Jumat, 08 Juni 2018

Ridha Terhadap Takdir dan Ketetapan ALLAH


1. BERAMALLAH MENUJU TAKDIRMU

Rosulullah saw bersabda, “Tidak seorang pun dari kalian melainkan telah ditentukan tempat duduknya di neraka, dan tempat duduknya di surga”. Para sahabat bertanya, “Wahai Rosulullah, apakah kami cukup bergantung (bersandar) kepada catatan takdir kami?”. Beliau menjawab, “Bekerjalah (beramallah), karena masing-masing telah dimudahkan untuk apa yg ia diciptakan karenanya”.(HR Bukhari Muslim)

 

2. RIDHO ATAS SEMUA TAKDIR-NYA

Apabila engkau tidak ridha dengan takdir, tidak bersabar atas ujian dan tidak bersyukur atas nikmat, maka tidak akan ada Tuhan bagimu, carilah Tuhan selain ALLAH, padahal engkau tahu tidak ada Tuhan selain ALLAH. Apabila engkau mau, ridhalah dengan takdir, pecayalah kepada ketetapan-NYA, baik ataupun buruk, manis ataupun pahit. Sesungguhnya sesuatu yang akan menimpamu tidak akan luput darimu, dan sesuatu yang harus luput darimu tidak akan menimpamu sama sekali, baik denganm usaha ataupun upaya (Syaikh Abdul Qadir Jailani)

 

3. MENENTANG TAKDIR-NYA

Sebagian ahli sufi mengatakan,”Terimalah ketetapan ALLAH pada makhluk, dan jangan menerima keinginan makhluk pada Khaliq”. Bagaimana aku bisa peduli, sedangkan engkau berbuat maksiat kpd ALLAH, meremehkan perintah2-NYA dan juga larangan2-NYA. Engkau menentang ketetapan dan takdir-NYA, bahkan engkau memusuhi-NYA siang dan malammu. Sungguh engkau (yg menentang takdir-NYA) sangat terkutuk. (Syaikh Abdul Qadir Jailani)

 

4. RIDHO ATAS TAKDIR ALLAH AKAN MENYEJUKKAN HATI

RIDHA atas ketetapan TAKDIR lebih baik daripada memperoleh dunia tetapi disertai penentangan terhadap takdir. Manisnya keridhaan itu lebih manis terasa dihati para shiddiqiin, daripada melajur keinginan syahwat dan kesenangannya. Hal itu lebih manis bagi hati mereka dari pada dunia dan seisinya, karena ia menyejukkan kehidupan dalam setiap keadaan (Syaikh ABdul Qadir Jailani)

 

5. ASAL ALLAH RIDHA

Betapa indahnya keadaan seorang mukmin didunia maupun di akhirat. Di dunia dia tdk mempedulikan segala sesuatu, asalkan ALLAH ridha kepadanya. Dimanapun dia berada, dia akan memperoleh bagiannya. Kemanapun dia menghadap, dia akan memandang cahaya-NYA. Tidak akan ada kegelapan baginya, dan semua isyarat-NYA tertuju kepadanya. Keyakinannya hanya kepada ALLAH SWT demikian juga ketawakalannya (Syaikh ABdul Qadir Jailani)

 

6. MENGGAPAI RIDHA ALLAH

Ridha ALLAH, bergantung pada ridha kita pada-NYA, ridha pada setiap ketentuan dan ketetapan ALLAH, yang baik maupun yang buruk. Mau menerima dengan rela dan senang hati, setiap keadaan dan kejadian yang datang pada kita, yang baik maupun yang buruk. Sedih dan bahagia, kesuksesan dan kebangkrutan, hidup sengsara dan hidup enak dan lain sebagainya. Kita terima dengan kadar yang sama, tanpa membedakan diantara keduanya, tidak pernah mengeluh dan tidak pernah merasa benar untuk menanggungnya. Inilah tanda-tanda ridha ALLAH pada diri manusia. Barangsiapa yang sudah bersikap dan berbuat seperti itu, berarti ALLAH sudah ridha padanya. (Tasawuf Di Dalam Diri Ada ALLAH, 2011)

 

7. ALLAH LEBIH TAHU DARIPADA AKU

Barang siapa yg ingin mencapai derajat ridho terhadap takdir ALLAH SWT hendaklah ia selalu mengingat kematian, karena dg mengingatnya akan meringankan bencana yg menimpa. Jangan berprasangka buruk terhadap-NYA atas bencana yg menimpa diri, harta dan keluarga. Tetapi katakanlah, “ALLAH SWT lebih tahu daripada aku”. Bencana tsb akan tercabut darimu dan kebaikan dan kenikmatan akan datang. (Syaikh Abdul Qadir jailani)

 

8. RIDHO DALAM KEFAKIRAN

Ridholah dalam kefakiranmu, karena itu akan menjagamu dari kemaksiatan. Apabila tidak, bisa jadi engkau akan tenggelam dalam kemaksiatan. Seandainya ALLAH menjadikanmu fakir dan lemah, sesungguhnya DIA hendak memeliharamu. Apabila engkau sabar atas pilihan-NYA, maka engkau akan memperoleh pahala disisi-NYA yg tak terhitung oleh dirimu atau penduduk dunia sekalipun (Syaikh Abdul Qadir Jailani)

 

9. RIDHO ATAS SEMUA PERBUATAN-NYA

Seorang muslim akan senantiasa setuju terhadap ketetapan-NYA dan ridho atas setiap takdir dan perbuatan-NYA.

Apabila kita tidak menerima datangnya musim kemarau, maka kemarau tersebut akan mendatangkan kesempitan, demikian juga apabila kita tidak menerima ketetapan datangnya musim penghujan, maka kedatangannya hanya akan menjadi siksa.

Kerelaan kita terhadap takdir-NYA yang mendatangkan dua musim tersebut, akan menghilangkan akibat buruk apapun yang datang karena keduanya.

Demikian halnya, penerimaan kita terhadap ujian dan cobaan, akan menghilangkan sedih, perih, dan kesempitan yang lahir darinya.

