Quran, terdapat adab-adab yang mesti kita perhatikan agar kita mendapatkan manfaat dan keberkahan yang sebe­sar-besarnya. Di antara adab-adab yang mesti kita perhatikan di antaranya sebagai berikut:
Pertama, bila pembaca AI-Quran itu seorang diri (tidak berjamaah), amat disukai bila ia mengkhatamkannya di dalam shalat. Sedangkan bagi yang mengkhatamkannya di luar shalat, atau bagi jamaah yang mengkhatam­kannya bersama-sama, hendaknya ia khatamkan bersama-sama pada awal malam.
Kedua, berpuasa pada hari khatam AI-Quran, kecuali jika hari itu jatuh pada hari yang dilarang berpuasa. Di antara tokoh-tokoh yang selalu ber­puasa ketika khatam AI-Quran adalah Thalhah bin Musharrif, Al-Musayyab bin Rabi`, dan Habib bin Tsabit.
Ketiga, amat disukai mengundang dan mengumpulkan anggota keluarga dan orang-orang yang terhormat untuk menghadiri khataman AI-Quran. Anas bin Malik selalu mengumpulkan ang­gota keluarganya ketika khatam Al­Quran dan kemudian berdoa bersama. Mujahid dan Ubadah selalu mengun­dang 'Uyainah At-Tabi'iy untuk me= nyaksikan khataman AI-Quran.
Keempat, hendaklah berdoa di kala khatam AI-Quran. Para sahabat me­ngatakan, "Rahmat Allah diturunkan ketika khatam AI-Quran" Diberitakan oleh Ad-Darimi dari Humaid AI-A'raj, is mengatakan, "Barang siapa membaca AI-Quran, kemudian ia berdoa, niscaya doanya itu diamini empat ribu malaikat."
Kelima, amat disukai bila khataman AI-Quran itu dilakukan sekali pada awal malam dan sekali pada awal siang. Khatam di siang hari dilakukan pada awal siang dalam dua rakaat shalat sunnah fajar atau sesudahnya, sedang khatam pada malam hari di­lakukan pada awal malam Jumat da­lam dua rakaat sunnah maghrib atau sesudahnya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Daud dan `Amr bin Murrah At-Tabi'iy, ia me­ngatakan, "Mereka (para sahabat) lebih suka mengkhatamkan AI-Quran pada awal malam atau pada awal siang"
Thalhah bin Musharrif At-Tabi'iy mengatakan, "Barang siapa mengkha­tamkan AI-Quran di sembarang waktu di siang hari, para malaikat bershalawat baginya hingga petang hari; dan ba­rang siapa mengkhatamkan AI-Quran di sembarang malam, para malaikat bershalawat untuknya hingga pagi hari:'
Keenam, ketika khatam AI-Quran, hendaknya berdoa mengenai urusan­ urusan penting yang sedang dihadapi. Hendaknya pula, sebagian dari isi doa itu mengenai akhirat, urusan umum, pe­merintah, dan sebagainya, yaitu agar mereka mendapat taufik dari Allah, taat kepada-Nya, terpelihara dari kesalah­an, sating menolong atas kebajikan clan ketaqwaan, membela kebenaran, dan bersatu menentang musuh-musuh agama.
Ketujuh, sebaiknya, setelah khatam AI-Quran, segera mulai membacanya lagi dari awal mushaf atau di bagian mana saja.

Doa Khatam Al-Quran

Banyak sekali doa khatam Al­Quran yang disusun para ulama, balk yang terkenal karena sering dibaca di berbagai tempat, maupun yang ku­rang dikenal masyarakat luas. Di bawah ini dipersembahkan kepada Anda doa-doa khatam AI-Quran, yang telah dikenal luas maupun yang belum, agar dapat diamalkan ketika kita mengkhatamkan AI-Quran.

Bismillahir-rahmanir-rahim

Allahummar-hamna bilqur'an, waj-‘alhu lana imamaw-wa nuraw-wa hudaw-wa rahmah. Allahumma dzakkirna minhu ma nasina wa ‘alimna minhu ma jahilna warzuqna tilawatahu ana’al-laili wa athrafan-nahar, waj-‘alhu lana hujjatan ya rabbal ‘alamin.

Allahumma ashlih li dinil-ladzi huwa 'ishmatu amri wa ashlih li dun­yayal-lati fiha ma `asy wa ashlih li akhiratil-lati fiha ma`adi waj-`alil­-hayata ziyadatan lana fi kulli khair, waj'alil-mauta rahatan lana min kulli syarr.

Allahummaj-`al khaira `umri akhi-­rahu wa khaira `amali khawatimahu wa khaira ayyami yauma alqaka fih.

Allahumma inni as'aluka `isyatan haniyyah wa mitatan sawiyyah wa maraddan ghaira makhziyyin wa la fadhih.

Allahumma inni as'aluka khairal-­mas'alah wa khairad-du`a' wa khairan­najah wa khairal-`amal wa khairats­tsawab wa khairal-hayah wa khairal-­mamat, wa tsabbitni wa tsaqqil ma­-wazini wa haqqiq imani warfa `darajati wa taqabbal shalati waghfirkhathi'ati, wa as'alukal-`ula minal jannah.

Allahumma inni as'aluka mujibati rahmatika wa `aza'ima maghfiratika was-salamata min kulli itsmin wal­ghanimata min kulli birrin wal-fauza bil jannati wan-najata minan-nar. Allahumma ahsin `aqibatana fil-­umuri kulliha wa ajirna min khiz-yid­dunya wa `adzabil-akhirah.

