Sabtu, 10 Oktober 2020

DIKLAT METODE YANBU’A BERSAMA KH. M. ULIL ALBAB ARWANI

DIKLAT METODE YANBU’A BERSAMA KH. M. ULIL ALBAB ARWANI


DIKLAT METODE YANBU’A BERSAMA KH. M. ULIL ALBAB ARWANI

Tim Multimedia PP. Al Anwar 

REMBANG– Untuk menyeragamkan dan memotivasi para guru Alqur’an, Maarif Sub Alqur’an mengadakan pendidikan dan pelatihan metode Yanbu’a (4/10). Narasumber yang mengisi yakni Pengasuh Pondok Tahfidz Yanbu’ Al-Quran Kudus KH. M. Ulil Albab Arwani. Bertempat di Auditorium, dihadiri Pengasuh Al-Anwar III KH. Abdul Ghofur, Penasehat Pondok Ustad Syamsuddin, Penasehat Kemaarifan Ustad Muh. Nur As’ad, Ketua Pondok Ustad Hasyim Asy’ari, dan 50 guru Al-Qur’an.

Sebenarnya dalam rangka penyeragaman metode ini, puteri diikutsertakan. Namun dirasa motivasi dalam menghafal Al-Qur’an lebih tinggi dari putera dan lebih tertata, maka tidak diikutsetakan dalam Diklat. “Dulu saya pernah nyantri di kudus. Mau mendaftar ke Yanbu’ tapi kuota sudah penuh. Akhirnya ke selatan sedikit dan nyantri di Jalan Kiai Telingsing.” Papar Babah dalam sambutannya.

Mbah Bab –Sapaan KH.M.Ulil Albab- berangkat dari Kudus tepat setelah subuh. Sampai di Sarang pukul tujuh kurang, langsung sowan ke Ndalem. Mengenakan baju putih dan kopyah putih, Mbah Bab menuju tempat lokasi. Acara dimulai tepat pukul delapan.

Dalam belajar, guru harus tepat waktu. Durasi mengajar satu jam. Meskipun telat 10 menit, jika dikalikan dalam seminggu bisa jadi 60 menit. Artinya imbas dari telat tersebut yakni seperti tidak masuk satu pertemuan. Selain itu, kala ditanya tentang dari hati ke hati bagaimana hubungan guru dan murid agar klik. “Oh ya, tadi belum dijelaskan. Ada poin ikhlas yang harus dimiliki dan dilakukan.” Papar Mbah Bab.

Dalam metode Yanbu’a memiliki beberapa keunggulan di antaranya Rasm atau penulisan menggunakan Rasm Utsmani, mengikuti Imam Hafs dari jalan Torib Syatibi, terdapat waqaf Idtiroty (waqaf Ibtidak) atau waqaf yang terpaksa. “Ini meng-copy dari Arab. Karena yang di Indonesia beberapa sudah dikorupsi.” Lanjutnya. Selain itu dijelaskan pula bacaan-bacaan garib.

Selanjutnya, Mbah Bab menjelaskan kiat-kiat dalam mengajar. Jika pemula diisi 10 murid. Dilanjutkan kelas 1&2 diisi 15 murid, dan Kelas Juz 3 diisi 20. Adapun waktu yang efektif yakni 1-1,5 jam. Sebagai perinciannya dibagi 3 bagian; 10-15 menit sebagai do’a dan peraga. Sesi ini guru mencontohkan dan murid menirukan. Sesi selanjutnya 30-45 menit mushafahah atau penambahan materi. Jika murid belum bisa, maka tidak dinaikkan. Mbah Bab mencontohkan jika murid mengulang bacaan sampai lima kali. Kalau murid salah, tidak langsung diberi tahu salahnya melainkan didehem agar murid berfikir mana kesalahannya. “Targetnya tidak waktu. Tetapi bisa tidaknya murid. Namun di era milenial, jika ada orang tua yang protes mengapa anaknya tidak dinaikkan dan tidak mau mengaji, maka mau tidak mau harus dinaikkan. Tetapi guru harus mengulang bagian mana yang belum dikuasai murid.” Jelasnya.