Alangkah menakjubkan keadaan para Wali itu, betapa baiknya keadaan mereka. Apapun yang ditimpakan ALLAH SWT kepada mereka, semuanya menjadi kebaikan (Syaikh Abdul Qadir Jailani)

10. TAKDIR ALLAH PASTI TERJADI

Diceritakan bahwa Malaikat Maut menemui Nabi SUlaiman bin Daud as. Malaikat Maut melihat dengan tajam dalam waktu yang lama kepada salah seorang pembantu Nabi Sulaiman as. Ketika Malaikat Maut keluar, laki-laki itu bertanya, “Wahai Nabi ALLAH, siapakah orang yang masuk tadi?”
Nabi Sulaiman as menjawab, “Malaikat Maut”
Laki-laki itu berkata, “Aku takut Malaikat Maut hendak mencabut nyawaku. Oleh karena itu aku akan menghindar darinya”.
Nabi Sulaiman as berkata, “Bagaimana caramu menghindar darinya?”
Laki-laki itu menjawab, “Suruhlah angin membawaku ke negeri India saat ini juga. Mudah-mudahan Malaikat Maut terkecoh dan tidak dapat menemukanku”
Nabi Sulaiman as menyuruh angin untuk membawa laki-laki itu ke tempat yang dituju. Malaikat Maut kembali dan menemui Nabi SUlaiman as. Kemudian Nabi Sulaiman as bertanya kepada Malaikat Maut, “Mengapa engkau melihat kepada laki-laki itu lama sekali?”
Malaikat Maut berkata, “Aku sungguh merasa heran terhadapnya. Aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di negeri India padahal negeri itu sangat jauh. Tetapi ternyata angin telah membawanya ke sana. Itulah takdir ALLAH SWT” (Al-Ghazali)


Bagaimana menghilangkan Tanda Munafiq pada diri sendiri ?

Khutbah Jumat: Tanda Munafik Zaman Ini

Apa tanda munafik masa kini?
Mari kita perangi munafiq barangkali ada pada diri sendiri

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

اَللَّهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

اللّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعَنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْماً، وَأَرَنَا الحَقَّ حَقّاً وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرَنَا البَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ

 

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Segala puji kita panjatkan pada Allah atas berbagai macam nikmat yang telah Allah anugerahkan pada kita sekalian.

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita, Nabi besar kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga kepada para sahabat, para tabi’in, serta para ulama yang telah memberikan contoh yang baik pada kita.

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Tahukah apa munafik?

Kalau yang dimaksud munafik besar adalah menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran.

Ada istilah munafik ashgar (kecil) atau dalam bentuk amalan lahiriyah disebutkan oleh Al-Hasan Al-Bashri berikut ini.

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan,

مِنَ النِّفَاقِ اِخْتِلاَفُ القَلْبِ وَاللِّسَانِ ، وَاخْتِلاَفُ السِّرِّ وَالعَلاَنِيَّةِ ، وَاخْتِلاَفُ الدُّخُوْلِ وَالخُرُوْجِ

“Di antara tanda kemunafikan adalah berbeda antara hati dan lisan, berbeda antara sesuatu yang tersembunyi dan sesuatu yang nampak, berbeda antara yang masuk dan yang keluar.” (Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:490)

Bagaimanakah keadaan munafik orang zaman ini dan masa silam?

Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ‘anhu berkata,

المُنَافِقُوْنَ اليَوْمَ شَرٌّ مِنْهُمْ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانُوْا يَوْمَئِذٍ يَكْتُمُوْنَهُ وَهُمْ اليَوْمَ يُظْهِرُوْنَهُ

“Orang munafik saat ini lebih jelek dari orang munafik di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dahulu kemunafikan disembunyikan, sedangkan saat ini terang-terangan.” (Hilyatul Auliya’, 1:280)

 

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

 

Apa tanda munafik pada zaman ini?

 

Pertama, jadi orang yang tidak amanah dan tidak jujur

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مِنْ عَلاَمَاتِ الْمُنَافِقِ ثَلاَثَةٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ

Di antara tanda munafik ada tiga: jika berbicara, berdusta; jika berjanji, tidak menepati; jika diberi amanat, berkhianat.” (HR. Muslim, no. 59)

 

Kedua, malas-malasan ibadah

Sebagaimana disebutkan dalam ayat,

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisa’: 142).

 

Ketiga, pintar berkata bijak namun malah melakukan yang mungkar

Umar pernah berkhutbah di atas mimbar, lantas ia mengatakan,

إنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ المنَافقُ العَلِيْمُ ، قَالُوْا : كَيْفَ يَكُوْنُ المنَافِقُ عَلِيماً ؟ قَالَ : يَتَكَلَّمُ بِالْحِكْمَةِ ، وَيَعْمَلُ باِلجَوْر ، أَوْ قَالَ : المنْكَرِ

Yang aku khawatirkan pada kalian adalah orang berilmu yang munafik. Para sahabat lantas bertanya: “Bagaimana bisa ada orang berilmu yang munafik?” Umar menjawab, “Ia berkata perkataan hikmah, namun sayangnya ia melakukan kemungkaran.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:490)

 

Keempat, dari luar terlihat khusyu’, namun batin tidak khusyu’

Sebagian ulama salaf mengatakan,

خُشُوْعُ النِّفَاقِ أَنْ تَرَى الجَسَدَ خَاشِعاً ، وَالقَلْبُ لَيْسَ بِخَاشِعٍ

“Khusyu’nya orang munafik, jasad terlihat khusyu’. Namun hati tak ada kekhusyu’an.” .” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:490)

 

Kelima, mengaku beriman namun tidak punya amalan sama sekali

Hudzaifah ditanya mengenai apa itu munafik, ia menjawab,

الَّذِي يَصِفُ الإِيْمَانَ وَلاَ يَعْمَلُ بِهِ

“Ia menyifati diri beriman namun tak ada amalan.” (Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:490)

 

Keenam, pria enggan shalat berjamaah di masjid

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,

وَلَقَدْ رَأَيْتُنَا وَمَا يَتَخَلَّفُ عَنْهَا إِلاَّ مُنَافِقٌ مَعْلُومُ النِّفَاقِ وَلَقَدْ كَانَ الرَّجُلُ يُؤْتَى بِهِ يُهَادَى بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ حَتَّى يُقَامَ فِى الصَّفِّ

Aku telah melihat bahwa orang yang meninggalkan shalat jama’ah hanyalah orang munafik, di mana ia adalah munafik tulen. Karena bahayanya meninggalkan shalat jama’ah sedemikian adanya, ada seseorang sampai didatangkan dengan berpegangan pada dua orang sampai ia bisa masuk dalam shaf.” (HR. Muslim, no. 654).

Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah mengatakan,

كَفَى عَلَماً عَلَى النِّفَاقِ أَنْ يَكُوْنَ الرَّجُلُ جَارَ المسْجِد ، لاَ يُرَى فِيْهِ

“Cukup disebut seseorang memiliki tanda munafik jika ia adalah tetangga masjid namun tak pernah terlihat di masjid” (Fath Al-Bari karya Ibnu Rajab, 5: 458 dan Ma’alim As-Sunan, 1:160. Lihat Minhah Al-‘Allam, 3: 365).

 

Ketujuh, malas merutinkan Shalat Shubuh dan Shalat Isya

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ صَلاَةٌ أثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْواً

Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang munafik selain dari shalat Shubuh dan shalat ‘Isya’. Seandainya mereka tahu keutamaan yang ada pada kedua shalat tersebut, tentu mereka akan mendatanginya walau sambil merangkak.” (HR. Bukhari, no. 657).

Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhumamenyatakan,

كُنَّا إِذَا فَقَدْنَا الإِنْسَانَ فِي صَلاَةِ العِشَاءِ الآخِرَةِ وَالصُّبْحِ أَسَأْنَا بِهِ الظَّنَّ

“Jika kami tidak melihat seseorang dalam shalat ‘Isya’ dan shalat Shubuh, maka kami mudah untuk suuzhon (berprasangka jelek) padanya” (HR. Ibnu Khuzaimah, 2:370 dan Al-Hakim 1:211, dengan sanad yang shahih sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Rajab. Lihat Minhah Al-‘Allam, 3:365)

 

Demikian khutbah pertama ini.

أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا َوَاسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ إِنَّهُ هُوَ السَمِيْعُ العَلِيْمُ

 

Khutbah Kedua

الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَافِ الأَنْبِيَاءِ وَالمرْسَلِيْنَ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

 

Ma’asyirol muslimin rahimani wa rahimakumullah …

Mengenai shalat Shubuh dan shalat Isya yang berat bagi orang munafik dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah sebagai berikut,

“Menghadiri dua shalat itu terasa berat karena mereka tidak bisa memamerkan amalan mereka. Alasan lainnya karena shalat ‘Isya itu waktu istirahat, sedangkan shalat Shubuh waktu lelapnya tidur.” (Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 5:82).

Moga kita selamat dari sifat kemunafikan seperti yang disebutkan dalam khutbah ini. Juga moga Allah menjauhkan kita dari kesyirikan yang terus dilariskan di bulan mulia ini.

Di akhir khutbah ini … Jangan lupa untuk memperbanyak shalawat pada hari Jumat. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim, no. 408)

Juga marilah pula kita memanjatkan doa pada Allah, moga doa kita benar-benar diperkenankan oleh Allah di hari penuh berkah dan diijabahinya doa.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ

اللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِى دِينِنَا وَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِى الأُمُورِ كُلِّهَا وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْىِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

 

Khutbah Jumat di Masjid Jami’ Al-Adha, Pesantren Darush Sholihin, Warak, Girisekar, Panggang, Jumat Kliwon, 3 Muharram 1439 H (22-09-2017)

Naskah Khutbah Jumat dalam bentuk PDF:

Khutbah Jumat: Tanda Munafik Zaman Ini

—-

Selesai disusun @ Perpus Rumaysho, menjelang Jumatan, Jumat Kliwon, 3 Muharram 1439 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Print PDF

Sujud Tilawah (Sajadah)


بِسۡـــــــــمِ ٱللهِ ٱلرَّØ­ۡـمَÙ€ٰÙ†ِ ٱلرَّØ­ِـــــــيمِ

اللَّÙ‡ُÙ…َّ صَÙ„ِّ عَÙ„َÙ‰ Ù…ُØ­َÙ…َّد ÙˆَعَÙ„َÙ‰ آلِ Ù…ُØ­َÙ…َّدٍ

Makna Tilawah

Tilawah ertinya bacaan. Maka Sujud Tilawah bererti sujud bacaan iaitu sujud kerana membaca atau mendengar ‘ayat-ayatSajadah’ dari pembacaan Al-Quran yang kebiasaannya boleh dikenali pada ayat-ayat tersebut dengan ditandai garis atau simbol kubah dan tertulis perkataan sajadah.

.

Disunat bersujud dengan niat Tilawah bagi pembaca atau pendengar ‘ayat Sajadah’. Selain dari Sujud Tilawah’ sujud ini juga dikenali sebagai ‘Sujud Sajadah’.

Daripada Abu Hurairah katanya, Rasulullah SAW bersabda: “Apabila anak Adam membaca ayat Sajadah, lalu ia sujud; maka syaitan jatuh sambil menangis. Katanya, “Celaka aku! Anak Adam disuruh sujud, maka dia sujud, lalu mendapat syurga. Aku disuruh sujud, tetapi aku menolak, maka untukku neraka.”   (HR Bukhari dan Muslim.)

.

Hukum Sujud Sajadah adalah sunat mu’akad, atau sunat yang amat digalakkan.

Dari Umar r.a; Pada suatu hari Jumaat, Rasulullah SAW membaca surah al-Nahl di atas mimbar, maka ketika sampai pada ayat sajadah, Baginda lalu turun dan sujud. Dan para hadirin juga turut melakukan sujud. Pada Jumaat berikutnya, dibacanya surah berkenaan, lalu apabila sampai pada ayat sajdah Baginda SAW bersabda: “Wahai manusia, sebenarnya kita tidak diperintahkan (diwajibkan) sujud tilawah. Tetapi sesiapa bersujud, dia telah melakukan yang benar. Dan sesiapa yang tidak melakukannya, maka dia tidak mendapat dosa.” (HR Bukhari)

 .

.

1.  Ayat-ayat Sajadah

.

Di dalam Al-Quran terdapat 15 ayat-ayat sujud sajadah iaitu:

1. Surah 7 (Al-A’Raaf) Ayat 206

2. Surah 13 (Ar-Ra’d) Ayat 15

3. Surah 16 (Al-Nahl) Ayat 50

4. Surah 17 (Al-Isra’) Ayat 109

5. Surah 19 (Maryam) Ayat 58

6. Surah 22 (Al-Hajj) Ayat 18

7. Surah 22 (Al-Hajj) Ayat 77

8. Surah 25 (Al-Furqaan) Ayat 60

9. Surah 27 (An Naml) Ayat 26

10. Surah 32 (As-Sajdah) Ayat 15

11. Surah 38 (Shaad) Ayat 24

12. Surah 41 (Fushshilat) Ayat 38

13. Surah 53 (An-Najm) Ayat 62

14. Surah 84 (Al-Insyiqaq) Ayat 21

15. Surah 96 (Al-‘Alaq) Ayat 19

Nota:

Perlu dinyatakan bahawa bacaan surah 22 (Al-Hajj) Ayat 77 menurut madzhab Syafi’iyah dan Hanbaliyah dimasukkan sebagai ayat sajadah. Bacaan Surah 38 (Shaad) Ayat 24 pula menurut Syafi’iyah dan Hanbaliyah tidak termasuk ayat sajadah, tapi ayat yang disunatkan untuk ‘Sujud Syukur’.

