NAHWU

Nahwu

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha pengasih lagi Maha penyayang
MUQODDIMAH ILMU
A. Kerangka Ilmu Nahwu
يَنْبَغِى لِكُـلِّ شَارِعٍ فِى فَنٍّ مِنَ الفُنُونِ أَنْ يَتَصَوَّرَهُ وَيُعَرِّفَهُ قَبْلَ الشُّرُوْعِ فِيْهِ لِيَكُونَ عَلَى بَصِيْرَةٍ فِيْهِ وَيَحْصُلُ التَّصَوُّرُ بِمَعْرِفَةِ المَباَدِى العَشَرَةِ المَنْظُومَةِ فىِ قَولِ بَعْضِهِمْ ؛
Seyogia yang mengandung pahala sunnah bagi setiap orang yang hendak mempelajari suatu ilmu, terlebih dahulu harus mengetahui uraian-uraian ilmu yang akan di pelajari, dengan harapan agar dapat mewaspadai ilmu yang akan di pelajari, dan uraian-uraian ilmu itu adalah dengan cara megenali 10 macam kerangka ilmu, sebagaimana penjelasan sya’ir yang di abadikan sebagian Ulama :
الحَـدُّ وَالمَوْضُوعُ ثُمَّ الثَّـمْرَةُ
إِنَّ مَباَدِى كُـلَّ فَنٍّ عَشْـرَةُ
الإِسْمُ الإِسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشَّارِعُ
وَفَضْـلُهُ وَنِسْـبَةٌ وَالوَاضِـعُ
وَمَنْ دَرَى الجَمِيْعَ حَازَ الشَّرَفاَ
مَسَائِلٌ وَالبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَى
-       Sesungguhnya kerangka ilmu itu berjumlah sepuluh
Definisinya(1), penempatannnya(2) serta hasilnya(3)
-       Keutamaannya(4), perbandingannya(5) dan penciptanya(6)
Namanya(7), sumbernya(8), hukum agamanya(9)
-       Dan masalah-masalahnya(10), cukup diuraikan sebagian
Namun siapa uraikan semua, kan dapat kemuliaan
وَالآنَ نُشاَرِعُ فىِ فَنِّ النَّحْوِ فَنَقُوْلُ
Sekarang kita hendak mempelajari ilmu Nahwu maka saya katakan :
1. Batasan
 حَدُّهُ عِلْمٌ بِقَوَاعِدٍ يُعْرَفُ بِهَا اَحكاَمُ الكَلِمَاتِ العَرَبِيَّةِ حَالَ تَرْكِيْبِهَا مِنَ الاِعْرَابِ وَالبِنَاءِ وَمَايَتْبَعُهَا
Ilmu Nahwu adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui hukum kalimat bahasa arab ketika kalimat itu tersusun, apakah hukum i’rob (berubah) atau mabni (tetap) dan lain sebagainya.
2. Penempatan
وَمَوْضُوْعُهُ الكَلِمَاتُ العَرَبِيَّةِ مِنْ حَيْثُ البَحْثِ عَنْ أَحْوَالِهَا
Penempatan ilmu Nahwu adalah pembahasan kalimat-kalimat bahasa arab.
3. Buah
 وَثَمْرَتُهُ التَّحِرُزُ عَنِ الخَطَاء وَالاِسْتِعَانَةُ عَلَى فَهْمِ كَلاَمِ اللهِ وَكَلاَمِ رَسُوْلِ اللهِ T  
Buah mempelajari ilmu Nahwu adalah menjaga kesalahan membaca serta membantu memahami Firman Allah dan Hadits Rasulullah Saw.
4. Keutamaan