Sesi selanjutnya yakni sesi tambahan yang berdurasi 10-15 menit. Sesi ini dapat dijadikan sebagai evaluasi dan menjelaskan bagian yang perlu dibenahi. Beg

itu detailnya, maka dihimbau guru tidak telat dalam mengajar agar pembelajaran tidak kacau.

Dalam metode menghafal, harus banyak mengulang dan diulang. Artinya dalam menambah hafalan harus mengulang bacaan. Setelah itu diulang atau murajaah. Biasanya waktu yang tepat untuk menambah adalah pasca jamaah Subuh, satu atau dua jam. “Atau lebih efektif, hari penambahan dan pengurangan dibagi. Misalkan senin sampai rabu waktu menambah, selebihnya murajaah.”

Dijelaskan juga materi yang ada di dalam Yanbu’a juz 1-5. Mulai cara baca huruf mandiri hingga disambung, tak ketinggalan cara membaca beberapa harakat. Seperti dalam penyebutan alif panjang, bukan alif bengkok karena memang cara membacanya harus panjang. Ini ditemukan dalam lafal Huda, Sholat. Kemudian lafal Qalu yang diikuti alif. Disana alif tidak dibaca karena ada tanda bulat kecil di atasnya. Kemudian ada dhomah panjang yang digambarkan seperti angka enam.

Di juz 3, terdapat fathatain yang bertemu alif. Maka tidak dibaca panjang meskipun dia alif. Ada juga variasi dhommatain yang ditulis secara bersusun. Kemudian kaidah alif yang diikuti sukun, maka dianggap tidak ada. Seperti dalam lafal Wattaba’a, Waddzakara. Sama sejenis, ada juga kaidah bahwa lam yang tidak berharakat, maka dianggap tidak ada seperti contoh Arrahman, Ad-Dunya. Lam diberi tanda mirip mim kecil. (lihat halaman 185). “Yang biasanya disebut Alqamariyah atau Al-Syamsiyah, itu kurang tepat.”

Dalam juz 5, dijelaskan bagaimana menjaga waqaf setiap ayat. Jika sebelum huruf akhir dibaca panjang maka dibaca panjang. Jika pendek dibaca pendek. Contoh Rohiim dan rohim. “Ada 7 macam tanda waqaf yang mudah dihafalkan, yaitu mim, qof, jim, sod, qaf, titik tiga, titik tiga.” Terangnya.

Tidak ketinggalan, Mbah Bab menjelaskan letak makhraj setiap huruf. Beliau membawa alat peraga berbentuk rongga mulut dan menujuk letaknya. “Jika ingin mengetahui letak makhraj, maka harus disukun.

Setelah purna dari juz 5, murid dianggap sudah cukup dalam kemampuan membaca Al-Qur’an. Maka setelah itu tidak langsung masuk juz 6, mereka harus masuk ke dalam Kelas Al-Qur’an. Mereka akan membaca juz 1-10, kemudian dilanjutkan 10-20. Jadi ketika masuk juz 6, mereka sudah mengetahui bacaan yang Al-Qur’an secara langsung.

Juz 6 dan 7 berisi tentang garib yang ada di Al-Qur’an. Seperti lafal La Ta’manna, Aha’jami, dan kaidah SaktahImalah, serta kawan-kawannya. “Saya juga mau menambahkan tentang cara membaca takbir. Ada tiga cara; Allahu akbar, La Ilaha illa Allahu Allahu Akbar, atau, La Ilaha illa Allahu Allahu Akbar(u) wa lillahil hamd. Lafal terakhir tidak boleh diwasal. Itu bacaannya. Berbeda dengan ketika tahlilan.” Paparnya.

