Selasa, 27 November 2018

Keindahan Islam

بِسْمِ اللَّهِ ٱلرَّحْمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

"Setiap orang boleh diambil perkataannya dan boleh pula ditolak, kecuali perkataan penghuni qubur ini" (sambil menunjuk kearah makam Nabi SAW). [Pesan Imam Malik]---"Tidak boleh diterima perkataan seseorang jika berlawanan dengan sunnah Rasulullah SAW." [Pesan Imam Syafi'i]---"Apabila telah shah satu hadits, maka itulah madzhabku." [Pesan Imam Syafi'i]--- Tambahan Artikel Renungan: Renungan Jumat

Kunci kemakmuran suatu Negeri adalah Penduduknya yg Bertakwa

Tidak dapat dipungkiri, manusia diciptakan sebagai kholifah dan pemakmur bumi ... 
Namun pernahkah dibayangkan, apa yang dilakukan Manusia dalam memakmurkan Bumi
Yang terjadi malah Manusia melakukan kerusakan di Bumi ini ... 
Tipu-menipu, saksi palsu, fitnah2, curang, perilaku lesbian,  gay,  biseksual, transgender dan masih banyak lagi kerusakan yang dilakukan Manusia ... 
Sengaja meninggalkan Sholat, meninggalkan Puasa di Bulan Romadlon, tidak mau berzakat, dan tidak mau berhaji padahal ia mampu ... 
Sengaja menghalangi Manusia dari jalan Allah, dan berharap agama Allah dibelokkan dari jalanNya yang lurus ... 
Jalan yang sesuai dengan apa2 yang dicontohkan Nabi SAW dan para Sahabat Beliau ... 

Apa hubunganya mengenai perilaku manusia dengan kerusakan atau musibah di Bumi
Perlu diingat, yang menumbuhkan pohon, menjadikan gempa, yang menjadikan siang dan malam, yang membuka pintu-pintu rizki hanyalah Allah, bukan manusia ... 
Manusia hanya memanfaatkan fasilitas yang diberikan Allah ... 
Kalau Manusia durhaka dan ingkar kepada Allah, maka apakah yang terjadi dengan Bumi ini ? 

Begitu juga sebaliknya, andaikan penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, pastilah Allah akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi ... 
Akan dibukakan pintu rizki yang arah datangnya tidak terduga, lagi membawa berkah ... 
Setiap usaha yang dilakukan Manusia, akan membawa berkah, karena ketakwaan mereka ... 

Namun, sayang sekali, kebanyakan Manusia mendustakan ayat-ayat atau tanda-tanda kekuasaan Allah ... 
Maka Allah akan menyiksa mereka disebabkan perbuatannya, dengan apa yang disebut manusia dengan Bencana Alam ... 
Gempa bumi, banjir merata, tanah longsor, kesulitan dalam mencari rizki yang halal, dan masih banyak lagi ... 
Namun kebanyakan Manusia mengingkari, bahwa semua itu peringatan yang berupa adzab kepada Manusia ... 
Yang mereka katakan, "Sesungguhnya gempa bumi itu datangnya menurut siklus tertentu, dan merupakan gejala alam biasa ..." 
Subhanallah, betapa besar pengingkaran mereka ...

Ingatlah, Allah adalah penguasa waktu,  ada 2 cara yang penulis ketahui dari perbuatan Dia:
1. Dia mengetahui kedurhakaan hambaNya di suatu waktu tertentu.  Lalu Dia persiapkan segala sesuatunya,  jauh sebelum kejadian itu. Dia membuat patahan bumi secara bertahap, tanah yang gembur secara perlahan dll,  jauh hari sebelumnya.  Hingga pada saat hari H-nya (yakni kehancuran yang telah Dia tetapkan,  karena kedurhakaan hamba2Nya itu) , Dia kirimkan bencana itu,  bisa berupa gempa bumi,  tanah longsor dlsb. Namun kebanyakan manusia menganggapnya sebagai kejadian alam biasa dengan siklus tertentu. Padahal yang sesungguhnya terjadi, itu adalah perbuatanNya!  Dia sanggup mempercepat atau menunda bencana sekehendakNya. Karena Dialah pemilik waktu yang lalu,  sekarang dan yang akan datang.
Dia sanggup mempersiapkan segalanya jauh sebelum kejadian,  hingga kebanyakan manusia menganggapnya sebagai suatu peristiwa alam biasa.
2. Dia berkehendak melakukan sesuatu diluar hukum kebiasaanNya sendiri. Yakni dianugerahkan kepada para Nabi,  berupa mukjizat yang luar biasa. Hingga nampak jelas kekuasaanNya bagi semua makhluqNya. Tidak terlihat sebagai gejala alam biasa,  namun luar biasa. Namun,  sayang sekali, kebanyakan manusia malah menganggapnya sebagai sihir.!