 .

.

2.  Syarat Sujud Tilawah

Suci badan, pakaian dan tempat sujud.Menutup aurat.Menghadap kiblat.Sujud setelah selesai membaca ayat Sajadah.Dalam solat berjamaah, makmum wajib mengikuti Imam bersujud Tilawah. Gugur keahlian solat berjamaah, jika tidak ikut bersujud.

 .

.

3.  Rukun Sujud

     1.  Niat Sujud Tilawah

 “Daku melakukan Sujud Tilawah kerana Allah Ta‘ala”

     2.  Bertakbir

     3.  Sujud

     4.  Salam.

.

.

4.  Bacaan Sujud Tilawah (Sajadah)

.

Dalam Sujud Tilawah dianjurkan membaca:

Sa-ja-da  waj-Hi-ya  lil-la-dziy  kho-la-qo-hu  wa-shaw-wa-ra-Hu  wa-syaq-qo  sam-‘a-Hu  wa-ba-sho-ro-Hu  bi-hau-li-hi  wa-quw-wa-ti-Hi  fa-ta-baa-ro-kaL  Laa-Hu  ah-san-ul  khoo-li-qiyn .

“Aku bersujud kepada Allah yang menjadikanku, memberikan pendengaranku dan penglihatanku dengan Kekuasaan-Nya dan Kudrat-Nya. Maka Maha Suci Allah, Dialah sebaik-baik pencipta kejadian.”

 .

.

5.  Zikir-Zikir Lain 

.

Bacaan zikir-zikir yang lain ketika Sujud Tilawah. Sebagaimana yang di sebut dalam hadis Baginda Shallallahu ‘alaihi wasallam:

“Ya Allah tuliskan bagi ku dengan sujud ini pahala dan jadikanlah sujud ini berharga di sisiMu dan hindarkanlah daripadaku dosa dengannya terimalah ia daripadaku sepertimana Engkau menerima sujud hambaMu Daud.”(Hadis riwayat Al-Tirmidzi dan lainnya dengan sanad yang hasan)

.

Sementara itu Al-Ustaz Ismail Al-Dharir di dalam tafsirnya menaqalkan bahawa Imam Asy-Syafi‘ie memilih untuk diucapkan di dalam sujud tersebut :

“Maha suci tuhan kami, sungguh janji Tuhan kami tetap terlaksana.”

.

Walau bagaimanapun adalah harus dibawakan zikir yang biasa digunakan di dalam sujud solat.

.

Menurut Imam Al-Qalyubiy bahawa sujud tilawah atau sujud syukur itu boleh diganti dengan zikir berikut bagi orang yang tidak melakukan sujud walaupun ia suci dari hadas (dalam keadaan berwudhu) seperti ucapan:

سُبْØ­َانَ اللهِ ÙˆَالْØ­َÙ…ْدُ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ Ùˆَلآ اِÙ„َÙ‡َ اِلاَّ اللهُ Ùˆَاللهُ اَÙƒْبَرُ.

“Maha suci Allah dan segala puji-pujian bagiNya, tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah dan Allah itu Maha Besar”.

Dibaca zikir tersebut sebanyak empat kali kerana ia boleh menggantikan tempat tahiyatul masjid. (Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu 1136)

.

.

6.  Dua Jenis Sujud Tilwah

Sujud Tilawah ini disunatkan dilakukan baik dalam solat atau di luar solat.

 .

1.   Dalam Solat

a. Ketika tiba pada ayat-ayat Sajadah, disunatkan berniat sujud untuk Tilawah, mengucapkan Takbir lalu terus sujud sekali dan membaca tasbihnya, kemudian berdiri semula tanpa perlu mengangkat tangan dan menyambung baki bacaan ayat tersebut serta teruskan solat seperti biasa sehingga salam.

b. Terbatal solat jika melakukan sujud bersendirian pada ketika Imam tidak melakukannya. Sekiranya imam tidak melakukannya, maka makmumnya juga tidak perlu bersujud kerana makmum wajib selalu menyesuaikan gerakannya dengan imam iaitu tidak boleh melakukan gerakan yang tidak dilakukan imam.

 

.

.

2.   Di Luar Solat

Sujud Tilawah sunat dilakukan di luar solat iaitu setelah selesai menghabiskan bacaan ayat sajdah atau mendengarnya, jika hendak melakukan sujud tilawah hendaklah berniat sujud tilawah kemudian bertakbir iftitah seperti takbiratul ihram dalam solat.

.

Berniat dalam hati, di samping itu disunatkan juga melafazkan niatnya :

 “Daku melakukan Sujud Tilawah kerana Allah Ta‘ala”

.

Ketika membaca Al-Quran dan apabila bertemu‘tanda sujud’, maka hendaklah bertakbiratul-ihram sambil berniat ‘Sujud Tilawah’ untuk melakukan sujud tanpa mengangkat tangannya.Takbir iftitah hukumnya adalah wajib kerana ia adalah merupakan syarat sujud tilawah.Tidak perlu berdiri atau membaca Fatihah dan rukuk. Terus saja bersujud dan membaca ‘Tasbih Tilawah’.Adalah sunat memanjangkan bacaan takbir yang kedua ketika hendak sujud sehingga diletakkan dahi ke tempat sujud.Begitu juga bagi takbir yang ke tiga ketika bangkit dari sujud sehingga duduk semula. kemudian kembali duduk dan memberi salam.Perlu diingat bahawa untuk melakukan sujud tilawah di luar solat ini tidak disunatkan bangun dari duduk untuk berdiri (qiam) kemudian melaksanakan sujud, bahkan memadailah hanya dalam keadaan duduk. Sementara itu jika dia dalam keadaan berdiri maka dilakukan takbiratul ihram dalam keadaan berdirinya itu kemudian membaca takbir dan sujud. (At-Tibyan Fi Adab Hamalatil Quran 118)Jika tidak bersujud, kerana tidak memenuhi syarat atau berhalangan, maka sebagai gantinya bacalah ayat:

   

Sub-haa-naL-Lah  wal-ham-du-lil-lah  wa-laa  i-laa-ha  il-laL-Laa-hu  waL-La-hu  ak-bar,  wa-laa  haw-la  wa-laa  quu-wa-ta  il-laa  biL-Laa-hil   ‘A-liy-yil  ‘A-ziym.