Di akhir pertemuan, Mbah Bab memberi ijazah kepada para guru, dan dijawab secara serentak, “Qobiltu Ijazatan.” (*)

 
Website dikelola oleh Tim Multimedia Pondok Pesantren Al Anwar Sarang

Biografi KH Dahlan Salim Zarkasyi

Biografi KH Dahlan Salim Zarkasyi

in Profil Ulama by Budi

      

Riwayat dan Kelahirannya

Mbah Sholeh Darat, seorang guru dari para ulama nusantara yang berasal dari Semarang suatu ketika berkata: "Nanti di Semarang akan ada orang yang bukan ahli Quran tapi bisa menyelamatkan pendidikan al-Quran". Dawuh beliau ini secara mutawatir disampaikan hingga cicit keturunan Mbah Sholeh Darat ke lima yang bernama Mbah Abdurrohman. Salah satu santri yang mendengar hal tersebut bermaksud ingin membuktikan siapa yang dimaksud orang yang bisa menyelamatkan pendidikan al-Quran yang bukan dari kalangan ahli Quran.


Santri tersebut menduga hal tersebut mengarah ke KH. Dachlan Salim Zarkasyi. Kyai Dachlan sendiri di kota Semarang tidaklah dikenal sebagai ahli Quran, beliau lebih akrab dikenal sebagai pedagang pernak-pernik imitasi di pasar Johar. Tetapi akhir tahun 80an beliau terkenal sebagai guru ngaji anak-anak. Terlebih ada koran yang memberitakan santri kyai Dachlan yang masih kecil mengkhatamkan al-Quran.

Salah satunya berkat keberadaan Taman Pendidikan Al-Quran (TPQ) dengan menggunakan metode belajar membaca Al-Quran karya KH. Dachlan Salim Zarkazyi, yakni Qiraati.

Kiai Dachlan lahir di Semarang pada tanggal 28 Agustus 1928.

Ilham Metode Pengajaran al-Qur'an

Bapak KH. Dahlan Salim Zarkasyi pada awal mendirikan pengajian anak-anak di kebonarum 73 Semarang tahun 1963, dengan menggunakan metode baghdadiyah yang amat masyhur itu.

Tanpa sedikitpun beliau menganggap bahwa metode Baghdadiyah itu tidak berhasil, namun ketika dalam sekejab saja anak-anak sudah banyak yang hafal abjadnya, maka dengan perasaan “syak”beliau mencoba bertanya kepada beberapa murid, eh ! hasilnya ternyata mereka tidak bisa membacanya kecuali harus diurut dahulu dari muka. Maka kesimpulan beliau bahwa metode Baghdadiyah ini terlalu gampang dihafal.

Mulai saat itu beliau mencoba beralih, bebrapa buku penuntun membaca Al Qur’an di toko dibelinya lalu disimak satu demi satu, malu-mula yang ada gambarnya disisihkan kemudian sisanya juga diteliti, karena kebanyakan buku yang ada mengarah ke belajar bahasa Indonesia dengan tulisan Arab, contoh(بِ سْ كُ دُ سْ) semua buku ditinggal.

Akhirnya, tiada jalan lain kecuali beliau harus menulis sendiri, maka dimulailah pada tahun 1963 itu.

Apabila tulisan mudah diterima murid, tulisan disimpan, dan apabila sulit langsung disobek, begitu seterusnya simpan-sobek, simpan-sobek sampai terkumpul jadi buku.

Alkisah beliau ialah seorang pedagang keliling kota, maka kesempatan ini dipakai untuk riset, di setiap kota tidak lupa beliau melihat ke pengajian / pesantren Al Qur;an. Semula kunjungannya diharap dapat menunjang cita-citanya, namun ternyata berbalik. Semua pengajian yang beliau kunjungi umumnya mengajari anak supaya dapat baca lancar, jarang sekali yang mengajarkan baca tartil. Apabila ditanya, sang guru mesti menjawab: “nanti setelah diajari ilmu tajwid akan bisa sendiri”.