QS 7. Al A'raaf:96 

وَلَوأَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوْاْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَـٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلأَْرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَـٰهُمْ بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ 

"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. "

Bab: Cemas dengan Perolehan Rejeki?
Sesungguhnya rejeki itu seperti ajal ...
Telah ditetapkan dalam diri tiap2 makhluq sejak Roh ditiupkan kedalam dirinya ...
Jika ia lari menghindari rejeki, maka rejeki itu akan mengejarnya, seperti seseorang yang lari menghindari Al Maut, namun Al Maut tetap saja mengejarnya ...
Jika makhluq itu sambat perolehan rejekinya lambat, maka ketahuilah, Al Maut juga bisa lambat datangnya ...
Jika makhluq itu sambat perolehan rejekinya sedikit sehingga ia sengsara, maka ketahuilah, Al Maut juga bisa sengsara datangnya ...
Jika makhluq itu menyangka usahanya pasti dapat mendatangkan banyak rejeki, maka ketahuilah, Al Maut juga bisa tidak segera datang, walaupun makhluq itu menghendaki kematian ...

Karena itu, wahai makhluq, janganlah mengejar rejeki secara serampangan, namun carilah dengan cara yang baik ...
Atau kalau Anda meninggalkan rejeki itu karena memilih ibadah, maka ketahuilah, rejeki itu yang akan mengejarmu, jika rejeki itu memang bagianmu ...

Jangan takut rejekimu disabotase orang lain, karena rejekimu tidak akan bisa pindah ke orang lain, jika rejeki itu memang bagianmu ...
Namun takutlah ibadahmu kurang, karena tidak ada satupun orang lain yang bersedia beribadah untuk dirimu ...!
Segala sesuatu dari rejeki yg engkau dapatkan, itulah bagianmu ...
Dan segala sesuatu dari rejeki yg luput dari perolehanmu, itu memang bukan bagianmu ...
Buat apa kecewa, sedih, dongkol, cemas dan lebay, kalau memang bukan bagian dari rejekimu ...?

Anda mengenal Al Maut, dan sudah pasti Anda akan berusaha menghindari Al Maut, hingga Anda ke dokter ketika sakit, Anda berjalan di pinggir jalan supaya tidak tertabrak mobil, dan Anda berhenti ketika kereta api lewat didepan Anda ...
Demikian juga dengan perolehan rejeki, tentu Anda akan berusaha mencari rejeki, dan tidak hanya berpangku tangan dalam mencari rejeki ...

Itulah persamaan antara Rejeki dan Al Maut ...!

Hadis riwayat Abdullah bin Masud Radhiyallahu’anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sebagai orang yang jujur dan dipercaya bercerita kepada kami:
Sesungguhnya setiap individu kamu mengalami proses penciptaan dalam perut ibunya selama empat puluh hari (sebagai nutfah). Kemudian menjadi segumpal darah selama itu juga kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula. Selanjutnya Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh ke dalamnya dan diperintahkan untuk menulis empat perkara yaitu:
Menentukan rezekinya, 
Ajalnya, 
Amalnya, serta 
Apakah ia sebagai orang yang sengsara ataukah orang yang bahagia. 
Demi Zat yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya salah seorang dari kamu telah melakukan amalan penghuni surga sampai ketika jarak antara dia dan surga tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga ia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah ia ke dalam neraka. Dan sesungguhnya salah seorang di antara kamu telah melakukan perbuatan ahli neraka sampai ketika jarak antara dia dan neraka tinggal hanya sehasta saja namun karena sudah didahului takdir sehingga dia melakukan perbuatan ahli surga maka masuklah dia ke dalam surga. (Shahih Muslim No.4781)

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۚ كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rizkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”.[Hud/11:6].

وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rizkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rizki kepadanya juga kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [al Ankabut/29:60].

Apakah itu Rejeki?

