Sabtu, 26 Mei 2018

KECERDASAN YANG MELAHIRKAN KETAQWAAN[1]

KECERDASAN YANG MELAHIRKAN KETAQWAAN[1]

Oleh: Prof. DR. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc.

Hadirin Jama’ah ‘Iedul Fitri Rahimakumullah

Kita bersyukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada kita semuanya, sehingga pada hari ini kita bersama dapat duduk bersimpuh mengucapkan takbir, tahmid, tasbih, dan tahlil sebagai perwujudan dari rasa syukur kita menyelesaikan ibadah shaum di bulan suci Ramadhan. Dan hari ini kita memasuki hari yang penuh dengan kebahagiaan rohani, kelezatan samawi dan kenikmatan spiritual, sejalan dengan firman-Nya pada QS. Al-Baqarah ayat 185:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: .. وَلِتُكْمِلُوْا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُ اللهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ. {البقرة : 185}.

“…Dan hendaknya kamu mencukupkan bilangannya dan hendaknya kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, niscaya kamu bersyukur”. (QS. Al-Baqarah: 185).

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!

Ibadah shaum di bulan Ramadhan yang baru saja kita laksanakan, sesungguhnya adalah suatu proses pendidikan yang berkelanjutan dan berkesinambungan bagi orang-orang yang beriman yang menghantarkannya pada puncak nilai-nilai kemanusiaan yang disebut dengan taqwa (لعلكم تتقون). Taqwa inilah indikator utama kemuliaan, indikator utama kebahagiaan dan indikator utama kesejahteraan. Firman-Nya dalam QS. Al-Hujurat ayat 13.

قَالَ اللهُ تَعَاَلَى: يَآأَيـــُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوْبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوْا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ. {الحجرات : 13}.

”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. (QS. Al-Hujurat: 13).

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ.{الأعراف: 96}.

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’raf: 96).

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!

Hadirin Jama’ah ’Iedul Fitri Rahimakumullah

Ada beberapa hal penting yang ditumbuhkan melalui latihan-latihan selama ibadah suci di bulan Ramadhan yang merupakan indikator-indikator utama ketaqwaan. Pertama, Menumbuhkan Kecerdasan Emosional. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan pengendalian diri dalam merespon berbagai macam keadaan. Pengendalian diri ketika mencintai dan membenci sesuatu supaya tidak berlebih-lebihan. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah Saw. bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: أَحْبِبْ حَبِيْبَكَ هَوْنًامَّا، عَسَا أَنْ يَكُوْنَ بَغِيْضَكَ يَوْمًامَّا. وَأَبْغِضْ بَغِيْضَكَ هَوْنًامَّا، عَسَى أَنْ يَكُوْنَ حَبِيْبَكَ يَوْمًامَا. {رواه الترمذي}.

“Cintailah sesuatu itu (orang yang kamu cinta) secara sederhana, karena boleh jadi engkau akan membencinya pada suatu ketika, dan bencilah sesuatu itu (orang yang kamu benci), secara sederhana, karena boleh jadi engkau akan cinta padanya suatu ketika.” (HR. Tirmidzi).

Pengendalian diri ketika berhadapan dengan orang-orang yang berbeda pendapat dengan kita atau mungkin berseberangan dengan kita, untuk tetap menganggap mereka sebagai saudara sesama anak bangsa. Bahkan dengan sikap ini diharapkan budaya saling memaafkan akan tumbuh dan berkembang dengan baik; bahkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Huzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim, Rasulullah Saw. Bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشُّرْبِ, إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ, أَوْ جهل عَلَيْكَ, فَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ.{رواه ابن خزيمة, وابن حبان والحاكم}.

“Tidaklah puasa itu hanya (menahan diri) dari makan dan minum saja. Sesungguhnya puasa itu (meninggalkan) perbuatan yang tidak ada gunanya, dan ucapan kotor. Jika ada seseorang yang menghinamu, membodoh-bodohkanmu, maka katakanlah bahwa aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa (tiga kali).” (HR. Ibn Huzaimah, Ibn Hibban, dan Hakim).

Kecerdasan emosional semacam ini, akan mengikis sifat saling dengki-mendengki antara sesama anak bangsa, antara suku dan etnis, bahkan antar pemeluk agama yang berbeda. Dengan kecerdesan ini, diharapkan kita dapat melaksanakan tiga hal yang disebut dengan afdhalul fadhail (perbuatan yang paling utama diantara yang utama), yaitu:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: أَفْضَلُ الْفَضَائِلِ أَنْ تَصِلَ مَنْ قَطَعَكَ، وَتُعْطِيَ مَنْ حَرَمَكَ وَتَصْفَحَ عَمَّنْ ظَلَمَكَ. {رواه الطبراني عن معاذ}.