Astaghfirullah ! dimana letak hukum fardlu ain itu ? ilmu tajwid itu dulu atau tartil dulu ? keadaan yang demikian ini menggugah beliau untuk segera bertindak memberantas, sebab ini berarti pengajaran Al Qur’an dimana-mana telah terjadi SALAH KAPRAH.

Beliau ingin sekali agar bukunya nanti bisa memberantas hal seperti diatas. Dan beliau juga mengajak para guru Al Qur’an agar tidak ikut mewariskan atau meneruskan bacaan yang salah kaprah ini kepada para santrinya.

Segala upaya dilaksanakan, dengan mujahadah lahir-batin dan hasilnya alhamdulillah, Allah SWT. Berkenan menberikan inayahnya, suatu keistimewaan telah terjadi dalam sejarah penulisan Qiro’ati ini.

Pada suatu malam (tidak dalam tidur) beliau mendapatkan Ilham, melihat tuntunan mengajar Al Qur’an yang langsung tartil, isinya bisa dilihat pada jilid 4,5,6 (TK). Itulah sebabnya beliau sering berkata : “hebatnya Qiro’ati adalah bukan hasil karangan manusia tetapi hidayah langsung dari Allah”. Saya tidak ikut mengarangnya, jadi tidak bisa menjawab jika ditanya tentang susunan didalamnya, mengapa terkesan tidak lazim. Namun nyatanya dengan buku Qiro’ati ini:

- Anak-anak merasa mudah belajar Al Qur’an.
- Bisa membaca Al Qur’an dengan tartil walau belum diajar ilmu tajwid.
- Guru dan Santri nampak bersemangat.
- TK Al Qur’an cepat tersebar kemana-mana dalam tempo amat singkat.
- Buku-buku yang jiplak Qiro’ati pun merasakan yang sama meski tak sempurna.

Penemu Metode Baca Al-Qur'an Qiraati

Salah satu metode yang popular digunakan untuk mempelajari Al-Quran pada saat ini yaitu metode Qiraati. Saat ini, buku panduan metode Qiraati telah menjadi pegangan wajib bagi ribuan TPQ maupun lembaga nonformal lainnya di nusantara ini.

Qiraati adalah salah satu dari sekian banyak metode dalam mempelajari Al-Quran. Qiraati merupakan metode dalam mempelajari bacaan Al-Qur`an yang berorientasi kepada hasil bacaan siswa secara "mujawwad murattal" dengan memperhatikan dan mempertahankan mutu pengajaran dan mutu pengajar melalui mekanisme sertifikasi/syahadah (Ijazah).

Hanya pengajar yang telah mendapatkan sertifikat/syahadah yang diijinkan untuk mengajar di lembaga/TPQ Qiraati, dan hanya lembaga yang memiliki sertifikat/syahadah yang diijinkan untuk mengembangkan Qiraati.

Para santri belajar dari dasar hingga tingkat mahir secara bertahap dengan menggunakan beberapa jilid buku panduan yang terdiri dari beberapa tingkatan yang harus dilalui oleh santri. Total ada enam jilid buku panduan yang harus dipelajari oleh santri, ditambah dengan buku panduan mempelajari Tajwid dan Gharib. Seusai menyelesaikan pembelajaran melalui tingkatan-tingkatan tersebut , santri sudah bisa membaca Al-Quran dengan mahir dan secara tartil.

Adalah KH. Dachlan Salim Zarkasyi yang menggagas dan mengenalkan konsep pembelajaran Al-Quran tersebut. 

Bermula dari pengajian di sebuah teras rumah di Jl. MT. Haryono, Kampung Kebonarum, Semarang, kini Qiraati telah dimanfaatkan dan dipelajari oleh ribuan bahkan puluhan ribu masyarakat di berbagai pelosok nusantara. Bahkan saat ini Qiraati juga telah merambah hingga ke beberapa negara tetangga.