Maha Suci Allah dan segala pujian bagi Allah, Tiada Tuhan melainkan Allah, Allah Maha Besar; Tiada suatu daya dan kekuatan melainkan dengan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

.

.

3.  Boleh Tangguh Sujud Tilawah

Sujud tilawah juga boleh ditangguhkan. Contohnya, ketika sedang dalam perjalanan tiba-tiba kedengaran seseorang membaca ayat sajdah. Maka, tidak diharuskan sujud seketika itu juga kerana untuk melakukannya, seseorang itu mestilah dalam keadaan suci dan berada di tempat suci, sama seperti mahu mengerjakan solat.

.

.

والله أعلم بالصواب

Wallahu A’lam Bish Shawab

 (Hanya Allah Maha Mengetahui apa yang benar)

.

ÙˆَالسَّلاَÙ…ُ عَÙ„َÙŠْÙƒَÙ…ْ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهُ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡

.

By; shafiqolbu

.

ADVERTISEMENT

Advertisements

Report this ad

Share this:

TwitterFacebook657RedditGooglePrintEmailLinkedIn

Related

Sujud SyukurIn "SUJUD"

Sujud SahwiIn "Solat"

Sujud RukunIn "Solat"

16/08/201218 Replies

« PreviousNext »

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment 

Name*

Email*

Website

 Notify me of new comments via email.

menna on 28/08/2012 at 3:21 pm

Assalam ustaz. Boleh x bagi emel. Sy ad soalan nk tanya ustaz. Tq
menah212@gmail.com

Reply

Shafi-Q on 29/08/2012 at 4:40 pm

ÙˆَعَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ السَّلاَÙ…ُ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ اللهِ ÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡

shafi4q@yahoo.com

Reply

Advertisements

Report this ad

ahmad on 27/09/2012 at 2:40 pm

Assalamualaikum , mohon dicopy artikel ini, Terima Kasih.

Reply

Shafi-Q on 06/10/2012 at 10:19 pm

ÙˆَعَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ْ السَّلاَÙ…ُ ÙˆَرَØ­ْÙ…َØ©ُ الله ِÙˆَبَرَÙƒَاتُÙ‡

Jangan lupa berikan juga kredit pada Blog Shafiqolbu…

والله أعلم بالصواب
Wallahu A’lam Bish Shawab


AKIDAH Al-QUR'AN AMALAN ANAKARTIKEL BICARA DOA Doa Harian Ramadhan DUNIA Fadhilat Asma'ul Husna HAJI Hot Ramadhan KESIHATANKhutbah Jumaat KISAH TAULADAN PANDUAN PUASA SALAMSentuhan Qolbu Sirah Nabi Solat SUNNAHSyawal Tahukah Anda?Tanah Air TAZKIRAH UMRAH DAN HAJI Uncategorized Wordless Wednesday Zulhijjah

Pengunjung


Free counters

Follow Blog via Email

Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 3,524 other followers

Komentar

azanis on Doa Malam ArafahIbrahim Abdul Rahman on Solat Sunat IsyraqNajwa on Nama-Nama Yang Dilarang Islamhasimah hashim on Solat Sunat Awwabinazanis on Doa Malam Arafah

Awan Qolbu

agama islam aidil fitri Akidah Al-Quran Alhamdulillahallah swt Al Quran Amalan Bismillah Amalan Rejab Asma ul-Husna ayat bismillah 7 Ayat Penawar Ayat Penyembuh Ayat Syifa berpuasa BISMILAH 4 BISMILAH 7Bismillah 5 bismillah 6 bulan ramadhan Doa BismillahDoa Harian Makna/Tterjemahan Melayu/Rumi Doa Harian Ramadhan doa puasa bahasa arab hari kiamatibadah puasa ibu bapa Islam Istighfar Jabatan Kemajuan Islam Malaysia Jabatan Kemajuan Islam Malaysia /JAKIM) jihad Jurus Bismillah Kaabah kalimah allah kasih sayangKeredhaan Allah SWT ketakwaan kepada Allah SWT khutbah / mimbar JumaatKhutbah Jumaat malaikat maqasid al-syariah masjidil haram membaca al quran menyerumimbar nabi muhammad Nabi Muhammad SAW nikmat Palestin PUASA puasa alhamdulillah bahasa arab puasa bahasa arab puasa sunat Qiamullail ramadhan al mubarak RasulullahRasulullah SAW religion rezeki sallallahu alaihi wasallam Sedekah Selawat Sentuhan Qolbu SOLAT Solat Jumaat surah al baqarahsyariat islam Syukur syurga umat IslamWordless WednesdayYahudi zikir Zikir Bismillah

Alexa

 

QR Code

Admin

RegisterLog inEntries RSSComments RSSWordPress.com

View Full Site

Follow

sujud shawi

Renungan #28: Manajemen Masalah Rumah Tangga

Home / Shalat / Panduan Sujud Sahwi (2), Tata Cara Sujud Sahwi

Panduan Sujud Sahwi (2), Tata Cara Sujud Sahwi

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc June 5, 2010 Shalat 70 Comments 267,352 Views

    

Alhamdulillah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Setelah pada serial pertama kita membahas hukum dan sebab adanya sujud sahwi, saat ini kita akan melanjutkan dengan pembahasan tata cara sujud sahwi. Kami harapkan para pembaca rumaysho.com dapat membaca serial pertama mengenai sujud sahwi –jika belum sempat membacanya- agar lebih memahami pembahasan kali ini dan selanjutnya. Semoga Allah beri kepahaman.

Sujud Sahwi Sebelum ataukah Sesudah Salam?