“(Ada) suatu perbuatan yang paling utama diantara perbuatan yang utama, bersilaturrahmi dengan orang yang memutuskannya, memberi pada orang yang tidak pernah memberi, dan memaafkan orang yang berlaku kurang baik pada kita. (HR. Imam Thabrani dari Mu’adz bin Jabal).

Kedua, Membangun Kecerdasan Spiritual, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan arah dan tujuan hidup yang jelas, yaitu bukan semata-mata ingin mendapatkan jabatan dan materi yang sebanyak-banyaknya, sehingga mempergunakan dan menghalalkan berbagai macam cara. Akan tetapi, juga kebahagiaan yang bersifat ruhaniyah yang dilandasi dengan ajaran agama. Kejujuran, keadilan, jauh dari budaya dan perilaku syirik yang ditanamkan melalui ibadah shaum, akan menghantarkan pada kenikmatan hidup yang hakiki, dan kecerdasan spiritual yang tinggi.

Setiap orang akan merasakan betapa jujur, adil dan amanah adalah sesuatu yang sangat indah dan sangat nikmat. Hidup akan terasa gersang dan hampa apabila tidak dibingkai oleh sifat-sifat tersebut. Rakus, tamak, dan korup pasti akan selalu dijauhkan dalam kamus kehidupan orang yang memiliki kecerdasan spiritual, karena ia sadar, bahwa kerakusan dan ketamakan akan membawa pada kefakiran. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Saw. dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: إِيَّاكُمْ وَالطَّمَعَ فَإِنَّهُ فَقْرُ الْحَاضِرِ. {رواه الطبراني}.

“Jauhilah oleh kalian sifat tamak (rakus), karena sesungguhnya sifat ini (tamak/rakus) adalah kemiskinan yang nyata.” (HR. Thabrani).

Kecerdasan spiritual ini akan membawa pula pada sikap berfikir untuk senantiasa membawa ajaran agama dalam seluruh tatanan kehidupan. Tidak ada dikhotomi dan tidak ada sekularisasi dalam kehidupannya. Semua harus terkait dengan ketentuan Allah SWT. Ketika beraktivitas di masjid, di pasar, di kantor-kantor pemerintahan, di kampus, di jalan raya, maupun di dalam keluarga. Hal ini sejalan pula dengan firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 208 yang artinya:

قَالَ اللهُ تَعَاَلَى: يَا أَيــُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فيِ السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ. {البقرة : 208}.

“Hai sekalian orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara menyeluruh, dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan syaithan. Sesungguhnya syaithan itu adalah musuh kalian yang sangat nyata.” (QS. Al-Baqarah: 208).

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!

Hadirin Jama’ah ’Iedul Fitri Rahimakumullah

Ketiga, Membangun Kecerdasan Sosial, yaitu kecerdasan dalam pengertian selalu memiliki rasa empati, simpati dan selalu ingin menolong orang yang mendapatkan kesulitan dalam kehidupannya. Kecerdasan sosial ini, akan mengikis habis sifat egois, kikir dan materialis, dan digantinya dengan sifat kedermawanan. Ibadah shaum melatih dan mengajarkan seseorang untuk merasakan betapa beratnya haus dan lapar itu. Padahal haus dan laparnya orang yang berpuasa bersifat sementara dan terbatas, yaitu mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Bagaimana halnya dengan orang yang sepanjang hidupnya merasakan lapar, haus dan dahaga? Tidaklah pantas membiarkan mereka dalam keadaan lapar dan haus tersebut secara terus-menerus. Ibadah shaum menanamkan, bahwa kita adalah bagian dari mereka dan mereka pun adalah bagian dari kita. Rasulullah Saw. bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: تَرَى الْمُؤْمِنِيْنَ فيِ تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادُدِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ إِذا اشْتَكَىْ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِر جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى. {رواه البخاري}.

“Engkau akan melihat orang-orang yang beriman dalam kasih sayang mereka, dalam kecintaan mereka dan dalam keakraban mereka antar sesamanya adalah bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggotanya merasakan sakit, maka sakitnya itu akan merembet ke seluruh tubuhnya, sehingga (semua anggota tubuhnya) merasa sakit, dan merasakan demam (karenanya).” (HR. Bukhari).