Namun sayang, beliau tidak sempat ikut menyaksikan kemanfaatan dan kepopuleran Qiraati yang dulu beliau rintis, KH. Dachlan Salim Zarkasyi telah wafat pada tanggal 20 Januari 2001 yang lalu.

Kapan Qiraati Mulai Menyebar?

Akhirnya para ulama’ Al Qur’an di Jawa Tengah banyak yang memberikan restu atas buku Qiro’ati ini, antara lain KH. ARWANI Kudus (ualam’ Al Qur’an pulau Jawa saat itu) beliau setela mestashih lalu menganjurkan untuk diajarkan disetiap pengajian Al Qur’an, maka atas restu tersebut buku Qiro’ati lalu disebarkan.

Pada tahap awalnya Qiro’ati dicetak dalam 10 jilid, selanjutnya demi kebutuhan maka sekarang tersedia dalam beberapa paket antara lain :

1. Paket PRA TK                      : 1 jilid dan mainan huruf              (usia 3 s/d 4 th)

2. Paket TKQ                           : 6 jilid, buku Ghorib dan Tajwid   (4 s/d   6 th)

3. Paket TPQ                           : 6 jilid, buku Ghorib dan Tajwid   (5 s/d 12 th)

4. Paket SD                              : 4 jilid, buku Ghorib dan Tajwid  (7 s/d 12 th)

5. Paket SMP/A                        : 3 jilid, buku Ghorib dan Tajwid   (  Remaja  )

6. Mahasiswa                            : 2 jilid, buku Ghorib dan Tajwid     (  Remaja  )

Karya-karya Beliau

Beliau adalah ulama’ yang jarang didapatkan sekarang, ilmunya insya Allah tergolong laduni sebab ilmu yang beliau kasad hanya sampai kelas V SD. Plus pesantren selama satu tahun, sedangkan bobot tulisan serta kepeloporannya dibidang pendidikan dan pengajaran Al Qur’an ada pada kelas nasional bahkan insya Allah internasional. Antara lain buah karya beliau itu adalah:

1. Buku Qiro’ati: buku penuntun membaca Al Qur’an, istimewanya buku ini mengajarkan Al Qur’an langsung dengan petunjuk tartilnya, sehingga setelah anak tamat buku Qiro’aty akan otomatis bisa membaca Al Qur’an tartil, meski belum diajari membaca Al Qur’an sama sekali.

2. Taman Kanak-kanak Al Qur’an: suatu lembaga pendidikan model baru tentang pengajaran Al Qur’an untuk usia kanak-kanak (4/5 th). Lembaga ini awalnya dirintis oleh beliau pada tahun 1986, dan sekarang telah menjamur sampai ke manca Negara, sehingga lembaga ini merupakan yang pertama di dunia, sebab belum pernah terdengar sebelum tahun 1986. Dan hasilnya “luar biasa” kini banyak anak usia 6/7 telah khatam Al Qur’an.

3. Ahli baca Al Qur’an huruf BRAILE: hanya dengan mempelajari abjadnya, beliau dapat mengoreksi Al Qur’an BRAILE yang sudah beredar di SLB. Sehingga pembuatnya terpaksa membakar Al Qur’an braile yang ada, dan membuatkan yang baru sebagai gantinya.

4. Mengajar Al Qur’an bagi TUNA RUNGU: beliau pernah membuat percobaan dalam bentuk privat dan berhasil sampai pada jilid 3 buku Qiro’aty, artinya si bisu telah bisa membaca huruf arab gandeng, bacaan yang panjang dan pendek. Sayang percobaan ini belum sempat tuntas murid yang bersangkutan pindah ke kota. Dari sini lalu beliau bercita-cita ingin mendirikan pesantren Al Qur’an khusus bagi tuna rungu. Semoga niat ini berhasil. Amin.
 

 

Sumber: Dari Berbagai Sumber

      

Copyright Laduni. Hak Cipta Dilindungi.