Allahummaqsim lana min khasy-­yatika ma tahulu bihi bainana wa baina ma `shiyatika wa min tha`atika ma tuballighuna biha jannataka wa minal-yaqini ma tuhawwinu bihi `alai­na masha'ibad-dunya, wa matti`na bi'asma `ina wa absharina wa quwwa­tina ma ahyaitana waj-`alhul-waritsa minna, waj-'al tsa'rana `ala man zhalamana wanshurna `ala man `adana wa la taj-'al mushibatana fi dinina wa la taj`alid-dunya akbara hammina wa la mablagha `ilmina wa la tusallith `alaina man la yarha­muna.
Allahumma la tada ` lana dzanban illa ghafartahu wa la hamman illa farrajtahu wa la dainan illa qadhai-­tahu wa la hajatan min hawa'ijid­dunya wal-akhirati illa qadhaitaha, ya arhamar-rahimin. Rabbana atina fid­dunya hasanatan wa fil-akhirati ha­sanatan wa qina `adzaban-nar. Wa shallallahu `ala nabiyyina Muham­madin wa `ala alihi wa ash_habihil­-akhyari wa sallama tasliman katsira.
"Ya Allah, rahmatilah aku dengan AI-Quran; dan jadikanlah ia sebagai imam, cahaya, petunjuk, dan rahmat bagiku. Ya Allah, ingatkanlah aku akan segala yang terlupa darinya, ajarilah aku semua yang aku tidak tahu darinya, berilah kepadaku anu­gerah berupa kemampuan memba­canya di waktu malam dan siang, dan jadikanlah ia sebagai hujah bagiku, wahai Tuhan sekalian alam.
Ya Allah, perbaikilah untukku agamaku, yang merupakan pemeli­hara urusanku, perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat penghi­dupanku, perbaikilah untukku akhi­ratku yang merupakan tempat kem­baliku, jadikanlah kehidupan seba­gai tambahan bagiku dalam setiap kebaikan, dan jadikanlah kematian sebagai istirahat bagiku dari setiap kejahatan.

Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku adalah pada akhirnya, se­baik-baik perbuatanku pada penutupnya, dan sebaik-baik hariku ada­lah hari di mana aku menjumpai-Mu. Ya Allah, sesungguhnya aku bermo­hon kepada-Mu kehidupan yang menyenangkan, kematian yang be­nar, serta kepulangan yang tidak membawa aib dan nama buruk.

Ya Allah, sesungguhnya aku me­mohon kepada-Mu permohonan ter­baik, doa terbaik, keberhasilan ter­baik, perbuatan terbaik, ganjaran ter­baik, kehidupan terbaik, dan kemati­an terbaik. Tetapkanlah dan berat­kanlah timbangan baikku, sahkanlah keimananku, naikkanlah derajatku, terimalah shalatku, ampunilah aku atas kesalahan-kesalahanku, dan aku memohon kepada-Mu surga yang tinggi.

Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu hal-hal yang dapat menyebabkan rahmat-Mu, ampunan-ampunan-Mu, keselamat­an dari segala dosa, keberuntungan dari segala kebaikan, keberhasilan dengan mendapatkan surga, dan ke­selamatan dari siksa neraka. Ya Allah, baguskanlah akhir semua urusanku dan selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksa akhirat.
Ya Allah, berilah untuk kami rasa takut kepada-Mu yang dengannya Engkau menghalangi kami dengan perbuatan maksiat terhadap-Mu, dan berilah ketaatan kepada-Mu yang membawa kami kepada surga­Mu, dan keyakinan yang membuat Engkau menjadikan musibah dunia terasa remeh bagi kami. Dan berilah kepada kami kenikmatan dengan pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami, dan kekuatan kami, selama Engkau masih menghidupkan kami, dan jadikanlah ia sebagai waris dari kami, berilah balasan terhadap orang yang menzalimi kami, dan tolonglah kami atas orang yang memusuhi kami. Janganlah Engkau menjadikan musibah kami terdapat dalam urusan agama kami, jangan pula Engkau menjadikan dunia se­bagai cita-cita kami yang terbesar, dan jangan pula sebagai puncak ilmu kami, dan janganlah Engkau menguasakan kami pada orang yang tidak sayang kepada kami.

Ya Allah, janganlah Engkau biar­kan kami memiliki dosa melainkan Engkau hapuskan, jangan biarkan kami memiliki kesulitan melainkan Engkau bukakan, dan jangan pula biarkan kami mempunyai utang me­lainkan Engkau lunaskan, wahai Yang Paling Pengasih di antara yang pengasih. Ya Allah, berilah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaik­an di negeri akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ke­sejahteraan-Nya kepada Nabi kita Muhammad SAW, juga kepada ke­luarga dan para sahabatnya"

Berikut ini doa khatam Al-Quran yang disusun ulama terkemuka, panutan umat, Al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi, yang secara singkat sering di sebut sebagai Imam Nawawi saja.Inilah doa-nya .

Bismillahir-rahmanir-rahim
Allahumma ashlih qulubana wa azil `uyubana wa tawallana bil-husna wa zayyinna bit-taqwa wajma ` lana khairal-akhirati wal-ula warzuqna tha `ataka ma abqaitana. Allahumma yassirna lil-yusra wa jannibnal- `usra wa a`idzna min syururi anfusina wa sayyi'ati a`malina, wa a `idzna min `adzabin-nari wa`adzabil-qabri wa fitnatil-mahya wal-mamati wa fitnatil­ masihid-dajjal. Allahumma inna nas'alukal-huda wat-taqwa wal-`afafa wa ghina. Allahumma inna nas­taudi`uka adyanana wa abdanana wa khawatima a`malina wa anfusana wa ahlina wa ahbabana wa sa'iral­ muslimina wa jami `a ma an`amta `alaina wa `alaihim min umuril­akhirati wad-dunya.