Bagi orang yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi, yang terimplementasikan dalam sikap kedermawanan, akan mendapatkan anugerah kedekatan atau takarrub dengan Allah SWT dan dengan sesama manusia. Dan sebaliknya, orang yang asosial dan bakhil akan mendapatkan adzab, jauh dari Allah dan jauh dari manusia. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Rasulullah Saw. bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ s: السَّخِىُّ قَرِيْبٌ مِّنَ اللهِ قَرِيْبٌ مِّنَ النَّاسِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْجَنَّةِ بَعِيْدٌ مِّنَ النَّارِ وَالْبَخِيْلُ بَعِيْدٌ مِّنَ اللهِ بَعِيْدٌ مِّنَ النَّاسِ بَعِيْدٌ مِّنَ الْجَنَّةِ قَرِيْبٌ مِّنَ النَّارِ وَالْجَاهِلُ السَّخِىُّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِّنْ عَابِدٍ بَخِيْلٍ0 {رواهالتّرمذى}.

Orang yang pemurah itu dekat dengan Allah, dekat dengan manusia, dekah dengan syurga, dan jauh dari neraka. Dan orang yang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari syurga, dan dekat dengan neraka. Orang yang jahil (bodoh) tapi pemurah, itu lebih dicintai Allah daripada ahli ibadah tapi bakhil.” (HR. Tirmidzi).

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!

Hadirin Jama’ah ’Iedul Fitri Rahimakumullah

Keempat, Membudayakan Amal Jama’i. Hal lain yang penting dari pendidikan selama bulan Ramadhan yang diteruskan setelah Ramadhan, adalah kebiasaan melakukan amal perbuatan (ibadah maupun mu’amalah) yang dilakukan secara bersama-sama (berjama’ah). Selama bulan Ramadhan, hampir semua masjid baik di kampung, di kota, di komplek-komplek perumahan, di perkantoran, di kampus, bahkan juga masjid maupun mushalla di pasar selalu diramaikan oleh kaum muslimin yang melaksanakan shalat lima waktu secara berjama’ah, dan demikian pula shalat sunnah Tarawih. Bahkan juga ta’jil (buka shaum bersama) dan tadarrus Al-Qur’an pun dilakukan secara bersama-sama pula.

Jika kebiasaan ini dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi budaya yang dibutuhkan dan ditunggu-tunggu, kita yakin akan terjadi perubahan yang signifikan ke arah yang lebih baik dari kualitas umat. Sebab, jika kita lihat dalam Al-Qur’an dan sejarah, bahwa salah satu penyebab utama umat Islam pada zaman Nabi dan para sahabat memiliki izzah (harga diri) ketika berhadapan dengan orang-orang kafir dan memiliki kelembutan serta kasih sayang diantara sesamanya, karena mereka sering melakukan ruku’ dan sujud secara bersama-sama (shalat berjama’ah) yang hanya mengharapkan ridha Allah SWT. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam QS. Al-Fath ayat 29 yang artinya: “Muhammad adalah utusan Allah. Dan orang-orang yang ada besertanya bersikap keras terhadap orang-orang kafir dan sayang menyayangi diantara sesamanya. Engkau lihat mereka ruku’ dan sujud mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya, tanda-tanda mereka ada di wajahnya tampak bekas sujud. Demikianlah perumpamaan mereka (kaum muslimin) di dalam Turat; sedangkan perumpamaannya di dalam Injil adalah seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, lalu bertambah kuat dan bertambah besar, tegak lurus pada batangnya, menakjubkan orang-orang yang menanamnya, menjadikan orang-orang kafir marah kepada mereka. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang beriman dan beramal shaleh dari mereka ampunan dan pahala yang besar.”

Kegiatan mu’amalah dan khususnya kegiatan ekonomi, seperti perdagangan dan jual-beli, yang terbebas dari riba, penipuan, dan melahirkan kesejahteraan bersama, bukan kesenjangan antar sesama kelompok umat (yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin, seperti sekarang ini), karena para pelaku bisnis, pengusaha, maupun para pedagangnya adalah orang-orang yang di tengah-tengah kesibukan mereka selalu berusaha untuk shalat secara berjama’ah di masjid-masjid. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam QS. An-Nur ayat 37 yang artinya: “(yaitu) laki-laki yang tidak dilalaikan perniagaan dan jual-beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka takut akan hari yang berguncang padanya hati dan penglihatan.”