وَشَرْفُهُ بِشَرْفِهِ

Keutamaan ilmu Nahwu adalah karena mulia manfaat dan buahnya.
5. Nisbat
وَنِسْبَتُهُ لِبَاقِى العُلُوْمِ التَّبَايُنُ
Nisbat (perbandingan) ilmu nahwu dengan ilmu yang lain adalah nisbat tabayyun (masing-masing punya kejelasan).
6. Pencipta
وَوَاضِعُهُ أَبُوْالاَسْوَدَ الدَّؤُلِى يُأمَرُ مِنَ الاِمَامِ عَلِى كَرَمَهُ اللهُ وَجْهَهُ
Pencipta ilmu Nahwu adalah Abul Aswad Addauly atas intruksi Imam Ali karamallahu wajhah.
7. Nama
وَاسْمُهُ عِلْمُ النَحْوِ وَعِلْمُ العَرَبِيَّةِ
Nama ilmu ini adalah Nahwu, ilmu tata bahasa arab.
8. Sumber
وَاسْتِمْدَادُهُ مِنْ كَلاَمِ العَرَبِ
Sumber ilmu Nahwu adalah kata atau kalimat yang berbahasa Arab.
9. Hukum
وَحُكْمُ الشَّارِعُ فِيْهِ وُجُوْبُهُ الكَفَائِى عَلَى أَهْلِ كُلِّ نَاحِيَةٍ وَالعَيْنِى عَلَى قَارِئِ التَّفْسِيْرِ وَالحَدِيْثِ
Hukum mempelajari ilmu nahwu adalah wajib kifayah atas penduduk setiap kampung dan fardu a’in atas setiap pembaca Tafsir dan hadits seperti para santri, ustadz dan para kiyai.
10. Masalah-masalah
وَمَسَائِلُهُ قَوَاعِدُهُ كَقَوْلِكَ الفَاعِلُ مَرْفُوْعٌ وَالمَفْعُوْل بِهِ مَنْصُوْبٌ
Masalah-masalah dalam ilmu Nahwu adalah kaidah-kaidah atau rumus-rumus seperti Fa’il itu hukumnya dirafa’kan, Maf’ul bih itu hukumnya dinasabkan, dan lain sebagainya.
B.  Bismillah versi Ilmu Nahwu
يَنْبَغِى لِكَلِّ شَارِعٍ فِى فَنٍّ مِنَ الفُنُوْنِ أَنْ يَتَكَلَّمَ بِطَرْقِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَاسِبُ ذَلِكَ الفَنِّ , وَفَاءً بِالحَقِّ البَسْمَلَةِ وَوَفَاءً بِالحَقِّ الفَنِّ المَشْرُوْعِ , وَالحَقُّ الفَنِّ أَنْ يَتَكَلَّمَ الشَّارِعُ بِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّا يُنَسِبُ ذَلِكَ الفَنِّ المَشْرُوْعِ , وَالحَقُّ البَسْمَلَةِ أَنْ لاَيَتْرُكَ الكَلاَمَ عَلَى البَسْمَلَةِ رَأْساً
Seyogia yang mengandung pahala sunnah bagi setiap orang yang hendak mempelajari suatu ilmu agar membicarakan sepucuk uraian Bismillah menurut ilmu tersebut, karena memenuhi hak Bismillah dan memenuhi hak ilmu yang hendak dia pelajari, hak ilmu adalah setiap yang hendak mempelaari harus memicarakan uraian Bismillah menurut ilmu yang dipelajari sedangkan hak bismillah adalah sama sekali tidak meninggalkan pembicaraan uraian Bismillah.
وَنَحْنُ الآنَ نُشَرِعُوْنَ فِى فَنِّ النَّحْوِ فَيَنْبَغِى عَلَيْنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِطَرْفِ البَسْمَلَةِ مِمَّايُنَاسِبُ ذَلِكَ الفَنِّ النَّحْوِ
Kita sekarang hendak mempelajari ilmu Nahwu maka seyogia kita membicarakan sepucuk bahasan Bismillah menurut ilmu Nahwu
إِعْلَمْ اَنَّ البَاءَ فِى البَسْمَلَةِ يَصِحُ أَنْ تَكُوْنَ أَصْلِيَّةً وَيَصِحُ أَنْ تَكُوْنَ زَائِدَةً فَاِنْ كَانَتْ أَصْلِيَّةً فَتَحْتَجُ اِلَى مُتَعَلَقٍ يَتَعَلَقُ بِهَا وَلَهُ مَعْنًى وَيَحْتَالُ أَصْلُ مَعْنَى الكَلاَمِ بِاِسْقَاطِهاَ
Ketahuilah ! huruf ba pada lafadz bismillah sah dijadikan huruf Ba asliyah (asal) dan sah dijadikan huruf Ba zaidah (penambah), apa bila dijadikan huruf Ba asliyah maka huruf Ba tersebut membutuhkan muta’alaq (sandaran jenis kerja) untuk bersandar, dan huruf Ba itu memiliki makna sendiri kemudian asal makna perkataan dalam Bismillah akan sirna bila huruf Ba pada lapadz bismillah dihilangkan.
وَمُتَعَالِقَتُهَا ثَمَانِيَّةٌ لاَِنَّهَا ؛
Muta’alaq-muta’alaq atau sandaran-sandaran Bismillah ada delapan karena muta’alaq-muta’alaq tersebut bermacam-macam, diantaranya :
-     اِسْمٌ خَاصٌ مُقَدَّمٌ نَحْوُ تَألِيْفِى بِسْم اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
-     اِسْمٌ خَاصٌ مُؤَخَّرٌ نَحْوُ بِسْم اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ تَألِيْفِى
-     اِسْمٌ عَامٌ مُقَدَّمٌ نَحْوُ إِبْتِدَائِىْ بِسْم اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
-     اِسْمٌ عَامٌ مُؤَخَّرٌ نَحْوُ بِسْم اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ  إِبْتِدَائِى
-     فِعْلٌ خَاصٌ مُقَدَّمٌ نَحْوُ أُؤَلِّفُ بِسْم اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