Allahumma inna nas'alukal-'afwa wal-`afiyata fid-dini wad-dunya wal­akhirah, wajma ` bainana wa baina ahbabina fi dari karamatika bifadh­-lika wa rahmatik. Allahumma ashlih wulatal-muslimina wa waffiqhum lil`adli fi ra`ayahum wal-ihsani ilaihim wasy-syafaqati `alaihim warrifqi bihim wal-i`tina'i bimashalihihim wa hab­bibhum ilar-ra`iyyati wa habbibir­-ra`iyyata ilaihim wa waffiqhum lishirathikal-mustaqimi wal-`amali biwazha'ifi dinikal-qawim. Allahum­-mal-thuf bi`abdika sulthanana wa waffiqhu limashalihid-dunya wal­akhirati wa habbibhu ila ra`iyyatih.
"Ya Allah, perbaikilah hati kami, hilangkanlah aib kami, uruslah kami dengan kebaikan, hiasilah kami de­ngan ketaqwaan, himpunkanlah bagi kami kebaikan akhirat dan kebaikan dunia, dan anugerahkanlah kepada kami ketaatan kepada-Mu selama Engkau masih menghidupkan kami. Ya Allah, mudahkanlah kami untuk mendapatkan kemudahan, jauhkan­lah kami dari kesulitan, lindungilah kami dari keburukan diri kami dan kejelekan perbuatan kami, dan pe­liharalah kami dari azab neraka, azab kubur, fitnah kehidupan, fitnah ke­matian, dan fitnah Al-Masih ad-Dajjal. Ya Allah, sesungguhnya kami me­mohon kepada-Mu petunjuk, ketaq­waan, sikap menjaga diri, dan ke­kayaan. Ya Allah, sesungguhnya kami menitipkan kepada-Mu agama kami, tubuh kami, akhir perbuatan kami, diri kami, keluarga kami, para pecinta kami, dan semua orang muslim, serta semua yang Engkau berikan kepada kami dan kepada mereka dalam urusan akhirat dan urusan dunia.

Ya Allah, sesungguhnya kami me­mohon kepada-Mu ampunan dan afiat dalam urusan agama, dunia, dan akhirat. Dan kumpulkanlah kami de­ngan orang-orang yang kami cintai di negeri kemuliaan-Mu dengan anu­gerah keutamaan-Mu dan rahmat-Mu.

Ya Allah, perbaikilah para penguasa Muslim, dan berilah mereka petunjuk untuk bersikap adil terhadap rakyat mereka, berbuat baik kepada me­reka, sayang kepada mereka, lemah lembut terhadap mereka, dan mem­perhatikan kepentingan-kepentingan mereka. Jadikanlah mereka cinta ke­pada rakyat, dan jadikanlah pula rak­yat cinta kepada mereka, dan berilah mereka petunjuk menuju jalan-Mu yang lurus dan mengamalkan agama-Mu yang benar.

Ya Allah, lem­butkanlah penguasa kami, berilah ia petunjuk menuju maslahat dunia dan akhirat, dan jadikanlah ia mencintai rakyatnya."

FarhahJakarta, Indonesia

http://sentuhan-qalbu.blogspot.co.id/2008/08/doa-doa-khatam-al-quran-pembuka-gerbang.html?m=1

Ketaqwaan dan Implikasinya Dalam Kehidupan Islam

Ketaqwaan dan Implikasinya Dalam Kehidupan Islam

Sabtu, 11 Juli 2015 

 

Ketaqwaan dan Implikasinya Dalam Kehidupan Islam - Kata taqwa berasal dari kata waqaya yang memiliki arti takut, menjaga diri tanggung jawab dan memenuhi tanggung jawab. Karena itu orang yang bertaqwa adalah orang yang takut kepada Allah SWT. berdasarkan kesadaran, mengerjakan perintah-Nya dan tidak melanggar larangan-Nya baik secara lahiriah maupun batiniah, ia takut terjerumus ke dalam perbuatan dosa. Orang yang taqwa adalah orang yang menjaga (membentengi) dirinya dari perbuatan jahat, memelihara diri agar tidak melakukan perbuatan yang tidak diridhai oleh Allah SWT., bertanggung jawab mengenai sikap tingkah laku dan perbuatannya serta memenuhi kewajiban.

Di dalam QS. Al-Hujarat ayat 13, Allah SWT. mengatakan bahwa : “Manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa”. Dalam surat lain, taqwa dipergunakan sebagai dasar persamaan hak antara pria dan wanita (suami dan isteri) dalam keluarga, karena pria dan wanita diciptakan dari jenis yang sama (QS. An-Nisa ayat 1). Sedangkan dalam QS. Al-Baqarah ayat 117 makna taqwa terhimpun dalam pokok-pokok kebajikan. 