Shidiq Hasan Khon rahimahullah berkata, “Hadits-hadits tegas yang menjelaskan mengenai sujud sahwi kadang menyebutkan bahwa sujud sahwi terletak sebelum salam dan kadang pula sesudah salam. Hal ini menunjukkan bahwa boleh melakukan sujud sahwi sebelum ataukah sesudah salam. Akan tetapi lebih bagus jika sujud sahwi ini mengikuti cara yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  Jika ada dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sebelum salam, maka hendaklah dilakukan sebelum salam. Begitu pula jika ada dalil yang menjelaskan bahwa sujud sahwi ketika itu sesudah salam, maka hendaklah dilakukan sesudah salam. Selain hal ini, maka di situ ada pilihan. Akan tetapi, memilih sujud sahwi sebelum atau sesudah salam itu hanya sunnah (tidak sampai wajib, pen).”[1]

Intinya, jika shalatnya perlu ditambal karena ada kekurangan, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sebelum salam. Sedangkan jika shalatnya sudah pas atau berlebih, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah salam dengan tujuan untuk menghinakan setan.

Adapun penjelasan mengenai letak sujud sahwi  sebelum ataukah sesudah salam dapat dilihat pada rincian berikut.

Jika terdapat kekurangan pada shalat –seperti kekurangan tasyahud awwal-, ini berarti kekurangan tadi butuh ditambal, maka menutupinya tentu saja dengan sujud sahwi sebelum salam untuk menyempurnakan shalat. Karena jika seseorang sudah mengucapkan salam, berarti ia sudah selesai dari shalat.Jika terdapat kelebihan dalam shalat –seperti terdapat penambahan satu raka’aat-, maka hendaklah sujud sahwi dilakukan sesudah salam. Karena sujud sahwi ketika itu untuk menghinakan setan.Jika seseorang terlanjur salam, namun ternyata masih memiliki kekurangan raka’at, maka hendaklah ia menyempurnakan kekurangan raka’at tadi. Pada saat ini, sujud sahwinya adalah sesudah salam dengan tujuan untuk menghinakan setan.Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu ia mengingatnya dan bisa memilih yang yakin, maka hendaklah ia sujud sahwi sesudah salam untuk menghinakan setan.Jika terdapat keragu-raguan dalam shalat, lalu tidak nampak baginya keadaan yang yakin. Semisal ia ragu apakah shalatnya empat atau lima raka’at. Jika ternyata shalatnya benar lima raka’at, maka tambahan sujud tadi untuk menggenapkan shalatnya tersebut. Jadi seakan-akan ia shalat enam raka’at, bukan lima raka’at. Pada saat ini sujud sahwinya adalah sebelum salam karena shalatnya ketika itu seakan-akan perlu ditambal disebabkan masih ada yang kurang yaitu yang belum ia yakini.

Tata Cara Sujud Sahwi

Sebagaimana telah dijelaskan dalam beberapa hadits bahwa sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud di akhir shalat –sebelum atau sesudah salam-. Ketika ingin sujud disyariatkan untuk mengucapkan takbir “Allahu akbar”, begitu pula ketika ingin bangkit dari sujud disyariatkan untuk bertakbir.

Contoh cara melakukan sujud sahwi sebelum salam dijelaskan dalam hadits ‘Abdullah bin Buhainah,

فَلَمَّا أَتَمَّ صَلَاتَهُ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ فَكَبَّرَ فِي كُلِّ سَجْدَةٍ وَهُوَ جَالِسٌ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ

Setelah beliau menyempurnakan shalatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari no. 1224 dan Muslim no. 570)

Contoh cara melakukan sujud sahwi sesudah salam dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah,

فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَسَلَّمَ ثُمَّ كَبَّرَ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ فَرَفَعَ ثُمَّ كَبَّرَ وَسَجَدَ ثُمَّ كَبَّرَ وَرَفَعَ

Lalu beliau shalat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudia beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari no. 1229 dan Muslim no. 573)

Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan salam sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Imron bin Hushain,

فَصَلَّى رَكْعَةً ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ.

Kemudian beliau pun shalat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim no. 574)

Apakah ada takbiratul ihrom sebelum sujud sahwi?

Sujud sahwi sesudah salam tidak perlu diawali dengan takbiratul ihrom, cukup dengan takbir untuk sujud saja. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama. Landasan mengenai hal ini adalah hadits-hadits mengenai sujud sahwi yang telah lewat.

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata, “Para ulama berselisih pendapat mengenai sujud sahwi sesudah salam apakah disyaratkan takbiratul ihram ataukah cukup dengan takbir untuk sujud? Mayoritas ulama mengatakan cukup dengan takbir untuk sujud. Inilah pendapat yang nampak kuat dari berbagai dalil.”[2]

Apakah perlu tasyahud setelah sujud kedua dari sujud sahwi?

Pendapat yang terkuat di antara pendapat ulama yang ada, tidak perlu untuk tasyahud lagi setelah sujud kedua dari sujud sahwi karena tidak ada dalil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menerangkan hal ini. Adapun dalil yang biasa jadi pegangan bagi yang berpendapat adanya, dalilnya adalah dalil-dalil yang lemah.

Jadi cukup ketika melakukan sujud sahwi, bertakbir untuk sujud pertama, lalu sujud. Kemudian bertakbir lagi untuk bangkit dari sujud pertama dan duduk sebagaimana duduk antara dua sujud (duduk iftirosy). Setelah itu bertakbir dan sujud kembali. Lalu bertakbir kembali, kemudian duduk tawaruk. Setelah itu salam, tanpa tasyahud lagi sebelumnya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada dalil sama sekali yang mendukung pendapat ulama yang memerintahkan untuk tasyahud setelah sujud kedua dari sujud sahwi. Tidak ada satu pun hadits shahih yang membicarakan hal ini. Jika memang hal ini disyariatkan, maka tentu saja hal ini akan dihafal dan dikuasai oleh para sahabat yang membicarakan tentang sujud sahwi. Karena kadar lamanya tasyahud itu hampir sama lamanya dua sujud bahkan bisa lebih. Jika memang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan tasyahud ketika itu, maka tentu para sahabat akan lebih mengetahuinya daripada mengetahui perkara salam, takbir ketika akan sujud dan ketika akan bangkit dalam sujud sahwi. Semua-semua ini perkara ringan dibanding tasyahud.”[3]

Do’a Ketika Sujud Sahwi

Sebagian ulama menganjurkan do’a ini ketika sujud sahwi,

سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو

Subhana man laa yanaamu wa laa yas-huw” (Maha Suci Dzat yang tidak mungkin tidur dan lupa).[4]

Namun dzikir sujud sahwi di atas cuma anjuran saja dari sebagian ulama dan tanpa didukung oleh dalil. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,

قَوْلُهُ : سَمِعْت بَعْضَ الْأَئِمَّةِ يَحْكِي أَنَّهُ يَسْتَحِبُّ أَنْ يَقُولَ فِيهِمَا : سُبْحَانَ مَنْ لَا يَنَامُ وَلَا يَسْهُو – أَيْ فِي سَجْدَتَيْ السَّهْوِ – قُلْت : لَمْ أَجِدْ لَهُ أَصْلًا .