-     فِعْلٌ خَاصٌ مُؤَخَّرٌ نَحْوُ بِسْم اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ أُؤَلِّفُ
-     فِعْلٌ عَامٌ مُقَدَّمٌ نَحْوُ يَبْتَدِأُ بِسْم اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
-     فِعْلٌ عَامٌ مُؤَخَّرٌ نَحْوُ بِسْم اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ يَبْتَدِأُ
-  Isim-khos-Muqoddam : Karanganku dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang.
-  Isim-khos-Muakhor : Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang. Karanganku
-  Isim-Am-Muqoddam : Permulaanku dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang.
-  Isim-Am-Muakhor : Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih dan penyayang permulaanku.
-  Fi’il-Khos-Muqoddam : Aku mengarang dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
-  Fi’il-Khos-Muakhor : Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang aku mengarang.
-  Fi’il-Am-Muqoddam : Dia memulai dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
-  Fi’il-Am-Muakhor : Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang dia memulai .
وَأُوْلاَهَا الفِعْلُ الخَاصُ المُؤَخَّرُ , أَمَّا الفِعْلُ فَلاَِنَّهُ الاَصْلُ فِى العَمَلِ وَلِكَثْرَةِ التَّصْرِيْحِ بِهِ وَلِقِلَّةِ المَخْذُوْفِ لاَِنَّهُ عَلَيْهِ كَلِمَتَانِ الفِعْلُ وَالفَاعِلُ
Yang lebih utama adalah muta’alaq Fi’il-Khos-Muakhor.
Adapun muta’alaqnya Fi’il, karena :
a.      Fi’il (Kata kerja) itu asal dalam perbuatan
b.     Banyak kejelasan disebabkan Fi’il. 
c.      Sedikit kalimat yang di buang yaitu hanya fi’il dan fa’il.
وَأَمَّا الخَصُ فَلاَِنَّهُ الشَّارِعَ فىِ كُلِّ شَيْئٍ يَضْمَرُ مَاكَانَتْ التَّسْمِيَّةُ مَبْدَأً لَهُ فَالشَّارِعُ فِى الاَكْلِ اذَا قَالَ بِسْمِ اللهِ يَنْوِى آكِلُ وَفىِ الشُّرْبِ أَشْرُبُ وَفِى الرُّكُوْبِ أَرْكَبُ فَلاَجَرَمَ كَانَ التَّقْدِيْرُ فىِ التَّأْلِيْفِ أُؤَلِّفُ أَوْلىَ
Adapun muta’alaqnya khos, karena  ;
Apa bila seseorang menghendaki sesuatu maka ia menyimpan sebuah kalimat dalam mengawali sesuatu itu, seperti ketika mau makan ia membaca bismillah maka dalam membaca Bismillah-nya ia menyimpan kalimat “saya akan makan“ apa bila mau minum menyimpan kalimat “saya akan minum“ apa bila mau berkendara menyimpan kalimat “saya akan berkendara“, oleh sebab itu tidak ada salahnya kalimat yang tersimpan ketika hendak mengarang adalah kalimat Uallifu artinya “saya akan mengarang” inilah yang paling utama.
وأَمَّا المُؤَخَّرُ فَلِلإِْهْتِمَامِ بِاسْمِهِ تَعَالىَ وَلِيَكُوْنَ اسْمُهُ مُقَدَّمًا
Adapun muta’alaqnya Muakhor, karena ;
a.      Mementingkan nama Allah
b.     Mendahulukan nama Allah
وَلاَيُرَدُّ تَقَدُّمُ البَاَء ِوَلَفْظ ُاِسْمِ عَلَيْهِ لأَِنَّ البَاءَ وَسِيْلَةٌ لِذِكْرِهِ عَلَى وَجْهِ يُؤْذَنُ بِالبَدْءِ فَهِىَ مِنْ تَتِمَّةِ ذِكْرِهِ عَلَى وَجْهِ المَطْلُوْبِ , وَلَفْظُ اِسْمٍ دَالٌ عَلَى اسْمِهِ تَعَالىَ لاَ أَجْنَبِىٍ عَنْهُ بِدَلِيْلٍ وَاذْكُرِاسْمَ رَبِّكَ
Tidak ada larangan mendahulukan huruf Ba kemudian lafadz Ismi, karena huruf Ba adalah perantara penyebutan nama Allah dari sisi permulaan, oleh karena itu huruf Ba adalah sebagian dari kesempurnaan penyebutan nama Allah dari sisi yang diharapkan. Dan lafadz Ismi ini mengandung arti nama Allah bukan selain nama Allah berdasarkan dalil dalam Al-Qur’an “Sebutlah nama Tuhanmu !” ( QS. Al-Muzammil 8 )
فَاِنْ كَانَتْ زَائِدَةً فَلاَ تَحْتَاجُ اِلىَ مُتَعَلَقٍ
Andaikata huruf Ba tersebut dijadikan huruf Ba zaidah maka tidak lagi membutuhkan muta’alaq (sandaran).
Sementara hanya inilah uraian Bismillah versi ilmu Nahwu, walaupun baru sebagian kecil dari pembahasan huruf Ba pada Bismillah, kemudian bila anda ingin mengetahui lebih luas bahasan Bismillah, silahkan baca kitab-kitab Ilmu Nahwu lainnya seperti kitab Jurumiyah Al-‘Asmawiy, Nadlom Jurumiyah Al-Imritiy, Nadlom Alfiyyah Ibnu Malik dan lain sebagainya. 