Baca Juga

Pengertian Taubat, Syarat-Syarat Taubat, dan Hikmah TaubatPengertian dan Contoh Surat Tentang Menyantuni Kaum DhuafaPengertian dan Fungsi Iman Kepada Rasul-Rasul Allah

Ruang lingkup taqwa dalam makna memelihara meliputi empat jalur hubungan manusia, yaitu :
Hubungan manusia dengan Allah SWT.Hubungan manusia dengan dirinya sendiriHubungan manusia dengan sesama manusiaHubungan manusia dengan lingkungan hidup. 
Hubungan Manusia dengan Allah SWT

Ketaqwaan atau pemeliharaan hubungan dengan Allah SWT. dapat dilakukan dengan cara : 
Beriman kepada Allah SWT. menurut cara-cara yang diajarkannya melalui wahyu yang disengaja diturunkannya untuk menjadi petunjuk dan pedoman hidup manusia. Beribadah kepada Allah SWT. dengan jalan melaksanakan sholat lima waktu dalam sehari, menunaikan zakat apabila telah mencapai syarat nisab dan haulnya, berpuasa pada bulan suci ramadhan, dan melakukan ibadah haji seumur hidup sekali dengan cara-cara yang telah ditentukan. Mensyukuri nikmat-Nya dengan jalan menerima, mengurus dan memanfaatkan semua karunia dan pemberian Allah kepada manusia. Bersabar menerima cobaan dari Allah dalam pengertian tabah, tidak putus asa ketika mendapat musibah. Memohon ampun atas segala dosa dan kesalahan serta bertaubat dalam arti sadar untuk tidak lagi melakukan segala perbuatan jahat atau tercela. 

Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri

Hubungan manusia dengan dirinya sendiri sebagai dimensi taqwa yang kedua dapat dipelihara dengan jalan menghayati benar patokan-patokan akhlak yang telah disebutkan oleh Allah SWT. di dalam Al-Qur’an, begitu pula pedoman yang telah disampaikan oleh Rasul-Nya melalui As-Sunnah (Al-Hadits) sebagai teladan bagi umatnya. Secara singkat berikut dikemukakan beberapa contoh : 
Sabar (QS. Al-Baqarah ayat 153) Ikhlas (QS. Al-Bayyinah ayat 5) Berkata benar (QS. Al-Kahfi ayat 29) Berlaku adil (QS. An-Nisa ayat 135) Tidak menganiaya diri (QS. Al-Baqarah ayat 195) Berlaku benar dan jujur (QS. At-Taubah ayat 119) Menjaga diri (QS. At-Tahrim ayat 6) Pemaaf (QS. Ali Imran ayat 134) 
Hubungan Manusia dengan Sesama Manusia 

Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dan pertolongan manusia lain. Karena ternyata manusia yang mengaku pintar ini tidak dapat dan tidak mampu mencukupi kebutuhan diri sendiri tanpa bantuan orang atau pihak lain. Oleh sebab itu manusia sebagaimana diajarkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah agar menjaga dan memelihara hubungan baik antar sesamanya. Hubungan manusia dengan sesamanya dalam masyarakat dapat dibina dan dipelihara melalui : 
Tolong menolong dan bantu membantu dalam kebaikan dan tidak mengembangkan perbuatan dosa dan menyebarkan permusuhan (QS. Al-Maidah ayat 2) Suka memaafkan kesalahan orang lain (QS. Ali Imran ayat 134) Menepati janji (QS. Al-Maidah ayat 1) Toleransi dan lapang dada (QS. Ali Imran ayat 159) Menegakkan keadilan dengan berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain (QS.An-Nisa 135) Tidak menyombongkan diri/angkuh dalam pergaulan (QS. Luqman ayat 18) Berlaku sederhana dan lemah lembut dalam pergaulan (QS.Luqman ayat 19) 
Hubungan Manusia dengan Lingkungan Hidup

Di lihat secara umum mengenai pelaksanaan taqwa bila digambarkan oleh kewajiban terhadap lingkungan hidup adalah :
Kewajiban terhadap lingkungan hidup dapat disimpulkan dari pernyataan Allah dalam Al-Qur’an yang menggambarkan kerusakan yang telah terjadi di daratan dan di lautan, karena ulah tangan-tangan manusia, yang tidak mensyukuri karunia Allah. Untuk mencegah derita yang dirasakan oleh manusia, manusia wajib memelihara dan melestarikan lingkungan hidupnya. Memelihara dan melestarikan alam lingkungan hidup berarti pula memelihara kelangsungan hidup manusia sendiri dan keturunannya di kemudian hari. Kewajiban orang yang taqwa terhadap harta yang dititipkan atau diamanatkan oleh Allah SWT. padanya. Menurut ketentuan Allah SWT. dan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang kini terekam dalam kitab-kitab hadits, hubungan manusia dengan hartanya dapat di lihat dari tiga sisi, yaitu (a) cara memperolehnya, (b) fungsi dan harta, (c) cara memanfaatkan atau membelanjakannya.

Sekian artikel Ketaqwaan dan Implikasinya Dalam Kehidupan Islam.

