Minggu, 15 April 2018

KISAH SUNAN KUDUS


KISAH SUNAN KUDUS
MESKI namanya Sunan Kudus, ia bukanlah asli
Kudus. Dia datang dari Jipang Panolan (ada yang
mengatakan disebelah utara Blora), berjarak 25
kilometer ke arah barat kota Kudus, Jawa Tengah.
Di sanalah ia dilahirkan, dan diberi nama Ja'far
Shodiq. Ia adalah anak dari hasil perkawinan Sunan
Undung atau Sunan Ngudung (Raden Usman Haji)
dengan Syarifah, cucu Sunan Ampel. Semasa
jayanya, Sultan Undung terkenal sebagai panglima
perang yang tangguh.
Sampai suatu waktu, Sunan Undung tewas dalam
peperangan antara Demak dan Majapahit. Setelah
itu, Ja'far Shodiq menggantikan posisi ayahnya.
Tugas utamanya ialah menaklukkan wilayah
Kerajaan Majapahit untuk memperluas kekuasaan
Demak. Kenyataannya, Ja'far Shodiq terbukti hebat
di medan perang, tak kalah dengan kepiawaian
ayahnya.
Ja'far Shodiq berhasil mengembangkan wilayah
Kerajaan Demak, ke timur mencapai Madura, dan
ke arah barat hingga Cirebon. Sukses ini kemudian
memunculkan berbagai cerita kesaktian Ja'far
Shodiq. Misalnya, sebelum perang, Ja'far Shodiq
diberi badong --semacam rompi-- oleh Sunan
Gunung Jati. Badong itu dibawa berkeliling arena
perang.
Dari badong sakti itu kemudian keluarlah jutaan
tikus, yang juga ternyata sakti. Kalau dipukul, tikus
itu bukannya mati, malah makin mengamuk sejadi-
jadinya. Pasukan Majapahit ketakutan lari tunggang
langgang. Dia juga punya sebuah peti, yang bisa
mengeluarkan jutaan tawon. Banyak prajurit
Majapahit yang tewas disengat tawon.
Yang pasti, pemimpin pasukan Majapahit, Adipati
Terung, menyerah kepada pasukan Ja'far Shodiq.
Usai perang, Ja'far Shodiq menikahi putri Adipati
Terung, yang kemudian menghasilkan delapan anak.
Selama hidupnya, Ja'far Shodiq sendiri juga punya
istri lain, antara lain putri Sunan Bonang, yang
menghasilkan satu anak.
Sukses mengalahkan Majapahit membuat posisi
Ja'far Shodiq makin kokoh. Dia mendapat tugas
lanjutan untuk mengalahkan Adipati Handayaningrat,
yang berniat makar terhadap Kerajaan Demak.
Adipati Handayaningrat merupakan gelar yang
disandang Kebo Kenanga, penguasa daerah
Pengging --wilayah Boyolali-- dan sekitarnya.
Kebo Kenanga berniat mendirikan negara sendiri
bersama Ki Ageng Tingkir. Pasangan ini merupakan
pengikut Syekh Siti Jenar, seorang guru yang
mengajarkan hidup model sufi. Kebo Kenanga dan
Tingkir digambarkan sebagai saudara seperjuangan,
yang saling menyayangi bagaikan saudara kandung.
Tanda-tanda pembangkangan Kebo Kenanga makin
kentara ketika ia menolak menghadap Raja Demak,
Adipati Bintara, atau yang lebih dikenal dengan
sebutan Raden Patah. Surat panggilan yang dibuat
Raden Patah ditelantarkan hingga tiga tahun oleh
Kebo Kenanga. Maka, Raden Patah memutuskan
untuk mematahkan pembangkangan Kebo Kenanga
itu.
Raden Patah memerintahkan Ja'far Shodiq
''meredam'' Kebo Kenanga. Dalam sebuah
pertarungan, Kebo Kenanga tewas. Namun,
kehebatan Ja'far Shodiq sebagai panglima perang
lama-kelamaan surut. Bahkan, menjelang
kepindahannya ke Kudus, Ja'far Shodiq tidak lagi
menjadi panglima perang, melainkan menjadi
penghulu masjid di Demak.
Terdapat beberapa versi tentang kepergian Ja'far
Shodiq dari Demak. Ada kemungkinan, Ja'far Shodiq
berselisih paham dengan Raja Demak. Kemungkinan
lain, Ja'far Shodiq berselisih paham dengan Sunan
Kalijaga. Dalam Serat Kandha disebutkan, Ja'far
Shodiq memiliki murid, Pangeran Prawata.
Belakangan, Pangeran Prawata justru mengakui
Sunan Kalijaga sebagai guru baru.
Bagi Ja'far Shodiq, Pangeran Prawata durhaka
karena mengakui dua guru sekaligus. Ketika
Pangeran Prawata menjadi Raja Demak, Ja'far
Shodiq berniat membunuhnya, melalui tangan Arya
Penangsang, yang tiada lain dari pada adik kandung
Prawata. Agaknya, Arya Penangsang tidak tega,
maka dia pun menyuruh orang lain lagi, yang
bernama Rangkud.
Pangeran Prawata akhirnya tewas bersama istrinya,
setelah ditikam Rangkud. Jenazah Prawata
bersandar ke badan istrinya, karena keduanya
tertembus pedang. Rangkud juga mati. Sebab, tanpa
diduga, sebelum mengembuskan napas
penghabisan, Prawata sempat melempar keris

>>>>>>>
http://sholawatnariyah.blogspot.co.id/p/kisah-walisongo-sunan-kudus.html?m=1