هُوَ كُلُّ مَا تَنْتَفِعُ بِهِ مِمَّا اَبَاحَهُ اللهُ لَكَ سَوَاءٌ كَانَ مَلْبُوْسٌ اَوْ مَطْعُوْمٌ … حَتَّى الزَّوْجَة رِزْق، الاَوْلاَدُ وَ البَنَاتُ رِزْقٌ وَ الصِّحَةُ وَ السَّمْعُ وَ العَقْلُ …الخ

“Segala sesuatu yang bermanfaat yang Allah halalkan untukmu, entah berupa pakaian, makanan, sampai pada istri. Itu semua termasuk rezeki. Begitu pula anak laki-laki atau anak peremupuan termasuk rezeki. Termasuk pula dalam hal ini adalah kesehatan, pendengaran dan penglihatan.”
(Rumaysho.Com juga dari hasil mengaji dengan Prof. Dr. KH, Husein Aziz sekitar tahun 1993 yl)

Sesungguhnya segala sesuatu yang halal, bermanfaat dan kita habiskan di Dunia ini, itulah rezeki, sehingga rezeki bisa berupa:
1. Pakaian yang kita pakai hingga rusak
2. Makanan yang kita makan hingga habis
3. Istri yang mendampingi kita hingga wafat
4. Anak laki-laki atau anak perempuan kita
5. Kesehatan
6. Pendengaran dan penglihatan
7. Harta yang kita sedekahkan dijalan Allah
8. Tanah, rumah, pekarangan yang kita wakafkan dijalan Allah
Itu semua termasuk rezeki kita.

Yang bukan termasuk rezeki, namun malah menjadi bumerang/siksaan yang sangat dahsyat:
1. Pakaian yang tidak kita pakai, namun rusak karena terlalu lama di simpan.
2. Makanan yang kita tidak kita makan, dan mubazir.
3. Istri yang menjadikan kita tidak syukur nikmat kepada Allah
4. Anak laki-laki atau anak perempuan kita yang durhaka dan menentang Allah, RasulNya dan kita
5. Harta yang kita habiskan untuk sesuatu yang sia-sia, meskipun murah atau sedikit, seperti beli petasan, mercon, kembang api dan narkoba
6. Harta yang kita peroleh dengan cara haram, misalnya korupsi, memalak, merampok, mencuri dan mencopet.
7. Tabungan, deposito, giro, dan saham yang kita tinggalkan karena kita wafat, itu milik ahli waris.
8. Tanah, rumah, pekarangan yang tidak kita manfaatkan dijalan Allah. Termasuk juga yang kita wariskan (ketika kita wafat) itu juga sebenarnya bukan milik kita, itu sudah menjadi harta milik ahli waris.

Ada yang bertanya, "bagaimana dengan perolehan rejeki yang haram?"
Jawaban:
Sesungguhnya rejeki itu adalah segala sesuatu yang halal yang kita manfaatkan dan habiskan di dunia ini untuk kepentingan kita, baik itu untuk tujuan dunia (makan, minum pakaian) ataupun akhirat (sedekah, wakaf, infaq).
Harta adalah bagian dari rejeki, karena rejeki itu sangatlah luas, seperti terdapat pada keterangan sebelumnya.
Jika harta itu haram, tentunya bukan dari bagian rejeki kita. Lho mengapa? Karena harta itu tidak bisa kita manfaatkan untuk kebaikan tubuh kita di dunia ini apalagi di akhirat kelak. Daging yang tumbuh dari rejeki yang haram adalah bagiannya Neraka, sedangkan sedekah dari sesuatu yang haram adalah tertolak !.

Andaikan seseorang telah korupsi hingga trilyunan rupiah, maka sesungguhnya itu juga bukan hartanya. Apakah mungkin ia seorang diri bisa menghabiskan harta trilyunan rupiah, apalagi harta itu adalah harta yang haram, yang jelas2 daging yang tumbuh dari yang haram adalah bagiannya Neraka.
Sisa harta haram yang ditinggalkannya itu menjadi milik ahli warisnya. Sehingga dapat dikatakan ia mewariskan harta yang haram dan menjadikan keluarganya menjadi bagian dari siksa Neraka ...
Dan itu bukanlah rejeki, dan ia tidaklah mewariskan rejeki kepada keluarganya, namun mewariskan Neraka ...
Na 'udzubillahi min Dzalika ...