SHARE THIS POST


http://modulmakalah.blogspot.co.id/2015/07/ketaqwaan-dan-implikasinya-dalam.html?m=1


Posting Lebih BaruPosting Lama

CATEGORY

Etika Filsafat dan KomunikasiKewirausahaanKomunikasi dan Etika ProfesiKonsep Portal dan Manajemen KontenKonsep Sistem InformasiManajemenManajemen dan BisnisManajemen ProyekManajemen Pusat DataManajemen UmumPemodelan Proses BisnisPemrograman Basis Data dan SQLPengantar AkuntansiPengantar Manajemen dan BisnisPerancangan Basis DataRekayasa Perangkat LunakSistem JaringanSistem OperasiTeknologi Pusat DataTesting dan ImplementasiTutorial Belajar HTMLTutorial Belajar PHP

POPULAR POSTS

Pengertian dan Contoh Analisis Isi Dalam Metode Penelitian

Pengertian Dan Contoh Penelitian Survey Menurut Para Ahli

Sumber-Sumber Peluang Usaha Dan Cara Mengembangkannya

Pengertian Analisa Proses Bisnis dan Contoh Proses Bisnis

Pengertian, Karakteristik, dan Fungsi Agama Islam

About Contact Disclaimer Privacy Policy Sitemap TOS

Copyright 2018 Modul Makalah

© Ketaqwaan dan Implikasinya Dalam Kehidupan Islam - Modul Makalah
Daftar Pustaka: http://modulmakalah.blogspot.co.id/2015/07/ketaqwaan-dan-implikasinya-dalam.html?m=1

Makalah tentang TAQWA

Menu

Arif Saputra

berbagi ilmu dan pengetahuan

Advertisements

Report this ad

Makalah tentang TAQWA

Pendahuluan

           Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Bahwa atas  segala izinnya makalah ini dapat terselesaikan. Dan tak lupa pula salawat serta dalam semoga tercurahkan atas junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW serta keluarganya.

Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas cawu 2 dari Dosen Mom Wiwi Alawiyah Bogor  EduCARE.

Kepada para pembaca kiranya dapat memanfaatkan makalah ini dengan sebaik-baiknya sehingga akan lebih melengkapi  dan menambah pengetahuan para pembaca dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Tegur sapa yang ikhlas dari pembaca demi penyempurnaan makalah ini lebih berdaya guna dalam pemanfaatannya Amien.

Penyusun

Definisi Taqwa

Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dari kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).

Seruan Allah pada surat Ali Imran ayat 102 yang berbunyi, “Bertaqwalah kamu sekalian dengan sebenar-benarnya taqwa dan janganlah kamu sekali-kali mati kecuali dalam keadaan muslim”, bermakna bahwa Allah harus dipatuhi dan tidak ditentang, diingat dan tidak dilupakan, disyukuri dan tidak dikufuri.

Taqwa adalah bentuk peribadatan kepada Allah seakan-akan kita melihat-Nya dan jika kita tidak melihat-Nya maka ketahuilah bahwa Dia melihat kita. Taqwa adalah tidak terus menerus melakukan maksiat dan tidak terpedaya dengan ketaatan. Taqwa kepada Allah adalah jika dalam pandangan Allah seseorang selalu berada dalam keadaan tidak melakukan apa yang dilarang-Nya, dan Dia melihatnya selalu.

Umar bin Abdul Aziz rahimahullah juga menegaskan bahwa “ketakwaan bukanlah menyibukkan diri dengan perkara yang sunnah namun melalaikan yang wajib”. Beliau rahimahullah berkata, “Ketakwaan kepada Allah bukan sekedar dengan berpuasa di siang hari, sholat malam, dan menggabungkan antara keduanya. Akan tetapi hakikat ketakwaan kepada Allah adalah meninggalkan segala yang diharamkan Allah dan melaksanakan segala yang diwajibkan Allah. Barang siapa yang setelah menunaikan hal itu dikaruni amal kebaikan maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan

Termasuk dalam cakupan takwa, yaitu dengan membenarkan berbagai berita yang datang dari Allah dan beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan syari’at, bukan dengan tata cara yang diada-adakan (baca: bid’ah). Ketakwaan kepada Allah itu dituntut di setiap kondisi, di mana saja dan kapan saja. Maka hendaknya seorang insan selalu bertakwa kepada Allah, baik ketika dalam keadaan tersembunyi/sendirian atau ketika berada di tengah keramaian/di hadapan orang (lihat Fath al-Qawiy al-Matin karya Syaikh Abdul Muhsin al-’Abbad hafizhahullah

Ciri Manusia Taqwa

Seseorang akan disebut bertaqwa jika memiliki beberapa ciri. Dia seorang yang melakukan rukun Iman dan Islam, menepati janji, jujur kepada Allah, dirinya dan manusia dan menjaga amanah. Dia mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri. Manusia taqwa adalah sosok yang tidak pernah menyakiti dan tidak zhalim pada sesama, berlaku adil di waktu marah dan ridha, bertaubat dan selalu beristighfar kepada Allah. Manusia taqwa adalah manusia yang mengagungkan syiar-syiar Allah, sabar dalam kesempitan dan penderitaan, beramar ma’ruf dan bernahi munkar, tidak peduli pada celaan orang-orang yang suka mencela, menjauhi syubhat, mampu meredam hawa nafsu yang menggelincirkan dari shiratal mustaqim. Itulah diantara ciri-ciri sosok manusia taqwa itu.

Agar seseorang bisa mencapai taqwa diperlukan saran-sarana. Dia harus merasa selalu berada dalam pengawasan Allah, memperbanyak dzikir, memiliki rasa takut dan harap kepada Allah. Komitmen pada agama Allah. Meneladani perilaku para salafus saleh, memperdalam dan memperluas ilmu pengetahuannya sebab hanya orang berilmulah yang akan senantiasa takut kepada Allah (QS. Fathir: 28). Agar seseorang bertaqwa dia harus selalu berteman dengan orang-orang yang baik, menjauhi pergaulan yang tidak sehat dan kotor. Sahabat yang baik laksana penjual minyak wangi dimanapun kita dekat maka akan terasa wanginya dan teman jahat laksana tukang besi, jika membakar pasti kita kena kotoran abunya (HR. Bukhari).