http://nahwusharaf.wordpress.com/terjemah-tashrif-al-izzi/isim-fail-dan-isim-maful-dari-tsulatsi-mujarrad/
اسْمُ الْفَاعِلِ وَالْمَفْعُوْلِ مِنَ الثُّلاَثِيِّ الْمُجَرَّدِ
Isim fa’il dan isim maf’ul dari fi’il tsulatsi mujarrad

وَأَمَّا اسْمُ الْفَاعِلِ وَالْمَفْعُوْلِ مِنَ الثُّلاَثِيِّ الْمُجَرَّدِ. فَالْأَكْثَرُ أَنْ يَجِيْءَ اسْمُ الْفَاعِلِ مِنْهُ عَلَى وَزْنِ فَاعِلِ, تَقُوْلُ: نَاصِرٌ نَاصِرَانِ نَاصِرُوْنَ, نَاصِرَةٌ نَاصِرَتَانِ نَاصِرَاتٌ, وَنَوَاصِرٌ.

Adapun Isim fa’il dan isim maf’ul dari fi’il tsulatsi mujarrad, maka yang terbanyak isim fa’il ikut wazan “FAA’ILUN”, contoh kamu mengatakan: “NAASHIRUN – NAASHIROONI – NAASHIRUUNA, NAASHIROTUN, NAASHIROTAANI – NAASHIROOTUN, wa NAWAASHIRU.

وَالْأَكْثَرُ أَنْ يَجِيْءَ اسْم الْمَفْعُوْلِ مِنْهُ عَلَى وَزْن مَفْعُوْلٍ, تَقُوْلُ: مَنْصُوْرٌ مَنْصُوْرَانِ مَنْصُوْرُوْنَ, مَنْصُوْرَةٌ مَنْصُوْرَتَانِ مَنْصُوْرَاتٌ, وَمَنَاصِرُ. وَتَقُوْلُ: مَمْرُوْرٌ بِهِ, مَمْرُوْرٌ بِهِمَا, مَمْرُوْرٌ بِهِمْ, مَمْرُوْرٌ بِهَا, مَمْرُوْرٌ بِهِمَا, مَمْرُوْرٌ بِهِنَّ.

Dan yang terbanyak isim maf’ul ikut wazan “MAF’UULUN”, contoh kamu mengucapkan: “MANSHUURUN – MANSHUROONI – MANSHURUUNA, MANSHUUROTU – MANSHUUROTAANI – MANSHUROOTUN, wa MANAASHIRU”. Dan contoh: “MAMRUURUN BIHI – MAMRUURUN BIHIMAA – MAMRUURUN BIHIM – MAMRUURUN BIHAA – MAMRUURUN BIHIMAA – MAMRUURUN BIHINNA.

فَتُثَنِِّي وَتَجْمَعُ, وَتُذَكِّرُ وَتُؤَنِّثُ الْضَّمِيْرَ, فِيْمَا يَتَعَدَّى بِحَرْفِ الْجَرِّ لاَ اسْمَ الْمَفْعُوْلِ.

Maka kamu tatsniyahkan, jamakkan, mudzakkarkan atau muannatskan pada dhomirnya di dalam isim yang muta’addi dengan huruf jar, bukan pada isim maf’ulnya.

وَفَعِيْلٌ قَدْ يَجِيْءُ بِمَعْنَى الْفَاعِلِ, كَالرَّحِيْمِ بِمَعْنَى الرَّاحِمِ, وَبِمَعْنَى الْمَفْعُوْلِ, كَالْقَتِيْلِ بِمَعْنَى الْمَقْتُوْلِ.

Terkadang ikut wazan “FA’IILUN” sebagai isim fa’il, contoh: “ar-ROHIIMU” bermakna “ar-ROOHIMU”, juga sebagai isim maf’ul, contoh “al-QOTIILU” bermakna “al-MAQTUULU”.