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةً بِغَيْرِ طَهُورٍ ، وَلاَ صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ

"Allah tidak akan menerima shalat seseorang tanpa berwudlu (bersuci), dan tidak akan menerima sedekah dengan harta ghulul (curian/korupsi, merampok, palak, mencopet dll)" [HR. Muslim]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَدَّيْتَ زَكَاةَ مَالِكَ فَقَدْ قَضَيْتَ مَا عَلَيْكَ، وَمَنْ جَمَعَ مَالًا حَرَامًا ثُمَّ تَصَدَّقَ مِنْهُ لَمْ يَكُنْ لَهُ فِيهِ أَجْرٌ وَكَانَ إِصْرُهُ عَلَيْهِ

"Jika engkau telah menunaikan zakat hartamu maka engkau telah melaksanakan kewajiban dan barang siapa yang mengumpulkan harta dari jalan yang haram, kemudian dia menyedekahkan harta itu, maka sama sekali dia tidak akan memperoleh pahala, bahkan dosa akan menimpanya". [HR. Ibn Khuzaimah dan Ibn Hibbân dalam Shahihnya]

Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ إِنَّهُ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحْتٍ

"Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram." [HR. Ibn Hibban dalam Shahîhnya]

Dari Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا كَعْبُ بْنَ عُجْرَةَ لاَ يَرْبُو لَحْمٌ نَبَتَ مِنْ سُحتٍ إلاَّ كَانَتِ النَّارُ أَولَى بِهِ

"Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari barang yang haram kecuali neraka lebih utama atasnya." [HR. Tirmidzi]

Kata السحت dalam hadits di atas maksudnya adalah semua yang haram dalam segala bentuk dan macamnya, seperti hasil riba, hasil sogokan, mengambil harta anak yatim dan hasil dari berbagai bisnis yang diharamkan syari’at.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَوْفِي رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ خُذُوْا مَا حَلَّ وَدَعُوْا مَا حَرُمَ.

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah. Karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati hingga sempurna rizkinya. Meskipun (rizki itu) bergerak lamban. Maka, bertakwalah kepada Allah dan sederhanalah dalam mencari nafkah, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram”.[HR Ibnu Majah no. 2144, Ibnu Hibban no. 1084, 1085-Mawarid, al Hakim (II/4), dan Baihaqi (V/264), dari Sahabat Jabir Radhiyallahu ‘anhuma. Dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah al Ahadits ash-Shahihah no. 2607.]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan penjelasan tentang rizki ini dengan perumpamaan yang sangat mudah dipahami, dan setiap orang hendaknya dapat mengambil pelajaran darinya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَوَكَّلْتُمْ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ؛ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا.

“Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya, niscaya Dia akan memberi kalian rizki sebagaimana Dia memberikan rizki kepada burung, yang pergi pagi dalam keadaan lapar dan pulang dalam keadaan kenyang”.[Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/30 dan 52), at-Tirmidzi no.2344, Ibnu Majah no. 4164, Ibnu Hibban no. 730, Ibnul Mubarak di dalam kitab az-Zuhd no. 559, al-Hakim (IV/318), al Baghawi dalam Syarhus-Sunnah no. 4108, Abu Nu’aim dalam kitab al Hilyah (X/69), dan lain-lainnya. Dari Sahabat ‘Umar bin al Khaththab. At-Tirmidzi berkata,”Hasan shahih.” Al Hakim juga menilai hadits ini shahih, dan disetujui oleh adz-Dzahabi]

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk berjalan mencari maisyah (pekerjaan/usaha) untuk mendapatkan rizki. Allah Ta’ala berfirman:

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ

“Dia-lah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. [al-Mulk/67:15].

Rizki akan mengejar manusia, seperti maut yang mengejarnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

إِنَّ الرِّزْقَ لَيَطْلُبُ الْعَبْدَ كَمَا يَطْلُبُهُ أَجَلُهُ.

“Sesungguhnya rizki akan mengejar seorang hamba seperti ajal mengejarnya”.[HR Ibnu Hibban (1087-Mawarid) dan lainnya, dari Sahabat Abud-Darda’. Hadits ini memiliki penguat dari Sahabat Jabir yang diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyatul-Auliya`. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah al-Ahadiits ash-Shahihah no. 952]
----------------------------------------------------

Bab: Susahnya Mencari Rejeki hingga Disibukkan dengan Dunia
Ada yang mengatakan, “Mencari yang haram saja susah, apalagi yang halal!”, sehingga ia berlaku korup, menipu, transaksi riba, pergi ke dukun dan cara lain yang diharamkan.

QS. al-Baqarah: 268

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir, korup, menipu, transaksi riba, atau pergi ke dukun dll); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui.