Perkataan beliau, “Aku telah mendengar sebagian ulama yang menceritakan tentang dianjurkannya bacaan: “Subhaana man laa yanaamu wa laa yas-huw” ketika sujud sahwi (pada kedua sujudnya), maka aku katakan, “Aku tidak mendapatkan asalnya sama sekali.” (At Talkhis Al Habiir, 2/6)

Sehingga yang tepat mengenai bacaan ketika sujud sahwi adalah seperti bacaan sujud biasa ketika shalat. Bacaannya yang bisa dipraktekkan seperti,

سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى

Subhaana robbiyal a’laa” [Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi][5]

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى

Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.” [Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku][6]

Dalam Mughnil Muhtaj –salah satu kitab fiqih Syafi’iyah- disebutkan, “Tata cara sujud sahwi sama seperti sujud ketika shalat dalam perbuatann wajib dan sunnahnya, seperti meletakkan dahi, thuma’ninah (bersikap tenang), menahan sujud, menundukkan kepala, melakukan duduk iftirosy[7] ketika duduk antara dua sujud sahwi, duduk tawarruk[8] ketika selesai dari melakukan sujud sahwi, dan dzikir yang dibaca pada kedua sujud tersebut adalah seperti dzikir sujud dalam shalat.”

Sebagaimana pula diterangkan dalam fatwa Al Lajnah Ad Daimah (komisi fatwa di Saudi Arabia) ketika ditanya, “Bagaimanakah kami melakukan sujud sahwi?

Para ulama yang duduk di Al Lajnah Ad Daimah menjawab, “Sujud sahwi dilakukan dengan dua kali sujud setelah tasyahud akhir sebelum salam, dilakukan sebagaimana sujud dalam shalat. Dzikir dan do’a yang dibaca ketika itu adalah seperti ketika dalam shalat. Kecuali jika sujud sahwinya terdapat kekurangan satu raka’at atau lebih, maka ketika itu, sujud sahwinya sesudah salam. Demikian pula jika orang yang shalat memilih keraguan yang ia yakin lebih kuat,maka yang afdhol baginya adalah sujud sahwi sesudah salam. Hal ini berlandaskan berbagai hadits shahih yang membicarakan sujud sahwi. Wabillahit taufiq, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa aalihi wa shohbihi wa sallam.[9]

Jika Lupa Melakukan Sujud Sahwi, Apakah Shalatnya Mesti Diulangi?

Mengenai masalah ini kita dapat bagi menjadi dua keadaan:

Keadaan pertama: Jika sujud sahwi yang ditinggalkan sudah lama waktunya, namun wudhunya belum batal.

Dalam keadaan seperti ini –menurut pendapat yang lebih kuat- selama wudhunya masih ada, maka shalatnya tadi masih tetap teranggap dan ia melakukan sujud sahwi ketika ia ingat meskipun waktunya sudah lama. Inilah pendapat Imam Malik, pendapat yang terdahulu dari Imam Asy Syafi’i, Yahya bin Sa’id Al Anshori, Al Laits, Al Auza’i, Ibnu Hazm dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[10].[11]

Di antara alasan pendapat di atas adalah:

Pertama: Karena jika kita mengatakan bahwa kalau sudah lama ia meninggalkan sujud sahwi, maka ini sebenarnya sulit dijadikan standar. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah dalam lupa sehingga hanya mengerjakan dua atau tiga raka’at, setelah itu malah beliau ngobrol-ngobrol, lalu keluar dari masjid, terus masuk ke dalam rumah. Lalu setelah itu ada yang mengingatkan. Lantas beliau pun mengerjakan raka’at yang kurang tadi. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi. Ini menunjukkan bahwa beliau melakukan sujud sahwi dalam waktu yang lama. Artinya waktu yang lama tidak bisa dijadikan.

Kedua: Orang yang lupa –selama wudhunya masih ada- diperintahkan untuk menyempurnakan shalatnya dan diperintahkan untuk sujud sahwi. Meskipun lama waktunya, sujud sahwi tetap diwajibkan. Hal ini berdasarkan keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

Barangsiapa yang lupa mengerjakan shalat atau ketiduran, maka kafarohnya (penebusnya) adalah hendaklah ia shalat ketika ia ingat. (HR. Muslim no. 684)

Keadaan kedua: Jika sujud sahwinya ditinggalkan dan wudhunya batal.

Untuk keadaan kedua ini berarti shalatnya batal hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Orang seperti berarti harus mengulangi shalatnya. Kecuali jika sujud sahwi yang ditinggalkan adalah sujud sahwi sesudah salam dikarenakan kelebihan mengerjakan raka’at, maka  ia boleh melaksanakan sujud sahwi setelah ia berwudhu kembali. [12]

Jika Lupa Berulang Kali dalam Shalat

Jika seseorang lupa berulang kali dalam shalat, apakah ia harus berulang kali melakukan sujud sahwi? Jawabannya, hal ini tidak diperlukan.

Ulama Syafi’iyah, ‘Abdul Karim Ar Rofi’i rahimahullah mengatakan, “Jika lupa berulang kali dalam shalat, maka cukup dengan sujud sahwi (dua kali sujud) di akhir shalat.”[13]

Sujud Sahwi Ketika Shalat Sunnah

Sujud sahwi ketika shalat sunnah sama halnya dengan shalat wajib, yaitu sama-sama disyari’atkan. Karena dalam hadits yang membicarakan sujud sahwi menyebutkan umumnya shalat, tidak membatasi pada shalat wajib saja.

Asy Syaukani rahimahullah menjelaskan, “Sebagaimana dikatakan dalam hadits ‘Abdurrahman bin ‘Auf,

إذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ

Jika salah seorang di antara kalian ragu-ragu dalam shalatnya.” Hadits ini menunjukkan bahwa sujud sahwi itu disyariatkan pula dalam shalat sunnah sebagaimana disyariatkan dalam shalat wajib (karena lafazh dalam hadits ini umum). Inilah yang dipilih oleh jumhur (mayoritas) ulama yang dulu dan sekarang. Karena untuk menambal kekurangan dalam shalat dan untuk menghinakan setan juga terdapat dalam shalat sunnah sebagaimana terdapat dalam shalat wajib.”[14]

Semoga sajian ini bermanfaat bagi pembaca setian rumaysho.com sekalian.