الله أكبر الله أكبر الله أكبر ولله الحمد!

Hadirin Jama’ah ’Iedul Fitri Rahimakumullah

Jika kaum muslimin sudah membiasakan shalat berjama’ah, meramaikan dan memakmurkan masjid, dan menganggap hal itu sebagai sebuah kebutuhan, maka diharapkan mereka akan tergerak hatinya untuk berjama’ah dalam bidang mu’amalah dalam membangun kekuatan umat, seperti membangun pendidikan yang berkualitas, yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat; membangun institusi kesehatan yang memungkinkan kaum dhu’afa memiliki akses kepadanya; membangun institusi ekonomi yang mengangkat ekonomi umat, dan lain sebagainya. Hal ini sangat dimungkinkan, karena untuk saat sekarang ini, alhamdulillah sumber daya manusia (SDM) muslim yang berkualitas sudah cukup tersedia, tinggal bagaimana mengatur dan mensilaturrahmikannya. Demikian pula, potensi dana yang terdapat pada zakat, infaq, dan shadaqah (ZIS) sangat besar, yaitu + 19,3 triliun setiap tahunnya (menurut hasil penelitian Pusat Budaya dan Bahasa UIN Jakarta), meskipun dana ZIS yang teraktualisasikan saat ini masih sangat kecil, belum mencapai angka satu triliun. Jika hal ini dilakukan secara bersama-sama atas dasar ukhuwwah islamiyyah, maka kaum musliminn dapat membangun dirinya sendiri dengan kekuatan sendiri pula. Angka kemiskinan, pengangguran, dan kebodohan bisa diminimalisir, walaupun tidak bisa dihilangkan. Sungguh sangat luar biasa dampak dari berjama’ah ini, akan mengundang rahmat dan pertolongan Allah SWT. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam QS. At-Taubah ayat 71:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ. {التوبة : 71}.

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 71).

Perhatikan juga firman Allah dalam QS. Ash-Shaff ayat 4:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فيِ سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ. {الصفّ : 4}.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (QS. Ash-Shaf: 4).

Hanya saja, dalam melaksanakan amal jama’i ini diperlukan keikhlasan yang sungguh-sungguh untuk terbiasa melebur dalam barisan yang rapi. Kesediaan untuk dipimpin oleh yang lain, yang lebih kapabel; dan kesediaan untuk berdiri pada barisan belakang. Diperlukan juga kesabaran dalam membangun amal jama’i ini, karena sering terjadi gesekan-gesekan yang kalau disikapi secara emosional akan menimbulkan perpecahan dan pertentangan, apalagi jika terdapat iming-iming dalam bidang material yang sering menggiurkan dan menarik perhatian. Hal ini sebagaimana dikemukakan dalam QS. Al-Kahfi ayat 28:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ وَلاَ تَعْدُ عَيْنَاكَ عَنْهُمْ تُرِيدُ زِينَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَلاَ تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنَا قَلْبَهُ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوَاهُ وَكَانَ أَمْرُهُ فُرُطًا. {الكهف : 28}.

“Dan bersabarlah engkau bersama orang-orang yang tidak menyeru Tuhan mereka di waktu pagi dan petang. Mereka menghendaki keridhaan-Nya, dan janganlah engkau palingkan kedua matamu dari mereka karena menghendaki perhiasan hidup di dunia. Dan janganlah engkau mengikuti orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari mengingat Kami dan mengikuti hawa nafsunya, dan pekerjaanya selalu dilakukan secara berlebih-lebihan.” (QS. Al-Kahfi: 28).

Yang perlu kita sadari bersama, bahwa orang-orang kafir pun mereka selalu bekerjasama dalam membangun kekuatan mereka. Kerjasama dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, maupun pertahanan, seperti yang kita saksikan dan kita rasakan sekarang ini. Hal ini pun sesungguhnya sudah dikemukakan oleh Allah dalam firman-Nya pada QS. Al-Anfal ayat 73:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلاَّ تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فيِ الأَرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ. {الأنفال : 73}.

“Dan orang-orang kafir sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Kalau kamu tidak memperbuatnya tentu akan timbul fitnah (kekacauan) di muka bumi dan kerusakan yang sangat besar.” (QS. Al-Anfal: 73).