Atau mereka meninggalkan yang haram, namun karena mengkhawatirkan dirinya fakir, maka ia-pun tenggelam dengan kesibukan mencari penghasilan, hingga menelantarkan kewajiban dan ketaatan kepada Allah. Ketika itu, berarti ia telah mentaati setan dan mempercayai ancaman setan. Padahal, karakter setan itu ‘kadzuub’, pendusta.
Berapa banyak dari kita yang menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memikirkan dan memburu harta. Di hari-hari biasa mereka sibuk belajar ilmu duniawi, yang lain lagi hanya fokus dengan bisnis duniawi, sementara hari libur dipergunakan untuk rekreasi. Lantas kapan mereka sempatkan belajar ilmu syar’i, kapan pula mereka pikirkan nasib ukhrawi?.
Bagaimana masuk akal ketika seseorang menyiapkan bekal untuk hidup selama 60 atau 70 tahun dengan bekerja seharian, namun mereka melupakan bekal untuk akhirat yang lamanya tak berujung?

Padahal, rejeki itu mutlak dalam kekuasaan Allah. Dia memberi atau menahan rejeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya dan mencegah siapapun yang Dia kehendaki. Meski dengan cash flow yang meyakinkan, rencana yang jitu, peluang yang menjanjikan, tetap saja Allah yang menjadi Penentu,

أَمَّنْ هَٰذَا الَّذِي يَرْزُقُكُمْ إِنْ أَمْسَكَ رِزْقَهُ ۚ بَلْ لَجُّوا فِي عُتُوٍّ وَنُفُورٍ

“Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Allah menahan rezeki-Nya? Sebenarnya mereka terus menerus dalam kesombongan dan menjauhkan diri?” (QS. al-Mulk: 21)

Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi n, bahwa beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَادَتِى أَمْلأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ وَإِلاَّ تَفْعَلْ مَلأْتُ يَدَيْكَ شُغْلاً وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman, “Wahai Anak Adam, luangkanlah olehmu untuk beribadah kepada-Ku, niscaya Aku akan penuhi dadamu dengan kekayaan, dan aku tutup kefakiranmu. Jika tidak, niscaya Aku akan penuhi tanganmu dengan kesibukan, dan tidak Aku tutup kefakiranmu.” (HR Tirmidzi, al-Albani mengatakan “shahih”)
---------------------------------------------------

Bab. Siapakah yang Beruntung dan Terbaik disisi Allah?

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الْمُكْثِرِينَ هُمُ الْمُقِلُّونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، إِلاَّ مَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ خَيْرًا ، فَنَفَحَ فِيهِ يَمِينَهُ وَشِمَالَهُ وَبَيْنَ يَدَيْهِ وَوَرَاءَهُ ، وَعَمِلَ فِيهِ خَيْرًا

Sesungguhnya orang-orang yang memperbanyak (harta) adalah orang-orang yang menyedikitkan (kebaikannya) pada hari Kiamat, kecuali orang yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadanya kebaikan, lalu dia memberi kepada orang yang di sebelah kanannya, kirinya, depannya, dan belakangnya; dan dia berbuat kebaikan pada hartanya (HR. al-Bukhâri, no. 6443; Muslim, no. 94)

al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Yang dimaksudkan dengan ‘memperbanyak’ adalah dengan harta, dan ‘menyedikitkan’ adalah dengan pahala akhirat. Ini (terjadi) pada diri orang yang memperbanyak harta, akan tetapi dia tidak memenuhi sifat dengan yang ditunjukkan oleh pengecualian setelahnya, yaitu berinfaq”. [Fathul Bari 18/261]

"Sesungguhnya orang-orang yang memiliki banyak harta, adalah orang-orang yang sedikit kebaikannya pada hari Kiamat, kecuali yang menggunakan hartanya itu di jalan Allah"
Kebanyakan orang yang memiliki banyak harta, menggunakan hartanya itu untuk hal2 yang mubah (kalau tidak mau dikatakan haram). Beli mobil mewah, motor mewah, atau motor yang bagus. Dan mereka menginfakkan hartanya, kecuali hanya sekedarnya saja.
Bandingkan dengan mukmin yang memiliki harta cuman jutaan atau bahkan jauh lebih kecil dari itu, namun berinfak jauh lebih banyak dari itu, padahal mereka termasuk miskin.
Orang2 mukmin tersebut tidak terlena oleh kehidupan dunia, mereka lebih mementingkan perintah Allah, daripada kebutuhan dirinya sendiri. Tidak jarang mereka mengalami kesulitan2 dalam dunianya, karena perbuatannya itu namun karena cintanya kepada Allah, mereka tidak menggubrisnya.
Memang tidak berdosa mukmin yang menggunakan hartanya untuk kemegahan dirinya, selama tidak menyalahi syariat Islam. Namun mukmin yang seperti itu, pahalanya kelak diakhirat jauh lebih sedikit daripada Mukmin yang miskin, atau Mukmin yang kaya namun menggunakan kekayaannya dijalan Allah.
----------------------------------------------------