Membaca Al-Qur`an dengan penuh perenungan dan mengambil ‘ibrah juga merupakan sarana yang tak kalah pentingnya untuk mendaki tangga-tangga menuju puncak taqwa. Instrospeksi, menghayati keagungan Allah, berdoa dengan khusyu’ adalah sarana lain yang bisa mengantarkan kita ke gerbang taqwa. Pakaian dan makanan kita yang halal dan thayyib serta membunuh angan yang jahat juga sarana yang demikian dahsyat yang akan membawa kita menuju singgasana taqwa.

Adapun cirri-ciri lain orang bertaqwa (yaitu) Orang-orang yang berinfaq (karena Allah SWT), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mereka yang pemaaf terhadap (kesalahan) manusia. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Taqwa memiliki tiga tingkatan. Ketika seseorang melepaskan diri dari kekafiran dan mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah, dia disebut orang yang taqwa. Didalam pengertian ini semua orang beriman tergolong taqwa meskipun mereka masih terlibat beberapa dosa. Jika seseorang menjauhi segala hal yang tidak disukai Allah SWT dan RasulNya (SAW), ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi. Yang terakhir, orang yang setiap saat selalu berupaya menggapai cinta Allah SWT, ia memiliki tingkat taqwa yang lebih tinggi lagi.

Allah SWT menjelaskan dalam Surat Ali’Imran Ayat 102:

Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim (beragama Islam).

Allah SWT telah menjabarkan berbagai ciri-ciri orang yang benar-benar taqwa. Mereka menafkahkan rizkinya di jalan Allah SWT dalam keadaan lapang maupun sempit. Dengan kata lain, jika mereka memiliki uang seribu dollar diinfaqkannya paling tidak satu dollar, dan jika hanya memiliki seribu sen mereka infaqkan satu sen. Menafkahkan rizki di jalan Allah SWT adalah jalan-hidup mereka. Allah SWT (atas kehendakNya) menjauhkan mereka dari kesulitan (bala’) kehidupan lantaran kebajikan yang mereka perbuat ini. Lebih dari itu, seseorang yang suka menolong orang lain tidak akan mengambil atau memakan harta orang lain, malahan ia lebih suka berbuat kebaikan bagi sesamanya. ‘Aisyah RA sekali waktu pernah menginfaqkan sebutir anggur karena pada waktu itu ia tidak memiliki apa-apa lagi. Beberapa muhsinin (orang yang selalu berbuat baik) menginfaqkan sebutir bawang. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“ Selamatkanlah dirimu dari api nereka dengan berinfaq, meskipun hanya dengan sebutir kurma. (Bukhari & Muslim)

 

Pentingnya Takwa

 

Ia Merupakan wasiat dan Perintah Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam.

Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dalam sabdanya juga banyak mewasiatkan ketakwaan kepada para shahabat dan umatnya. Di antara sabda beliau adalah sebagai berikut : Dari Abu Umamah al-Bahili Radhiallaahu anhu ia berkata, aku mendengar Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda dalam khutbah haji wada’, “Bertakwalah kepada Allah Tuhanmu, shalatlah lima waktu, berpuasalah pada bulanmu, bayarlah zakat hartamu, taatilah pemimpinmu,maka kamu akan masuk surga Tuhanmu.” (HR. At-Tirmidzi dishahihkan oleh al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi 1/190)

Wasiat Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam kepada Muadz bin Jabal, dan juga tentunya untuk umatnya yang lain : “Bertaqwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, timpalilah keburukan dengan kebaikan niscaya akan dapat menghapusnya dan pergauli-lah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi No. 1987, ia berkata hasan shahih, Ahmad dalam Musnad-nya 5/153 dan al-Hakim, beliau men-shahihkannya dan Imam adz-Dzahabi menyetujuinya, 1/54).

Dari Irbadl bin Sariyah Radhiallaahu anhu yang sudah sangat masyhur, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam memberikan wasiat : “Aku wasiatkan kepada kalian semua untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat. (HR.Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ahmad dan Ibnu Majah).
Dari Ibnu Mas’ud Radhiallaahu anhu , bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam sering mengucapkan, “Ya Allah aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketakwaan, penjagaan diri dan kecukupan.”(HR Muslim)

Ia Merupakan Sebab Terbesar untuk Masuk Surga

Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ditanya tentang penyebab yang paling banyak memasukkan orang ke dalam surga, maka beliau menjawab, “bertaqwa kepada Allah dan akhlak yang baik (taqwallah wa husnul khuluq)”.Dan ketika ditanya tentang sesuatu yang paling banyak menjeru-muskan orang ke dalam neraka beliau menjawab, ”Mulut dan Kemaluan.” (HR. at-Tirmidzi, ia berkata, “hadits shahih gharib, dan dihasankan oleh al-Albani dalam shahih sunan at-Tirmidzi 2/194)

  

Ia Adalah Pakaian Terindah

Manusia tidak akan lepas dari kebutuhan terhadap pakaian, sedangkan ketakwaan adalah pakaian yang lebih penting daripada pakaian atau baju yang melekat di badan. Karena pakaian takwa tidak akan pernah rusak dan binasa. Ia akan selalu menyertai seorang hamba sampai kapan pun. Dia adalah keindahan hati dan ruh. Sedang pakaian badan tujuan utamanya adalah untuk menutupi aurat tubuh atau mungkin untuk perhiasan manusia. Jika dalam kondisi terpaksa pakaian badan ini terbuka, maka tak ada bahaya yang begitu berarti, namun kalau pakaian takwa yang terlepas, maka yang akan didapat adalah kehinaan.