Karena itu, mari kita biasakan dan kita budayakan amal jama’i dalam berbagai bidang kehidupan, sebagai hasil dari ibadah shaum yang kita lakukan, agar rahmat dan pertolongan Allah serta kekuatan akan bisa diraih dengan seoptimal dan semaksimal mungkin.

Semoga Allah menerima segala amal ibadah yang kita lakukan, menyempurnakan segala kekurangannya, dan mudah-mudahan kita semuanya termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang bertaqwa.

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِنَ الْفَائِزِيْنَ الأَمِنِيْنَ وَأدْخَلَنَا وَإِيَّاكُمْ فيِ زُمْرَةِ الْمُوَحِّدِيْنَ، أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ الله ِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَلَوْ أَنَّ أَهْلُ الْقَرَى ءَامَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوْا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَنُوْا يَكْسِبُوْنَ. وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.

DO’A KHUTBAH II

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

اَلْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَلاَهُ وَلاَحَوْلَ وَلاَقُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. أَمَّا بَعْدُ: أَيــُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ يَوْمَكُمْ هَذَا يَوْمٌ عَظِيْمٌ، فَأَكْثِرُوْا مِنَ الصَّلاَةِ عَلَى النَّبِيِّ الْكَرِيْمِ، إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأيــُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ الْمُرْسَلِيْنَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِ التَّابِعِيْنَ وَتَابِعِيْهِمْ بِإِحْسَانٍِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَآأَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

Allahumma ya Allah, ya Tuhan kami. Kami panjatkan segala puji dan syukur atas segala rahmat dan karunia yang telah Engkau limpahkan kepada kami, nikmat sehat wal ‘afiat, nikmat ilmu pengetahuan dan nikmat iman serta Islam. Ya Allah, ya Tuhan kami. Jadikanlah kami semua hamba-hamba-Mu yang pandai mensyukuri nikmat-Mu, dan janganlah Engkau jadikan kami hamba-hamba yang ingkar dan kufur terhadap segala nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami.

لَئِنْ شَكَْرْتُمْ لأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيْدٌ.

Allahumma ya Allah, ya Tuhan kami. Ampunilah segala dosa dan kesalahan kami, kesalahan dan dosa kedua orang tua kami, kesalahan dan dosa saudara-saudara kami, kaum muslimin dan muslimat yang telah melalaikan segala perintah-Mu dan melaksanakan segala larangan-Mu. Andaikan Engkau tidak mengampuni dan memaafkan kami, kami takut pada adzab-Mu di akhirat nanti dan pertentangan bathin dalam kehidupan dunia ini. Ya Allah. Janganlah Engkau limpahkan adzab-Mu kepada kami, karena dosa dan kesalahan kami. Kami yakin ya Allah, rahmat dan ampunan-Mu jauh lebih luas daripada adzab-Mu.

Allahumma ya Allah, ya Tuhan kami. Terimalah segala amal ibadah kami, terimalah ibadah puasa kami, terimalah shalat kami dan amal ibadah kami yang lain. Ya Allah, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang selalu bertaqwa, yang ridha dan ikhlas untuk melaksanakan segala aturan-Mu, yang ridha dan ikhlas, Islam sebagai ajaran-Mu, yang ridha dan ikhlas, Al-Qur’an sebagai imam dan petunjuk kami, yang ridha dan ikhlas, Nabi Muhammad Saw. sebagai panutan kami.

Allahumma ya Allah, ya Tuhan kami. Berbagai macam ujian dan musibah kini sedang menimpa masyarakat dan bangsa kami. Kami yakin musibah itu bukan karena Engkau membenci kami, akan tetapi sebagai peringatan agar kami semua lebih dekat dan lebih cinta kepada-Mu. Agar kami semuanya lebih memiliki sikap سمعنا وأطعنا akan segala ketentuan-Mu. Agar kami semua kembali pada agama-Mu, yaitu agama Islam yang Engkau ridhai.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فيِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا.رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّا مِنَ الخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

عِبَادَ اللهِ, إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِى الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَخْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونْ فَاذْكُرُوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْـئَلُوْهُ مِنْ فَضْـلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

[1] Disampaikan pada Khutbah ‘Iedul Fihtri 1 Syawal 1428 H, di Halaman Gedung Rektorat Institur Pertanian Bogor (IPB) Darmaga.


https://muslimkeren.wordpress.com/2007/10/12/khutbah-%e2%80%98iedul-fitri-1-syawal-1428-h-bag-1/