Insya Allah pembahasan kali ini masih kami lanjutkan dengan hukum sujud sahwi dalam shalat jama’ah. Harap sabar menanti. Semoga Allah selalu memberkahi dalam ilmu dan amal.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Artikel www.rumaysho.com

Diselesaikan di Panggang-GK, 23 Jumadits Tsani 1431 H (05/06/2010)

Al Faqir Ilallalh: Muhammad Abduh Tuasikal

[1] Ar Roudhotun Nadiyyah Syarh Ad Durorul Bahiyah, Shidiq Hasan Khon, 1/182, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1422 H.

[2] Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 3/99, Darul Ma’rifah, 1379.

[3] Dialihbahasakan secara bebas dari Majmu’ Al Fatawa, 23/49.

[4] Bacaan sujud sahwi semacam ini di antaranya disebutkan oleh An Nawawi rahimahullah dalam Roudhotuth Tholibiin, 1/116, Mawqi’ Al Waroq.

[5] HR. Muslim no. 772

[6] HR. Bukhari no. 817 dan Muslim no. 484

[7] Duduk iftirosy adalah keadaan duduk seperti ketika tasyahud awwal, yaitu kaki kanan ditegakkan, sedangkan kaki kiri diduduki pantat.

[8] Duduk tawaruk adalah duduk seperti tasyahud akhir, yaitu kaki kanan ditegakkan sedangkan kaki kiri berada di bawah kaki kanan.

[9] Yang menandatangani fatwa ini: Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz sebagai ketua; Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai wakil ketua; dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud sebagai anggota. Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ soal ketujuh, fatwa no. 8540, 7/129.

[10] Namun Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengkhususkan jika memang sujud sahwinya terletak sesudah salam, inilah yang beliau bolehkan. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 23/32.

[11] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/466.

[12] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/466.

[13] Fathul ‘Aziz Syarh Al Wajiz, Abul Qosim Abdul Karim bin Muhammad Ar Rofi’i, 4/172, Darul Fikr

[14] Nailul Author, Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani, 3/144, Idarotuth Thoba’ah Al Muniirah.

Print PDF

    

Tags MACAM SUJUD

About Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Lulusan S-1 Teknik Kimia Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan S-2 Polymer Engineering (Chemical Engineering) King Saud University, Riyadh, Saudi Arabia. Guru dan Masyaikh yang pernah diambil ilmunya: Syaikh Shalih Al-Fauzan, Syaikh Sa'ad Asy-Syatsri dan Syaikh Shalih Al-'Ushaimi. Sekarang menjadi Pimpinan Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul.

    

PreviousPanduan Sujud Sahwi (1), Hukum dan Sebab Adanya Sujud Sahwi

NextHukum Tertawa Ketika Shalat

Artikel Terkait

Sujud Syukur pada Nikmat yang Terus Menerus

January 12, 2015

Panduan Sujud Syukur

May 4, 2011

Panduan Sujud Sahwi (3), Sujud Sahwi dalam Shalat Jama’ah

December 6, 2010

70 comments

← Older Comments

monika

March 15, 2015 at 5:25 PM

assalamualaikum ustadz
saya mau tanya apakah saat duduk iftirasy ketika sujud sahwi harus membaca do’a diantara dua sujud?

Reply

Muhammad Abduh Tuasikal

March 16, 2015 at 3:57 AM

Wa’alaikumussalam.
Tidak, cukup diam.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Comment

Name *

Email *

Website

Save my name, email, and website in this browser for the next time I comment.

Donasi Jilbab

Kitab Tauhid

Belajar Safinah

Laporan Kegiatan DS

Bulughul Maram

Rekening Donasi

3.6MFans 

60,848Followers 23,488Subscribers160kFollowers

RecentCommentsPopularTags

Faedah Sirah Nabi: Ibrah dari Wahyu Pertama dan Wahyu Kedua

6 days ago

Renungan #28: Manajemen Masalah Rumah Tangga

1 week ago

Renungan #27: Sabar, Mushabarah, Murabathah, dan Takwa

2 weeks ago

Faedah Sirah Nabi: Tafsir Wahyu Kedua, Surat Al-Mudattsir

2 weeks ago

Renungan #26, Dalam Khamar dan Judi Juga Ada Manfaatnya, Namun …

2 weeks ago

Renungan #25, Boleh Jadi Apa yang Engkau Benci, Itu Baik Bagimu

2 weeks ago

Bisa Rutin Shalat Tarawih, Sulit Rutin Berjamaah Shubuh di Masjid

3 weeks ago

Manhajus Salikin: Hukum Bagi Wanita Haidh dan Nifas

3 weeks ago

Duduk dalam Majelis Ilmu

3 weeks ago

Manhajus Salikin: Hukum yang Berhadats Besar Baca Al-Qur’an dan Masuk Masjid

3 weeks ago

 Remaja Islam

Saatnya Move OnGalau Tingkat TinggiMending Jomblo Daripada DosaBukan Pemuda Biasa

 DS Muda

Tua Begitu Semangat Ngaji, Anda yang Muda Bagaimana?Nelayan di Pantai GesingPembukaan Voli untuk Anak Muda Warak – GirisekarIni Penyakit Umat Dahulu yang Diikuti Umat Islam, Mau Tahu?

Buku Gratis

Khutbah Jumat

 Cobaan Hidup IslamHukum BirDikir Sesudah SolatCara Mengamalkan Ayat Seribu Dinar Yang BenarSurat Thalaq Ayat 2 Dan 3Berlindung Dari Nafsu PerempuanHukum Menonton Bola Dalam IslamHukum Bernyanyi Tanpa Alat MusikAyat Tentang SyubhatApabila Anak Adam Meninggal DuniaCara Tobat Setelah BerzinaTawaf Wada UmrahHukum Sedekah Dengan Harta HaramIslam Yg MurniSholat Sunah Jumat Berapa RakaatSurga,Contoh Zakat PerniagaanTafsir Surah AlkafirunDoa Untuk Mayit Menurut SunnahBuku Buku Islam Yang Wajib Dibaca

Rumaysho © Copyright 2018, All Rights Reserved

Sumber : https://rumaysho.com/1065-panduan-sujud-sahwi-2-tata-cara-sujud-sahwi.html