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,

“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan pakaian untuk menutupi ‘auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang baik.” (QS.4 :26)

Pakaian takwa ini senantiasa dibutuhkan orang setiap waktu. Tanpa pakaian ini, seseorang tidak punya arti, kemuliaan dan keberuntungan.

Ia Lebih Penting daripada Makanan dan Minuman

Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS. 2:197)

Ibnu Umar Radhiallaahu anhu berkata, “Sesungguhnya termasuk kemuliaan seseorang adalah membawa bekal yang memadai dalam safar.” (Tafsir al-Qur’anil Azhim, Ibnu Katsir 1/224 dan Taisirul Karimir Rahman, as-Sa’di hal 74).

Allah Subhannahu wa Ta’ala memerintahkan untuk berbekal di dalam bepergian karena dengan berbekal, seseorang tidak mungkin meminta-minta kepada orang lain yang berarti ia telah menjaga serta menghormati harta mereka. Dengan berbekal, seseorang juga dapat menolong orang lain, yang sama-sama sedang bepergian.

Ketika Allah memerintahkan untuk berbekal dalam bepergian, maka Dia juga menyuruh untuk membawa bekal yang hakiki yaitu bekal menuju akhirat dengan membawa ketakwaan untuk menuju ke sana. Ia adalah bekal yang berkesinambungan manfaatnya, baik ketika di dunia mau pun kelak di akhirat. Ketakwaan merupakan bekal menuju kampung abadi di surga kelak, dia akan mengantarkan seseorang menuju kenikmatan yang sempurna dan kebahagiaan yang sesungguhnya. Maka barangsiapa yang tidak mau membawa bekal ketakwaan, ia akan terputus dan akan menjadi mangsa berbagai macam perbuatan jahat dan buruk. Dan terhalanglah ia untuk sampai ke Surga-Nya yang abadi, wal ‘iyadzu billah.

 

 

Buah Taqwa

Manusia dengan ciri dan karakterisrik di atas akan memetik buah ranum dan manisnya taqwa. Bukan hanya individual sifatnya namun masyarakat juga akan menikmatinya.Manusia taqwa akan memiliki firasat yang tajam, mata hati yang peka dan sensitif sehingga dengan mudah mampu membedakan mana yang hak dan mana pula yang batil.
(QS. Al-Anfaal : 29). Mata hati manusia taqwa adalah mata hati yang bersih yang tidak terkotori dosa-dosa dan maksiat, karenanya akan gampang baginya untuk masuk surga yang memiliki luas seluas langit dan bumi yang Allah peruntukkan untuk orang-orang yang bertaqwa (QS. Ali Imran: 133 dan Al-Baqarah: 211).

Taqwa yang terhimpun dalam individu-individu ini akan melahirkan keamanan dalam masyarakat. Masyarakat akan merasa tenteram dengan kehadiran mereka. Sebaliknya pupusnya taqwa akan menimbulkan sisi negatif yang demikian parah dan melelahkan. Umat ini akan lemah dan selalu dilemahkan, akan menyebar penyakit moral dan penyakit hati. Kezhaliman akan merajalela, adzab akan banyak menimpa. Masyarakat akan terampas rasa aman dan kenikmatan hidupnya. Masyarakat akan terenggut keadilannya, masyarakat akan hilang hak-haknya.

Semakin taqwa seseorang -baik dalam tataran individu, sosial, politik, budaya, ekonomi- maka akan lahir pula keamanan dan ketenteraman, akan semakin marak keadilan, akan semakin menyebar kedamaian. Taqwa akan melahirkan individu dan masyarakat yang memiliki kepekaaan Ilahi yang memantulkan sifat-sifat Rabbani dan insani pada dirinya.

Hakikat Taqwa

Taqwa lahir sebagai konsekwensi logis dari keimanan yang kokoh, keimanan yang selalu dipupuk dengan muroqobatullah:merasa takut terhadap murka dan adzab-Nya, dan selalu berharap limpahan karunia dan maghrifah-Nya.

Atau sebagaimana didefinisikan oleh para ulama. Taqwa adalah hendaklah Allah tidak melihat kamu berada dalam larangan-larangan-Nya dan tidak kehilangan kamu dalam perintah-perintahnya.

Jalan Mecapai Sifat Taqwa

Disini kita cukup membahas faktor-faktor terpenting yang bisa menumbuh suburkan takwa. Mengokohkannya dalam hati dan jiwa seorang muknin dan menyatukannua dengan perasaan.

A.Mu’ahadah (Mengingat Perjanjian)

Kalimah ini diambil dari firman Allah Yang MahaTinggi

”Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji..”(an-Nahl[16]:91)

     Cara Mu’ahadah

Hendaklah seorang mukmin berkhalwat (menyendiri) antara dia dan Allah untuk mengintrospek diri seraya mengatakan pada dirinya. ”Wahai jiwaku, sesungguhnya kamu telah berjanji kepada Rabbmu setiap hari disaat kamu berdiri membaca.

”Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan.”

(al-Fatihah[1]:5)

B.Muroqobah (Merasakan Kesertaan Allah)

Landasan muroqobah dapat Anda temukan dalam surat asy-Syuura, yaitu dalam firman Allah,

”yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk shalat) dan melihat pula perubahan gerak badannya diantara orang-orang yagn sujud”. (asy-syu’raa [26]: 218-219). Maknanya adalah sebagaimana diisyaratkan oleh Al- Qur’an dan hadits, ialah: merasakan keagungan Allah Azza wa jalla di setiap waktu dan keadaan serta merasakan kebersamaan-Nya di kala sepi ataupun ramai.

Cara muroqobah

Sebelum memulai suatu pekerjaan dan di saat mengerjakannya, hendaklah seorang mukmin memeriksa dirinya… Apakah setiap gerak dalam melaksanakan amal dan ketaatannya dimaksudkan untuk kepentingan peribadi dan mencari popularitas, ataukah karena dorongan ridha Allah dan menghendaki pahala-Nya?

C. Muhasabah (Introspeksi Diri)

Dasar muhasabah adalah firman Allah:

”Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (al-Hasyr [59]: 18). Makna muhasabah sebagaiman diisyaratkan oleh ayat ini, ialah, hendaklah seorang mukmin menghisab dirinya ketika selesai melakukan amal perbuatan…apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha Allah? Atau apakah amalnya dirembesi sifat riya? Apakah dia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia?…

D. Mu’aqobah (Pemberian Sanksi)

Sanksi yang kita maksudkan adalah apabila seorang mukmin menemukan kesalahan maka tak pantas baginya untuk membiarkannya. Sebab membiarkan diri dalam kesalahan akan mempermudah terlanggarnya kesalahan-kesalahan yang lain dan akan semakin sulit untuk meninggalkannya. Bahkan sepatutunya dia memberikan sanksi atas dirinya dengan sanksi yang mudah sebagaimana memberikan sanksi atas istri dan anak-anaknya…hal ini merupakan peringatan baginya agar tidak menyalahi ikrar, di samping merupakan dorongan untuk lebih bertakwa dan bimbingan menuju hidup yang lebih mulia.

E.Mujahadddah (Optimalisasi)

Dasar mujahadah adalah firman Allah dalam surat al-Ankabut.

’Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.(al- Ankabut [29]:69). Makna mujahadah sebagaimana disyariatkan oleh ayat tersebut adalah:  Apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini harus tegas,serius,dan penuh semangat sehigga pada akhirtya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia bagi dirinya dan menjadi sikap yang melekat pada dirinya.

Kesimpulan

Taqwa adalah kumpulan semua kebaikan yang hakikatnya merupakan tindakan seseorang untuk melindungi dirinya dari hukuman Allah dengan ketundukan total kepada-Nya. Asal-usul taqwa adalah menjaga dari kemusyrikan, dosa dari kejahatan dan hal-hal yang meragukan (syubhat).

Seseorang akan disebut bertaqwa jika memiliki beberapa ciri. Dia seorang yang melakukan rukun Iman dan Islam, menepati janji, jujur kepada Allah, dirinya dan manusia dan menjaga amanah.

manisnya taqwa bukan hanya individual sifatnya namun masyarakat juga akan menikmatinya.

Adapun 4 cara menuju sifat taqwa adalah:

Mu’ahadah (mengingat aperjanjian)Muroqobah (Merasakan kesertaan allah)Muhasabah (Intropeksi Diri)Mu’aqobh (Pemberian Sanksi)

Advertisements

Report this ad

Share this:

TwitterFacebook2

Related

Bahan makalah mengenai kearsipan

Makalah tentang GHAZWUL FIKRIIn "pelajaran"

CONTOH SURAT REKOMEKNDASIIn "pelajaran"

August 16, 2011Leave a reply

Advertisements

Report this ad

« PreviousNext »

Advertisements

Report this ad

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment 

Name*

Email*

Website

 Notify me of new comments via email.

Advertisements

Report this ad

Advertisements

Report this ad

View Full Site

Blog at WordPress.com.

Follow


https://aaput.wordpress.com/2011/08/16/makalah-tentang-taqwa/

Makna TAQWA

Makna TAQWA

Taqwa itu berkaitan dengan sikap kepatuhanseseorang terhadap perintah Allah dan RasulNya, baik perintah itu berupa suruhan atau larangan.

Secara ringkas orang yang bertaqwa ialah orang yang menjunjung dan patuh kepada semua perintah Allah.

Menurut Imam al-Ghazali rahimahullah, kalimah taqwa yang terdapat di dalam al-Quran al-Karim membawa tiga makna:
- Pertama, bermakna takut, gerun atau ngeri (haybah). 
- Kedua, bermakna taat. 
- Ketiga, mengandungi maksud menyucikan hati daripada dosa. 

Mengikut para ulamak: "Takwa itu ialah menyucikan hati daripada dosa sehingga menguatkan azam untuk meninggalkan dosa dan seterusnya memelihara diri daripada segala maksiat".

Imam al-Ghazali membuat kesimpulan : Bahawa takwa itu ialah menjauhkan setiap apa yang ditakuti akan membawa mudarat kepada agama. Bandingannya ialah berpantang bagi orang yang mengidapi penyakit. Ada pun berpantang daripada melakukan perkara-perkara yang membawa kerosakan kepada agama pula ialah "bertakwa". 

Definisi taqwa yang terindah adalah yang diungkapkan oleh Thalq Bin Habib Al’Anazi:

العَمَلُ بِطَاعَةِ اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكِ مَعَاصِي اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، مَخَافَةَ عَذَابِ اللهِ

“Taqwa adalah mengamalkan ketaatan kepada Allah dengan cahaya Allah (dalil), mengharap ampunan Allah, meninggalkan maksiat dengan cahaya Allah (dalil), dan takut terhadap azab Allah”. (Siyar A’lamin Nubala, 8/175)

Wallahu a'lam.

http://lenggangkangkung-my.blogspot.co.id/2012/01/makna-taqwa.html?m=1